BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK ASSERTIVE TRAINING (AT) UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pokok

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, pendekatan dan desain penelitian, definisi operasional variabel,

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

TINGKAT KEMAMPUAN ASERTIF PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 1 IX KOTO KABUPATEN DHARMASRAYA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA AKTIVIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas akan mewujudkan manusia yang bermutu tinggi, berbudi pekerti

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pergeseran pola penyebab tindak kriminalitas. World Health

BAB II LANDASAN TEORI

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS DAYAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan dengan semangat yang menggebu. Awalnya mereka menyebut

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah elemen yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

1. PENDAHULUAN. Hal-hal yang sering dihadapi oleh para remaja pada umumnya adalah gejolak emosi dan

BAB I PENDAHULUAN. Interpersonal Siswa Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. seorang peserta didik adalah belajar. Menurut Gagne (Hariyanto, 2010), belajar

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sebentuk komunikasi. Sedangkan Rogers bersama Kuncaid

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN PENDAPAT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah siswa yang tidak mampu untuk berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif Training. Kemudian bab ini juga mambahas tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Assertive Training (pelatihan asertif) sebagai strategi dan teknik yang ada dalam pendekatan behavioral mulai semakin banyak mendapat perhatian dari para ahli dan praktisi dalam profesi konseling. Bahkan dalam pendekatan behavioral, Assertive Training merupakan teknik yang mencapai popularitas yang didalamnya merupakan satu bentuk dari keterampilan bersosialisasi (Corey,1995: 429). Pada dasarnya Assertive Training merupakan suatu strategi yang digunakan untuk mengembangkan perilaku asertif. Teknik Assertive Training merupakan sarana atau alat untuk memperbaiki dalam hubungan interpersonal kehidupan sehari-hari, teknik ini memungkinkan kita untuk meningkatkan hidup menjadi lebih baik dan efektif secara pribadi dan berinteraksi dengan lingkungan. Assertive Training menunjukkan bagaimana hubungan sosial dapat dicapai. Bersikap tegas adalah tentang siapa kita sebenarnya dan juga tentang pengakuan dan menghormati cara pandang orang lain. Assertive Training menunjukkan bagaimana untuk berhubungan dengan apa yang kita inginkan, bagaimana mengubah pola pemikiran negative kita,

bagaimana menghargai pendapat kita sendiri, bagaimana menyampaikan penolakan dan kritik dan bagaimana membangun harga diri dan kepercayaan diri (Shan Rees dan Roderick S. Graham 1991: ii). Adapun tujuan dari assertive training ini adalah mengajarkan secara langsung kepada siswa seni untuk berkomunikasi secara lebih mendalam dengan orang lain, yang merupakan suatu pendekatan aktif terhadap kehidupan dan penguasaan diri (Festerhaim dan Jean Baer 1980: 11). Maksudnya dalam teknik assertive training ini memiliki tujuan untuk memudahkan siswa dalam melakukan komunikasi dengan orang lain dengan baik dan menyenangkan sehingga dengan komunikasi yang efektif ini kita sudah belajar untuk melakukan pengusaan terhadap diri sendiri. Teknik AT bukan hanya digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif saja, beberapa penelitian di bidang bimbingan dan konseling yang menggunakan teknik AT seperti dilaporkan oleh: Ida Hendrayani (2011) dengan judul penelitian Penggunaan teknik Asertif Training dalam mereduksi overconvormity terhadap kelompok teman sebaya pada siswa SMA, penelitian tindakan terhadap siswa SMA Negeri 7 Bandung 2010/2011, berpendapat bahwa teknik Asertif Training efektif untuk mereduksi overconvormity terhadap kelompok teman sebaya pada SMA. Pani Siti Haniah (2011) dalam penelitiannya tentang Asertif Training untuk mencegah perilaku penyalahgunaan NAPZA pada remaja, berpendapaat bahwa Asertif Training efektif untuk meningkatkan perilaku asertif remaja dalam mencegah perilaku penyalahgunaan NAPZA pada remaja.

Siti Maryam Y.A (2010) dalam penelitiannya tentang keefektivan teknik latihan asertif untuk mengembangkan lokus kendali internal remaja. Dalam penelitian ini siswa yang menganggap bahwa segala sesuatu peristiwa kehidupan yang terjadi berada di luar kontrol diri dan tanggung jawabnya, akan dirubah persepsinya melalui latihan asertif, kegunaan latihan asertif ini adalah untuk membuat siswa memiliki keyakinan akan kemampuan diri sendiri, sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya juga merupakan tanggung jawabnya. Dalam penelitian ini di melaporkan bahwa Asertif Training efektif digunakan untuk mengembangkan lokus kendali internal. Rahmawati Fauziah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul tentang Penggunaan teknik Asertif Training dalam mereduksi perilaku konsumtif remaja, penelitian pra-eksperimen terhadap siswa kelas XI SMA Pasundan I Bandung. Melaporkan bahwa teknik Asertif Training dapat mereduksi perilaku konsumtif remaja. Asertif Training merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain menguasai dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung. Karena faktor keunikan siswa baik dari latar belakang keluarga, lingkungan dan suku, seperti yang ada disekolah SMA Kartika Siliwangi yang memang mayoritas siswa terbagi menjadi beberapa suku yaitu: suku sunda, jawa dan lampung. Apakah faktor dari berbedaan suku juga akan mempengaruhi seorang siswa untuk bisa berperilaku asertif?. Berbicara dalam hubungannya dengan konteks budaya, dilaporkan oleh

Master (1980) bahwa meskipun latar belakang budaya dapat menentukan tingkat perilaku asertif yang diperlukan, AT dapat diberikan dan efektif untuk semua jenis populasi (Nursalim, 2005). Artinya bahwa perbedaan suku dan budaya bisa mempengaruhi siswa dalam berperilaku asertif, dan AT merupakan teknik yang efektif untuk diberikan kepada siswa dengan latar belakang suku yang berbeda. Sementara itu jika di lihat dari kedudukan gender baik laki-laki maupun perempuan, seperti dilaporkan oleh Osipow, Wish, dan Tosi (1984) menyatakan bahwa AT dengan variasi teknik yang berbeda terbukti dengan efektif dapat meningkatkan perilaku asertif subyek laki-laki maupun perempuan dengan variasi problem interpersonal yang berbeda (Nursaling, 2005). Perilaku asertif merupakan perilaku ungkapan yang secara tegas dan tidak dibuat-buat serta serta tetap menghargai hak kepentingan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari orang cenderung berprilaku non asertif mereka tidak menyadari dampak dari perilaku yang dia lakukan dengan membiarkan diri tidak berperilaku asertif justru sebenarnya akan merusak hubungan interpersonal diantara individu, karena dengan tidak membiasakan berperilaku asertif membuat kita dirugikan oleh orang lain, sehingga perilaku yang muncul dari individu adalah perilaku yang tidak sesuai dengan keinginan hati nurani individu tersebut. Perilaku asertif dikatakan sebagai suatu bentuk interaksi sosial-interpersonal yang paling tepat karena ia mendorong hubungan interpersonal yang efektif. Asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami, apakah hal tersebut yang

dianggap menyenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hakhak, kenyamanan, dan integritas perasaan orang lain. Perilaku asertif tidak dilatarbelakangi maksud-maksud tertentu, seperti untuk memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya atau pun mencari keuntungan dari pihak lain. Pada hakikatnya, perilaku asersif yang merupakan tindakan untuk mempertahankan hak-hak personal yang dimilikinya adalah upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk menguasai diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon hal-hal yang disukai atau tidak disukai secara tulus dan wajar, dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Ketika menjalani aktivitas keseharian tidak semua siswa mampu berperilaku asertif dan justru mereka memilih berperilaku non asertif (pasif), seperti memendam perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendapat atau sebaliknya dengan bersikap agresif. Keengganan ini umumnya karena dalam diri individu di isi oleh rasa takut dan khawatir mengecewakan orang lain, takut tidak diterima oleh kelompok sosialnya, takut dianggap tidak sopan, takut melukai perasaan atau menyakiti hati orang lain, takut dapat memutuskan tali hubungan persaudaraan atau persahabatan, dan sebagainya. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan masalah-masalah emosional yang dihadapi, menurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat

mengancam kelangsungan hubungan pribadi dan sosial dan kesehatan mental seseorang, yaitu resiko terhadap timbulnya kecemasan dan stress. Perilaku asertif merupakan suatu bentuk penegasan diri yang positif yang mendukung terhadap kepuasan hidup pribadi dan kualitas hubungan sosial-interpersonal. Jika digambarkan dalam sebuah perilaku disekolah siswa yang tidak mampu berperilaku asertif cenderung dirugikan oleh temannya sehingga yang muncul adalah hubungan yang tidak harmonis pada siswa, siswa yang tidak mampu mengatakan tidak cenderung disepelekan oleh temannya. Banyak siswa yang tidak mampu berperilaku asertif karena merasa takut tidak diakui dalam komunitas anak-anak lainya, disadari atau tidak dengan berperilaku non asertif justru merugikan diri sendiri, misalnya ketika anak di ajak membolos dan dia sebenarnya tidak mau membolos akan tetapi karena ketidakmampuannya untuk mengatakan tidak akhirnya dia pun membolos, dalam hal ini sebenarnya siswa tersebut dirugikan karena sudah tidak bejalar, dan pastinya siswa tersebut akan tertinggal dalam pelajaran dan jika dikaitkan dengan peraturan sekolah siswa akan mendapat suatu masalah karena telah melanggar peraturan sekolah yaitu membolos. Gambaran yang diungkap di atas menunjukan bahwa terdapat siswa yang tidak bisa berperilaku asertif, untuk itu perlunya bimbingan dan konseling di sekolah untuk membantu para siswa yang mengalami masalah tersebut. Hakekat bimbingan dan konseling adalah bantuan dalam rangka memfasilitasi siswa agar mencapai tugas-tugas perkembangan yang optimal dan memandirikan artinya ketika seorang siswa tidak mampu berperilaku asertif maka bisa dikatan siswa

tersebut tidak bisa berkembang secara optimal karena berada didalam tekanan dirinya sendiri dan lingkungannya. Sekolah yang didalamnya menyangkut guru bimbingan dan konseling mempunyai peranan dan tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya, dan sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondunsif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa mencapai tugas perkembanganya yang menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, dan kematangan personal dalam hidup. Kebutuhan siswa dalam perlakuan sosial disebabkan karena para siswa dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu. Kemampuan siswa dalam membangun hubungan interpersonal yang dinamis dan harmonis dapat membawa siswa mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan harus dapat menerapkan, menciptakan, dan memberikan suasana psikologi yang dapat mendorong perilaku sosial yang memadai sehingga kebutuhan sosial yang diharapkan dapat terpenuhi. Dalam konsep layanan bimbingan dan konseling manusia dipandang sebagai suatu kesatuan. Pengaruh terhadap satu aspek pada seorang individu akan mempengaruhi keseluruhan pribadinya. Perlunya layanan bimbingan dan konseling adalah untuk memfasilitasi pengetahuan dan perubahan perilaku siswa yang tidak asertif menjadi perilaku asertif. Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya siswa yang memiliki masalah tentang perilaku asertif dibantu memecahkan masalah yang dihadapi. Banyak cara yang dapat dilakukan salah satu diantaranya melalui Assertive Training (pelatihan

asertif). Penekanan Asertif Training adalah pada keterampilan dan penggunaan keterampilan tersebut dalam tindakan, Alberti 1980, (Nursalim, 2005:130). Assertive Traning digunakan untuk membantu orang-orang yang : 1. tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung. 2. menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya. 3. memiliki kesulitan untuk mengatakan TIDAK. 4. mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya. 5. merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiranpikiran sendiri. (Corey,2009:213) Pelatihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan bagi perkembangan individu untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Pada perilaku asertif, tingkat sensitivitas yang dimiliki cukup tinggi sehingga dapat membaca situasi yang terjadi di sekelilingnya, yang memudahkannya untuk menempatkan diri dan melakukan aktivitasnya secara strategis, terarah, dan terkendali mantap. Lebih jauh lagi perilaku asertif membuat seseorang merasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri. Individu bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung, masih ditemukan siswa yang melanggar peraturan sekolah seperti membolos dan merokok di lingkungan sekolah dan juga munculnya fenomena

seperti masih banyaknya siswa yang dirugikan oleh temannya karena tidak ada keberdayaan untuk melawan sehingga yang terjadi adalah timbulnya masalah di sekolah baik secara individu maupun secara berkelompok. Masalah secara individu dimaksudkan seperti timbulnya kecemasan pada diri siswa yang mengakibatkan ketidaknyamanan siswa dalam menjalani aktifitas di sekolah yang berujung pada terganggunya proses belajar siswa tersebut. Kemudian masalah secara berkelompok dalam hal ini dicontohkan seperti membolos secara masal dan merokok dilingkungan sekolah. Masalah-maslah ini muncul karena siswa takut dijauhi oleh temannya jika mengatakan tidak untuk sebuah ajakan. Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Arah pembentukan lembaga ini adalah memberikan arah kemudahan pencapain perkembangan yang optimal terhadap peserta didik, termasuk didalamnya bimbingan dan konseling sebagai bagian intergral dari pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam proses membantu siswa untuk mencapai tahap perkembangan yang optimal, sehingga dengan terbebasnya siswa dalam masalah akan memudahkan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Perilaku yang ditunjukan di atas sehingga menjadi sebuah masalah, perlu kiranya untuk segera diselesaikan oleh para pendidik, terlebih oleh guru bimbingan dan konseling melalui bentuk layanan responsif sehingga masalah itu dapat terselesaikan dan tidak menganggu perkembangan siswa, baik secara akademik mapun secara pribadi-sosial. Masalah-masalah seperti membolos dan merokok di lingkungan sekolah seperti yang di uraikan di atas diindikasi karena

siswa kurang memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif sehingga yang muncul adalah ketidak beranian untuk menolak sesuatu yang memang dia tidak inginkan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Teknik Assertive Training (AT) untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung. B. Rumusan Masalah Menurut kamus Webster Third International (Fensterheim, 1980: 14) kata kerja assert berarti menyatakan atau bersikap positif, yakni berterus terang, atau tegas. Perilaku aserif adalah suatu perilaku seseorang yang merespon suatu stimulus dari lingkungannya dengan tegas dan menjaga hak dirinya tanpa melanggar hak orang lain. Seperti di gambarkan dalam fenomena di atas, beberapa masalah yang muncul yaitu perilaku membolos dan merokok di lingkungan sekolah, hal ini terjadi mungkin atau diindikasi karena siswa menunjukan perilaku yang tidak bisa berterus terang atau tegas, dalam kata lain siswa kurang memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif. Secara umum penelitian ini difokuskan untuk menjawab Bagaimana rumusan pedoman Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung?. Secara khusus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Seperti apa profil asertivitas siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung? 2. Bagaimana teknik Assertive Training yang dapat meningkatkan perilaku asertif pada siswa?

3. Bagaimana efektivitas Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung? 4. Apakah ada perbedaan perilaku asertif antara siswa laki-laki dan siswa perempuan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan panduan Assertive Training yang digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif siswa. 2. Tujuan Khusus Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Memperoleh data dan gambaran tentang tingkat asertivitas siswa SMA Kartika Siliwangi 2. b. Memperoleh program bimbingan dan konseling dengan teknik Assertive Training yang dapat meningkatkan perilaku asertif siswa. c. Menguji efektivitas Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam menambah wawasan dan kepustakaan dan memberikan kontribusi nyata

pada dunia pendidikan khususnya dalam kajian bidang bimbingan dan konseling yang terkait dengan Assertive Training untuk meningkatkan perilaku asertif siswa. 2. Manfaat praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut. a. Kepala Sekolah Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan kebijakan yang fokusnya pada proses layanan bimbingan dan konseling, utamanya pada kegiatan assertive training. b. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor Sebagai rujukan bagi guru bimbingan dan konseling agar dapat melaksanakan kegiatan layanan secara optimal melalui pemahamannya tentang perilaku asertif siswa. c. Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan terutama bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut yang menyangkut program bimbingan dan konseling dengan teknik Assertif Training untuk meningkatkan perilaku asertif dan mereduksi perilaku agresif pada layanan bimbingan dan konseling.