VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA. Pada bagian ini akan disajikan dan dibahas nilai-nilai hasil pendugaan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KERANGKA ANALISIS. garmen berdasarkan perubahan ekspornya, dalam penelitian ini digunakan

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

1. Tinjauan Umum

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN USAHA TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali usaha di bidang tekstil. Suatu perusahaan dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas dalam perdagangan internasional seperti ekspor dan impor sangat

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Permintaan uang mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot,

Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

Transkripsi:

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan industri TPT Indonesia dan meramalkannya pada periode tahun 2007 sampai 2010. Peramalan tersebut menjadi landasan untuk mengetahui perkembangan industri TPT di masa depan. Pembahasan dimulai dengan analisis hasil validasi model dan dilanjutkan dengan dampak setiap alternatif kebijakan terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. 7.1. Validasi Model Ekonomi Industri TPT Indonesia Validasi model ekonometrika industri TPT dilakukan dengan simulasi dasar untuk periode sampel pengamatan tahun 1995 sampai 2006. Validasi model dilakukan untuk mengetahui kualitas model dalam menduga perilaku data aktual yang digunakan dalam model. Indikator validasi statistik yang digunakan adalah RMSPE, dimana untuk mengukur seberapa dekat nilai peubah edogen hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya selama periode pengamatan.. Selain itu digunakan statistik proporsi bias (U M ), proporsi regresi (U R ), proporsi distribusi (U D ), dan juga theil s inequality coefficient (U) untuk mengevaluasi kemampuan model dalam analisis simulasi peramalan (ex-ante simulation). Hasil evaluasi berdasarkan kriteria-kriteria di atas disajikan pada Tabel 42. Dari 30 persamaan yang membentuk model, ada 28 persamaan yang memiliki nilai RMSPE di bawah 50 persen, dan 1 persamaan memiliki nilai RMSPE antara 50 persen sampai 100 persen, serta 1 persamaan memiliki nilai RMSPE di atas 100 persen. Artinya nilai prediksi dapat mengikuti kecenderungan data historisnya dengan baik. Sedangkan berdasarkan nilai U-theil, ada 28 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U-theil di bawah 0.2, dan

157 2 persamaan yang memiliki nilai U-theil di atas 0.2. Artinya bahwa simulasi model mengikuti data aktualnya dengan baik. Tabel 42. Hasil Pendugaan Validasi Model Industri TPT Indonesia di Pasar Domestik dan Dunia Peubah Mean % Error RMS % Error Corr (R) Bias (UM) Reg (UR) Dist (UD) Var (US) Covar (UC) U PTD 0.434 4.258 0.930 0.013 0.200 0.787 0.077 0.910 0.0203 PGD 0.377 7.384 0.777 0.000 0.109 0.891 0.000 1.000 0.0368 DTD 2.656 18.257 0.711 0.008 0.129 0.863 0.001 0.991 0.0791 DGD 45.214 124.693 0.593 0.006 0.018 0.976 0.402 0.592 0.2125 STD 4.958 13.895 0.722 0.035 0.000 0.965 0.140 0.825 0.0735 SGD -6.290 25.762 0.931 0.184 0.004 0.811 0.011 0.805 0.1032 HTDR 0.596 5.491 0.654 0.007 0.136 0.857 0.003 0.990 0.0262 HGDR 2.236 15.833 0.433 0.001 0.012 0.986 0.265 0.734 0.0577 XTI -0.158 14.217 0.897 0.006 0.086 0.909 0.005 0.989 0.0607 XTG 1.526 8.518 0.961 0.002 0.131 0.868 0.243 0.755 0.0377 XTA 12.076 20.703 0.978 0.160 0.423 0.416 0.516 0.324 0.0631 XTC 3.893 8.042 0.997 0.038 0.120 0.842 0.146 0.816 0.0236 MTI 2.799 10.364 0.568 0.023 0.001 0.976 0.242 0.735 0.0566 MTL -1.840 10.167 0.995 0.032 0.029 0.939 0.015 0.953 0.0279 MTA -0.571 6.771 0.997 0.013 0.010 0.977 0.004 0.983 0.0166 MTC -0.068 5.360 0.995 0.002 0.003 0.995 0.000 0.998 0.0208 HTWR -0.837 6.157 0.980 0.016 0.000 0.983 0.015 0.969 0.0336 HGWR -0.458 9.964 0.976 0.011 0.002 0.987 0.024 0.964 0.0402 XGI 0.028 8.645 0.958 0.002 0.007 0.991 0.004 0.993 0.0374 XGG 3.540 17.727 0.940 0.008 0.022 0.970 0.001 0.992 0.0750 XGC 0.924 9.113 0.996 0.001 0.007 0.992 0.016 0.983 0.0220 XGT 0.543 6.650 0.996 0.002 0.000 0.998 0.002 0.996 0.0220 MGI 14.658 52.664 0.445 0.002 0.442 0.556 0.041 0.957 0.2252 MGG -0.020 7.394 0.980 0.007 0.042 0.951 0.093 0.901 0.0313 MGA 0.869 6.455 0.995 0.002 0.026 0.972 0.045 0.953 0.0211 MGJ 2.042 9.871 0.984 0.003 0.079 0.918 0.135 0.862 0.0345 XTW 1.047 2.199 0.999 0.075 0.394 0.531 0.411 0.513 0.0088 MTW -0.043 1.184 0.999 0.003 0.000 0.997 0.001 0.997 0.0049 XGW 0.212 1.678 0.999 0.003 0.016 0.981 0.021 0.977 0.0067 MGW 0.013 0.106 1.000 0.000 0.151 0.849 0.152 0.848 0.0004 Apabila dilihat dari proporsi bias, diperoleh 30 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U M lebih kecil dari 0.3. Sedangkan bila dilihat dari proporsi regresi, diperoleh 27 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U R lebih kecil dari 0.3, dan ada 27 persamaan dari total 30 persamaan yang memiliki nilai U D lebih besar dari 0.7, sehingga dengan demikian bias (error) yang terjadi dalam simulasi model lebih banyak disebabkan oleh faktor non sistemik

158 atau unsystemic error. Berdasarkan semua kriteria di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun mempunyai daya ramal yang cukup valid untuk melakukan simulasi alternatif kebijakan dan non kebijakan melalui simulasi historis dan peramalan (Tabel 43). Tabel 43. Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi Terhadap Perubahan Nilai Rata-Rata Peubah Endogen Tahun 2007-2010 Peubah Nilai Dasar Perubahan Akibat Simulasi (%) 1 2 3 4 5 6 7 PTD 1630.000-0.0613 0.2454-4.9693-20.5521-0.9202 21.7178-0.8589 PGD 629.613-0.0135-0.0266-2.1890-9.9347 0.0884 17.6133 0.0840 DTD 586.447-0.0159-7.5219-5.6733-163.6987 24.9699-14.0945 24.3375 DGD 197.324 0.0096-15.2912 2.0823-20.4933 10.1785-5.6308 9.9428 STD 762.858-0.0076-4.5695-3.9616-12.1226 16.3302 17.0120 16.1920 SGD 93.818-0.0656-21.6185-11.5368-55.2773 19.7055 95.9322 3.4993 HTDR 1585.000 0.0000 0.5047-0.3785 3.5331-2.1451 0.8202-2.0820 HGDR 4377.000-0.0228 3.1300-2.5131 20.3107-11.6061 6.9682-11.3320 XTI 1849.000 0.0000 1.7307-2.7582-13.3045-0.1622 12.0065-0.1622 XTG 3392.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 XTA 5336.000 0.0000-0.0187 0.0000 0.0562 0.0187 0.2061 0.0187 XTC 12800.000 0.0000 0.0938-0.0078-0.0313-0.0078 0.0313-0.0078 MTI 982.045-0.0004-0.7972-0.0660-0.3367 13.8441-0.2061 13.7423 MTL 2412.000 0.0000 0.0415-0.0415-0.0829-0.0415 0.0415-0.0415 MTA 6581.000 0.0000 0.2127-0.0456-0.1823-0.0912 0.1671-0.0760 MTC 7134.000 0.0000 0.0140 0.0000-0.0561-0.0280 0.0561-0.0280 HTWR 2316.000 0.0000-0.6908 0.8636 4.3610 2.1589-4.1451 2.1157 HGWR 2919.000 0.0000-1.9870 0.0685 0.2055-0.1028 0.5139-0.1370 XGI 555.547-0.0019 3.6383-0.2447-0.6554-0.4950 1.5242-0.4719 XGG 2040.000 0.0000-1.3235 0.0980 0.4412 0.4412-0.3431 0.4412 XGC 14132.000 0.0000 0.2760-0.0071-0.0071-0.0071-0.1486-0.0071 XGT 2770.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 MGI 19.752 0.0663 0.4952 8.0961 35.6915 76.8585-62.9178 0.6724 MGG 3772.000 0.0000 0.0795 0.0000-0.0265 0.0000 0.0000 0.0000 MGA 14883.000 0.0000 0.6249 0.0000-0.0134 0.0000-0.2688 0.0000 MGJ 4227.000 0.0000 0.0237 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 XTW 59533.000-0.0017 0.0739-0.0857-0.4149-0.0050 0.3981-0.0050 MTW 32788.000 0.0000 0.0244-0.0122-0.0640 0.3904 0.0457 0.3873 XGW 45347.000 0.0000 0.0728 0.0022 0.0110 0.0154-0.0419 0.0154 MGW 962081.000 0.0000 0.0100 0.0000 0.0003 0.0015-0.0056-0.0001 Keterangan: Simulasi 1 : Suku bunga riil bank turun sebesar 5 persen. Simulasi 2 : Depresiasi nilai tukar Rupiah/USD sebesar 15 persen Simulasi 3 : Harga riil BBM naik sebesar 8.5 persen. Simulasi 4 : Upah tenaga kerja industri tekstil dan garmen naik sebesar 14.5 persen dan 15 persen. Simulasi 5 : Liberalisasi perdagangan dengan penurunan tarif hingga nol persen. Simulasi 6 : Harga riil kapas dunia turun sebesar 5 persen. Simulasi 7 : GDP riil Indonesia naik sebesar 8 persen dan popluasi Indonesia naik sebesar 1.02 persen.

159 7.2. Hasil Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun 2007-2010 Hasil simulasi dasar ex ante (tanpa kebijakan apapun) menunjukkan bila rata-rata produksi tekstil periode tahun 2007 sampai 2010 meningkat sebesar 21.46 persen dibandingkan periode tahun 1995 sampai 2006. Sedangkan ratarata produksi garmen domestik juga mengalami peningkatan sebesar 20.84 persen. Keadaan ini akan mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen, masing-masing sebesar dari 70.41 persen dan 41.43 persen. Di sisi lain impor tekstil Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.03 persen dan impor garmen Indonesia menurun sebesar 39.37 persen. Permintaan tekstil domestik menunjukkan penurunan, yaitu sebesar 49.00 persen. Sedangkan permintaan garmen domestik meningkat sebesar 29.40 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 34.57 persen dan penawaran garmen domestik juga menurun sebesar 34.22 persen. 7.2.1. Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kebijakan menurunkan suku bunga riil bank merupakan salah satu kebijakan moneter yang sebenarnya dapat meningkatkan permintaan tekstil domestik. Industri tekstil adalah industri yang bersifat padat modal dibandingkan dengan industri garmen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen tidak direspons oleh produsen tekstil di Indonesia dengan menaikkan produksi tekstilnya. Produksi tekstil domestik yang menurun sebesar 0.06 persen menyebabkan ekspor tekstil Indonesia tidak berubah. Sedangkan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.0004 persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia meningkat sebesar 0.01 persen. Sedangkan penurunan penawaran tekstil domestik tidak merubah volatilitas harga riil tekstil domestik. Harga riil garmen domestik yang yang menurun, sebagai harga output bagi industri garmen, berkontribusi dalam meningkatkan permintaan garmen

160 domestik sebesar 0.01 persen. Penurunan harga riil ini juga menjadi diinsentif bagi produsen garmen domestik untuk meningkatkan produksinya, sehingga produksi garmen domestik menurun sebesar sebesar 0.01 persen. Penurunan produksi garmen pada tahap selanjutnya akan mendorong penurunan ekspor garmen Indonesia sebesar 0.002 persen. Di sisi lain impor garmen meningkat sebesar 0.07 persen. Secara total, penawaran garmen domestik sedikit meningkat sebesar 0.06 persen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen menyebabkan masyarakat cenderung tidak melakukan saving. Hal tersebut membuat permintaan garmen meningkat sebesar 0.010 persen. 7.2.2. Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen Nilai tukar yang tidak berfluktuatif akan membantu produsen dalam menentukan biaya dan keuntungan usaha. Nilai tukar Rp. 9 000/USD banyak diramalkan pengamat ekonomi, termasuk gubernur Bank Indonesia, akan mampu mendorong daya saing ekspor Indonesia. Berdasarkan nilai tukar tertinggi selama lima tahun terakhir, maka nilai tukar Rupiah terhadap USD cenderung terdepresiasi sebesar 15 persen. Keadaan ini menjadikan TPT Indonesia lebih kompetitif di pasar dunia. Selanjutnya kebijakan ini akan meningkatkan ekspor tekstil dan garmen Indonesia, masing-masing sebesar 1.73 persen dan 3.64 persen. Secara bersama-sama pula juga menurunkan impor tekstil sebesar 0.80 persen dan meneningkatkan impor garmen sebesar 0.49 persen. Total penawaran tekstil dan garmen domestik menurun, masing-masing sebesar 4.57 persen dan 21.62 persen. Penawaran tekstil domestik yang menurun menyebabkan harga tekstil domestik meningkat sebesar 0.50 persen, sehingga permintaan tekstil domestik menurun sebesar 7.52 persen.

161 7.2.3. Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen BBM, terutama solar dan minyak bakar, banyak digunakan oleh industri tekstil dan garmen. Kenaikan harga riil BBM akan meningkatkan biaya produksi, sehingga dapat menurunkan produksi tekstil dan garmen domestik, masingmasing sebesar 4.97 persen dan 2.20 persen. Keadaan ini membuat ekspor tekstil Indonesia menurun sebesar 2.76 persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.07 persen. Penurunan produksi tekstil berkontribusi dalam menurunkan penawaran tekstil domestik sebesar 3.96 persen. Penurunan penawaran tekstil domestik ternyata membuat harga riil tekstil domestik menurun sebesar 0.38 persen. Keadaan ini membuat permintaan tekstil domestik menurun sebesar 5.67 persen. Sedangkan harga riil garmen domestik yang juga menurun sebesar 2.51 persen, akan mendorong peningkatan permintaan garmen domestik sebesar 2.08 persen. Penurunan produksi garmen domestik pada akhirnya mendorong penurunan ekspor garmen Indonesia sebesar 0.24 persen, sedangkan impornya meningkat sebesar 8.10 persen. Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar 11.54 persen. 7.2.4. Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen, Masing- Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen Industri tekstil dan garmen banyak menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita. Peningkatan upah tenaga kerja di kedua sektor tersebut akan mendorong penurunan produksi tekstil dan garmen. Produksi tekstil domestik menurun sebesar 20.55 persen. Ekspor tekstil Indonesia akan menurun sebesar 13.30 persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.34 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 12.12 persen. Penurunan penawaran tekstil domestik akan menaikkan harga riil tekstil domestik sebesar 3.53 persen. Dampak selanjutnya permintaan tekstil domestik menurun sebesar 163.70 persen. Bagi produksi garmen domestik, kenaikan

162 harga tekstil domestik akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar 9.935 persen. Ekspor garmen Indonesia pada tahap selanjutnya ikut mengalami penurunan, yaitu sebesar 0.65 persen. Impor garmen Indonesia akan meningkat sebesar 35.69 persen, sehingga secara total penawaran garmen domestik menurun, sebesar 55.28 persen. Harga riil garmen domestik naik sebesar 20.31 persen, sebagai akibat tidak langsung dari kenaikan upah riil tenaga kerja, akan membuat permintaan garmen domestik menurun sebesar 20.49 persen. 7.2.5. Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen Hingga 0 Persen Rata-rata tarif impor tekstil selama kurun waktu tiga tahun terakhir sebesar 7.75 persen, sedangkan tarif impor garmen rata-rata sebesar 11.25 persen. Penurunan tarif hingga nol persen ternyata memberikan dampak pada peningkatan impor tekstil Indonesia sebesar 13.84 persen. Penurunan produksi tekstil dalam negeri sebesar 0.92 persen makin memperbesar peningkatan impor tersebut dan menurunkan ekspor tekstil Indonesia sebesar 0.16 persen. Peningkatan impor tekstil Indonesia akan meningkatkan penawaran tekstil domestik sebesar 16.33 persen. Peningkatan penawaran tekstil domestik ternyata menurunkan harga riil tekstil domestik sebesar 2.14 persen, sehingga permintaan tekstil domestik meningkat sebesar 24.97 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun juga direspons oleh ekspor tekstil Indonesia yang meningkat sebesar 0.16 persen. Penurunan harga riil tekstil domestik selanjutnya meningkatkan produksi garmen domestik sebesar 0.09 persen. Penurunan tarif impor garmen hingga nol persen juga akan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 76.86, sehingga secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar 19.70 persen. Di sisi lain, harga riil garmen domestik menurun sebesar 11.61 persen.

163 7.2.6. Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen bertujuan memberikan gambaran tentang dampaknya terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Meskipun non kebijakan tapi memiliki arti penting di dalam proses produksi TPT. Harga riil kapas dunia yang menurun sebesar 5 persen akan meningkatkan produksi tekstil domestik sebesar 21.72 persen. Hal ini mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 12.01 persen. Di sisi lain impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.21 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 17.01 persen. Harga riil garmen domestik yang meningkat sebesar 6.97 persen akan menurunkan permintaan garmen domestik sebesar 5.63 persen. Harga riil garmen domestik yang meningkat membuat produsen garmen meningkatkan produksinya sebesar 17.61 persen dan mendorong eksportasi garmen Indonesia sebesar 1.52 persen. Impor garmen Indonesia menurun sebesar 62.92 persen. Secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar 95.93 persen. 7.2.7. Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, dan Pertumbuhan Populasi Indonesia Naik Sebesar 1.1 Persen Kombinasi kebijakan fiskal dan non kebijakan ekonomi tersebut ternyata berdampak langsung kepada perkembangan industri TPT Indonesia. Kenaikan GDP riil Indonesia akan mendorong daya beli masyarakat semakin tinggi. Selain itu peningkatan populasi akan menjadi peluang yang dapat mendorong peningkatan produksi TPT Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut dapat meningkatkan permintaan garmen Indonesia sebesar 9.94 persen. Di samping itu produksi garmen juga meningkat sebesar 0.08 persen, sehingga secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 3.50 persen. Peningkatan penawaran garmen ini akan mendorong penurunan harga riil garmen domestik sebesar 11.33 persen.

164 Peningkatan produksi garmen juga disebabkan oleh penurunan harga riil tekstil domestik sebesar 2.08 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun akan menstimulasi peningkatan permintaan tekstil Indonesia sebesar 24.34 persen. Di sisi lain pemenuhan permintaan tekstil Indonesia lebih banyak disebabkan oleh peningkatan impor tekstil Indonesia, yaitu sebesar 13.74 persen, sehingga produksi tekstil di dalam negeri menurun sebesar 0.86 persen. Secara total, penawaran tekstil Indonesia meningkat sebesar 16.19 persen. 7.2.8. Kenaikan GDP Riil Amerika Serikat Sebesar 3.1 Persen, dan GDP Riil Sebesar China 8.5 Persen. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat dan GDP riil China menjadi shock eksternal, dimana kedua negara tersebut adalah produsen TPT besar di dunia. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen akan mendorong peningkatan impor tekstil Amerika Serikat sebesar 0.93 persen dan impor tekstil China sebesar 4.58 persen, sehingga total impor tekstil dunia meningkat sebesar 1.20 persen. Hal ini dapat menstimulasi peningkatan harga riil tekstil dunia sebesar 4.58 persen. Harga riil tekstil Indonesia, sebagai negara price taker, akan meningkat pula sebesar 11.61 persen. Peningatan harga riil tekstil Indonesia akan direspons produsen tekstil domestik dengan menaikkan produksinya sebesar 5.77 persen. Sehingga secara total penawaran tekstil Indonesia meningkatkan sebesar 24.98 persen. Sama halnya di pasar garmen dunia, peningkatan GDP riil Amerika Serikat dan GDP riil China akan meningkatkan impor garmen Amerika Serikat sebesar 0.73 persen. Ekspor garmen Indonesia juga meningkat sebesar 0.18 persen. Peningkatan ini membuat penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 1.31 persen, sehingga harga riil garmen domestik akan meningkat sebesar 73.59 persen. Dampak selanjutnya permintaan garmen Indonesia menurun sebesar 69.94 persen.

165 Tabel 43. Lanjutan Peubah Nilai Dasar Perubahan Akibat Simulasi (%) 8 9 10 11 12 13 PTD 1630.000 5.7669-20.6135-4.5399 16.9325 21.6564-0.0613 PGD 629.613-0.0774-9.9481-2.2241 15.4165 17.6085-0.0044 DTD 586.447-166.3235-163.3623-17.2194-23.1439-10.5929 0.5741 DGD 197.324-69.9369-20.3330-14.8511-4.9732-16.8500-12.3811 STD 762.858 24.9772-12.1770-8.1901 13.3577 29.7307 30.9139 SGD 93.818-1.3066-55.3388-33.4597 84.1113 91.4320-4.1107 HTDR 1585.000 11.6088 3.4700 0.5047 0.7571 0.2524-0.6940 HGDR 4377.000 73.5892 20.1279 2.4446 5.9401 4.6836-1.0966 XTI 1849.000-5.3542-13.3045-1.0817 9.2482 13.6290 1.4602 XTG 3392.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 XTA 5336.000 3.0172 0.0562 0.0000 0.2061 0.2061 0.0375 XTC 12800.000 0.5391-0.0313 0.0938 0.0234 0.1172 0.0781 MTI 982.045-0.3095-0.3368-0.8658-0.2780 12.8258 26.7763 MTL 2412.000 0.2902-0.0829 0.0415 0.0000 0.0829 0.0000 MTA 6581.000 0.9269-0.1823 0.1671 0.1368 0.3039 0.0304 MTC 7134.000 4.5837-0.0561 0.0000 0.0561 0.0421-0.0421 HTWR 2316.000 4.2314 4.3610 0.2159-3.2815-2.6339 3.7997 HGWR 2919.000-1.9185 0.2055-1.9527 0.5139-1.6787-2.2953 XGI 555.547 0.1819-0.6577 3.4361 1.3203 5.0336 3.4687 XGG 2040.000-0.2941 0.4412-1.1765-0.1961-1.1765-0.5392 XGC 14132.000 0.3255-0.0071 0.2760-0.1486 0.1274 0.2689 XGT 2770.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 MGI 19.752 1.3751 35.7568 8.6145-54.7741 14.5675 78.1779 MGG 3772.000 0.0530-0.0265 0.0795-0.0265 0.0795 0.0795 MGA 14883.000 0.7324-0.0134 0.6182-0.2755 0.3494 0.6182 MGJ 4227.000 0.0237 0.0000 0.0237 0.0000 0.0237 0.0237 XTW 59533.000 0.2217-0.4149-0.0134 0.3108 0.4686 0.0638 MTW 32788.000 1.1986-0.0640 0.0122 0.0305 0.4605 0.7991 XGW 45347.000 0.0926 0.0110 0.0750-0.0375 0.0507 0.1059 MGW 962081.000 0.0116 0.0003 0.0101-0.0055 0.0060 0.0115 Keterangan: Simulasi 8 : GDP riil USA naik 3.1 persen dan GDP riil China naik 8.5 persen. Simulasi 9 : Kombinasi 1 dan 4. Simulasi 10 : Kombinasi 2 dan 3. Simulasi 11 : Kombinasi 3 dan 6. Simulasi 12 : Kombinasi 2, 5, dan 6. Simulasi 13 : Kombinasi 2, 5, dan 7. 7.2.9. Kombinasi Kebijakan Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen, Masing-Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen. Menurunkan suku bunga riil bank akan mendorong peningkatan kinerja di sektor riil, khususnya investasi. Namun di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu, karena sifat upah yang kaku. Kombinasi kebijakan tersebut cenderung menurunkan produksi tekstil domestik sebesar

166 20.61 persen dan produksi garmen domestik sebesar 9.95 persen. Penurunan produksi tekstil akan diikuti dengan penurunan ekspor tekstil Indonesia sebesar 13.30 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 12.18 persen. Keadaan ini mendorong peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 3.47 persen, sehingga pada akhirnya akan menurunkan permintaan tekstil domestik sebesar 163.36 persen. Harga riil tekstil domestik yang meningkat juga disebabkan harga riil garmen yang meningkat pula sebesar 20.13 persen. Oleh karena itu permintaan garmen domestik menurun sebesar 20.33 persen. Harga riil tekstil domestik yang meningkat menjadi disinsentif bagi produsen garmen untuk meningkatkan produksi garmennya sebesar 9.95 persen. Produksi garmen domestik yang menurun menjadi latar belakang ekspor garmen Indonesia juga menurun sebesar 0.18 persen dan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 35.76 persen. Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar 55.34 persen. 7.2.10. Kombinasi Kebijakan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen dan Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen Mendepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD akan mendorong ekspor TPT Indonesia. Meskipun Indonesia menganut floating exchange rate, namun Bank Indonesia dapat melakukan intervensi secara tidak langsung. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input yang volatilitasnya dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Kombinasi kebijakan tersebut di atas masih memberikan dampak penurunan terhadap produksi tekstil sebesar 4.54 persen. Oleh sebab itu ekspor tekstil Indonesia juga menurun sebesar 1.08 persen dan impor tekstil Indonesia meningkat sebesar 0.86 persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia menurun sebesar 8.19 persen. Penawaran tekstil yang menurun menstimulasi peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 0.50 persen. Pada gilirannya permintaan tekstil domestik menurun sebesar 17.22 persen.

167 Depresiasi Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen masih mampu mendorong peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 3.44 persen. Di sisi lain peningkatan harga riil BBM justru menurunkan produksi garmen domestik sebesar 2.22 persen, sehingga pemenuhan permintaan garmen domestik mendorong peningkatan impor garmen Indonesia sebesar 8.61 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 33.46 persen. Penurunan ini akan membuat harga riil garmen domestik meningkat sebesar 2.44 persen dan sekaligus menurunkan permintaan garmen Indonesia sebesar 14.85 persen. 7.2.11. Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen dan Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen Keduanya termasuk dalam biaya input produksi TPT. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik, apalagi subsidi untuk industri pun juga telah dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, sehingga perubahan harga riil kapas akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Kombinasi kebijakan tersebutakan berdampak pada peningkatan produksi tekstil domestik sebesar 16.93 persen. Produksi tekstil domestik yang meningkat akan mendorong kegiatan ekspor meningkat sebesar 9.25 persen. Sedangkan impor tekstil Indonesia yang juga menurun sebesar 0.28 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 13.36 persen, sedangkan permintaan tekstil domestik menurun sebesar 23.14 persen. Penurunan harga riil kapas dunia mampu meningkatkan produksi garmen domestik sebesar 15.42 persen. Peningkatan ini mendorong ekspor garmen Indonesia sebesar 1.32 persen dan menurunkan impor garmen Indonesia sebesar 54.77 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 84.11 persen. Peningkatan harga riil BBM, sebagai salah satu biaya input, akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar 5.94 persen.

168 Dampak selanjutnya adalah penurunan permintaan garmen domestik sebesar 4.97 persen. 7.2.12. Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen, Menurunkan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen, dan Menurunkan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen Kombinasi kebijakan tersebut dilatarbelakangi untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Hasil simulasi menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut membuat produksi tekstil dan garmen domestik meningkat, masing-masing sebesar 21.66 persen dan 17.61 persen. Peningkatan produksi tekstil domestik akan mendorong peningkatan ekspor tekstil domestik sebesar 13.63 persen dan juga meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar 12.83 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 29.73 persen. Penurunan harga riil kapas dunia juga mampu menstimulasi peningkatan produksi garmen domestik sebesar 17.61 persen. Keadaan ini juga berdampak pada peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 5.03 persen. Selain itu penurunan tarif impor hingga nol persen akan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 14.57 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 91.43 persen. 7.2.13. Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar Rupiah/USD Sebesar 15 Persen, Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, Pertumbuhan Populasi Indonesia Sebesar 1.12 Persen, dan Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen Kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan non kebijakan ekonomi ternyata belum mampu menaikkan produksi tekstil dan garmen domestik. Produksi tekstil domestik tidak mengalami perubahan. Namun depresiasi Rupiah terhadap USD masih mampu mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 1.46 persen. Sedangkan penurunan tarif impor hingga nol persen juga mampu

169 meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar 26.78 persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia masih meningkat sebesar 30.91 persen. Hal ini membuat harga riil tekstil domestik menurun sebesar 0.69 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun akan menjadi disinsentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi garmennya, produksi garmen domestik menurun sebesar 0.004 persen. Di sisi lain ekspor garmen Indonesia masih positif dan meningkat sebesar 3.47 persen, sedangkan impor garmen juga meningkat sebesar 78.18 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 4.11 persen. 7.3. Diskusi dan Implikasi dari Simulasi Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun 2007-2010 Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen; kombinasi kebijakan kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen dan penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen; dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen akan mendorong peningkatan produksi dan ekspor tekstil dan juga garmen Indonesia. Kegiatan ekspor TPT berhubungan erat dengan perolehan devisa. Dimana devisa ini sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh sebab itu, tujuan simulasi kebijakan diharapkan memberikan dampak positif di kedua sektor tersebut. Dampak kebijakan tersebut pada akhirnya akan dirasakan oleh produsen-produsen di daerah sentra-sentra TPT di Indonesia. Berdasarkan informasi serial online www.bisnis.com tertanggal 18 November 2005 dan 6 Januari 2006, Kota Cirebon, Jawa Barat, direncanakan akan dijadikan sebagai kawasan industri TPT terpadu, karena wilayah tersebut memiliki pelabuhan, sehingga untuk pengiriman barang termasuk ekspor ke berbagai negara di dunia akan lebih mudah dengan biaya yang lebih murah,

170 sehingga daya saing produk juga akan semakin kompetitif. Dengan membangun kawasan industri TPT terpadu di Cirebon, paling tidak akan menambah lapangan kerja yang diperkirakan mencapai sekitar 100 ribu orang, dan juga mempermudah proses ekspor. Di samping itu dalam rangka untuk memenuhi permintaan TPT di dalam negeri dan juga luar negeri, pemerintah Jawa Tengah telah mengembangkan sistem klaster industri TPT. Daerah sentra TPT di Jawa Tengah tersebar di Semarang, Salatiga, Batang, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Pemalang, dan Magelang. Upaya ini dilakukan dengan memperkuat industri yang terdapat dalam satu rantai, baik industri inti, industri terkait maupun industri pendukung untuk menghasilkan keunggulan kompetitif TPT. Sedangkan kebijakan yang justru menurunkan produksi dan ekspor di kedua sektor adalah kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; kenaikan upah riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen; dan kombinasi kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5 persen, menaikkan upah riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen. Di samping kapas, upah tenaga kerja, energi atau BBM, dan tingkat bunga mempunyai porsi yang besar dalam struktur biaya industri TPT Indonesia (Tabel 44). Oleh sebab itu, peningkatan biaya-biaya tersebut akan menurunkan produksi dan juga ekspor TPT Indonesia. Tabel 44. Struktur Biaya Industri TPT Indonesia Sub Sektor No. Biaya Pemintalan Penenunan/Perajutan/ Pakaian (%) Pencelupan dan Finishing Jadi (%) (%) 1. Bahan Baku Utama dan Penolong 58 56 58 2. Tenaga Kerja 6 13 27 3. Energi 18 14 1 4. Penyusutan 6 2 1 5. Tingkat Bunga 6 6 2 6. Pengeluaran Penjualan dan Administrasi 5 7 10 Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2005.

171 Kebijakan yang hanya mampu meningkatkan produksi dan ekspor di salah satu sektor adalah kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5 persen; depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen; penurunan tarif hingga nol persen; kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen dan populasi Indonesia sebesar 1.2 persen; kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen; kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen dan peningkatan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; serta kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen. Industri TPT merupakan salah satu dari industri yang berisiko tinggi, sehingga bank enggan memberikan kredit. Pada umumnya bank hanya memberikan pinjaman atau kredit jangka pendek (90 persen) dan jangka menengah (10 persen) kepada industri TPT. Sementara restrukturisasi permesinan industri TPT membutuhkan bentuk pinjaman dalam jangka panjang antara 10 sampai 15 tahun. Industri tekstil bersifat padat modal dibandingkan industri garmen, sehingga permasalahan restrukturisasi lebih banyak dirasakan oleh industri tekstil. Permesinan yang sudah usang dan teknologi yang tidak modern dapat mempengaruhi produktivitas industri ini. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD pada dasarnya dapat mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Akan tetapi keadaan ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi garmen di dalam negeri. Hal ini terjadi karena impor garmen juga mengalami peningkatan. Liberalisasi perdagangan TPT yang ditandai dengan penghapusan tarif hingga nol persen cenderung meningkatkan volume impor tekstil dan garmen Indonesia, namun tidak dengan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Hal ini

172 dikarenakan persaingan yang semakin ketat antar negara produsen TPT, terutama China dan negara-negara di Asia Selatan. Kebijakan moneter yang dilakukan dengan melakukan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen, hanya mampu mendorong kegiatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia tanpa diikuti peningkatan produksi tekstil dan garmen di dalam negeri. Berdasarkan simulasi kebijakan yang telah dilakukan, maka harga riil kapas menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kegiatan produksi dan ekspor TPT Indonesia. Bahkan menurut data International Trade Manufacture Federation (ITMF), 50 persen dari seluruh biaya bahan baku didominasi oleh biaya pembelian kapas. Oleh sebab itu penurunan harga riil kapas sebesar 5 persen mampu menstimulasi peningkatan produksi dan juga ekspor TPT Indonesia. Bahkan kombinasi kebijakan yang mengandung penurunan harga riil kapas dunia masih memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri TPT Indonesia.