BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

dokumen-dokumen yang mirip
LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

TESIS IRENA LOLU PUTRIYA SINAGA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan tugas sebagai seorang dokter, satu hal yang rutin dilakukan adalah menegakkan

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah cross sectional

BAB I PENDAHULUAN diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut (Lester, 2004 ;

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

fiksasi harus segera dilakukan untuk mencegah sel mengalami lisis. 3,4 Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satusatunya metode non invasif yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Diponegoro No. 1, Pekanbaru,

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

PROFIL PENDERITA YANG DILAKUKAN TINDAKAN BRONKOSKOPI SERAT OPTIK LENTUR DI INSTALASI DIAGNOSTIK TERPADU (IDT) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TESIS

Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. maupun ganas atau disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I. PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG. American Thyroid Association (2014) mendefinisikan. nodul tiroid sebagai benjolan yang terbentuk karena

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB I PENDAHULUAN. umum adalah 4-8 %, nodul yang ditemukan pada saat palpasi adalah %,

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KANKER PARU. MEILINA Pembimbing : dr. Johanes R.S Sp.P

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

The Positive Result Of Cytology Brushing At Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared with Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor

KANKER PARU. R.M. Ridho Hidayatulloh dr. Rizki Drajat, Sp.P

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan nomor satu. maka pengobatan yang diberikan adalah kemoterapi (Baradero,2007).

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbesar penyebab kematian antara lain kanker paru, payudara, kolorektal, prostat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dunia. Pada tahun 2012 sekitar 8,2 juta kematian diakibatkan oleh kanker. Kanker

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar susu, jaringan lemak, maupun pada jaringan ikat payudara. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. dalam catatan Word Health Organization (WHO) dimasukkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. lapisan, yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh

UPDATE KNOWLEDGE IN RESPIROLOGY Pulmonologi Intervensi (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker sistim reproduksi meliputi kanker serviks, payudara, indung telur,

BAB 4 HASIL PENELITIAN

luar paru (metastasis tumor di paru). Namun dalam penelitian ini, yang yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic

BAB I PENDAHULUAN. tiroid ditemukan pada 4-8% dari populasi umum dengan pemeriksaan palpasi, 10-

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

BILASAN BRONKUS FIKSASI ALKOHOL DENGAN FIKSASI SACCOMANO UNTUK DIAGNOSIS KANKER PARU

KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Oleh. Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI KANKER PARU NOMOR MODUL. : Onkologi Paru. Tatalaksana Asma

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

Majalah Kesehatan FKUB Volume 2, Nomer 3, September 2015

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1 hingga 4:1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

Penentuan Diagnostik Lymphadenopathy Colli Dengan Metode Biopsi pada Penderita HIV-TB Di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). 1,2 Diperkirakan sekitar 1.2 juta kasus baru kanker paru dan 1.1 juta kematian akibat kanker paru terjadi pada tahun 2000, dengan perbandingan rasio terjadinya antara laki-laki : perempuan sekitar 2.7. 2 Sedangkan pada tahun 2007, secara global diperkirakan sekitar 1.5 juta kasus baru kanker paru. 3 Kanker paru menjadi penyebab paling sering dari kasus kematian akibat kanker pada laki-laki di Amerika Utara dan hampir di semua negara-negara Eropa Timur maupun Eropa Barat, dan semakin sering menjadi penyebab kematian di negaranegara berkembang di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, meskipun data-data yang berkualitas tinggi untuk perbandingan belum tersedia dari kebanyakan populasi tersebut. 1 Selama berabad-abad, telah diketahui bahwa sel-sel keganasan dapat ditemukan pada sekresi bronkus pasien kanker paru. Sitologi merupakan salah satu pendekatan penting selain pemeriksaan histologi dan sering menjadi metode diagnosis yang baik. Apabila sitologi sputum yang dibatukkan (ekspektorasi) normal, maka diagnosis keganasan masih mungkin

ditegakkan dari bahan yang diambil selama tindakan bronkoskopi serat lentur (fiberoptic bronchoscopy) yaitu dari sitologi sikatan bronkus (bronchial brushing), bilasan bronkus (bronchial washing), ataupun dari sputum postbronkoskopi. 4 Pasien dengan sitologi sputum mencurigakan (atipik berat atau sel keganasan) sebaiknya dilakukan tindakan bronkoskopi serat lentur dan pemeriksaan radiologi lainnya. Menurut European Respiratory Journal 2003 sitologi sputum terutama dapat mendeteksi karsinoma skuamosa di saluran nafas sentral. Sitologi sputum positif untuk adenokarsinoma stadium IIIA pada 82.4% kasus. Dibandingkan dengan CT scan toraks, kekerapan false-positive sitologi sputum untuk deteksi dini karsinoma skuamosa sangat rendah. 5 Sitologi sputum memiliki spesifitas 99% dan sensitivitas 66%, tetapi sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%) dibandingkan dengan lesi perifer (49%). 6 Pada penelitian Siagian (2002) yang dilakukan pada 38 orang pasien yang dirawat atau berobat jalan di Bagian/SMF Paru RS. Haji Adam Malik, didapatkan sensitifitas sitologi sputum sebesar 26.3% (10 orang), dengan jenis skuamosa sebanyak 80% dan adenokarsinoma sebanyak 20%. 7 Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum, kepositifan sitologi sputum dapat ditingkatkan. Tujuan induksi sputum adalah mengumpulkan sampel yang cukup dari saluran nafas individu yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan. Sputum induksi

mempunyai korelasi dengan BAL dan kumbah bronkus (bronchial washing) tetapi lebih kecil dibandingkan dengan biopsi bronkus. 8 Sedangkan pengumpulan sputum post-bronkoskopi memerlukan kerjasama yang baik dari pasien ditambah dengan bantuan dari perawat dan personil laboratorium. Sputum post-bronkoskopi diekspektorasikan dalam 24 jam setelah bronkoskopi. 4 Diagnosis kanker paru dengan sputum induksi dapat menjadi alternatif dari pemeriksaan bronkoskopi. Dari penelitian Khajotia (2009), 25 pasien dari kelompok sputum induksi didiagnosis menderita kanker paru primer; sputum induksi positif ditemukan sel-sel keganasan terdapat pada 21 orang (84%), sedangkan bronkoskopi positif pada 23 orang (92%) (tidak berbeda secara signifikan). Sebagai perbandingan, dari sputum spontan didapatkan positif pada 15 dari 29 orang (52%) yang didiagnosis menderita kanker paru primer, sedangkan bronkoskopi positif pada 28 (97%) (p<0.001). 9 Dari penelitian Astowo (1994) pada 50 orang (44 orang laki-laki dan 6 orang perempuan) yang dilakukan teknik pengumpulan sputum spontan (langsung dibatukkan) dan sputum induksi inhalasi NaCl 3% di UPF Paru RS. Persahabatan Jakarta, didapatkan hasil kepositifan sitologi sputum spontan sebanyak 16% dan kepositifan sitologi sputum induksi NaCl 3% sebanyak 26%. Perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0.05) dan tidak didapati komplikasi inhalasi NaCl 3% dalam penelitian ini. 10

Dari penelitian Rizzo dkk. (1990) yang melibatkan 249 orang yang diambil secara consecutive sampling, didapatkan hasil bahwa lebih banyak sel yang dapat didiagnosis dan ditemukan pada sputum yang dikumpulkan dengan fiksasi Saccomanno daripada teknik pick-and-smear. Lebih banyak informasi diagnostik dan lebih sedikit terjadinya negatif palsu bila menggunakan fiksasi Saccomanno. 11 Penelitian Salman (2002) melibatkan 93 orang yang memenuhi kriteria inklusi (78 orang laki-laki dan 15 orang perempuan). Penelitian ini membandingkan kepositifan antara pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% yang tidak difiksasi (teknik langsung) dengan sitologi sputum induksi NaCl 3% yang difiksasi dengan Saccomanno, dan didapatkan hasil peningkatan kepositifan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomanno (18.3%) dibandingkan dengan teknik langsung (4.3%) dalam menegakkan diagnosis kanker paru di RS. Persahabatan Jakarta. Penelitian ini menggunakan pemeriksaan bronkoskopi (bilasan, sikatan, biopsi aspirasi jarum maupun biopsi), trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal lung biopsy (TTLB), biopsi jarum halus kelenjar getah bening, sitologi cairan pleura, dan biopsi pleura sebagai baku emas (gold standard) penelitiannya. 12 Penelitian Purnomo (2009-2010) yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta melibatkan 57 orang yang memenuhi kriteria inklusi (40 orang laki-laki dan 17 orang perempuan) dan menggunakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), sikatan bronkus, aspirasi jarum halus kelenjar

getah bening, dan sitologi cairan pleura sebagai baku emas. Didapatkan hasil sensitivitas yang lebih tinggi (10.5%) pada sitologi sputum induksi NaCl 3% tiga hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomanno dibandingkan dengan sensitivitas 3.5% pada sitologi sputum induksi NaCl 3% satu kali dengan fiksasi alkohol. Sedangkan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol memiliki sensitivitas sebesar 24.6%. 13 Blocking dkk. telah menunjukkan bahwa sensitivitas sitologi sputum dari 1 sampel berkisar 68%, dari 2 sampel berkisar 78%, dan dari 3 sampel berkisar 85-86%. 14 Sedangkan pemeriksaan sitologi post-bronkoskopi pernah dilaporkan dalam enam buah penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Kvale dkk. (1976) menunjukkan sensitivitas dari sitologi sputum post-bronkoskopi sebesar 14%, penelitian Chopra dkk. (1977) 48%, penelitian Chandhary dkk. (1978) 51%, penelitian Mori dkk. (1989) 21%, penelitian de Gracia dkk. (1993) 30%, dan penelitian Wongsurakiat dkk. (1998) menunjukkan sensitivitas 8%. Dari kumpulan penelitian tersebut, didapatkan sensitivitas sitologi sputum postbronkoskopi berkisar antara 8-51%, dengan nilai rata-rata 35% (Schreiber dan McCrory, 2003). 6 Dari penelitian Cok dkk. (2006) di Turki, didapatkan sensitivitas sitologi sputum post-bronkoskopi sebesar 33%, sedangkan dari sitologi BAL (34.7%), sikatan bronkus/brushing (50.8%), TBNA (43.4%), biopsi aspirasi (43.9%), dan biopsi mukosa (71.1%). Biopsi mukosa, sikatan bronkus, dan

biopsi aspirasi menunjukkan cakupan diagnostik yang lebih tinggi pada kanker paru sentral atau tumor endobronkial. Ditemukan diagnosis pasti pada 11 orang pasien dengan sputum post-bronkoskopi, dan pada 10 orang tidak ditemukan lesi endobronkial. 15 Penelitian Funahashi, dkk. (1979) melibatkan 273 orang pasien yang dilakukan tindakan bronkoskopi dan dipantau selama 27 bulan, didapatkan hasil sensitivitas kombinasi sitologi aspirasi bronkus dengan sputum post bronkoskopi meningkat dari 41% (17 orang menunjukkan hasil positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya secara bronkoskopi) menjadi 61% (25 orang positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya secara bronkoskopi). 16 Namun pada penelitian Kvale, Bode, dan Kini (1976) yang meneliti tindakan bronkoskopi fleksibel pada 228 pasien untuk menentukan jenis spesimen mana yang memberikan nilai diagnostik terbanyak, didapatkan sitologi sputum post-bronkoskopi positif pada 40% kasus, kombinasi sikatan bronkus dan biopsi (65%), dan yang paling akurat adalah kombinasi sikatan bronkus dengan biopsi bronkus (79%). 17 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil uraian dan latar belakang tersebut, peneliti ingin meneliti apakah pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% berbeda

dengan pemeriksaan sitologi sputum post-bronkoskopi secara fiksasi Saccomanno dalam membantu penegakan diagnosis kanker paru. 1.3. Hipotesis Pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% berbeda dengan pemeriksaan sitologi sputum post-bronkoskopi secara fiksasi Saccomanno dalam membantu penegakan diagnosis kanker paru. 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Membandingkan ketepatan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan sitologi sputum post-bronkoskopi secara fiksasi Saccomanno dalam membantu penegakan diagnosis kanker paru. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk memperoleh gambaran karakteristik (umur dan jenis kelamin) pasien yang dicurigai menderita kanker paru yang termasuk dalam criteria inklusi penelitian yang dirawat di beberapa rumah sakit di Medan (RS. Adam Malik, RS. Tembakau Deli, dan RS. Tentara Putri Hijau Kesdam Tk.II/BB). 2. Untuk mengetahui distribusi kasus kanker paru yang sesuai dengan gambaran radiologi (foto toraks, CT scan toraks) dan pemeriksaan patologi anatomi pada penderita kanker paru yang dirawat di beberapa rumah sakit tersebut.

3. Untuk mengetahui ketepatan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan fiksasi Saccomanno. 4. Untuk mengetahui ketepatan sitologi sputum postbronkoskopi dengan fiksasi Saccomanno. 1.5. Manfaat Penelitian Pemeriksaan sitologi sputum yang diinduksi dengan NaCl 3% dan difiksasi dengan larutan Saccomanno belum lazim dilakukan di rumah sakitrumah sakit di Medan, sehingga kalau penelitian ini berhasil diharapkan teknik ini dapat menjadi salah satu pemeriksaan diagnostik non invasif yang dapat diandalkan untuk membantu penegakan diagnosis kanker paru, terutama di daerah-daerah perifer.