BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bermukim, tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi masyarakat, dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan meninggalpun manusia masih memerlukan tanah. 1. industrialisasi keberadaan tanah pertanian mulai terganggu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan perumahan akhir-akhir ini meningkat dengan pesat, hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan berkembangnya jaman, apalagi di era modern saat ini

BAB I PENDAHULUAN dituangkan dalam Undang-Undang Pokok-pokok Agraria (UUPA). Pasal 2

BAB III PENUTUP. rumah makan sebagian telah sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun 2012 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan. masyarakat, terlebihi masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk. kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa dan

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manusia karena

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusional Undang-Undang Dasar Pasal 33 ayat (3) Undang-

JURNAL HUKUM. Diajukan Oleh : Redy Savendra Sihaloho. Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. dan air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. memberikan jaminan kepastian hukum kepada subyek hukum.

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu modal pokok bagi bangsa Indonesia dan suatu

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber kekayaan alam yang. untuk memenuhi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. berlindung dan melanjutkan kehidupannya. Sejalan dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang melaksanakan berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara bercorak

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, dikarenakan tanah adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Berbicara masalah hidup manusia, berarti juga berbicara masalah tanah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adat. Setelah Indonesia merdeka Indonesia merupakan negara hukum yang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian terhadap efektifitas hukum. 56 Dalam penelitian ini, peneliti

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan sesuatu yang mempunyai peran penting bagi umat

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembangunan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan penunjang kesejahteraan dan kemakmuran diseluruh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

BAB I PENDAHULUAN. usaha memantapkan kemajuan yang sudah dicapai. 1. untuk jangka panjang. Sejalan dengan pola Tataguna Tanah ini

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber kesejahteraan rakyat dan tempat manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada masa sekarang ini manusia memiliki banyak pekerjaan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

dalam penulisan ini khususnya properti.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB III PENUTUP. Kabupaten Sleman ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang merdeka dan berkembang saat ini Indonesia sedang. melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan nasional khususnya

BAB I KONDISI GEOGRAFIS DAN KEADAAN IKLIM KondisiGeografis

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di Indonesia fungsi tanah semakin meningkat karena meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa :

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 1 Untuk mendapatkan data dan. menggunakan metode penelitian hukum sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu

BAB III PENUTUP. Dukun, Kabupaten Magelang untuk tempat pemakaman tidak sesuai dengan Peraturan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggalnya di atas tanah. Pada perkembangan dunia yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dalam penulisan ini termasuk jenis penelitian Deskriptif kualitatif

I. PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh umat manusia yang memberikan tempat tinggal, tempat bertahan hidup dengan cara mengusahakannya. Sebagian besar wilayah Indonesia meliputi tanah pertanian. Menurut Boedi Harsono pengertian tanah pertanian adalah semua tanah, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. 1 Negara Indonesia dengan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan waktu akses petani untuk mendapatkan tanah semakin sulit, bahkan semakin banyak terjadi alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian untuk perumahan/permukiman, rumah tinggal, tempat industri, dan lain-lain. Hal ini tentu saja membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia khususnya petani yang di satu sisi memerlukan tanah pertanian, di sisi lain persediaan tanah semakin berkurang atau terbatas. Persediaan tanah pada zaman sekarang ini relatif semakin terbatas sedangkan kebutuhan akan tanah terus menerus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan juga semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, sehingga pengelolaan tanah harus berdayaguna untuk kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Prinsip dasar tersebut sudah 1 Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm. 358. 1

terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa bumi, air, ruang angkasa dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang artinya tanah tersebut dikuasai oleh negara namun bukan berarti dimiliki oleh negara melainkan negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari seluruh rakyat Indonesia yang diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan persediaan, peruntukkan, penggunaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk kemakmuran rakyat. Sebagai realisasi dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 maka diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan singkatan resminya UUPA. Dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA ditentukan bahwa : 1. Hak menguasai dari Negara yang dimaksud memberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Pasal ini menentukan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria berpangkal pada pendirian bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar bukan berarti bahwa Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Segala sesuatunya bertujuan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu 2

hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai tanah untuk menggunakan haknya sampai disitu batas kekuasaan negara tersebut. Sebagai sosialisasi dari pengaturan dan penyelenggaraan pemerintah mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya, dalam Pasal 14 ayat (1) ditentukan bahwa : 1. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2) serta Pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya : a. Untuk keperluan negara; b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan; d. Untuk keperluan memperkembangan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan, serta sejalan dengan itu; e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Pasal ini mengatur tentang perencanaan persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa. Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk perekonomian masyarakat tetapi juga dapat memajukan perekonomian masyarakat. Di samping perencanaan untuk pertanian perlu diperhatikan pula untuk keperluan industri dan pertambangan seperti yang tertuang dalam ayat (1) huruf d dan e. Perencanaan itu tidak saja bermaksud menyediakan tanah untuk pertanian, peternakan, perikanan, industri, dan pertambangan saja tetapi juga ditujukan untuk 3

memajukanperekonomian masyarakat. Undang-Undang Pokok Agraria juga mencantumkan tentang tanggung jawab subyek hak untuk menjaga kesuburan tanah, yaitu dalam Pasal 15 UUPA yang menentukan bahwa : menambah kesuburan tanah serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah Dalam penjelasan umum UUPA dijelaskan bahwa Pasal 15 dalam implementasinya berhubungan dengan Pasal 6 yang menentukan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, sehingga dapat ditafsirkan bahwa kerusakan tanah yang dimaksudkan tidak hanya tentang kehilangan kesuburan dan fungsi tanah, namun juga terganggunya aspek sosial masyarakat akibat aktivitas tanah tersebut. Tanah pertanian merupakan tanah yang digunakan untuk berbagai kegiatan pertanian. Oleh karena itu, tanah pertanian hanya diperuntukkan untuk kegiatan pertanian sehingga tidak boleh dialih fungsikan untuk kegiatan non pertanian sehingga mengenai perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian diatur dalam Surat Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-1851 Tanggal 15 Juni 1994 Tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Pembangunan Tanah Non Pertanian Melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-1851 ini ditujukan 4

kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/ Walikota Kepala Daerah Tingkat II, yang berisi : 1. Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Dati I maupun Dati II agar tidak memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis guna penggunaan non pertanian; 2. Apabila terpaksa harus memperuntukkan tanah sawah beririgasi teknis guna kegiatan non pertanian karena pertimbangan-pertimbangan tertentu agar terlebih dahulu dikonsultasikan kepada ketua Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN); 3. Kepada seluruh Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan seluruh Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten dan Kotamadya Dati II agar secara aktif membantu Pemerintah Daerah menyiapkan dan menyusun Rencana Tata Ruang (RTR) dengan menyediakan data pertanahan yang ada pada Kantor Badan Pertanahan Nasional serta membantu penyusunan peruntukkan tanah dalam RTR berdasarkan peraturan-peraturan bidang pertanahan. Penjelasan dari Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional tersebut yaitu agar tidak memperuntukkan tanah sawah beririgasi untuk kegiatan non pertanian namun jika terpaksa harus memperuntukkan tanah sawah beririgasi untuk kegiatan pertanian harus terlebih dahulu mengkonsultasikan hal tersebut kepada Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) dan Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang. Dalam rangka mewujudkan suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Mengingat besarnya ruang nasional Indonesia, maka diperlukan suatu sistem perencanaan tata ruang yang menyangkut seluruh wilayah Indonesia maka Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti dari 5

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan yang berkaitan dengan penataan ruang. Pengertian Penataan Ruang terkandung dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu : Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisah satu dengan yang lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pengertian dari perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengertian pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dimasa yang akan datang. 2 Pasal 4 Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menentukan bahwa 2 Daud Silalahi, 1996, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 81. 6

kegiatan yang menjadi ciri kawasan perdesaan meliputi tempat permukiman pedesaan, kegiatan pertanian, kegiatan terkait pengelolaan tumbuhan alami, kegiatan pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Penatagunaan tanah merupakan unsur yang berkaitan dengan penataan ruang. Pelaksanaan penatagunaan tanah harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam Pasal 4 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ditentukan bahwa : 1. Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah 2. Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di bidang pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya 3. Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam memanfaatkan ruang serta dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang sudah ditetapkan. Kota Pematangsiantar merupakan salah satu kota yang penduduknya bervariasi atau terdiri dari beberapa suku seperti Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Jawa, Minangkabau, Melayu, Cina, Tamil, dan asing 7

lainnya. Sebagian besar penduduknya adalah petani. Dari 2.361 hektar lahan pertanian di Kota Pematangsiantar, diperkirakan tahun 2013 sekitar 1.042 hektar telah beralih fungsi menjadi perumahan/permukiman, rumah tinggal, industri maupun jasa. 3 Kota Pematangsiantar telah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun 2013-2032. Letak geografis Kota Pematangsiantar mengakibatkan banyak orang datang dan menetap di Kota Pematangsiantar. Mereka mendirikan rumah tinggal di atas tanah pertanian sehingga banyak terjadi alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian untuk rumah tinggal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimanakah pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (hak milik) ke non pertanian untuk rumah tinggal di Kota Pematangsiantar dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis bagaimanakah pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (hak milik) ke non pertanian untuk rumah tinggal dengan berlakunya Peraturan Daerah 3 http://hariansib.com/2014/18/1042-hektar-pertanian-di-kota-pematangsiantar 8

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Bagi ilmu pengetahuan : Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan bagi perkembangan bidang Hukum Pertanahan pada khususnya yaitu mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (hak milik) ke non pertanian untuk rumah tinggal. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis : untuk memperluas pengetahuan penulis mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (Hak Milik) ke non pertanian untuk rumah tinggal dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. b. Bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar. c. Bagi pemilik tanah pertanian yang melakukan alih fungsi tanah pertanian (hak milik) untuk rumah tinggal di Indonesia pada umumnya dan di Kota Pematangsiantar pada khususnya. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis rumusan masalah yang diteliti merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta tetapi apabila sebelumnya ada peneliti yang telah meneliti dengan permasalahan hukum yang sama maka peneliti ini merupakan pelengkap 9

dari hasil penelitian sebelumnya. Di bawah ini dipaparkan tiga skripsi mengenai Penataan Ruang tetapi berbeda fokusnya. Perbedaan skripsi penulis dengan skripsi yang lain adalah : 1.a. Judul : Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Menjadi Non Pertanian Untuk Rumah Tinggal Dengan Berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali b. Identitas 1) Nama : Danang Cahyono 2) NPM : 010507615 3) Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : Apakah perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk rumah tinggal di Kabupaten Boyolali telah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali? d. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan menganalisis apakah perubahan penggunaan tanah pertanian 10

menjadi non pertanian untuk rumah tinggal di Kabupaten Boyolali telah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali. e.hasil Penelitian : Pelaksanaan perubahan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk rumah tinggal di Kabupaten Boyolali telah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali, karena pemegang hak milik atas tanah pertanian yang melakukan perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk rumah tinggal sebagian besar (65%) telah memperoleh izin perubahan penggunaan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Hal ini terbukti bahwa berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali merupakan kawasan pertumbuhan cepat sehingga berfungsi sebagai lingkungan 11

tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan masyarakat, baik dari aspek fisik, sosial, ekonomi, kenyamanan, kesehatan, keamanan, kelestarian, atau dari estetika. Penelitian di atas membahas tentang perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk rumah tinggal dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boyolali. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah membahas mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (Hak Milik) untuk rumah tinggal di Kota Pematangsiantar dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. 1. a. Judul : Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Ke Non Pertanian Untuk Tempat Tinggal Setelah Berlakunya Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 Tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah Di Kabupaten Sleman. b. Identitas 1) Nama : Harta Ulina Sitepu 2) NPM : 020508012 12

3) Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : Apakah perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang ijin peruntukan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman? d. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui apakah perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah di Kabupaten Sleman. e. Hasil Penelitian : Perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal di Kabupaten Sleman belum sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah di Kabupaten Sleman. Untuk melakukan 13

izin perubahan penggunaan tanah memerlukan biaya yang cukup mahal, minimnya informasi yang diketahui oleh pemilik tanah mengenai izin perubahan penggunaan tanah dan untuk melakukan izin perubahan penggunaan tanah dibutuhkan waktu yang cukup lama. Penelitian di atas membahas mengenai perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian untuk tempat tinggal setelah berlakunya Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang izin peruntukan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman. Penelitian yang dilakukan oleh penulis membahas mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (Hak Milik) untuk rumah tinggal di Kota Pematangsiantar dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. 1. a. Judul : Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian Untuk Pembangunan Kegiatan Usaha Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman. b. Identitas 1) Nama : Nobert Stefanus Wijaya 2) NPM : 060509341 14

3) Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta c. Rumusan Masalah : Apakah perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk pembangunan kegiatan usaha sudah sesuai dengan tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman. d. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan menganalisis apakah perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk pembangunan kegiatan usaha sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman. e. Hasil Penelitian : Perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk pembangunan kegiatan usaha sudah sesuai dengan tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan sesuai dengan 15

kebijaksanaan pembangunan desa terpadu Sleman Sempada. Dari 40 orang responden yang telah memiliki IPT berjumlah 30 orang (75%) sedangkan responden tidak memiliki IPT berjumlah 10 orang (25%). Penelitian di atas membahas mengenai perubahan penggunaan tanah pertanian menjadi tanah non pertanian untuk pembangunan kegiatan usaha berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti meneliti tentang pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian (Hak Milik) ke non pertanian untuk rumah tinggal di Kota Pematangsiantar dengan berlakunya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar. F. Batasan Konsep 1. Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. (Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria) 2. Tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Pada umumnya tanah pertanian adalah semua tanah yang menjadi hak orang selainnya tanah untuk perumahan/perusahaan. (Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan 16

Otonomi Daerah Dengan Menteri Agraria Nomor Sekra 9/1/2 Perihal Pelaksanaan Perpu Nomor 56/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. 3. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. (Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) 4. Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. (Pasal 1 ayat (3) PP No.16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah) 5. Penatagunaan Tanah adalah sama dengan pola pengelolaan Tata Guna Tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. (Pasal 1 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah) 6. Rumah tinggal adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. (Pasal 1 ayat (7) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman) 17

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris yang merupakan penelitian yang dilakukan berfokus pada perilaku masyarakat hukum dan penelitian ini membutuhkan data primer sebagai data utama di samping data sekunder. 2. Sumber data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dan narasumber tentang obyek yang diteliti. b. Data sekunder diperoleh dari : 1) Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang terdiri dari : 4 a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat (3) b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria c) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang d) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 4 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 52. 18

e) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah f) Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-1851 Tanggal 15 Juni 1994 tentang Pencegahan Penggunakan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian Melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang g) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi Dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah h) Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar 2) Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. 5 Bahan hukum sekunder juga dapat berupa pendapat hukum, literatur dan website yang terkait dengan penatagunaan tanah dan penataan ruang serta hasil penelitian. 3. Metode Pengumpulan Data a. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara 5 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 195-196. 19

1) Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden berdasarkan kuesioner yang telah disusun sebelumnya tentang obyek yang diteliti (baik bersifat terbuka atau tertutup) 2) Wawancara adalah proses tanya jawab kepada narasumber tentang obyek yang diteliti berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. b. Data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari, memahami, dan menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terkait dengan obyek yang diteliti. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Pematangsiantar. Kota Pematangsiantar terdiri dari delapan kecamatan. Dari delapan kecamatan tersebut diambil dua kecamatan secara purposive sampling yang artinya teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu bahwa didua kecamatan tersebut banyak tanah pertanian yang diubah fungsinya menjadi non pertanian untuk tempat tinggal, dalam hal ini Kecamatan Siantar Marimbun dan Kecamatan Siantar Martoba. Kecamatan Siantar Marimbun terdiri dari enam kelurahan (yaitu Kelurahan Simarimbun, Kelurahan Nagahuta, Kelurahan Pematang Marihat, Kelurahan Tong Marimbun, Kelurahan Marihat Jaya, dan Kelurahan Nagahuta Timur) sedangkan Kecamatan Siantar Martoba terdiri dari tujuh kelurahan (yaitu Kelurahan Sumber Jaya, Kelurahan Nagapita, Kelurahan Pondok Sayur, Kelurahan 20

Tambun Nabolon, Kelurahan Nagapitu, Kelurahan Tanjung Tongah, dan Kelurahan Tanjung Pinggir). Dari enam kelurahan yang terdapat di Kecamatan Siantar Marimbun diambil dua kelurahan secara purposive sampling yaitu Kelurahan Marihat Jaya dan Kelurahan Tong Marimbun sedangkan dari tujuh kelurahan yang terdapat di Kecamatan Siantar Martoba, akan diambil dua kelurahan secara purposive sampling yaitu Kelurahan Sumber Jaya dan Kelurahan Tambun Nabolon karena pada tahun 2013 di empat kelurahan ini banyak tanah pertanian yang diubah fungsinya menjadi non pertanian untuk rumah tinggal. 5. Populasi dan Sampel a. Populasi adalah keseluruhan obyek dengan ciri yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik tanah pertanian di Kota Pematangsiantar yang menggunakan tanah pertanian untuk pembangunan rumah tinggal. Populasi berjumlah 96 orang yaitu 37 orang dari Kelurahan Marihat Jaya, 32 orang dari Kelurahan Tong Marimbun (Kecamatan Siantar Marimbun), 17 orang dari Kelurahan Sumber Jaya, dan 10 orang dari Kelurahan Tambun Nabolon (Kecamatan Siantar Martoba). b. Sampel adalah bagian atau contoh dari populasi Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling artinya teknik pengambilan sampel dengan cara tertentu yaitu yang terbanyak menggunakan tanah pertanian menjadi 21

rumah tinggal sejak tahun 2013. 6 Sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari populasi yaitu pemilik tanah pertanian yang menggunakan tanah pertanian tersebut menjadi rumah tinggal sejak tahun 2013. 6. Responden dan Narasumber a. Responden dalam penelitian ini adalah sepuluh orang pemilik tanah pertanian yang menggunakan tanah pertaniannya menjadi rumah tinggal yang diambil secara random sampling artinya suatu sampel yang terdiri atas sejumlah elemen yang dipilih secara acak, dimana setiap elemen atau anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel yaitu empat responden dari Kelurahan Marihat Jaya, tiga responden dari Kelurahan Tong Marimbun (Kecamatan Siantar Marimbun), dua responden dari Kelurahan Sumber Jaya dan satu responden dari Kelurahan Tambun Nabolon (Kecamatan Siantar Martoba). b. Narasumber 1) Kepala Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar 2) Kepala Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Kota Pematangsiantar 3) Kepala Kantor Pertanahan Kota Pematangsiantar 4) Lurah Marihat Jaya, Lurah Tong Marimbun, Lurah Sumber Jaya, dan LurahTambun Nabolon 6 http://expresisastra.blogspot.com/2014/10/10/pengertian-populasi-dan-sampel.html 22

7. Metode Analisis Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif. Metode analisis kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 7 Penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir induktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. H. Sistematika skripsi BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika skripsi. BAB II PEMBAHASAN Bab ini berisi tinjauan tentang Hak Milik Atas Tanah, Penatagunaan Tanah, Penataan Ruang, Rumah Tinggal, Pembahasan dan Analisis. BAB II KESIMPULAN Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran 7 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 92. 23