PENGARUH PENETAPAN SNI GEMPA 2012 PADA DESAIN STRUKTUR RANGKA MOMEN BETON BERTULANG DI BEBERAPA KOTA DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PERBANDINGAN SPEKTRA DESAIN BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA DALAM SNI GEMPA 2012 DAN SNI GEMPA 2002 (233S)

IMPLIKASI PENGGUNAAN PETA GEMPA 2010 PADA PERENCANAAN GEDUNG DI KOTA YOGYAKARTA

ISSN X. Hlm J. Tek. Sip. Vol. 12 No. 2. Volume 12 Nomor 2, April 2013 ISSN X. Suyadi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DISTRIBUSI BEBAN LATERAL PADA STRUKTUR AKIBAT BEBAN GEMPA

BAB V ANALISIS BEBAN GEMPA Analisis Beban Gempa Berdasarkan SNI

RESPON SPEKTRA GEMPA DESAIN BERDASARKAN SNI UNTUK WILAYAH KOTA PALEMBANG

Dampak Persyaratan Geser Dasar Seismik Minimum pada RSNI X terhadap Gedung Tinggi Terbangun

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Secara keseluruhan, kesimpulan dari studi yang dilakukan adalah :

PENYUSUNAN PETA KATEGORI DESAIN SEISMIK BERDASARKAN RSNI X

KINERJA STRUKTUR AKIBAT BEBAN GEMPA DENGAN METODE RESPON SPEKTRUM DAN TIME HISTORY

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

Restu Faizah 1 dan Widodo 2. ABSTRAK

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

KOMPARASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BEDASARKAN SNI 1726:2002 DENGAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Perencanaan Struktur Tahan Gempa. digunakan untuk perencanaan struktur terhadap pengaruh gempa.

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR GEDUNG BERATURAN AKIBAT BEBAN ANGIN DAN BEBAN GEMPA UNTUK KATEGORI DESAIN SEISMIK A, B, C, D, E, & F

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN RESPON SPEKTRA KOTA TARUTUNG BERDASARKAN SNI DAN SNI 1726:2012 UNTUK EVALUASI PELAKSANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA (217S)

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Spektrum respons percepatan RSNI X untuk Kota Yogyakarta

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR BANGUNAN TANPA DAN DENGAN DINDING GESER BETON BERTULANG

Peraturan Gempa Indonesia SNI

EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SNI PADA STRUKTUR DENGAN GEMPA DOMINAN

PENELITIAN MENGENAI SNI 1726:2012 PASAL TENTANG DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN, KEKUATAN, DAN PENGECEKAN TERHADAP SISTEM TUNGGAL

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR & TEKNIK GEMPA

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Perencanaan letak sendi plastis dengan menggunakan reduced beam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Statik Ekivalen

PENDAHULUAN Perencanaan gedung tahan gempa telah menjadi perhatian khusus mengingat telah banyak terjadi gempa cukup besar akhir-akhir ini. Perencanaa

GAYA GESER DASAR SEISMIK BERDASARKAN SNI DAN SNI PADA STRUKTUR GEDUNG GRAND EDGE, SEMARANG

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR & TEKNIK GEMPA

ANALISIS PENGARUH BEBAN GEMPA STATIK EKIVALEN DAN ANGIN PADA STRUKTUR GEDUNG DENGAN VARIASI RASIO KELANGSINGAN BANGUNAN

UCAPAN TERIMA KASIH. Jimbaran, September Penulis

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Denah Lantai Dua Existing Arsitektur II-3. Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN KEKAKUAN DAN KEKUATAN SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBE BENTUK DIAGONAL MENURUT SNI 1726:2012 PASAL

ANALISIS STRUKTUR TERHADAP BEBAN GEMPA (SNI )

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu di kepulauan Alor (11 Nov, skala 7.5), gempa Papua (26 Nov, skala 7.1),

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

ANALISA PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR PADA GEDUNG DENGAN VARIASI BENTUK PENAMPANG KOLOM BETON BERTULANG

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN DAN KEKUATAN PADA SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBKK

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN SAMBUNGAN LEWATAN (LAP SPLICES) PADA UJUNG KOLOM

ABSTRAK. Kata kunci: perkuatan, struktur rangka beton bertulang, dinding geser, bracing, pembesaran dimensi, perilaku. iii

Evaluasi Kinerja Struktur Jembatan akibat Beban Gempa dengan Analisis Riwayat Waktu

BAB IV ANALISIS STRUKTUR

STUDI PERBANDINGAN GAYA GESER DASAR SEISMIK BERDASARKAN SNI DAN SNI STUDI KASUS STRUKTUR GEDUNG GRAND EDGE SEMARANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG SISTEM STRUKTUR FLAT PLATE GEDUNG PERLUASAN PABRIK BARU PT INTERBAT - SIDOARJO YANG MENGACU PADA SNI

TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

Daftar Pustaka. Office Building at Diponegoro University-Tembalang Semarang). Dari

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB I PENDAHULUAN. adalah kolom. Kolom termasuk struktur utama yang bertujuan menyalurkan beban tekan

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG AWANA CONDOTEL YOGYAKARTA BERDASARKAN SNI DAN SNI Oleh : DEDDYMUS BIN STEFANUS NPM :

PERBANDINGAN MODEL ANALISIS BEBAN GEMPA ANTARA PERATURAN GEMPA TAHUN 2005 DENGAN PETA GEMPA 2010 TERHADAP JEMBATAN EKSISTING

STUDI KOMPARASI PERENCANAAN GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN SNI

PERENCANAAN ULANG STRUKTUR GEDUNG TUNJUNGAN PLAZA V SURABAYA DENGAN METODE SISTEM GANDA. Huriyan Ahmadus ABSTRAK

PERHITUNGAN STRUKTUR GEDUNG UNIVERSAL MEDICAL CENTER DI PANDAAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA (DUAL SISTEM) Alexander Vedy Christianto ABSTRAK

EVALUASI DAN ANALISIS PERKUATAN BANGUNAN YANG BERTAMBAH JUMLAH TINGKATNYA

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

BAB VI KESIMPULAN & SARAN. Setelah dilakukan analisis dan perancangan pada struktur gedung Awana

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

LOADS OF STRUCTURES. Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya. SNI

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BANGUNAN BAJA DENGAN MENGGUNAKAN PENGAKU EKSENTRIS (EBF) Ir. Torang Sitorus, MT.

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Perhitungan Balok Existing WI = WF-400x200x8x13 (tabel baja) mm mm

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG HOTEL IBIS PADANG MENGGUNAKAN FLAT SLAB BERDASARKAN SNI

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG HOTEL 8 LANTAI DI JALAN AHMAD YANI 2 KUBU RAYA

IMPLIKASI KONSEP SEISMIC DESIGN CATEGORY (SDC) ASCE 7-05 TERHADAP PERENCANAAN STRUKTUR TAHAN GEMPA SESUAI SNI DAN SNI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gempa Bumi

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL PESONA TUGU YOGYAKARTA

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

Peraturan Gempa Indonesia SNI

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Dengan Pushover Analysis Akibat Beban Gempa Padang

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU MEDAN 2013

STUDI PENEMPATAN DINDING GESER TERHADAP WAKTU GETAR ALAMI FUNDAMENTAL STRUKTUR GEDUNG

Reza Murby Hermawan Dosen Pembimbing Endah Wahyuni, ST. MSc.PhD

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG KANTOR KALIMANTAN SAWIT KUSUMA

BAB III LANDASAN TEORI

Transkripsi:

PENGARUH PENETAPAN SNI GEMPA 2012 PADA DESAIN STRUKTUR RANGKA MOMEN BETON BERTULANG DI BEBERAPA KOTA DI INDONESIA Yoyong Arfiadi ABSTRAK Dalam tulisan ini ditinjau pengaruh beban gempa pada struktur rangka momen beton bertulang akibat pemberlakuan SNI 1726: 2012 (SNI Gempa 2012). Mengingat SNI Gempa 2012 mengacu pada ASCE/SEI 7-10 dan IBC 2009, sedangkan SNI 03-1726- 2002 (SNI Gempa 2002) mengacu pada UBC 1997, maka perlu diperhatikan perbedaan gaya gempa yang mungkin timbul akibat diberlakukannya peraturan yang baru ini. Untuk itu spektra desain yang ada dalam SNI Gempa 2012 dibandingkan dengan spektra desain dalam SNI Gempa 2002, untuk 22 kota-kota di Indonesia yaitu: Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta, Denpasar, Medan, Banda Aceh, Padang, Makassar, Palu, Manado, Palembang, Jayapura, Bogor, Depok, Tangerang (termasuk Tangerang Selatan), Bekasi, Mataram, Kupang, dan Ambon. Dari perbandingan tersebut, tampak bahwa beberapa kota mengalami kenaikan nilai spektra desain, sedangkan beberapa kota mengalami penurunan nilai spektra desainnya. Kenaikan dan penurunan terjadi baik untuk spektra desain pada perioda pendek maupun perioda 1 detik. Dari hasil perbandingan spektra desain, umumnya selisih terbesar antara spektra desain berdasarkan SNI Gempa 2012 dan SNI Gempa 2002 adalah pada kondisi tanah keras (situs klas C), kemudian berkurang untuk tanah sedang (situs klas D), dan selisih yang terkecil adalah pada kondisi tanah lunak (situs klas E). Selanjutnya diambil contoh perencanaan gaya gempa untuk kota Denpasar, yang mewakili penurunan nilai spektra percepatan desain yang cukup signifikan. Dalam hal ini penentuan gaya geser dasar ditentukan dengan memperhatikan koefisien modifikasi respons gempa yang sesuai berdasarkan SNI Gempa 2012 dan SNI gempa 2002. Hasil analisis menunjukkan nilai gaya internal akibat SNI Gempa 2012 masih lebih kecil, tetapi perbedaannya semakin kecil pula. Hal ini dikarenakan kombinasi pembebanan pada SNI Gempa 2012 memperhitungkan pengaruh gempa vertikal dan faktor redundansi struktur. Mengingat hal ini, maka kenaikan nilai gaya internal diprediksi akan terjadi pada kotakota yang mengalami kenaikan spektra respons percepatan. Untuk kota-kota yang mengalami kenaikan spektra desain yang cukup besar tersebut diperlukan perhatian khusus terhadap gedung-gedung yang telah didesain berdasarkan SNI Gempa 2002. Kata kunci: SNI Gempa 2012, perbandingan spektra desain, koefisien modifikasi respons, rangka momen beton bertulang 1. PENDAHULUAN SNI 1726-2012: tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (selanjutnya disebut SNI Gempa 2012) telah disahkan oleh Badan Standardisasi Nasional yang menjadi dasar perencanaan struktur tahan gempa di

Indonesia. Standar ini menggantikan SNI 1726-2002: tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (selanjutnya disebut SNI Gempa 2002). SNI Gempa 2012 didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Irsyam dkk. (2010) dan telah mengacu pada standard dan peraturan terkini di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), yaitu ASCE/SEI 7-2010 (2010) dan FEMAP 750 (Building Seismic safety Council, 2009). Kejadian-kejadian gempa besar setelah SNI 03 1726-2002 disusun, misal gempa Aceh 2004 (M w = 9,2), gempa Yogya (M w = 6,3), gempa Nias 2005 (M w = 8,7) dan Padang 2009 (M w = 7,6) merupakan salah satu sebab perlunya dibuat peta gempa yang baru (Irsyam dkk., 2010). Studi ini telah memperhatikan katalog gempa terbaru sampai dengan tahun 2009 dan telah memperhatikan fungsi atenuasi yang sesuai, termasuk fungsi atenuasi dari NGA (Next Generation Attenuation) model. Perubahan pada standar gempa Indonesia merupakan suatu lompatan karena SNI Gempa 2002 sebenarnya mengacu pada UBC 1997. Sedangkan di AS sendiri sebelum diterbitkannya ASCE/SEI 7-10, telah digunakan standar ASCE 7-05, yang berbeda dengan UBC 1997 dan SNI Gempa 2002. Penentuan peta gempa menurut ASCE 7-05 didasarkan pada analisis bahaya seismik probabilistik (probabilistic seismic hazard analysis = PSHA) dan analisis bahaya gempa deterministik (deterministic seismic hazard analysis). Dalam hal ini analisis bahaya seismik probabilistik didasarkan pada 2% kemungkinan terlampaui dalam kurun waktu 50 tahun, atau gempa dengan perioda ulang sekitar 2500 tahun. Sedangkan analisis bahaya seismik deterministik dalam ASCE 7-05 diambil sebagai 1,5 kali median respons spektral percepatan untuk suatu karakteristik gempa pada patahan aktif yang diketahui dalam suatu wilayah tertentu. Dengan gempa ini, maka bangunan yang direncanakan sesuai ASCE 7-05 merupakan bangunan dengan bahaya yang seragam (uniform hazard), tetapi akan mempunyai kemungkinan keruntuhan (collapse probability) yang tidak seragam (Luco dkk., 2007, Building Seismic Safety Council, 2012). Dalam ASCE/SEI 7-10 peta gempa didasarkan pada analisis bahaya seismik probabilistik dan deterministik. Analisis bahaya gempa probabilistik dalam ASCE/SEI 7-10 didasarkan pada gempa dengan risiko tertarget. Gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko tertarget (MCE R ) diambil sebagai yang terkecil dari goncangan tanah probabilistik dan deterministik. Sedangkan untuk analisis bahaya seismik deterministik, ASCE/SEI 7-10 menggunakan 84 th percentile ground motion dan diambil sama dengan 1,8 nilai mediannya. Pengambilan gempa dengan risiko tertaget dalam perencanaan diharapkan menghasilkan rerata frekuensi keruntuhan tahunan yang seragam secara geografis, yaitu dengan 1% risiko keruntuhan dalam 50 tahun. Perbedaan lain antara ASCE/SEI 7-10 dan ASCE 7-05 adalah dalam ASCE 7-05 digunakan geometric mean ground motion untuk 2 arah horisontal goncangan tanah yang berbeda, sedangkan dalam ASCE/SEI 7-10 digunakan maximum-direction ground motion (Building Seismic Safety Council, 2012). Dalam SNI Gempa 2012 terdapat dua parameter yang penting dalam peta gempa yaitu parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda pendek (S s ), dan parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda 1 detik (S 1 ). Nilai S s dan S 1 yang dihitung didasarkan pada fungsi-fungsi atenuasi atau persamaan prediksi goncangan tanah yang dianggap sesuai.

2. PENGARUH KLASIFIKASI SITUS Mengingat nilai S s dan S 1 adalah nilai percepatan pada batuan dasar, diperlukan suatu faktor amplifikasi tertentu untuk memodifikasi nilai-nilai tersebut sesuai dengan kondisi tanah yang ada. Faktor amplifikasi untuk percepatan ada perioda pendek (F a ) dan factor amplifikasi pada perioda 1 detik (F v ) diambil sesuai dengan Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Koefisien situs perioda pendek F a Klasifikasi situs S s S s 0,25 S s = 0,5 S s = 0,75 S s = 1,0 S s 1,25 Batuan keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah sangat padat dan batuan lunak 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 (SC) Tanah sedang (SD) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 Tanah lunak (SE) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 Tanah khusus (SF) SS SS SS SS SS Tabel 2. Koefisien situs perioda panjang F v Klasifikasi situs S 1 S 1 0,1 S 1 = 0,2 S 1 = 0,3 S 1 = 0,4 S 1 0,5 Batuan keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah sangat padat dan batuan lunak 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 (SC) Tanah sedang (SD) 2,4 2 1,8 1,6 1,5 Tanah lunak (SE) 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 Tanah khusus (SF) SS SS SS SS SS Notasi SS pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik. Dengan memperhatikan Tabel 1 dan 2, parameter spektrum respons percepatan yang telah disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs (jenis tanah), baik untuk perioda pendek maupun perioda 1 detik, dapat dihitung dengan persamaan: SMS Fa Ss (1) SM F (2) 1 vs 1 dengan S MS = parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum dengan risiko tertarget (MCE R ) pada perioda pendek yang sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs, S M1 = parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum dengan risiko tertarget (MCE R ) pada perioda 1 detik yang sudah disesuaikan

dengan pengaruh kelas situs, F a = koefisien situs untuk perioda pendek (pada perioda 0,2 detik), dan F v = koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1 detik). 3. PARAMETER SPEKTRA DESAIN Parameter spektral percepatan desain pada perioda pendek dan perioda 1 detik dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 2 S DS S MS 3 (3) 2 SD1 S M 1 3 (4) dengan S DS = parameter respons spektral percepatan pada perioda pendek dengan 5% redaman kritik, S D1 = parameter respons spektral percepatan pada perioda 1 detik dengan 5% redaman kritik, S MS = parameter respons spektral percepatan MCE R pada perioda pendek yang sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs, dan S M1 = parameter respons spektral percepatan MCE R pada perioda 1 detik yang sudah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs. 4. PERBANDINGAN SPEKTRA DESAIN BEBERAPA KOTA Dengan diberlakukannya SNI Gempa 2012, tentu akan mempengaruhi perencanaan bangunan terhadap pembebanan gempa. Untuk itu spektra desain beberapa kota dibandingkan untuk melihat sejauh mana perbedaan spektral respons percepatannya. Perbandingan spektra desain dilakukan untuk 22 kota di Indonesia, yaitu: Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Surakarta, Denpasar, Medan, Banda Aceh, Padang, Makassar, Palu, Manado, Palembang, Jayapura, Bogor, Depok, Tangerang (termasuk Tangerang Selatan), Bekasi, Mataram, Kupang, dan Ambon. Data ini merupakan pengembangan dari data sebelumnya (Arfiadi dan Satyarno, 2013). Spektra percepatan desain untuk SNI Gempa 2012 diambil berdasarkan perangkat lunak Desain Spektra Indonesia (2013), yang dapat dilihat pada situs http://puskim.pu.go.id/aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/. Dalam SNI Gempa 2002, walaupun notasi S DS dan S D1 tidak dikenal, diambil padanan: (a) bagian datar nilai C pada SNI Gempa 2002 sebagai S DS, dan (b) angka pada bagian lengkung di T = 1 detik pada SNI Gempa 2002 sebagai nilai S D1. Dengan pendekatan padanan ini maka khusus untuk tanah lunak dalam SNI 2002 nilai S DS akan sama dengan S D1. 4.1. Klas situs SE (tanah lunak) Nilai-nilai S DS dari SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 untuk 22 kota di Indonesia dibandingkan seperti terlihat pada Gambar 1. Sedangkan rasio nilai S DS SNI Gempa 2012 terhadap SNI Gempa 2002 dapat dilihat pada Gambar 2. Label angka pada Gambar 1 menunjukkan nilai S DS untuk SNI Gempa 2012. Dari Gambar 1 dan 2 tampak bahwa ada beberapa kota yang mengalami kenaikan nilai S DS dan ada beberapa kota yang mengalami penurunan nilai S DS pada kondisi tanah lunak. Kenaikan nilai S DS terbesar terjadi pada kota Palu sebesar 1,39 kali S DS SNI gempa 2002. Yang menarik adalah penurunan nilai S DS untuk kota Banda Aceh dan Padang, yang telah dilanda gempa besar pada tahun 2006 dan 2009 setelah diberlakukannya SNI Gempa 2002. Nilai S DS kota Palu dan Bandung juga lebih besar dari kota Banda Aceh dan Padang.

Penurunan nilai S DS tanah lunak yang cukup signifikan terjadi pada kota Denpasar dan Manado, yaitu berturut-turut 0,67 dan 0,69 kali nilai S DS pada SNI Gempa 2002. Gambar 1. S DS tanah lunak SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 Gambar 2. Rasio S DS tanah lunak

Untuk nilai S D1 tanah lunak, kota yang mengalami kenaikan adalah Palu dan Semarang, sedangkan kota-kota lain umumnya mengalami penurunan nilai S D1 atau hampir sama. Kota-kota yang mengalami penurunan signifikan nilai S D1 pada tanah lunak adalah Kupang, Makassar, Denpasar, Tangerang dan Manado, dengan rasio penurunan berturut-turut sebesar 0,62; 0,65; 0,67; 0.67; dan 0,69. Gambar 3. S D1 tanah lunak SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 Gambar 4. Rasio S D1 tanah lunak

4.2. Klas situs SD (tanah sedang) Nilai-nilai S DS dan rasio S DS untuk tanah sedang dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Hampir sama dengan S DS pada tanah lunak, nilai S DS tanah sedang beberapa kota umumnya mengalami kenaikan. Rasio kenaikan terbesar terjadi pada kota Semarang dan Palu (Gambar 6). Sedangkan nilai S DS terbesar pada kota yang diamati adalah di kota Palu. Gambar 5. S DS tanah sedang SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 Dari Gambar 5, tampak pula bahwa nilai S DS tanah sedang kota Bandung, Jayapura dan Ambon lebih besar daripada nilai S DS kota Banda Aceh dan Padang. Sedangkan kotakota yang mengalami penurunan S DS tanah sedang yang cukup signifikan adalah kotakota Palembang, Tangerang, Tangerang Selatan, Denpasar, Makassar, dan Medan dengan rasio penurunan berturut-turut 0,74; 0,83; 0,85; 0,87; 0,87 dan 0,88.

Gambar 6. Rasio S DS tanah sedang Untuk S D1 tanah sedang, sebagian besar kota mengalami kenaikan nilai S D1 seperti tampak pada Gambar 7 dan 8. Hal ini agak berbeda dengan nilai S D1 pada tanah lunak di mana sebagian besar kota mengalami penurunan nilai S D1. Gambar 7. S D1 tanah sedang SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012

Untuk kondisi tanah sedang ini, nilai S D1 terbesar dan kenaikan terbesar juga terjadi pada kota Palu. Berbeda dengan kondisi pada tanah lunak, pada kondisi tanah sedang nilai S D1 kota Bandung lebih kecil dari S D1 kota Banda Aceh dan Padang. Rasio penurunan terbesar untuk S D1 tanah sedang terjadi pada kota Kupang dan Denpasar dengan rasio berturut-turut 0,71 dan 0,80. Gambar 8. Rasio S D1 tanah sedang 4.3. Klas situs SC (tanah keras) Untuk kondisi tanah keras, nilai S DS sebagian besar mengalami kenaikan seperti terlihat pada Gambar 9 dan 10. Kota yang mengalami kenaikan terbesar adalah Semarang dan Palu yang mengalami kenaikan sebasar 2,18 kali nilai S DS pada SNI Gempa 2002. Kotakota yang mengalami penurunan nilai S DS pada kondisi tanah keras di antaranya adalah Denpasar, Medan, Makassar, Palembang dan Tangerang.

Gambar 9. S DS tanah keras SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 Gambar 10. Rasio S DS tanah keras

Untuk nilai S D1 pada kondisi tanah keras, hampir semua kota mengalami kenaikan nilai S D1, kecuali untuk kota Denpasar dan Kupang seperti ditunjukkan pada Gambar 11 dan 12. Rasio kenaikan terbesar terjadi pada kota Semarang dan Palu, yaitu berturut-turut sebesar 2,15 dan 2,10. Gambar 11. S D1 tanah keras SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 Gambar 12. Rasio S D1 tanah keras

Mengamati rasio nilai S DS dan S D1 dari Gambar 2, 4, 6, 8, 10, dan 12, tampak bahwa nilai rasio baik S DS maupun S D1 meningkat dengan meningkatnya klas situs, yaitu dari tanah lunak, tanah sedang dan tanah keras. Hal ini berarti untuk kota yang mengalami kenaikan nilai S DS atupun S D1 maka semakin meningkat kekerasan tanah akan semakin besar rasio kenaikan nilai S DS maupun S D1. Sebaliknya untuk kota-kota yang mengalami penurunan nilai S DS dan S D1 pada SNI Gempa 2012, rasio penurunan akan semakin kecil (selisih semakin besar) jika kekerasan tanah berkurang. 5. PERENCANAAN GAYA GESER DASAR Gaya geser dasar seismik dalam arah yang ditetapkan dapat dihitung dengan persamaan: dengan V C W (5) C s = koefisien respons seismik, dan W = berat seismik efektif. Koefisien respons seismik dihitung berdasarkan persamaan: S s DS Cs (6) R /Ie dengan R = koefisien modifikasi respons (Tabel 9, SNI Gempa 2012), dan I e = faktor keutamaan gempa (Tabel 2, SNI Gempa 2012). Nilai C s yang dihitung dengan persamaan (6) tidak perlu lebih besar dari SD1 Cs (7) T R /Ie dengan T = perioda fundamental struktur. Nilai C s minimum ditentukan dengan persamaan: C s min 0, 044S I 0, 01 (8) DS e Untuk daerah dengan nilai S1 0, 6g, nilai C s minimum harus diambil sebesar: 0, 5S1 Cs min (9) R /I e Nilai koefisien modifikasi respons R dalam SNI Gempa 2012 tergantung dari jenis struktur penahan gaya seismik. Sedangkan sistem penahan gaya seismik yang dapat dipilih perencana ditentukan berdasarkan KDS (Kategori Desain Seismik). KDS ditentukan berdasarkan level spektral percepatan S 1 dan S s, atau S D1 dan S DS, serta kategori risiko dari bangunan yang akan dirancang. Kategori risiko bangunan ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan bangunan tersebut. Untuk bangunan dengan pemanfaatan yang kurang penting mempunyai kategori risiko yang rendah. Kategori risiko untuk bangunan gedung dan non gedung dapat dilihat pada Tabel 1 SNI Gempa 2012. Jika S 1 >0.75 g dan pemanfaatan gedung termasuk ke dalam kategori risiko I/II/III, maka KDS E; sedangkan untuk bangunan dengan pemanfaatan kategori risiko IV, maka

KDS F. Untuk nilai spektral percepatan yang rendah, yaitu jika S 1 0,04 g dan S s 0,15 g, maka KDS A. Untuk nilai spektral percepatan yang lain, KDS ditentukan berdasarkan nilai S DS dan S D1 sesuai dengan Tabel 3 dan 4, dan dipilih yang paling menentukan (yang tingkatannya paling tinggi). Tabel 3 dan 4 merupakan adopsi dari Tabel 6 dan 7 SNI Gempa 2012. Tabel 3. Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan kategori risiko dan S DS KDS Nilai S DS Kategori Risiko I / II / III Kategori Risiko IV S DS < 0,167 A A 0,167 S DS <0,33 B C 0,33 S DS <0,50 C D S DS 0,50 D D Tabel 4. Kategori Desain Seismik (KDS) berdasarkan kategori risiko dan S D1 KDS Nilai S D1 Kategori Risiko I / II / III Kategori Risiko IV S D1 < 0,067 A A 0,067 S D1 <0,33 B C 0,133 S D1 <0,20 C D S D1 0,20 D D Setelah KDS bangunan diperoleh dan sistem penahan beban gempa ditentukan maka nilai koefisien modifikasi respons dapat diperoleh dari Tabel 9 SNI Gempa 2012. Langkah-langkah hitungan untuk penentuan beban geser dan distribusi beban gempa untuk struktur beton bertulang selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 6. CONTOH PEBANDINGAN PERENCANAAN Selanjutnya ditinjau perencanaan struktur rangka momen bertingkat 5 yang akan dibangun di kota Denpasar pada kondisi tanah lunak (situs kelas E). Struktur yang ditinjau ditunjukkan pada Gambar 13 dengan jarak antar kolom arah-x: 8 m, 7 m, dan 8 m; sedangkan jarak antar kolom arah-y: 5 m. Tebal plat lantai = 125 mm, ukuran balok tipikal: 300 x 600 (mm) untuk balok induk, dan 250 x 500 (mm) untuk balok anak. Ukuran kolom tingkat-1 sampai dengan tingkat-3: 600 x 600 (mm), dan tingkat-4 sampai dengan tingkat-5: 500 x 500 (mm). Tinggi antar-lantai = 4 m untuk tingkat paling bawah dan paling atas, sedangkan untuk tingkat lainnya tinggi antar-lantai = 3,8 m. Beban lantai tipikal (di luar berat plat) untuk atap: 1,45 kn/m 2, sedangkan untuk lantai lainnya = 2,57 kn/m 2. Hitungan beban gempa sesuai SNI Gempa 2012 mengikuti langkah yang terdapat pada Lampiran 1. Selanjutnya analisis perencanaan beban gempa sesuai dengan SNI Gempa 2012 dibandingkan dengan perencanaan beban sesuai dengan SNI Gempa 2002. Hasil

analisis untuk tanah lunak (situs klas E) disajikan pada Tabel 5. Distribusi beban gempa baik menurut SNI Gempa 2002 maupun SNI Gempa 2012 disajikan pada Tabel 6. Gambar 13. Contoh struktur yang ditinjau Tabel 5. Perbandingan variabel perencanaan gempa kota Denpasar tanah lunak Variabel SNI Gempa 2002 SNI Gempa 2012 S DS 0,9 0,604 S D1 0,9 0,604 T o (detik) 0,2 0,203 T s (detik) 1,0 1,015 KDS - D Sistem penahan gempa SRPMK SRPMK R 8.5 8 T terpakai (detik) 0,94 0.94 C s 0,1059 0,0755 V (kn) 2039,31 1454,14 Tabel 6. Perbadingan gaya gempa pada setiap lantai Lantai 5 4 3 2 1 F (kn) SNI Gempa 2002 SNI Gempa 2012 578.6 451.3 567.3 420.6 437.0 304.4 301.2 192.3 155.1 85.5

Dari hasil Tabel 5, tampak bahwa untuk kota Denpasar nilai gaya geser dasar akibat gempa pada kondisi tanah lunak yang sesuai dengan SNI Gempa 2012 = 71,3 % dari gaya geser dasar menurut SNI Gempa 2002. Untuk melihat perbandingan gaya internal struktur, selanjutnya dilakukan analisis struktur dengan ETABS Non linear V9.0. Dalam analisis struktur, momen inersia batang (I) diambil sesuai dengan Building Seismic Safety Council (2012), yaitu untuk balok: I efektif balok = 30% I balok utuh, sedangkan untuk kolom: I efektif kolom = 50% I kolom utuh. Sedangkan untuk memperhitungkan pengaruh flens pada balok T, momen inersia tampang T didekati dengan 2 kali momen inersia tampang empat persegi panjang. Dalam pemodelan, karena plat lantai dimodelkan sebagai obyek struktur dalam ETABS, maka tinggi balok dikurangi dengan tebal plat lantai. Luas geser tampang efektif mengikuti Welt (2010) dan diambil sama dengan 40% luas geser tampang utuh. Dalam perencanaan menurut SNI Gempa 2012, kombinasi beban gempa harus disesuaikan dengan memperhatikan pengaruh gempa vertikal sebagai berikut: E = E h + E v (10) E = E h E v (11) dengan E h = pengaruh gempa horisontal, dan E v = pengaruh gempa vertikal. Persamaan (10) digunakan untuk menambah pengaruh gaya desak, sedangkan persamaan (11) digunakan untuk menambah pengaruh gaya tarik. Nilai E h dan E v dihitung dengan persamaan: E h = Q E (12) E v = 0,2 S DS D (13) dengan = faktor redundansi struktur, Q E = pengaruh gaya gempa horisontal dari distribusi beban V, dan D = pengaruh beban mati. Dengan memerhatikan persamaan (12) dan (13). maka kombinasi beban yang sesuai dengan SNI Gempa 2012 ditentukan seperti terlihat pada Tabel 7, dengan factor redundansi struktur diambil = 1,3. Selanjutnya dibandingkan gaya-gaya yang terjadi pada kolom-kolom tepi pada tingkat paling bawah; dengan ketentuan kolom K1 = kolom kiri bawah, K2 = kolom kanan bawah, K3 = kolom kanan atas, dan K4 = kolom kiri atas. Hasil gaya-gaya internal disajikan pada Tabel 8. Dari Tabel 8, tampak bahwa, walaupun nilai gaya-gaya oleh SNI Gempa 2002 masih lebih besar, namun selisih nilai gaya-gaya antara SNI Gempa 2012 dan SNI Gempa 2002 menjadi relatif kecil. Hal ini dikarenakan kombinasi pembebanan yang digunakan berbeda. Dalam hal ini kombinasi beban pada SNI Gempa 2012 memperhitungkan pengaruh gempa vertikal dan faktor redundansi struktur.

Tabel 7. Kombinasi beban yang digunakan sesuai SNI Gempa 2012 No Kombinasi 1 1,4 D 2 1,2 D + 1,6 L 3 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L + ρ E x + 0,3 ρ E y 4 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L + ρ E x - 0,3 ρ E y 5 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L - ρ E x + 0,3 ρ E y 6 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L - ρ E x - 0,3 ρ E y 7 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L + 0,3 ρ E x + ρ E y 8 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L - 0,3 ρ E x + ρ E y 9 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L + 0,3 ρ E x - ρ E y 10 (1,2 + 0,2 S DS ) D + 1,0 L - 0,3 ρ E x - ρ E y 11 (0,9-0,2 S DS ) D + ρ E x + 0,3 ρ E y 12 (0,9-0,2 S DS ) D + ρ E x - 0,3 ρ E y 13 (0,9-0,2 S DS ) D - ρ E x + 0,3 ρ E y 14 (0,9-0,2 S DS ) D - ρ E x - 0,3 ρ E y 15 (0,9-0,2 S DS ) D + 0,3 ρ E x + ρ E y 16 (0,9-0,2 S DS ) D - 0,3 ρ E x + ρ E y 17 (0,9-0,2 S DS ) D + 0,3 ρ E x - ρ E y 18 (0,9-0,2 S DS ) D - 0,3 ρ E x - ρ E y Kolom P u min (kn) Tabel 8. Perbandingan gaya-gaya pada kolom tingkat bawah SNI Gempa 2002 SNI Gempa 2012 P u maks (kn) M 2u (knm) M 3u (knm) P u min (kn) P u maks (kn) M 2u (knm) M 3u (knm) K1 132.59 1075.92-326,02-369,86 82.78 1129,42-305,82-348,80 K2 132.59 1075.92-326,02 369,86 82.78 1129,42-305,82 348,80 K3 132.59 1075.92 326,02 369,86 82.78 1129,42 305,82 348,80 K4 132.59 1075.92 326,02-369,86 82.78 1129,42 305,82-348,80 Dengan memperhatikan kecenderungan ini, walaupun tidak dilakukan analisis, maka untuk kota-kota dengan nilai S DS dan S D1 akibat SNI Gempa 2012 yang mengalami kenaikan dibandingkan dengan nilai-nilai S DS dan S D1 akibat SNI Gempa 2002, diprediksi akan terjadi kenaikan secara signifikan pula pada nilai gaya internal. Untuk itu, dengan diberlakukannya SNI Gempa 2012 ini perlu dilakukan evaluasi terhadap ketahanan struktur-struktur yang dibangun, terutama yang mengalami kenaikan nilai S DS dan S D1.

7. KESIMPULAN Perbandingan respons spektral percepatan dari SNI Gempa 2002 dan SNI Gempa 2012 untuk 22 kota telah dibahas dalam tulisan ini. Ada beberapa kota yang mengalami kenaikan ada pula yang mengalami penurunan nilai respons spectral percepatan baik pada perioda pendek maupun pada perioda 1 detik. Dari 22 kota yang ditinjau, kota Palu dan Semarang mengalami kenaikan respons spektral percepatan yang signifikan baik untuk perioda pendek maupun perioda 1 detik. Umumnya jika nilai spektra pada SNI Gempa 2012 lebih besar daripada nilai pada SNI Gempa 2002, maka perbedaan akan semakin besar jika kekerasan tanah meningkat. Artinya jika pada tanah lunak terdapat kenaikan nilai spektra percepatan, kenaikan nilai spektra percepatan akan lebih signifikan untuk kondisi tanah keras. Demikian pula jika nilai spektra pada SNI Gempa 2012 lebih kecil dibandingkan dengan nilai spektra percepatan pada SNI Gempa 2002, maka perbedaan akan semakin besar jika kekerasan tanah berkurang. Untuk melihat pengaruh gaya gaya gempa dan gaya internal yang terjadi dengan ditetapkannya SNI Gempa 2012, ditinjau suatu struktur yang dibangun di kota Denpasar pada kondisi tanah lunak. Dari hasil analisis, gaya geser dari SNI Gempa 2012 sama dengan 71,3% gaya geser akibat gempa yang dihitung dengan SNI Gempa 2002. Walaupun demikian, nilai-nilai gaya-internal yang terjadi tidak begitu besar perbedaannya. Hal ini dikarenakan kombinasi pembebanan pada SNI Gempa 2012 memperhitungkan pengaruh gempa vertikal dan faktor redundansi. Dengan memperhatikan hal ini, untuk kota-kota yang mengalami kenaikan spektra percepatan akibat SNI Gempa 2012, ada kemungkinan akan terjadi kenaikan yang signifikan pula pada nilai-nilai gaya internal struktur bangunan. Untuk itu, dengan diberlakukannya SNI Gempa 2012 ini perlu dilakukan evaluasi terhadap ketahanan struktur-struktur yang dibangun, terutama yang mengalami kenaikan nilai S DS dan S D1. PUSTAKA Arfiadi, Y dan Satyarno, I. (2013). Perbandingan spektra desain beberapa kota besar di Indonesia dalam SNI gempa 2012 dan SNI Gempa 2002, Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 7, Surakarta, 24-25 Oktober. Makalah no 233S, S299-S306. ASCE 7-05 (2005). Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, American Society of Civil Engineers, Reston, Virginia. ASCE/SEI 7-10 (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures, American Society of Civil Engineers, Reston, Virginia. Building Seismic Safety Council (2009) NEHRP Recommended Seismic Provisions for New Buildings and Other Structures (FEMA P-750), Federal Emergency Management Agency, Washington, D.C. Building Seismic Safety Council (2012) 2009 NEHRP Recommended Seismic Provisions: Design Examples: FEMA P-751, Washington, D.C. BSN (2012), SNI 1726:2012: Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Jakarta. Desain Spektra Indonesia, diakses 21 Maret 2013, http://puskim.pu.go.id/aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung, SNI 1726-2002, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Permukiman, Bandung. Irsyam, M., Sengara, IW. Aldiamar, F., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Hilman, D., Kertapati, E, Meilno, I., Asrurifak, M. Ridwan, M, dan Suhardjono (2010). Ringkasan hasil studi tim revisi peta gempa Indonesia 2010 (edisi 2). Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung. Luco, N. Elingwood, B.R., Hamburger, R.O., Hooper, J.D., Kimball, J.K., dan Kircher, C.A. (2007) Risk-targeted versus current seismic design maps for the conterminous United States. Proceedings 2007 Structural Engineering Association California (SEAOC) Convention, Lake Tahoe, CA., 163-175. Welt, T. (2010). Evaluation of contemporary design of reinforced concrete lateral resisting system using current performance objective assessment criteria, National Institute of Standards and Technology.

Lampiran 1: Hitungan beban gempa sesuai SNI 1726:2012