BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. gamelan, maka dapat membeli dengan pengrajin atau penjual. gamelan tersebut dan kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

PROSES PENYELESAIAN PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA STATUS WALI NIKAH YANG TIDAK SAH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dan saling berinteraksi. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa. adanya atau dengan membentuk sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Suatu individu ataupun masyarakat tidak akan tumbuh menjadi

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. harta warisan, kekayaan, tanah, negara, 2) Perebutan tahta, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

PROSES PELAKSANAAN PERKAWINAN ANGGOTA TNI-AD DAN PERMASALAHANNYA (Studi di Wilayah KOREM 074 Warastratama)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Negara. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa manusia itu adalah zoon politicon, yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian berorganisasi. Hidup bersama merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia dan hanya manusia-manusia yang mempunyai kelainan sajalah yang mampu hidup mengasingkan diri dari orang-orang lainnya. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan manusia untuk berkeluarga dan membentuk keluarga yang kekal abadi. Dapat diartikan bahwa perkawinan tersebut haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak dapat diputus begitu saja. Hanya kematianlah yang dapat memutuskan perkawinan tersebut. Bukan hanya itu saja perkawinan juga diharapkan dapat mencapai tujuan perkawinan yang sesuai dengan hukum yang berlaku serta sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Pembentukan keluarga yang bahagia itu erat hubungannya dengan keturunan, di mana pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Dengan demikian yang menjadi tujuan perkawinan 1 Lili Rasjidi, 1991, Hukum Perkawinan dan perceraian di Malaysia dan Indonesia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hal 1. 1

2 menurut perundang adalah untuk kebahagiaan suami isteri, untuk mendapatkan keturunan dan menegakkan keagamaan, dalam kesatuan keluarga yang bersifat parental (ke-orangtua-an). 2 Mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksananya, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan peraturan lainnya yang menyangkut mengenai perkawinan. Untuk pengertian perkawinan termuat dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974, menyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam KUHPer tidak memuat mengenai devinisi atau arti dari perkawinan, akan tetapi pemahaman mengenai perkawinan terdapat dalam Pasal 26 KUHPer dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa undang-undang memandang perkawinan hanya dalam hubungan perdata, dengan kata lain perkawinan hanya dilihat dari segi keperdataan dan mengabaikan segi keagamaan. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan mengenai perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya. Hal tersebut berarti untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan 2 Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandar Lampung: CV. Mandar Maju, Hal 22.

3 dalam Hukum Perkawinan Islam. Demikian juga untuk warga negara Indonesia yang bukan penganut agama Islam dalam perkawinanya harus berdasarkan ketentuan hukum agama dan kepercayaannya. Oleh karena itu, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dalam pelaksanaan perkawinan pada dasarnya mendasarkan pada ajaran agama sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Apabila dalam perkawinan tidak dapat memenuhi syarat-syarat perkawinan maka perkawinan tersebut merupakan perkawinan yang tidak sah dan dapat dibatalkan, maka perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Batalnya perkawinan tersebut diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dimana perkawinan dapat dibatalkan apabila perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Pembatalan perkawinan selain karena tidak terpenuhinya syarat-syarat perkawinan, dapat juga dikarenakan perkawinan yang telah dilangsungkan menggunakan wali nikah yang tidak sah sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974, menyatakan bahwa: Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua (2) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri. Apabila yang melangsungkan perkawinan para pihak beragama Islam, ketentuan mengenai wali nikah diatur dalam Pasal 20 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa: (1) Yang bertindak sebagai wali nikah alah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, Aqil dan Baligh

4 (2) Wali nikah terdiri dari: a. wali nasab; b. wali hakim. Wali dalam perkawinan adalah merupakan rukun artinya harus ada dalam perkawinan, tanpa adanya wali, perkawinan dianggap tidak sah. Terutama perkawinan dari orang yang belum mukallaf. Adapun yang menjadi dasar hukumnya ialah Hadist-hadist Nabi di bawah ini. a. Hadist Nabi: Barang siapa di antara perempuan yang nikah dengan tidak diijinkan oleh walinya, maka perkawinannya batal (Riwayat empat orang ahli hadist terkecuali Nasaii). b. Hadist Nabi: Janganlah menikahkan perempuan akan perempuan yang lain, dan jangan pula menikahkan seorang perempuan akan dirinya sendiri. (Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni). c. Hadist Nabi: Tidak sah nikah melainkan dengan wali, dan dua saksi yang adil. (H.R. Ahmad). 3 Dapat disimpulkan bahwa dalam melangsungkan perkawinan tanpa adanya wali nikah yang sah dan ijin dari wali maka perkawinan tersebut batal dan dianggap tidak pernah terjadi. Untuk menjadi wali pun ada syaratsyaratnya yakni orang baliqh, muslim, berakal sehat, laki-laki dan adil. 3 Soemiyati, 1986, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Hal 42.

5 Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Orang-orang yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan termuat dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, yaitu: Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, yaitu: a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri; b. Suami atau isteri; c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan; d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu diputus. Dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang tidak memenuhi syarat sah perkawinan salah satunya menggunakan wali nikah yang tidak sah dapat diajukan pembatalan perkawinan oleh keluarga, suami atau istri, pejabat yang berwenang sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 kepada Pengadilan yang berwenang, sesuai dengan kewenangan pengadilan tersebut. Apabila kedua pihak beragama Islam maka pengadilan yang berwenang ialah Pengadilan Agama sedangkan bagi yang selain Islam menjadi kewenangan Peradilan Umum. Misalnya dalam perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah para pihak tersebut beragama Islam, maka yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut adalah kewenangan Pengadilan Agama. Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam hal ini tertarik untuk mengkaji dan meneliti masalah pembatalan perkawinan dengan menyusun skripsi yang berjudul: PROSES PENYELESAIAN PERKARA

6 PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA STATUS WALI NIKAH YANG TIDAK SAH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Karanganyar). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah? 2. Bagaimana hakim dalam menentukan putusan atas perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah yang telah terbukti di Pengadilan Agama Karanganyar? 3. Bagaimana akibat hukum setelah perkawinan dibatalkan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis dalam melakukan penelitian ini mempunyai tujuan: 1. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Karanganyar dalam menentukan pembuktian atas perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 2. Untuk mengetahui bagaimana Hakim Pengadilan Agama Karanganyar dalam menentukan putusan atas perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 3. Untuk mengetahui akibat yang timbul setelah perkawinan dibatalkan.

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman, wawasan dan pengetahuan bagi pribadi penulis supaya lebih mengetahui mengenai pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 2. Manfaat Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan hukum, khususnya ilmu hukum yang mengatur mengenai pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 3. Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan masyarakat mengenai proses pelaksanaan perkawinan, khususnya mengenai syarat-syarat sahnya perkawinan. Sehingga masyarakat dalam melaksanakan perkawinan dapat memenuhi semua syarat perkawinan dan terhindar dari permasalahan pembatalan perkawinan karena tidak terpenuhinya salah satu syarat perkawinan. Dan dapat dijadikan pedoman mengenai pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah.

8 E. Kerangka Pemikiran Perkawinan merupakan perwujudan dari suatu bentuk kehidupan manusia. Dengan adanya perkawinan diharapkan dapat tercapainya tujuan perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang maupun aturan hukum dan sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Mengenai perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. Untuk agama Islam selain Undang-Undang tersebut diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat perkawinan serta sesuai dengan hukum masing-masing agamanya. Perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang No. 1 tahun 1974, yaitu: Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan Salah satu syarat melangsungkan perkawinan ialah menggunakan wali nikah yang sah, wali nikah tersebut diatur dalam Pasal 20 KHI, yakni: (1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, Aqil dan Baligh. (2) Wali nikah terdiri dari: a. Wali nasab; b. Wali hakim. Wali nasab terbagi menjadi empat kelompok dalam urutan kedudukannya, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.

9 1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. 2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. 3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. 4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. Menggunakan Wali Hakim apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan. Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut. Maka apabila dalam melangsungkan perkawinan menggunakan wali nikah yang statusnya tidak sah dapat dibatalkan. Pihak-pihak yang dapat membatalkan perkawinan tersebut sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 ialah: Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu: a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri b. Suami atau isteri c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-undang ini dan setiap orang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus

10 Dan pembatalan tersebut diajukan ke Pengadilan daerah dilangsungkannya perkawinan tersebut. Diatur dalam Pasal 25 Undang- Undang No. 1 tahun 1974, yaitu: Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau istri. Dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menentukan bahwa batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Seperti halnya kasus yang terjadi di Kabupaten Karanganyar ada perkara perkawinan yang menggunakan wali nikah yang tidak sah, diajukan pembatalan perkawinan oleh KUA sebagai pejabat yang berwenang ke Pengadilan Agama Karanganyar, keputusan mengenai batal atau tidaknya perkawinan tersebut adalah keputusan Hakim Pengadilan Agama Karangannyar dan dapat dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. F. Metode Penelitian Metode penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian dan penyusunan suatu karya ilmiah. Dengan metode penelitian akan terlihat jelas bagaimana suatu penelitian itu dilakukan. 4 Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 4 Suratman dan Philips Dillah, 2012, Metode Penelitian Hukum, Malang: Alfabeta, hal 106.

11 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif, dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. 5 Penelitian dengan metode pendekatan Normatif ini dilakukan untuk mengidentifikasi asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan proses pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. Sehingga dapat diketahui kedudukan hukum terhadap proses penyelesaian sengketa pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 2. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan oleh penulis ialah Deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, 6 berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Sehingga penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara menyeluruh, rinci, dan sistematif mengenai pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 3. Jenis dan Sumber Data a. Studi Pustaka Mencari data sekunder dengan menggunakan bahan-bahan yang meliputi: 5 Khudzaifah Dimyati,2014, Metode Penelitian Hukum, Surakarta, Fakultas Hukum UMS, Hal 7. 6 Soerjono soekanto,1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, Hal 10

12 1) Bahan Hukum Primer Merupakan bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar peraturan perundang-undangan, terdiri dari: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) c) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan d) Peraturan Pemerintah N. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan e) Yurisprudensi 2) Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur serta Jurnal-jurnal ilmiah yang ada hubungannya dengan proses pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah, dan responden lapangan. 3) Bahan Hukum Tersier Merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa Kamus Hukum, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Arab Indonesia dan lainnya.

13 b. Data Primer Data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama). Tentunya perlu melakukan penelitian terjun ke lapangan. 1) Lokasi Penelitian Dalam penulisan penelitian ini, penulis melakukan penelitian di Pengadilan Agama Karanganyar. Sebab di Pengadilan tersebut terdapat kasus pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 2) Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian kasus pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah di Pengadilan Agama Karanganyar, salah satunya ialah hakim yang telah menangani kasus tersebut. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan oleh penulis dikumpulkan melalui dua cara yaitu: a. Studi Kepustakaan Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan dengan jalan mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangundangan dan bahan hukum sekunder yang berasal dari beberapa literatur yang terkait dengan permasalahan yang dikaji serta bahan hukum tersebut dipelajari dan dikaji dengan pedoman atau landasan dalam menyusun dan melakukan penelitian.

14 b. Studi Lapangan 1) Membuat Daftar Pertanyaan Penulis mempersiapakan beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. 2) Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data primer dengan jalan mengadakan komunikasi dengan narasumber. Untuk mendapatkan data tersebut penulis terjun langsung ke lokasi penelitian kemudian mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian yaitu dengan hakim yang menangani perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah di Pengadilan Agama Karanganyar. 5. Metode Analisis Data Penulis menggunakan metode analisis data secara Kualitatif. Analisis Kualitatif dilakukan dengan menganalisis data yang meliputi peraturan perundang-undangan, literatur, yurisprudensi yang berkaitan dengan perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah. Kemudian akan dihubungkan dengan data-data yang diperoleh dari studi lapangan yang berupa hasil wawancara dengan hakim yang telah menangani perkara tersebut, kemudian dilakukan pengumpulan dan analisis secara kualitatif serta menguraikanya dengan kalimat yang teratur dan jelas sehingga selanjutnya dapat ditarik kesimpulan.

15 G. Sistematika Skripsi Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini, penulis menyusus sistematika skripsi terdiri dari empat bab, kemudian tiap bab terbagi menjadi sub bab. Sistematika skripsi tersebut adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kerangka Pemikiran F. Metode Penelitian G. Sistematika Skripsi BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pembatalan Perkawinan Karena Status Wali Nikah yang Tidak Sah 1. Pengertian Perkawinan 2. Pengertian Pembatalan Perkawinan 3. Status Wali Nikah 4. Macam-Macam Wali Nikah B. Tinjauan Tentang Proses Pemeriksaan Perkara di Pengadilan Agama 1. Menyusun Surat Gugatan 2. Cara Mengajukan Gugatan

16 3. Pemanggilan Para Pihak 4. Pemeriksaan Perkara a. Perdamaian b. Pembacaan Gugatan c. Jawaban Gugatan d. Replik e. Duplik 5. Pembuktian a. Pengertian Pembuktian b. Beban Pembuktian c. Alat Bukti d. Penilaian Pembuktian e. Kesimpulan Pembuktian 6. Putusan a. Pengertian Putusan b. Macam-Macam Putusan c. Kekuatan Mengikat Putusan d. Pertimbangan Putusan Hakim BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah

17 2. Hakim dalam dalam menentukan putusan atas perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah telah terbukti di Pengadilan Agama Karanganyar 3. Akibat hukum setelah perkawinan dibatalkan B. Pembahasan 1. Pembahasan terhadap Pertimbangan hakim dalam menentukan pembuktian perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah 2. Pembahasan terhadap Hakim dalam dalam menentukan putusan atas perkara pembatalan perkawinan karena status wali nikah yang tidak sah telah terbukti di Pengadilan Agama Karanganyar 3. Pembahasan terhadap Akibat hukum setelah perkawinan dibatalkan BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran