PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PEMERINTAH DAERAH SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 3 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH TENTANG I R I G A S I BAPPEDA KABUPATEN TANA TORAJA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR: 7 TAHUN 2003 SERI: E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2003

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

NO SERI. C PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2004 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2008 NOMOR 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBONG,

QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI BISMILLAHIRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Transkripsi:

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat yang sesuai sifatnya, selalu mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah, sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah; b. bahwa fungsi irigasi memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan; c. bahwa untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 Tentang Pengairan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lampiran huruf C. Pembagian Urusan Pemerintahan Umum dan Penataan Ruang ke 1 huruf b. bahwa pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1000 ha dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota yang merupakan kewenangan Kabupaten sehingga perlu ditetapkan dengan peraturan daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Irigasi; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 1

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang undang nomor 9 tahun 2015 tentang perubahan ke dua atas undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARAWANG DAN BUPATI KARAWANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IRIGASI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Karawang. 2. Bupati adalah Bupati Karawang. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Dinas adalah dinas yang membidangi pengelolaan irigasi di Daerah. 5. Air adalah semua air yang terdapat didalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut. 6. Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah. 7. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. 8. Sistem Irigasi adalah satu kesatuan sistem yang meliputi prasarana irigasi, 2

air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumberdaya manusia. 9. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. 10. Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah dan mutu, sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya. 11. Pengaturan Air Irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi. 12. Pembagian Air Irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dan/atau sadap dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder sesuai kebutuhan. 13. Penggunaan Air Irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan. 14. Pemberian Air Irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier dan keperluan lainnya. 15. Pembuangan Air Irigasi yang selanjutnya disebut drainase adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu. 16. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. 17. Jaringan Primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya. 18. Jaringan Sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran sekunder, saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya. 19. Jaringan Tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya. 20. Pertanian adalah budidaya pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. 21. Waker adalah Tenaga Penjaga/Pengaman/Pemelihara Saluran Irigasi. 22. Perkumpulan Petani Pemakai Air Mitra Cai yang selanjutnya disebut P3A Mitra Cai adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. 23. Gabungan P3A Mitra Cai yang selanjutnya disebut GP3A Mitra Cai adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan Air Irigasi dan Jaringan Irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder atau satu Daerah 3

Irigasi. 24. Induk P3A Mitra Cai yang selanjutnya disebut IP3A Mitra Cai adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan Air Irigasi dan Jaringan Irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer atau satu Daerah Irigasi. 25. Masyarakat Petani adalah kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang pertanian, baik yang telah tergabung dalam organisasi P3A/GP3A/IP3A Mitra Cai maupun petani lainnya yang belum tergabung dan/atau tidak tergabung dalam organisasi P3A/GP3A/IP3A Mitra Cai. 26. Komisi Irigasi Kabupaten adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil Pemerintah Daerah, wakil P3A Mitra Cai tingkat daerah irigasi dan wakil pengguna jaringan irigasi. 27. Forum Koordinasi Daerah Irigasi adalah sarana konsultasi dan komunikasi antara wakil P3A/GP3A/IP3A Mitra Cai, wakil pengguna jaringan, dan wakil Pemerintah Daerah dalam rangka pengelolaan irigasi yang jaringannya berfungsi multiguna pada suatu daerah irigasi. 28. Aset Irigasi adalah jaringan irigasi dan pendukung pengelolaannya. 29. Pengelolaan Aset Irigasi adalah proses manajemen yang terstruktur untuk perencanaan pemeliharaan dan pendanaan sistem irigasi guna mencapai tingkat pelayanan yang ditetapkan dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi, dengan pembiayaan pengelolaan aset irigasi seefisien mungkin. 30. Pengembangan Jaringan Irigasi adalah kegiatan pembangunan jaringan irigasi baru dan/atau peningkatan jaringan irigasi yang sudah ada. 31. Pembangunan Jaringan Irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum ada jaringannya. 32. Peningkatan Jaringan Irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan irigasi yang sudah ada atau menambah luas areal pelayanan pada jaringan irgasi yang sudah ada, dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi. 33. Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi. 34. Operasi Jaringan Irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. 35. Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu berfungsi dengan baik, guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. 36. Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. 4

Pasal 2 Irigasi dikelola berdasarkan asas partisipatif, berwawasan lingkungan, kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, transparansi dan akuntabilitas. Pasal 3 (1) Peraturan Daerah Irigasi dimaksudkan sebagai pengaturan dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten. (2) Pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada bertujuan untuk mengatur pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di Daerah secara efektif, efisien, terarah dan berkelanjutan, dalam bidang pertanian dan kepentingan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Pasal 4 Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan, perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Pasal 5 (1) Untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi dalam merumuskan kebijakan pengelolaan irigasi, Bupati membentuk : a. Komisi Irigasi Kabupaten; dan b. Forum Koordinasi Daerah Irigasi, untuk daerah irigasi multiguna pada satu Daerah Irigasi. (2) Ketentuan mengenai pembentukan Komisi Irigasi Kabupaten dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi sebagaimana dimaksud pada ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah desa, dan/atau P3A dalam pengembangan dan pengelolaan Sistem Irigasi, berdasarkan kesepakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengaturan kerjasama sebagaimana dimaksud pada dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama. Pasal 7 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, dapat ditugas pembantukan kepada Pemerintah Desa, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5

BAB II PENGELOLAAN AIR IRIGASI Bagian Kesatu Penyediaan Air Irigasi dan Rencana Tata Tanam Pasal 8 (1) Penyediaan air irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama, untuk memberikan perlindungan dan jaminan hak guna pakai air untuk irigasi, dan direncanakan berdasarkan pada ketersediaan air pada sumbernya yang digunakan sebagai dasar penyusunan rencana tata tanam. (2) Penyediaan air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian yang optimal dengan tetap memperhatikan keperluan lainnya. (3) Penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud pada dapat diberikan sampai batas tertentu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. (4) Penyediaan air irigasi dilakukan berdasarkan rencana tata tanam yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten dengan mempertimbangkan usulan P3A Mitra Cai. (5) Dalam hal pelaksanaan tanam menyimpang dari rencana tata tanam yang telah ditetapkan, petani yang bersangkutan tidak berhak mendapatkan air irigasi. Bagian Dua Optimalisasi Pemanfaatan Air Irigasi Pasal 9 (1) Dalam penyediaan air irigasi, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengupayakan: a. Optimalisasi pemanfaatan air irigasi pada daerah irigasi atau antar daerah irigasi; b. Keandalan ketersediaan air irigasi serta pengendalian dan perbaikan mutu air irigasi dalam rangka penyediaan air irigasi. (2) Dalam hal terjadi kekeringan pada sumber air dan/atau kondisi tertentu yang mengakibatkan diperlukannya substitusi atau suplesi air irigasi, Pemerintah Daerah bekerjasama dengan instansi terkait mengupayakan tambahan pasokan air irigasi dari sumber air lainnya atau melakukan penyelesaian pengaturan air irigasi, setelah mempertimbangkan masukan dari Komisi Irigasi. (3) Dalam hal penyediaan tambahan air sebagaimana dimaksud pada tidak terpenuhi, Bupati sesuai dengan kewenangannya meninjau dan menetapkan kembali rencana penyediaan air irigasi sesuai dengan asas keadilan dan keseimbangan serta mengupayakan agar tanaman tidak terjadi puso. Pasal 10 Pengelolaan kualitas Air Irigasi dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan jaringan irigasi, melalui : a. penetapan kelas air dan baku mutu air pada jaringan irigasi; b. pemantauan kualitas air pada jaringan irigasi; 6

c. pengendalian dan penanggulangan pencemaran air pada jaringan irigasi;dan d. perbaikan fungsi lingkungan untuk mengendalikan kualitas air irigasi. Pasal 11 (1) Pembinaan dan pengawasan meliputi kegiatan: a. pemantauan dan evaluasi agar sesuai dengan norma, standar, pedoman dan manual; b. pelaporan; c. pemberian rekomendasi; dan d. penertiban. (2) Pemerintah Daerah melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada dengan melibatkan peran masyarakat, dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang. (3) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada, Pemerintah Daerah menyediakan informasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi secara terbuka untuk umum. (4) Pemerintah Daerah di dalam pengendalian pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, harus mendukung keberlanjutan sistem irigasi. BAB III LARANGAN Pasal 12 Setiap orang dan/atau badan hukum dilarang : a. menyadap air dari saluran pembawa, selain pada tempat yang telah ditentukan; b. menggembalakan dan menambatkan ternak besar pada atau di atas jaringan irigasi; c. membuang benda padat dengan atau tanpa alat mekanis yang dapat berakibat menghambat aliran, mengubah sifat air serta merusak bangunan jaringan irigasi, beserta tanah turutannya; d. membuat galian atau membuat selokan panjang, saluran dan bangunan-bangunannya di daerah sempadan jaringan irigasi, yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran dan mengganggu stabilitas saluran serta bangunannya; e. merusak dan/atau mencabut tanaman pelindung yang ditanam pada tanggul saluran dan pada tanah turutan bangunan-bangunannya; f. menanam jenis tanaman tertentu pada tanggul dan/atau tanah turutan bangunan yang dapat merusak tanggul; g. menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya air irigasi dengan cara apapun; h. mendirikan bangunan di dalam daerah sempadan saluran kecuali bangunan yang mendukung peningkatan irigasi; i. melakukan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi drainase; 7

j. merusak bangunan, pintu air dan/atau saluran irigasi yang telah dibangun; k. menambah dan/atau merubah fungsi pada bangunan fasilitas sumur pompa. BAB IV PENYIDIKAN Pasal 13 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran peraturan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pelanggaran peraturan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pelanggaran peraturan daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang pelanggaran peraturan daerah; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pelanggaran peraturan daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pelanggaran peraturan daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran peraturan daerah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 8

BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 14 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, d i p i d a n a d e n g a n pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada merupakan pelanggaran. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. Pasal 16 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Karawang. Ditetapkan di Karawang pada tanggal 31 Oktober 2016 BUPATI KARAWANG, Diundangkan di Karawang pada tanggal 31 Oktober 2016 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KARAWANG, ttd CELLICA NURRACHADIANA ttd TEDDY RUSFENDI SUTISNA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2016 NOMOR : 11. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, ttd KIKI SAUBARI NIP. 19590125 198503 1 003 NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT :( 12/168/2016) 9

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI I. UMUM Bahwa air sebagai sumber kehidupan masyarakat yang sesuai sifatnya, selalu mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah, sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah memiliki keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing guna kesejahteraan penduduk kota/kabupaten tersebut. Dengan demikian, pengaturan mengenai pengairan meskipun sudah ada pada berbagai peraturan perundangan, namun perlu disesuaikan kembali dengan kondisi, kebutuhan, dan potensi daerah yang bersangkutan. Perkembangan pembangunan di Kabupaten Karawang yang memanfaatkan lahan dan air jangan sampai merugikan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, pemanfaatannya perlu dikendalikan, baik sejak pengambilan sampai pembuangan serta sarana dan prasarananya perlu dipelihara dan pemanfaatannya perlu dikendalikan agar tidak berbalik menjadi bencana. Pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya ini mencakup ruang lingkup yang luas, yang meliputi pengaturan air untuk irigasi; pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, saluran, waduk, dan sebagainya; pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air dan sebagainya. Fungsi irigasi memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Istilah-istilah yang dirumuskan dalam Pasal ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman pengertian dan menghindari perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini. 10

Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Kepentingan lainnya adalah pemanfaatan air irigasi untuk kegiatan ekonomi produktif, seperti perikanan karamba, air baku, dan lain-lain. ayat (3) ayat (4) ayat (5) 11

Pasal 9 ayat (3) Pasal 10 Pasal 11 ayat (3) ayat (4) Pasal 12 Pasal 13 ayat (3) ayat (4) 12

Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 13