I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan anak juga memiliki hak untuk ikut berpartisipasi dalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dipenuhi demi perkembangan dan pertumbuhannya. kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya.

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan masalah sosial yang perlu segera diatasi, secara kualitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS KEPADAANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUALMELALUI UPAYA REHABILITASI (STUDI KASUS DI PUSAT PELAYANANTERPADU SERUNI)

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Children Crisis Centre (CCC) Lampung adalah sebuah organisasi sosial yang

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

-2- dialami pihak korban dalam bentuk pemberian ganti rugi dari pelaku atau Orang Tua pelaku, apabila pelaku merupakan Anak sebagai akibat tindak pida

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SALINAN BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 53 TAHUN No. 53, 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga,

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selain itu tidak bisa dipungkiri bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan

BAB V PENUTUP. Meningkatnya pendapatan negara dari sektor pariwisata di Thailand merupakan. menyumbang sebagian besar dari pendapatan nasional negara.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KOMISI PENYELENGGARA PERLINDUNGAN ANAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Perkosaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang

BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki.

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan saat ini bukan merupakan suatu hal baru lagi untuk

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

PENANGANAN KASUS PENCABULAN PADA ANAK (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polresta Surakarta Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. nasional, anak-anak Indonesia perlu diikutsertakan baik dimulai dari proses

BAB I PENDAHULUAN. kenyamanan dalam rangka menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan banyak berkembang di negara-negara dunia ketiga (negara berkembang). Dalam menjalankan konsep good governance terdapat aktor-aktor yang terlibat meliputi pemerintah (government), swasta (market) dan masyarakat (civil society). Civil society menjadi aktor penting guna menciptakan sistem pemerintahan yang baik. Keterlibatannya dalam kegiatan pemerintahan adalah untuk membantu memberikan masukan penyelesaian permasalahan publik yang ada di masyarakat kepada pemerintah. Bentuk keterlibatan civil society dapat dilihat dari banyaknya organisasiorganisasi non pemerintah (non government organizations) atau dikenal juga sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang beroperasi di Indonesia saat ini untuk mengadvokasi dan melayani berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Menurut Hikam (1999:256) berbicara tentang LSM tidak bisa dipisahkan dari civil society karena LSM adalah tulang punggung dari civil society yang kuat dan mandiri.

2 Salah satu permasalahan di masyarakat yang banyak ditangani oleh LSM adalah permasalahan-permasalahan sosial anak seperti kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak (ESKA). Alasan dibentuknya LSM tersebut adalah membantu masyarakat dalam menangani permasalahan yang terjadi terhadap anak-anak tersebut yang tidak bisa terselesaikan oleh pemerintah sendiri. Kekerasan baik secara fisik maupun psikologis merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak asasi seseorang. Namun saat ini kekerasan menjadi isu yang sangat krusial di Indonesia karena banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak yang terjadi. Selain kekerasan, isu ESKA terhadap anak perempuan juga menjadi permasalahan yang terjadi saaat ini dan harus diatasi. Beberapa faktor yang menyebabkan anak-anak terutama anak perempuan seringkali menjadi korban kekerasan dan ESKA adalah karena anak-anak cenderung lemah tidak bisa melakukan perlawanan. Selain itu, kurangnya pengawasan dalam upaya perlindungan terhadap anak-anak baik oleh masyarakat dan pemerintah sendiri. Padahal sudah ada kebijakan-kebijakan dari pemeritah baik itu undang-undang maupun peraturan daerah mengenai perlindungan terhadap anak-anak serta kebijakan yang mengatur mengenai hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak-anak dari pemerintah. Sedangkan faktor menyebabkan anak terlibat ESKA biasanya karena faktor ekonomi dan pengaruh lingkungan anak. Akan tetapi yang terjadi saat ini, kasus kekerasan dan ESKA masih sering terjadi. Sehingga hal ini perlu mendapatkan upaya serius dalam hal penanganannya.

3 Di Indonesia, tidak semua anak menikmati hak-haknya sebagai anak. Menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka dari itu anak-anak seharusnya mendapatkan perlindungan dari berbagai tindak kekerasan dan perlakuan kasar lainnya, berhak menjalani masa kanak-kanaknya, dan berhak mendapatkan pelayanan serta keadilan dari pemerintah. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak dan ESKA yang terjadi di Indonesia dianggap salah satu indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang baik itu keluarga maupun dari pemerintah sebagai tempat berlindung. Permasalahan publik yang dihadapi dan perlu ditangani oleh pemerintah saat ini sangat kompleks sedangkan kapasitas pemerintah untuk menangani permasalahan publik tersebut terbatas sehingga menyebabkan tidak semua permasalahan tersebut diatasi secara maksimal oleh pemerintah. Hal itulah yang menyebabkan diperlukan aktor lain untuk membantu pemerintah dalam menangani permasalahan-permasalahan publik yang ada di masyarakat tersebut. Dalam hal ini permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak merupakan salah satu permasalahan sosial yang ada di masyarakat yang perlu ditangani oleh pemerintah secara serius. Namun penanganan permasalahan tersebut belum optimal dilakukan oleh pemerintah saja. Ada banyak kasus kekerasan dan ESKA yang terjadi tetapi tidak terdata untuk ditangani oleh pemerintah. Hal tersebut terjadi karena nilai dan norma yang ada di masyarakat

4 yang tidak memungkinkan bagi korban kekerasan maupun ESKA untuk menceritakan bahkan melaporkan permasalahan yang dialami tersebut kepada masyarakat di sekitarnya maupun kepada pemerintah untuk diselesaikan. Padahal masalah tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan masa depan anak yang bisa merusak kesejahteraan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Pemerintah berperan dalam menciptakan suatu perangkat hukum yang memadai dan menjamin hak-hak anak terpenuhi secara baik. Melalui perlindungan hak-hak anak yang menjadi korban tindak pidana penganiayaan dalam keluarga maupun di lingkungan sosialnya maka akan dapat menciptakan suatu lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak, terutama untuk anak-anak yang pernah menjadi korban tindak pidana penganiayaan dalam keluarga, maupun dari lingkungannya agar tetap dapat menjadi aset bangsa yang dapat dibanggakan dan harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi. Pemerintah melalui Dinas Sosial dan Kepolisian sudah berupaya mengatasi kekerasan maupun eksploitasi seksual komersial terhadap anak (ESKA) yang terjadi tersebut melalui pengidentifikasian dan penyelesaian kasus-kasus yang terjadi. Namun untuk mengatasi masalah yang terjadi pada anak-anak tersebut perlu adanya upaya dari masyarakat untuk melakukan pengawasan kemudian melaporkan kepada pihak kepolisian jika terjadi tindak kekerasan maupun ESKA untuk ditangani lebih lanjut. Dalam mewujudkan dan mendukung peran pemerintah tersebut agar berjalan dengan baik serta terciptanya keadilan sosial bagi anak-anak maka keberadaan aktor lain selain pemerintah salah satunya adalah LSM mengingat upaya dari pemerintah saja tidak cukup maka LSM

5 diharapkan dapat berperan dalam membantu pemerintah maupun masyarakat sehingga permasalahan kekerasan dan ESKA bisa menurun melalui partisipasi aktif dari masyarakat dan anak-anak yang pernah menjadi korban kekerasan maupun ESKA bisa diberdayakan ke arah yang lebih positif. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih, Berdasarkan data tahun 2014, Kota Bandar Lampung rawan kasus kekerasan terhadap anak. Dalam kurun waktu Januari hingga April 2014 sudah terjadi 29 kasus dengan 22 korban. Sementara berdasarkan data Polda Lampung, total kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi hingga bulan Juni 2014 ada 67 kasus. Puluhan kasus itu bervariasi mulai pencabulan hingga pengeroyokan. Rinciannya 33 kasus masih dilakukan penyelidikan, 29 kasus sudah masuk penyidikan, serta kasus damai di Polda Lampung dua kasus dan Polresta Bandar Lampung dua kasus. (http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/70334-kota-rawankasus-anak diakses pada 5 April 2015) Selama tahun 2014 Polresta Bandar Lampung menangani kejahatan terhadap perempuan dan anak sebanyak 179 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus paling banyak yang ditangani oleh Polresta Bandar Lampung adalah kasus pencabulan terhadap anak-anak dengan jumlah 100 kasus dan dengan penyelesaian proses hukumnya sebanyak 72 kasus. Sedangkan jumlah kasus perkosaan yang terjadi pada tahun 2014 adalah sebanyak empat kasus dan untuk penyelesaian kasus yang dilakukan mencapai empat kasus. (http://www.tribunnews.com/regional/2015/01/02/kasus-pencabulan-terbanyak-dibandar-lampung diakses pada 27 April 2015)

6 Children Crisis Centre (CCC) Lampung adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang dideklarasikan tanggal 13 Maret 2007. Pendirian CCC Lampung merupakan jawaban terhadap kebutuhan masyarakat akan sebuah organisasi yang peduli terhadap masalah anak. Khususnya anak korban kekerasan, eksploitasi anak khususnya eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), anak yang berhadapan dengan hukum hingga masalah trafficking anak di Kota Bandar Lampung. Alasan sosial adanya keterlibatan CCC Lampung dalam mengatasi permasalahan kekerasan ESKA di Kota Bandar Lampung adalah karena banyaknya jumlah anak korban kekerasan dan eksploitasi seksual komersial setiap tahunnya di Kota Bandar Lampung. Keprihatinan terhadap kasus kekerasan dan eksploitasi seksual komersial yang terjadi pada anak-anak tersebut mendorong berdirinya organisasi sosial yang peduli terhadap hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan dan ESKA. Sehingga perlunya keberadaan dan peran serta dari CCC Lampung sebagai lembaga swadaya masyarakat dalam memberikan perlindungan pemenuhan, dan penghormatan terhadap hak-hak anak korban kekerasan dan eksploitasi seksual komersial tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 6 tahun 2006 tentang Pelayanan Terpadu terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak kekerasan, lembaga pelayanan yang melaksanakan pelayanan terpadu terhadap perempuan dan anak korban tindak kekerasan dilaksanakan oleh lembaga pelayanan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah maupun lembaga non pemerintah yaitu organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang advokasi serta pelayanan

7 terhadap korban kekerasan bagi perempuan maupun anak-anak. Hal inilah yang menjadi alasan yuridis bagi CCC Lampung untuk terlibat dalam penanganan permasalahan berbagai bentuk kekerasan baik dari kekerasan fisik hingga kekerasan seksual terhadap anak-anak. Dalam konsep good governance, CCC Lampung sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat merupakan salah satu dari aktor selain negara (pemerintah) dan swasta, yaitu civil society. Untuk mengatasi permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) perlu melibatkan peranan LSM sebagai aktor yang bergerak di akar rumput sehingga anak-anak yang seharusnya dilindungi dan dijaga hak-haknya sebagai warga negara oleh pemerintah bisa terbebas dari permasalahan yang berdampak negatif tersebut. Dalam menjalankan perannya dari awal berdiri hingga tahun 2014 CCC Lampung banyak berupaya melakukan pendampingan terhadap anak yang mengalami kasus kekerasan dan EKSA. Namun masih banyak kasus-kasus serupa yang belum terdata dan teridentifikasi oleh LSM ini. Jika dilihat dari jumlah dan jenis kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kota Bandar Lampung masih tinggi. Berikut data jenis dan jumlah kekerasan terhadap anak di Kota Bandar Lampung yang tercatat dan ditangani oleh CCC Lampung tahun 2011-2015 sebagai berikut. Tabel 1. Jumlah Pendampingan Kasus Kekerasan Tahun 2011-2015 di Kota Bandar Lampung No Korban 2011 2012 2013 2104 2015 1 Anak-anak 20 30 30 30 6 Jumlah 20 30 30 30 6 Sumber: Children Crisis Centre (CCC) Lampung, 2015

8 Berdasarkan catatan CCC Lampung tersebut, terlihat bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang didampingi oleh CCC Lampung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan hingga tahun 2014. Pada tahun 2015 dari enam kasus kekerasan seksual pada anak yang ditangani terdapat tiga anak di Kelurahan Way Lunik Kecamatan Panjang. Berdasarkan koran harian Radar Lampung edisi 9 Oktober 2015 disebutkan bahwa korban pelecehan seksual mencapai belasan anak namun jumlah korban yang melapor ke Polresta Bandar Lampung hanya tiga anak sehingga penanganan dan pendampingan kasus yang bisa dilakukan CCC Lampung hanya tiga anak. Children Crisis Centre (CCC) Lampung sendiri sebagai LSM yang bergerak dalam menangani permasalahan anak-anak mendata setiap tahunnya lebih dari 50 anak di bawah umur menjadi korban eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), dan lebih dari 200 anak menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan semenjak tahun 2010 sampai 2014 CCC Lampung sudah mendampingi 160 anak yang menjadi korban ESKA di Kota Bandar Lampung. Namun permasalahanpermasalahan yang terdata dan teridentikasi tersebut merupakan bagian kecil dari keseluruhan fakta atau kasus yang ada. Fenomena kekerasan dan ESKA juga merupakan sebuah fenomena yang tersembunyi dan sulit terungkap. Hal tersebut menunjukkan bahwa permasalahan sosial yang terjadi pada anak-anak saat ini sangat kompleks sehingga perlu penanganan lebih serius agar permasalahan tersebut tidak semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan permasalahan di atas, data menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan ESKA di Kota Bandar Lampung masih tinggi setiap

9 tahunnya. Namun dari kasus yang sudah terdata tersebut masih banyak kasus yang tidak teridentikasi untuk ditangani baik oleh pemerintah maupun oleh LSM yang bergerak dalam penanganan permasalahan anak-anak termasuk oleh CCC Lampung. Hal tersebut dikarenakan dalam penanganan permasalahan tersebut diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Sehingga peran LSM sebagai bagian dari civil society dalam membantu masyarakat untuk mengatasi masalah ini sangat penting. Selain itu masih tingginya jumlah kasus tersebut menunjukkan bahwa peranan yang dilakukan oleh CCC Lampung sebagai LSM yang mengatasi kasus kekerasan dan ESKA masih perlu dilakukan peningkatan dan pengoptimalan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap peranan yang dilakukan oleh CCC Lampung sebagai civil society dalam mengatasi kekerasan dan ESKA tersebut di Kota Bandar Lampung. Dengan adanya peranan yang dilakukan oleh CCC Lampung sebagai civil society dalam mengatasi masalah tersebut maka tujuan good governance dapat dicapai. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan Children Crisis Centre (CCC) Lampung dalam mengatasi kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak di Kota Bandar Lampung? 2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Children Crisis Centre (CCC) Lampung dalam mengatasi kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anakanak di Kota Bandar Lampung?

10 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan Children Crisis Centre (CCC) Lampung dalam mengatasi kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak di Kota Bandar Lampung 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi oleh Children Crisis Centre (CCC) Lampung dalam mengatasi kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak di Kota Bandar Lampung D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan dalam kajian Ilmu Administrasi Publik khususnya mengenai peranan civil society dalam mewujudkan good governance 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi pemerintah maupun organisasi nonpemerintah lainnya dalam mengatasi permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak-anak