BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) bagi pasien (Depkes, 2006). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati Bantul merupakan rumah sakit tipe B pendidikan, milik pemerintah daerah Kabupaten Bantul yang didirikan tahun 1953. RSUD Panembahan Senopati Bantul merupakan rumah sakit pusat rujukan bagi puskesmas, puskesmas pembantu dan sarana pelayanan kesehatan lainnya yang berada di wilayah Bantul yang bertujuan menjadi rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan secara cepat dan tepat sesuai standar pelayanan rumah sakit dengan didukung sumber daya manusia yang profesional. RSUD Panembahan Senopati Bantul mempunyai kapasitas 259 tempat tidur, dengan jumlah tenaga kerja 627 orang dengan rincian tenaga struktural 21 orang, dokter 37 orang, paramedis (bidan dan perawat) 190 orang, tenaga fungsional lain 123 orang, tenaga non kesehatan 58 orang, tenaga kontrak umum 191 orang, tenaga part time (rohaniawan) tujuh orang. Rumah sakit ini memberikan pelayanan kesehatan meliputi unit pelayanan spesialis obsgyn, penyakit dalam, THT, anak, bedah, radiologi, neurologi, kulit dan kelamin, mata, gigi dan mulut, syaraf, jiwa, laboratorium klinik dan mikrobiologi serta poli umum (RSUD Bantul, 2010). Di Indonesia, pola penyakit yang terjadi di rumah sakit mengalami pergeseran, dimana penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun sedang penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular meningkat jumlahnya. Perubahan pola penyakit ini disebabkan adanya peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar sehingga berakibat
peningkatan prevalensi penyakit degeneratif. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ada di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Berdasarkan data dari rekam medik, saat ini DM menduduki peringkat ke-3 dari 10 penyakit terbesar di unit rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul. Sepuluh penyakit terbanyak peserta rawat jalan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sepuluh penyakit terbanyak peserta rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul 01/01/2010-31/12/2010 Jenis Penyakit Jumlah Peserta* Hipertensi 13379 Low Back Pain 10069 Diabetes Melitus 8071 Dyspepsi 5382 Primary Respiratory Tuberculosis 4629 Arthrosis 3657 Post Operasi 3351 Dizziness and Giddiness 2837 Heart Disease 2706 Urinary Tract Infection 2584 Sumber : RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2010 *Jumlah tersebut mencakup peserta umum, Askessos, Askeskin, Jamsostek. DM akan menjadi masalah global di masa depan, ini tidak hanya masalah kesehatan, tapi juga sosio ekonomi yang akan membebani penderitanya, keluarga bahkan negara. Di sisi lain penanganan terhadap DM dirasakan masih belum begitu memuaskan. Komplikasi jangka panjang DM dan penurunan kualitas hidup penderitanya belum berhasil dihentikan, kenyataan tersebut memberi isyarat bahwa DM belum sepenuhnya dapat dipahami, sehingga perlu usaha lebih keras dalam mengatasinya (Laakso, 2001). Penyakit DM merupakan penyakit kronis yang jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai komplikasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penderita DM harus benar-benar memperhatikan penanganan penyakit ini sehingga komplikasi dapat dihindari. Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronis, diperlukan pengendalian DM yang baik. Prevalensi diabetes pada populasi Asia telah meningkat cepat dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2007,
lebih dari 110 juta orang Asia menderita diabetes, seiring dengan obesitas yang meningkat tajam dan perubahan gaya hidup (Chan et al., 2009). Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, diperoleh bahwa prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data PT. Askes (2011), dari sekitar 16 juta peserta Askes terdapat kurang lebih 362.099 penderita DM. Peserta Askes yang menderita penyakit DM paling banyak berusia 40 tahun. DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau keduanya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Sekitar 90% kasus diabetes yang ada di dunia termasuk dalam golongan diabetes tipe 2 (PERKENI, 2006). Penyakit DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi saja tapi obat yang digunakan juga harus sesuai dengan standar pengobatan DM. Tersedianya puluhan ribu obat memberikan masalah tersendiri dalam pelayanan kesehatan, terutama menyangkut bagaimana memilih dan menggunakan obat secara benar dan aman. Secara umum masalah obat adalah masih terbatasnya pengetahuaan masyarakat dalam hal obat, ada kecenderungan pengertian masyarakat bahwa obat yang bermutu adalah obat yang mahal dengan kemasan yang mewah. Selain itu masalah belum merata serta terjangkaunya harga obat oleh sebagian besar masyarakat golongan menengah ke bawah, disebabkan karena kemampuan ekonomi yang masih belum memadai serta keterjangkauan pemerataan yang masih terbatas (Depkes, 2000). Upaya untuk memeratakan serta terjangkaunya harga obat oleh sebagian besar masyarakat di rumah sakit, maka pemerintah mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan. Di Indonesia pembiayaan rumah sakit diperoleh dari dua sumber yaitu pemerintah dan masyarakat yang didalamnya sudah termasuk swasta. Salah satu pembiayaan dari masyarakat telah dikembangkan secara gotong
royong melalui prinsip-prinsip asuransi yaitu asuransi kesehatan (Askes). Berdasarkan hasil laporan rekam medik di RSUD Panembahan Senopati Bantul diperoleh jumlah kunjungan peserta Askes khususnya kunjungan rawat jalan terhadap kunjungan umum tiap tahun mengalami kenaikan. Jumlah kunjungan peserta Askes dan umum di unit rawat jalan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan jumlah kunjungan Askes terhadap kunjungan umum Tahun Kunjungan Askes Kunjungan umum % Total kunjungan Sumber : RSUD Panembahan Senopati Bantul, 2010 Dilihat dari total jumlah kunjungan peserta Askes terjadi kenaikan jumlah kunjungan yaitu tahun 2008 sebanyak 41.854 peserta, naik menjadi 64.162 peserta pada tahun 2010. Dalam beberapa dekade terakhir biaya pelayanan kesehatan, khususnya biaya obat terus meningkat tajam, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal ini antara lain disebabkan oleh peningkatan populasi peserta usia lanjut dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal, dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan terbatas, sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Pelayanan obat bagi PT. Askes berpedoman pada daftar dan plafon harga obat (DPHO) yang merupakan pedoman dalam penyediaan dan pemberian obat bagi peserta Askes. Penerapan DPHO sebagai pedoman dalam penulisan resep obat sering mengalami kendala, baik dari pemberi pelayanan kesehatan (dokter, apotek atau rumah sakit) maupun dari segi peserta. Ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan saat ini yaitu obat kosong di apotek, obat yang diresepkan non DPHO (PT. Askes, 2010) 2008 41.854 44.380 31.4 2009 46.680 46.034 38.6 2010 64.162 51.718 48.2 Berdasarkan data PT. Askes (2011) tahun 2009 dan 2010 ada 78 % rumah sakit yang tidak lagi mengenakan iur biaya. Fakta ini cukup menggembirakan karena merupakan bukti bahwa kemitraan Askes dengan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan kepada peserta berjalan sangat baik dan ini membuktikan bahwa komitmen rumah sakit untuk memberikan layanan bagi peserta Askes berkembang positif. Iur biaya merupakan hal yang cukup dikeluhkan oleh peserta dari waktu ke waktu. Obat merupakan komponen biaya terbesar dari pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah satu masalah terbesar dari penggunaan DPHO adalah dokter, khususnya dokter spesialis di rumah sakit tidak terbiasa untuk menggunakan daftar obat tertentu. Praktek peresepan yang sangat dipengaruhi oleh usaha pemasaran perusahaan farmasi yang sangat gencar menyebabkan dokter lebih cendrung meresepkan obat yang di sukai atau yang kenal. Seringkali pola peresepan tersebut tidak rasional dan atau tidak efisien. Efektifitas dan efisiensi DPHO dalam sistem Askes sangat tergantung dari pola peresepan dokter dan kebijakan dari instalasi farmasi di rumah sakit untuk mengganti obat yang diresepkan dokter dengan obat dalam daftar DPHO. Berdasarkan uraian masalah di atas maka dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan obat dan biaya pengobatan DM pada peserta Askes di unit rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah adalah bahwa perlu diketahui pola penggunaan obat pada peserta Askes dengan DM tipe 2 selain itu juga perlu diketahui konsekuensi biayanya, serta berbagai pertimbangan yang berperan dalam penggunaan obat DM. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan obat dan biaya pengobatan DM pada peserta Askes di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pola penggunaan obat DM meliputi rata-rata item obat per lembar resep, persentase peresepan obat dengan nama generik, persentase
peresepan obat sesuai dengan DPHO, persentase peresepan obat sesuai dengan DOEN, persentase peresepan sesuai dengan SPM. b. Untuk mengetahui besarnya biaya obat DM yang dikeluarkan PT. Askes dan peserta. c. Untuk mengetahui pertimbangan yang berperan dalam penggunaan dan biaya tersebut. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi analisis pengobatan dan biaya obat sehingga mutu pelayanan dan pembiayaan terhadap penderita khususnya peserta Askes akan lebih meningkat. 2. Manfaat Praktis a. Bagi PT. Askes sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan pelayanan, agar mengetahui biaya obat yang dibutuhkan peserta Askes sehingga penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh atau program kerja selanjutnya. b. Bagi rumah sakit, agar manajemen rumah sakit dapat lebih meningkatkan efisiensi penggunaan dan biaya obat DM bagi peserta Askes serta agar dalam sistem peresepan obat, dokter dapat menggunakan obat-obat yang ada dalam DPHO sesuai tahunnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi penggunaan obat dan biaya pengobatan DM tipe 2 pada peserta Askes di unit rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang hampir sama antara lain: 1. Simamora (2002) penelitian tentang diskusi kelompok kecil untuk menurunkan biaya obat bagi peserta wajib PT. Askes di Palembang. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu melihat pola penggunaan obat dan pengaruh pada biaya berdasarkan indikator peresepan. Perbedaannya
adalah metode yang digunakan pada penelitian ini berupa rancangan preeksperimental variabel bebas (independent variabel) yaitu diskusi kelompok kecil dan instrumen penelitian menggunakan uji-t dan chi-square. 2. Endang (2004) penelitian tentang monitoring dan evaluasi untuk mempertahankan kepatuhan peresepan dokter pada formularium yang telah direvisi di RSUD kota Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu melihat kepatuhan peresepan dokter berdasarkan indikator peresepan, sampelnya resep dan dokter. Perbedaannya adalah metode yang digunakan pada penelitian ini berupa rancangan quasi-eksperimental dan instrumen penelitian menggunakan uji paired t-test. 3. Melkias (2006) penelitian tentang evaluasi pelaksanaan perjanjian antara PT. Askes (PERSERO) cabang utama yogyakarta dan RSD Panembahan Senopati Bantul dalam pemberian pelayanan kesehatan keluarga miskin. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi penelitian di RSD Panembahan Senopati Bantul. Perbedaan penelitian ini yaitu menggunakan rancangan cross sectional, variabel bebas (independent variabel) adalah pelaksanaan perjanjian kerjasama. 4. Penelitian ini (2011) untuk mengetahui pola penggunaan dan biaya pengobatan DM tipe 2 pada peserta Askes di unit rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul, menggunakan jenis penelitian observasional dengan rancangan case study bersifat deskriptif analitik, dengan variabel bebas (independent variabel) yaitu adalah rata-rata item obat per lembar resep, persentase peresepan obat dengan nama generik, persentase peresepan obat sesuai dengan DPHO, persentase peresepan obat sesuai dengan DOEN, persentase peresepan sesuai dengan SPM, rata-rata biaya per resep. Sedangkan variabel terikat (dependent variabel) yaitu pola penggunaan obat dan biaya pengobatan peserta Askes..