BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN BANGUNAN IRIGASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 irigasi

BAB-2 JARINGAN IRIGASI

IRIGASI AIR. Bangunan-bangunan Irigasi PROGRAM STUDI S-I TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

JARINGAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

JARINGAN IRIGASI PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI BAB I KEGIATAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI BUPATI LEBAK,

PERTEMUAN KE 6 A. Kompetensi Mahasiswa memahami proses pembuatan peta petak untuk keperluan irigasi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN SERTA PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG IRIGASI

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PETUNJUK PELAKSANAAN SUBBIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PESISIR SELATAN

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR SURVEY SELOKAN MATARAM YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

BAB II KERANGKA TEORITIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

P E R A T U R A N D A E R A H

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAK BIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PRT/M/2015 TENTANG KOMISI IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PIDIE QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

2 c. bahwa guna memberikan dasar dan tuntunan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan komisi i

GUBERNUR BENGKULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 /PRT/M/2015 TENTANG KRITERIA DAN PENETAPAN STATUS DAERAH IRIGASI

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK N OMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF KABUPATEN DEMAK

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

II. TINJAUAN PUSTAKA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT IRIGASI

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2007 yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah dengan tujuan sebagai berikut. 1. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanam-tanaman. 2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfir, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanam-tanaman. 4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan. 5. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah. 6. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah. 7. Untuk melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah. 8. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan. 9

2.2. Jaringan Irigasi Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Ada beberapa jenis jaringan irigasi yaitu: a. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. b. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. c. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya. Ketentuan yang mengatur tentang jaringan irigasi di Indonesia dituangkan dalam Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP.01 Depertemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Pengairan tahun 1986. Pada buku Standar Irigasi tersebut diuraikan bahwa suatu jaringan irigasi umumnya memiliki empat (4) unsur fungsional pokok yaitu : 1. Bangunan-bangunan utama (headwork) dimana air diambil dari sumbernya yang umumnya dari sungai atau waduk. 10

2. Jaringan pembawa berupa saluran dengan bangunan-bangunan yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak tersier 3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif dimana air irigasi dibagi dan dialirkan ke petak-petak sawah dan kelebihannya ditampung dalam suatu sistem pembuangan didalam petak tersier 4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air irigasi ke sungai atau saluran-saluran alamiah lainnya. 2.3 Bangunan Irigasi Bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain (Standar Perencanaan Bagian Irigasi KP 01): a. Bangunan utama b. Bangunan pembawa c. Bangunan bagi dan sadap d. Bangunan pengukur dan pengatur e. Bangunan pengatur muka air f. Bangunan pernbuang dan penguras g. Bangunan pelengkap. h. Bangunan lindung 11

2.3.1 Bangunan Utama Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu: a. Bendung Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah (1) b endung tetap (weir), (2) bendung gerak (barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lumpur dan tanggul banjir. b. Pengambilan bebas Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani. c. Pengambilan dari waduk 12

Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk. d. Stasiun pompa Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar. 2.3.2 Bangunan Pembawa Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi. 13

a. Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. b. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir c. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran tersier adalah bangunan boks tersier terkahir d. Saluran kuarter membawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir. 2.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing - masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan. Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaitu: 14

a. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan. b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur. c. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir. 2.3.4 Bangunan Pengukur dan Pengatur Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur. 2.3.5 Bangunan Pengatur Muka Air Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier. Bangunan 15

pengatur mempunyai potongan pengontrol aliran yang dapat distel atau tetap. Untuk bangunan-bangunan pengatur yang dapat disetel dianjurkan untuk menggunakan pintu (sorong) radial atau lainnya. Bangunan -bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat di mana tinggi muka air di saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (chute). Untuk mencegah meninggi atau menurunnya muka air di saluran dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapesium (trapezoidal notch). 2.3.6 Bangunan Pembuang dan Penguras Bangunan pembuang dan penguras dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bangunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk : a. Mengeringkan sawah b. Membuang kelebihan air hujan c. Membuang kelebihan air irigasi Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pembuang di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter. Saluran pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai. 16

2.3.7 Bangunan Pelengkap Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya. 2.3.8 Bangunan Lindung Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dan luar saluran. 2.4Irigasi Menurut Sistem Irigasi Subak Pengertian Subak yang dinyatakan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. 17

Pada sistem Subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air. Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah maka pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu Subak dibagi bagi menjadi bagian bagian lebih kecil yang disebut tempek. Pola rotasi biasanya diawasi oleh patelik (petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan cara rotasi pada sistem Subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem nyorog yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan. Sedangkan pola Operasi dan Pemeliharaan ditingkat Subak biasanya diselenggarakan melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam sangkepan. Adapun langkah perbaikan-perbaikan atau rehabilitasi pada bangunanbangunan dan saluran irigasi, sehingga kehilangan air akibat kebocorankebocoran pada saluran dapat dihindari, dan juga dikaitkan dengan pola dan jadwal tanam yang hendak diterapkan dalam suatu organisasi Subak. Ketika hendak mengambil keputusan tentang pola dan jadwal tanam itulah musim dan atau iklim akan diperhitungkan. 2.5 Sistem Jaringan Irigasi Subak Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan teknologi tradisionalnya, dimana konstruksi jaringan sangat disesuaikan oleh kondisi fisik alam dimana jaringan itu dikonstruksi. Kondisi alam Bali yang bergelombang dan dilalui oleh banyak sungai menjadikan luasan lahan sawah yang sempit, oleh karena itu dengan kearifan yang sangat tinggi Subak telah 18

berupaya menekan pemanfaatan lahan agar sekecil mungkin dibebaskan untuk pembangunan jaringan irigasi. Atas dasar pertimbangan tersebut ketika Subak membangunan jaringan irigasinya banyak memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai saluran pembawa. Secara prinsip antara jaringan irigasi dengan jaringan irigasi Subak memiliki tugas dan kewajiban yang sama. Sehingga dalam penelitian kali ini yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah jaringan irigasi Subak.Jaringan irigasi Subak sudah dikonstruksi sedemikian lengkap mulai dari bangunan pengambilan pada sumber air, bangunan pembagi dan pengambilan di saluran sampai saluran distribusi di petak-petak sawah, seperti ditunjukkan dalam gambar jaringan irigasi Subak pada Gambar 2.1. dengan jenis dan fungsi bangunan seperti diuraikan berikut ini. 19

Pura Ulun Empelan Empelan (Bendung Subak) Aungan (Terowongan) Telabah (Saluran Pembawa) Tukad (Sungai) Pura Bedugul Tembuku Aya (B.Bagi Utama) Tembuku Pemaron (B.Bagi) Telabah Pemaron (Saluran Kedua) Tembuku Daanan (B. Sadap) Telabah Daanan (Saluran Ketiga) Telabah Pengutangan (Saluran Pembuang) Gambar 2.1. Jaringan Irigasi Subak (Sushila,2006) 20

Tukad (Sungai) Empelan (Bendung) Aungan (Trowongan) Telabah (Saluran) Tembuku (B. Bagi) Desa Adat - B Desa Adat - A Subak - X Desa Adat - C Gambar 2.2. Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat (Sushila,2006) 2.6 Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 32/PRT/M/2007 yang dimaksud dengan operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya. 21

Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi sebagai pengganti PP 77/2001 tentang irigasi, pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi ditetapkan: a. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. b. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air. 2.7 Pengertian Partisipasi Pengertian tentang partisipasi oleh Dusseldorf (dalam Yuswari,2010) yang menulis tentang partisipasi di tingkat masyarakat pedesaan. Dikatakan bahwa partisipasi adalah suatu bentuk interaksi dan komunikasi khas, yaitu berbagi dalam kekuasaan dan tanggung jawab. Pandangan tersebut mengandung arti bahwa partisipasi sebagai bagian dalam kegiatan bersama (taking part in joint action). Pengertian tentang partisipasi dari Mubyarto (dalam Yuswari, 2010) menyatakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa harus mengorbankan kepentingan diri sendiri. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. 22

Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Berdasarkan atas penjelasan tersebut diatas dapat diartikan bahwa partisipasi merupakan keterlibatan seseorang secara langsung dan spontanitas untuk turut serta dalam aktifitas karena adanya rasa memiliki, yang diterapkan dalam tahapan proses pembangunan dalam rangka pencapaian target tertentu. 2.8 Partisipasi Pemerintah dalam Operasi Jaringan Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan operasi jaringan irigasi adapun partisipasi yang dapat dilakukan Pemerintah adalah: 1. Mengumpulkan data (data debit, data curah hujan, data luas tanam,serta pembuatan laporan pengoperasian bangunan irigasi). 2. Membuat Rencana Penyediaan Air Tahunan, Pembagian dan Pemberian Air Tahunan, Rencana Tata Tanam Tahunan, Rencana Pengeringan, dll. 3. Berperan sebagai pembimbing atau penasehat yang memberi masukan dan pertimbangan berkaitan dengan ketersediaan air yang mungkin bisa dipergunakan untuk pertanian. 4. Melaksanakan pembagian dan pemberian air (termasuk pekerjaan: membuat laporan permintaan air, mengisi papan operasi, mengatur bukaan pintu) 5. Melakukan pengoperasian pada bangunan irigasi 23

6. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan operasi jaringan irigasi, melaporkan jika terjadi kekurangan air yang kritis. 2.8.1Partisipasi Pemerintah dalam Pemeliharaan Jaringan Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi disamping dalam kegiatan operasi jaringan irigasi Pemerintah juga turut berpartisipasi dalam pemeliharaan jaringan irigasi tersebut. Adapun partisipasi Pemerintah dalam pemeliharaan jaringan irigasi tersebut antara lain: A.Pengamanan Jaringan Irigasi 1. Tindakan Pencegahan a. Melarang pengambilan batu, pasir dan tanah pada lokasi lebih kurang 500 m sebelah hulu dan lebih kurang 1.000 m sebelah hilir bendung irigasi atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Melarang memandikan hewan selain di tempat yang telah ditentukan dengan memasang papan larangan. c. Menetapkan garis sempadan saluran sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. d. Memasang papan larangan tentang penggarapan tanah dan mendirikan bangunan di dalam garis sempadan saluran. e. Petugas pengelola irigasi harus mengontrol patok-patok batas tanah pengairan supaya tidak dipindahkan oleh masyarakat. f. Memasang papan larangan untuk kendaraan yang melintas jalan inspeksi yang melebihi kelas jalan. 24

g. Melarang mandi di sekitar bangunan atau lokasi-lokasi yang berbahaya. h. Melarang mendirikan bangunan dan atau menanam pohon di tanggul saluran irigasi. i. Mengadakan penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat dan instansi terkait tentang pengamanan fungsi Jaringan Irigasi. 2. Tindakan Pengamanan a. Membuat bangunan pengamanan ditempat tempat yang berbahaya, misalnya : disekitar bangunan utama, siphon, ruas saluran yang tebingnya curam, daerah padat penduduk dan lain sebagainya. b. Penyediaan tempat mandi hewan dan tangga cuci. c. Pemasangan penghalang di jalan inspeksi dan tanggul-tanggul saluran berupa portal, patok. B. Pemeliharaan Rutin Merupakan kegiatan perawatan dalam rangka mempertahankan kondisi Jaringan Irigasi yang dilaksanakan secara terus menerus tanpa ada bagian konstruksi yang diubah atau diganti. Kegiatan pemeliharaan rutin meliputi : 1. Yang bersifat perawatan : a. Memberikan minyak pelumas pada bagian pintu. b. Membersihkan saluran dan bangunan dari tanaman liar dan semaksemak. c. Membersihkan saluran dan bangunan dari sampah dan kotoran. d. Pembuangan endapan lumpur di bangunan ukur. 25

e. Memelihara tanaman lindung di sekitar bangunan dan di tepi luar tanggul saluran. 2. Yang bersifat perbaikan: a. Menutup lubang-lubang bocoran kecil di saluran/bangunan. b. Perbaikan kecil pada pasangan, misalnya siaran/plesteran yang retak atau beberapa batu muka yang lepas. C. Pemeliharaan Berkala Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi Irigasi dan dapat bekerja sama dengan P3A / GP3A / IP3A secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga tersebut dan dapat pula dilaksanakan secara kontraktual. Adapun pekerjaan pemeliharaan berkala meliputi : 1. Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perawatan a. Pengecatan pintu b. Pembuangan lumpur di bangunan dan saluran 2. Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Perbaikan a. Perbaikan bendung, bangunan pengambilan dan bangunan pengatur b. Perbaikan bangunan ukur dan kelengkapannya c. Perbaikan saluran dan perbaikan pintu-pintu dan skot balk d. Perbaikan fasilitas pendukung seperti kantor, rumah dinas, kendaraan dan peralatan, serta perbaikan jalan inpeksi 3. Pemeliharaan Berkala Yang Bersifat Penggantian a. Penggantian pintu 26

b. Penggantian alat ukur c. Penggantian peil schall d. Penanggulangan / Perbaikan Darurat Adapun pekerjaan perbaikan darurat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Melakukan perbaikan pada bangunan irigasi yang mengalami kerusakan akibat bencana alam dengan menggunakan bahan yang tersedia di Dinas/pengelola irigasi atau yang disediakan masyarakat seperti (bronjong, karung plastik, batu, pasir, bambu, batang kelapa, dan lain - lain). b. Selanjutnya perbaikan darurat ini disempurnakan dengan konstruksi yang permanen dan dianggarkan secepatnya melalui program rehabilitasi. 2.9 Partisipasi Subak/P3A dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Secara umum menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 masyarakat petani/p3a/gp3a/ip3 dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan uji pengaliran dan penyesuaian manual Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi yang didasarkan pada hasil uji pengaliran dengan cara mengamati dan melaporkan kejadian pada jaringan irigasi, seperti terjadinya kebocoran, longsor,banjir dan limpasan selama uji pengaliran berlangsung kepada penanggung jawab kegiatan. Menurut pandangan (Sutawan,1997) partisipasi petani Subak dalam setiap tahapan proyek pembangunan irigasi sangat penting karena: 1) 27

dapat memperlancar proyek melalui dukungan moral para petani, 2) petani dapat merupakan sumber informasi yang sangat berharga untuk tujuan pembuatan lay-out dan desain, 3) dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap proyek sehingga mereka terdorong untuk memelihara jaringan irigasi yang bersangkutan dengan baik, 4) Organisasi irigasi tradisional dapat lebih berperan dan berfungsi sehingga mendorong berkembangnya lembaga irigasi yang bersangkutan, 5) mengurangi kemungkinan kegagalan proyek dalam arti proyek dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan aspirasi para petani Subak. 2.9.1 Partisipasi Subak/P3A dalam Operasi Jaringan Irigasi Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi selain Pemerintah partisipasi masyarakat dalam hal ini adalah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau di Bali biasa disebut Subak sangatlah penting, adapun partisipasi masyarakat dalam operasi jaringan irigasi adalah sebagai berikut (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 32/PRT/M/2007): 1. Dalam kegiatan pengumpulan data Subak/P3A berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai data data yang diperlukan seperti data luas tanam, jenis tanaman, serta luas panen dan kerusakan tanaman. 2. Dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan operasi jaringan irigasi Subak/P3A mengusulkan rencana tanam dan luas areal kepada Dinas yang membidangi irigasi. 28

3. Mendiskusikan komoditas yang akan ditanam bersama dengan petani lain dalam P3A maupun dengan kelompok P3A lainnya. 4. Memberikan masukan mengenai pengubahan rencana tata tanam, pengubahan pola tanam, pengubahan jadwal tanam dan pengubahan jadwal pemberian/pembagian air dalam hal terjadi perubahan ketersediaan air pada sumber air. 5. Membantu melaksanakan pelaksanaan operasi seperti membantu melaksanakan pekerjaan operasi seperti membuka, menutup pintu, dan memberikan pelumasan pintu air. 6. Melaporkan jika adanya pengambilan air secara tidak resmi serta melaporkan kerusakan kerusakan yang terjadi pada bangunan irigasi. 2.9.2 Partisipasi Subak/P3A dalam Pemeliharaan Jaringan Irigasi Partisipasi masyarakat dalam hal ini Perkumpulan Petani pemakai Air (P3A) atau di Bali biasa disebut dengan Subak dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan didapat melalui hasil penelusuran bersama dengan proses sebagai berikut : 1. P3A/GP3A/IP3A bersama petugas pengelola irigasi melakukan penelusuran untuk mengindentifikasi kerusakan - kerusakan, usulan rencana perbaikan dan skala prioritas. 2. P3A/GP3A/IP3A dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder dalam bentuk penyampaian laporan penyimpangan pelaksanaan kepada dinas atau pengelola irigasi. 29

3. P3A/GP3A/IP3A dapat berperan serta dalam pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi dalam bentuk tenaga, bahan, atau biaya sesuai dengan kemampuannya. 4. Dinas yang membidangi irigasi melaksanakan pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan P3A/GP3A/IP3A secara swakelola. 5. Ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan perbaikan pada bangunan irigasi yang mengalami kerusakan akibat bencana alam sesuai dengan kemampuan. Masih terbatasnya penelitian mengenai Partisipasi Subak dan Pemerintah terhadap Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi yang menyebabkan harus dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut. 30