BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. Pollution Monitoring Network (BAPMoN) tahun 1960, Global Atmosphere Watch

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

Gunung api yang meletus akan mengeluarkan berbagai jenis debu serta gas dari dalam perut. Debu Vulkanik Dan Gangguan Kesehatan

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan pun muncul seiring semakin padatnya jumlah penduduk. Salah. satunya permasalahan di bidang transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkembang pesat, khususnya dalam bidang teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Jalur hijau di sepanjang jalan selain memberikan aspek estetik juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

Khairiah 1, Taufik Ashar 2, Devi Nuraini Santi 2. Departemen Kesehatan Lingkungan. Sumatera Utara, Medan, 20155, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Air mata merupakan salah satu alat proteksi mata. atau daya pertahanan mata selain alis dan bulu mata.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. pada bertambahnya jumlah pencemar di udara (Badan Pusat Statistik, 2013).

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

Ma ruf Ridwan K

PENCEMARAN LINGKUNGAN

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KUALITAS UDARA

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang bersih adalah kebutuhan dasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Namun, polusi udara masih menjadi ancaman nyata bagi kesehatan di seluruh dunia. Sumber polusi dapat berasal dari kegiatan manusia (antropogenik) maupun kejadian alam. Sumber polusi antropogenik utama adalah kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk menjaga kualitas udara ambien tertuang dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diikuti oleh Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Sebagai sumber emisi tidak bergerak, baku emisi industri semen ikut diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut. Dalam Pasal 21 PP No. 41/1999 dinyatakan bahwa setiap pelaku usaha yang mengeluarkan emisi wajib melakukan pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara yang ditimbulkannya serta memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usahanya. 1, 2, 3 Polutan udara ambien yang paling sering terdapat dalam kehidupan sehari-hari yaitu debu/particulate matter (PM), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), 1

ozon (O3), karbon monoksida (CO), dan karbon dioksida (CO2). Industri semen diketahui menghasilkan polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan. Produksi semen menggunakan bahan bakar yang mengandung sulfur berkontribusi pada emisi SO2. Beberapa polutan utama dari industri semen adalah debu/particulate matter (PM), sulfur dioksida (SO2), dan oksida nitrat (NOx). Partikel debu memiliki tingkat toksisitas yang paling tinggi dibanding polutan udara lainnya sehingga merupakan polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan (Tabel 1.1). Industri semen berpotensi sebagai sumber pencemaran partikel debu. Debu semen diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis utama, semen alam dan buatan (Portland) semen. Semen portland adalah campuran dari kalsium oksida (62%-66%), silikon oksida (19% -22%), aluminium trioksida (4%-8%), oksida besi (2%-5%) dan magnesium oksida (1 %-2%). 1, 4, 5 Tabel 1.1. Toksisitas Relatif Polutan Udara. 5 Debu semen memiliki efek iritasi pada kulit, mata dan sistem pernapasan. Mehraj et al. (2013) 6 mendapatkan prevalensi gangguan kesehatan yang tinggi pada masyarakat yang tinggal dalam radius 3 km dari pabrik semen di Kashmir. Pada masyarakat yang terpapar oleh emisi debu pabrik semen, 96% mengalami gangguan pernafasan, 97% mengalami iritasi mata dan 95% mengalami alergi kulit. Konsentrasi 2

partikel debu semen pada udara daerah terpapar juga sangat tinggi yaitu 1208 µg/m 3. Richard et al. (2016) 7 juga mendapatkan penurunan fungsi paru dan hepar pada para pekerja pabrik semen dan penduduk di sekitar pabrik semen yang telah bekerja dan bermukim minimal selama 2 tahun. Polusi udara akibat emisi debu pabrik semen dapat memiliki efek langsung pada mata berupa iritasi mata yang manifestasinya dapat minimal hingga iritasi kronik. Orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan yang lebih berdebu dengan demikian lebih terpapar terhadap gangguan mata dibanding yang tinggal atau bekerja di lingkungan yang kurang berdebu. Junaidi (2002) 3 dalam penelitiannya mengenai efek emisi debu semen PT. Semen Andalas di lingkungan akademi kesehatan lingkungan Banda Aceh, yang berjarak sekitar 800 m dari pabrik semen, mendapatkan bahwa dari 123 responden, 56,1% memiliki gejala iritasi dan tidak nyaman pada mata. Sementara Khairiah et al. (2012) 5 dalam penelitiannya mengenai efek emisi debu semen terhadap masyarakat dalam radius 600 m dari pabrik semen di desa Kuala Indah, Sumatera Utara mendapatkan 47,4% responden memiliki gejala iritasi mata berupa mata perih, berair dan mata merah. Permukaan okular terpapar secara konstan terhadap lingkungan eksternal dan berbagai komponen polutan udara menyebabkannya rentan terhadap efek iritatif dari polutan tersebut karena epitel konyungtiva dan kornea hanya dilapisi oleh lapisan tipis tear film. Masyarakat yang tinggal di area dengan konsentrasi polutan yang tinggi pada udara sering melaporkan adanya keluhan pada mata berupa rasa tidak 3

nyaman, perih, sensasi benda asing dan rasa terbakar dan beberapa penelitian sebelumnya telah mendeteksi adanya abnormalitas tear film dan perubahan subklinis dari permukaan okular pada individu yang tinggal di kota dengan tingkat polusi udara yang tinggi. 8, 9 Pada beberapa kasus, perubahan pada mukosa okular dapat menunjukkan kerusakan yang potensial terhadap mata dan besarnya perubahan tersebut sebanding dengan derajat paparan polutan. Versura et al. (1999) 8 mendapatkan perbedaan derajat inflamasi subklinis berdasarkan hasil pemeriksaan sitologi konyungtiva antara penduduk yang tinggal di perkotaan dengan yang di pedesaan. Sebanyak 15% responden yang tinggal di perkotaan memiliki derajat inflamasi intens dibandingkan hanya 2,5% responden yang tinggal di pedesaan. Peningkatan derajat inflamasi subklinis tersebut berkaitan dengan peningkatan jumlah sel mononuklear pada pemeriksaan sitologi. Polutan udara dapat terlarut dalam tear film dan mensensitisasi subpopulasi sel limfosit menyebabkan reaksi inflamasi yang dimediasi sel. Paparan polutan jangka panjang dengan demikian menyebabkan terjadinya inflamasi subklinis kronik. Inflamasi subklinis kronik dapat mempengaruhi transdiferensiasi epitel konyungtiva dan densitas sel goblet yang kemudian dapat menyebabkan timbulnya gejala dry eye syndrome. 8, 10 Dry eye syndrome merupakan penyakit mata yang paling sering berkaitan dengan polusi udara sebagai akibat instabilitas tear film. The National Eye Institute/Industry Workshop on Clinical Trials in Dry Eyes mendefinisikan dry eye syndrome sebagai gangguan tear film disebabkan defisiensi atau evaporasi eksesif 4

tear film, yang menyebabkan kerusakan terhadap permukaan okular interpalpebra dan berkaitan dengan gejala tidak nyaman pada mata. Terdapat berbagai faktor lingkungan selain polusi udara yang berperan pada terjadinya dry eye syndrome yaitu kelembapan yang rendah, temperatur yang tinggi dan paparan sinar matahari. 11, 12 Gupta et al. (2002) 9 memaparkan efek polusi udara pada mata penduduk yang tinggal di kota Delhi dan menemukan terdapatnya abnormalitas tear film pada penduduk yang tinggal di kota dibanding penduduk yang tinggal di luar kota tersebut. Dari 210 orang penduduk yang tinggal di kota metropolitan tersebut, 24% memiliki hasil uji tear break-up time (TBUT) yang abnormal dan 6,6% memiliki hasil uji Schirmer yang abnormal. Hasil tersebut berbeda secara signifikan dengan 190 orang penduduk yang tinggal di luar area tersebut, dimana hanya 5,2% dengan hasil uji TBUT yang abnormal dan 2% dengan hasil uji Schirmer yang abnormal. Andres et al. (1988) 13 mengamati pengaruh polusi udara pada ph tear film dan mendapati bahwa ph mata dengan dry eye syndrome lebih tinggi dibanding dengan mata normal. Pada mata individu yang terpapar polusi udara akibat emisi pabrik semen, ph tear film juga dapat meningkat karena partikel debu semen bersifat alkali. Peningkatan ph tersebut akan memberikan lingkungan yang tidak kondusif untuk fungsi dan viabilitas sel-sel epitel permukaan okular yang pada akhirnya menyebabkan perubahan stabilitas dan disfungsi dari tear film. 11, 14, 15 Berdasarkan temuan-temuan diatas, peneliti ingin menilai efek dari polusi udara akibat emisi debu semen terhadap kuantitas dan kualitas tear film pada 5

masyarakat yang terpapar dan tinggal di sekitar pabrik semen dibandingkan dengan masyarakat yang tidak terpapar emisi debu semen. 1.2. Rumusan Masalah Perkembangan industri semen di Indonesia yang tumbuh pesat, selain berdampak positif bagi pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat, juga berdampak negatif terhadap kesehatan, karena berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan, misalnya asap dan debu dari industri yang dapat mencemari udara. Pencemaran udara oleh partikel padat halus dalam bentuk debu, asap dan uap air dapat menurunkan kualitas lingkungan yang pada gilirannya menurunkan kualitas hidup masyarakat di sekitar kawasan industri tersebut. Mata merupakan organ penting yang sering diabaikan dalam bidang kedokteran lingkungan dan okupasional yang mana perubahan patologik pada mata dapat menurunkan kualitas hidup. Polusi udara, terutama emisi debu semen, dapat menimbulkan keluhan dry eye syndrome berupa rasa tidak nyaman, gangguan penglihatan dan kelelahan okular yang memiliki pengaruh besar terhadap individu dan masyarakat dalam hal penurunan kualitas hidup, produktivitas, pendapatan dan otonomi. Meskipun PT. Semen Padang telah berdiri sejak tahun 1910 dan mengalami perluasan serta peningkatan kapasitas produksi yang berpotensi diikuti peningkatan 6

emisi, di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Unand/RS Dr. M. Djamil belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis hubungan antara emisi pabrik semen dan efeknya terhadap kesehatan mata, khususnya kesehatan tear film dan permukaan okular, pada populasi masyarakat yang bermukim di daerah sekitar pabrik. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengetahui dampak emisi debu semen terhadap status tear film pada masyarakat di sekitar pabrik PT. Semen Padang. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Menilai status tear film pada masyarakat yang terpapar emisi debu semen dibandingkan masyarakat yang tidak terpapar. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Membandingkan nilai ph tear film antara masyarakat yang terpapar emisi debu semen dengan masyarakat yang tidak terpapar. 2. Membandingkan nilai uji Schirmer antara masyarakat yang terpapar emisi debu semen dengan masyarakat yang tidak terpapar. 3. Membandingkan nilai TBUT antara masyarakat yang terpapar emisi debu semen dengan masyarakat yang tidak terpapar. 4. Membandingkan gambaran tipe Ferning antara masyarakat yang terpapar emisi debu semen dengan masyarakat yang tidak terpapar. 7

1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan data prevalensi kemungkinan dry eye syndrome terkait polusi udara pada masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik semen. 2. Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai dry eye syndrome akibat polusi udara sehingga dapat mengambil langkah-langkah proteksi diri. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak industri (PT. Semen Padang) dan pembuat kebijakan (pemerintah dan badan terkait) untuk merumuskan upaya pencegahan terkait polusi udara oleh emisi debu semen. 4. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber data bagi organisasi riset, lembaga, dan pihak lain yang terkait dalam pemantauan dan pengendalian polusi udara oleh emisi debu semen. 8