BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2015

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik)

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap Negara di dunia berupaya untuk terus berkembang

Analisis Perkembangan Industri

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. bagi Indonesia. Persaingan dalam perdagangan global merupakan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN NOVEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN AGUSTUS 2016

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI FEBRUARI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2016

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI DESEMBER 2014

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JUNI 2017

Perdagangan Luar Negeri Ekspor-Impor Sumatera Selatan Agustus 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI MARET 2015

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2016

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Analisis Perkembangan Industri

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MARET 2017

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN JULI 2017

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

PERKEMBANGAN EKSPOR, IMPOR, DAN NERACA PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN DESEMBER 2016

TEORI KLASIK : ADAM SMITH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara adalah ekspor karena dapat menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu, kegiatan ekspor harus terus ditingkatkan. Akan tetapi dalam perkembangannya tidak sedikit dari negara negara tersebut mengalami kesulitan dalam meningkatkan ekspor khususnya bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Ketika terjadi boom minyak tanah pada tahun 1970-1980 Indonesia mendapatkan berkah atas hasil migas negeri ini. Namun di awal tahun 1980-an neraca pembayaran Indonesia mengalami guncangan akibat merosotnya harga minyak bumi yang saat itu merupakan penyumbang terbesar bagi penerimaan devisa Indonesia. Guna mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan untuk tetap menjaga proses kesinambungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan faktor-faktor lain di luar sektor migas yaitu ekspor non migas. Maka mulai tahun 1983 Pemerintah melancarkan serangkaian kebijaksanaan untuk menggalakkan ekspor nonmigas. Walaupun macam dan jenis ekspor nonmigas beragam, basis ekspor masih tetap sempit dan terkonsentrasi pada

2 komoditi seperti tekstil dan pakaian jadi, kayu lapis, udang dan ikan, karet, serta alat-alat listrik. Sebagai negara agraris yang mempunyai tanah yang subur dan luas hendaknya pemerintah Indonesia lebih memperhatikan sektor pertanian dalam melaksanakan pembangunan disamping industrialisasi sehingga keduanya dapat berjalan beriringan. Karena menurut hasil penelitian Hidayat Amir (2004) menunjukkan bahwa ekspor pertanian dan ekspor non-pertanian sama-sama memiliki pengaruh yang positif terhadap pendapatan nasional, dan ekspor pertanian memiliki dampak yang lebih besar. Dari sisi perubahannya, pertumbuhan ekspor nonpertanian memberikan dampak yang lebih baik terhadap pertumbuhan ekonomi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor pertanian. Selain itu, seperti kita ketahui bersama ketika sektor industri mengalami penurunan pertumbuhan pada masa krisis, tidak demikian halnya dengan sektor pertanian karena sektor ini mampu bertahan dengan pertumbuhan yang positif. Dengan berhasilnya pembangunan pertanian diharapkan mampu mengatasi dua masalah sekaligus yaitu kemiskinan dan pengangguran karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Tanaman perkebunan merupakan pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditi pertanian Indonesia yang utama adalah hasil-hasil perkebunan. Hasil hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditi ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi dan tembakau. (Dumairy 1999: 214)

3 Tanaman karet (bevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. Indonesia bahkan pernah menjadi produsen karet alam nomor satu di dunia. Sebagian besar tanaman ini diusahakan oleh rakyat. Kedudukan Indonesia sebagai produsen karet alam dunia kini telah digeser oleh Malaysia dan Thailand, akibat luas areal yang kita miliki tidak diiringi dengan produksi besar dan mutu yang baik. (Dumairy 1999: 215) Tabel 1.1 Perkembangan Produksi Karet Alam Berdasarkan Produsen Utama Dunia Tahun 1980-2005 Negara Produsen Thailand Indonesia Malaysia India China Lainnya Produksi ( 000 ton), tahun Pertumbuhan/ tahun (%) 1980 1990 2000 2005 1980-1990- 2000-1990 2000 2005 501 1271 2346 2900 17.08 9.4 4.72 1020 1262 1556 2270 2.64 2.59 9.18 1530 1291 615 1132-1.74-5.82 16.81 155 324 629 772 12.11 10.46 4.55 113 264 445 575 14.85 7.62 5.84 526 798 1219 1164 5.75 5.86-0.90 Total 3845 5210 6810 8813 3.94 3.41 5.88 Sumber data : (Chairil Anwar, 6:2006) Meskipun Indonesia memiliki wilayah cukup luas untuk tanaman karet, tetapi produktivitasnya masih berada di bawah Thailand (Sinar Harapan : 2003). Ini dapat dilihat dari perkembangan produksinya dimana thailand jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Indonesia, sehingga produksinya masih berada dibawah Thailand. Sampai tahun 1990 Malaysia masih merupakan produsen karet alam terbesar dunia yang disusul Thailand dan Indonesia. Thailand mengambil alih posisi tersebut yang diikuti oleh Indonesia dan Malaysia, setelah malaysia yang secara tradisional merupakan produsen karet alam melakukan konversi ke tanaman yang lebih prospektif, utamanya kelapa sawit. (A Husni Malian,144 : 2004)

4 Sedangkan ekspor karet alam dunia sampai saat ini masih di dominasi oleh tiga negara, yaitu Thailand, Indonesia dan Malaysia. Berikut ini perkembangan dan nilai ekspor komoditas karet dari negara negara pesaing utama Indonesia yaitu Thailand dan Malaysia dengan pesaing baru Vietnam.(A Husni Malian,144 :2004) Tabel 1.2 Perkembangan dan nilai ekspor komoditas karet dari negara-negara pesaing utama, 1997-2002 Tahun Volume (ton) Malaysia Thailand Vietnam Volume Volume (x000 US$) (ton) (x000 US$) (ton) (x000 US$) 1997 898.700 997.000 1.550.964 1.622.890 184.196 190.541 1998 860.000 633.638 1.582.339 1.123.452 181.000 127.470 1999 872.184 521.201 1.657.389 986.268 263.364 146.207 2000 699.000 621.000 2.003.620 1.284.885 273.000 166.022 2001 740.427 427.149 1.864.996 1.058.810 308.000 165.972 2002 808.900 580.813 2.053.817 1.415.917 448.600 229.800 Laju (%) -1,51-6,06 6,17 0,68 21,18 6,72 Sumber data : (A Husni Malian,144 : 2004) Sejak tahun 1997 muncul negara pesaing baru, yaitu Vietnam. Selama 1997-2002 laju ekspor karet negara ini mencapai lebih dari 21,1 %, dimana volume dan nilai ekspor karet tahun 2002 mencapai lebih dari 448 ton dan US$ 229 juta. Laju ekspor karet alam dari Vietnam yang tinggi ini telah menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan di pasar dunia, sehingga harga karet alam di pasar dunia cenderung untuk terus menurun. (A Husni Malian,144 : 2004) Sedangkan produk ekspor karet alam Indonesia yang diekspor terutama terdiri atas karet olahan berupa smoke sheet, SIR 10 dan SIR 20. (A Husni Malian,144 : 2004)

5 Tabel 1.3 Perkembangan Volume Dan Ekspor Komoditas Karet Menurut Jenis Produk Di Indonesia, 1997-2002 Smoked Sheet SIR 10 SIR 20 Tahun Volume (ton) (x000 US$) Volume (ton) (x000 US$) Volume (ton) (x000 US$) 1995 61.822 93.615 81.667 119.750 1.083.955 1.595.482 1996 72.011 103.470 73.118 98.454 1.170.262 1.532.557 1997 58.266 64.536 72.602 79.089 1.208.322 1.271.891 1998 45.119 33.833 60.280 40.425 1.457.735 963.694 1999 58.093 36.687 68.856 39.845 1.290.859 716.225 2000 42.484 29.171 62.909 41.409 1.211.362 768.523 2001 32.676 19.902 59.730 33.512 1.273.208 666.413 2002 44.197 31.909 61.654 42.855 1.317.298 879.291 Laju (%) -1,59-8,31-3,48-10,72 3,26-6,41 Sumber data : (A Husni Malian,144 : 2004) Ada tujuh negara yang menjadi tujuan utama ekspor smoke sheet Indonesia, yaitu Amerika Serikat, china, Jepang, Federasi Rusia, Jerman, Singapura dan Belgia. Volume dan nilai ekspor smoke sheet Indonesia selama 1995-2002 menunjukkan penurunan dengan laju 1,59 % dan 8,3 %. Dalam tahun 1995 nilai ekspor komoditi ini mencapai US$ 93,6 juta, tetapi tahun 2002 menurun menjadi US$ 31,9 juta. (A Husni Malian,145 : 2004) Ekspor SIR 10 Indonesia sebagian besar ditujukan ke tujuh negara, yaitu Amerika Serikat, Luxemburg, China, Belgia, Brazil, Jerman dan Singapura. Selama 1995-2002 volume dan nilai ekspor SIR 10 menunjukkan penurunan dengan laju 3,5 % dan 10,7 %. Dalam tahun 1995 nilai ekspor sheet mencapai US$ 119,7 juta dan tahun 2002 menurun drastis menjadi US$ 42,9 juta. (A Husni Malian,146 : 2004) Ekspor SIR 20 Indonesia sebagian besar ditujukan ke tujuh negara, yaitu Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Jerman dan Kanada. Selama 1995-2002 nilai ekspor SIR 20 menunjukkan penurunan dengan laju 6,4 %, sementara volume ekspor meningkat dengan laju 3,3 %. Dalam tahun 1995

6 nilai ekspor SIR 20 Indonesia sebesar US$ 1.595,5 juta, dan angka ini menurun menjadi US$ 879,3 juta pada tahun 2002. (A Husni Malian,144 : 2004) Dari ulasan diatas terlihat bahwa selama 1995-2002 harga ekspor karet alam Indonesia di pasar dunia mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi akibat kelebihan pasokan, pada tingkat permintaan dunia yang relatif stabil. (A Husni Malian,144 : 2004) Sekitar 90 % produksi karet kita di ekspor, hanya 10% saja yang dikonsumsi di dalam negeri. (Dumairy 1999: 215). Secara keseluruhan, volume dan nilai ekspor karet dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.4 Volume Dan Ekspor Karet Indonesia 1994-2000 EKSPOR Pertumbuhan TAHUN Volume (ton) (x000 US$) Volume (%) (%) 1994 1.244.950 1.271.940 - - 1995 1.324.295 1.963.636 6.37 54.38 1996 1.434.285 1.917.902 8.31-2.33 1997 1.404.010 1.493.416-2.11-22.13 1998 1.641.186 1.101.453 16.89-26.25 1999 1.494.543 849.200-8.94-22.90 2000 1.379.612 888.623-7.69 4.64 Rata-rata 2.14-2.43 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia Pengolahan karet termasuk sepuluh besar penghasil devisa Indonesia. Sampai pertengahan bulan Mei 1998, ekspor bernilai US$ 1.101.453. Karet merupakan komoditi yang paling diandalkan di sektor agribisnis. Meskipun demikian, nilai ekspornya cenderung menurun pada tahun 1999 dan 2000. Hal ini diduga dipengaruhi oleh harga di pasar internasional, harga jual FOB dan nilai tukar rupiah. Karet merupakan salah satu produk yang berorientasi ekspor dimana sebagian besar hasil produksinya untuk ekspor. Dengan menurunnya ekspor karet maka

7 akan menimbulkan banyak pengangguran dan kemiskinan karena sampai tahun 2005, dengan luas areal sekitar 16.5 juta ha, subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja sekitar 12 juta jiwa dengan sebagian besar diusahakan oleh rakyat dan nilai ekspor antara US$ 4-5 juta per tahun. ( Wayan R Susila : 2007 ) Melihat pentingnya peran ekspor karet bagi perekonomian di Indonesia, maka permasalahan ekspor karet tersebut harus segera diatasi. Oleh karena itu penulis bertujuan untuk mengadakan penelitian yang berjudul FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KOMODITI KARET DI INDONESIA PERIODE 1990 2006. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh nilai tukar terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006? 2. Bagaimana pengaruh harga jual FOB terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006? 3. Bagaimana pengaruh harga di pasar internasional terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006? 4. Bagaimana pengaruh nilai tukar, harga jual FOB dan harga di pasar internasional terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006

8 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006 1.3.2. Kegunaan Penelitian 1. Untuk memberikan gambaran mengenai faktor faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006 2. Untuk memberikan sumbangsih berupa tambahan wacana dan pemikiran untuk memperkaya khasanah rumpun ilmu ekonomi khususnya tentang ekonomi internasional. 3. Sebagai bahan informasi dan bahan kajian bagi pihak lain dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 1.4. Kerangka Pemikiran Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. (Tulus Tambunan 2000:1) Ekspor berasal dari produksi dalam negeri dijual /dipakai oleh penduduk luar negeri, maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi. Sedangkan impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran modal ke luar negeri. Ekspor bersih yakni (X-M) adalah jembatan yang menghubungkan antara pendapatan pendapatan nasional dengan transaksi internasional.(nopirin 1995:239) Menurut kaum merkantilis suatu negara/raja akan kaya makmur dan kuat jika ekspor > impor dan surplus dari ekspor - impor diselesaikan dengan pemasukan

9 logam mulia (LM), terutama emas dan perak dari luar negeri. (Hamdy Hady, 2004:24) Sehingga aliran merkantilis mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan produksi dalam negeri dan ekspor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa subsidi dan fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya, impor harus dibatasi melalui serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan khusus, khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri rakyat. (Hendra Halwani, 2005:3-4) Selanjutnya muncullah teori klasik atau absolute advantage dari Adam Smith. Ukuran kemakmuran suatu negara, bukan ditentukan oleh banyaknya logam mulia yang dimilikinya. Kemamkmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya GDP (Gross domestic Product) dan sumbangan perdagangan luar negeri (PLN) terhadap pembentukan GDP negara tersebut. Menurut Adam Smith perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disaventage). (Hamdy Hady, 2004:26-29) Menurut David Ricardo dengan production comparative advantage atau labor productivity dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor

10 barang jika negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang jika negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif. (Hamdy Hady, 2004:36) Ricardo menunjukkan bahwa manfaat dari perdagangan masih berlaku untuk kedua belah pihak meskipun salah satu negara tidak memiliki keuntungan absolut apapun. Selama terdapat perbedaan dalam perbandingan harga antara negara tanpa ada perdagangan, maka setiap negara akan mempunyai suatu keuntungan komparatif, suatu kemampuan untuk mendapatkan sesuatu barang yang dapat dihasilkan pada suatu tingkat biaya yang relatif lebih rendah daripada barangbarang lain. Barang-barang inilah yang harus diekspor untuk mendapatkan barang-barang lain. (Kindleberger Lindert, 1983:24) Manfaat dari perdagangan menurut prinsip keuntungan komparatif juga diperoleh apabila uang dipakai dalam transaksi internasional. Apabila pada suatu tingkat nilai tukar antara mata uang nasional dan mata uang asing, negara yang bersangkutan belum bisa menyamakan penerimaan dari ekspor dengan pengeluaran untuk impor, maka impor dan ekspor ini masaih dapat disamakan dengan merobah harga uang relatif dari barang-barangnya sendiri dan barangbarang dari negara lain. (Kindleberger Lindert, 1983:26) Untuk mencapai keseimbangan penukaran diperlukan supaya nilai yang diminta oleh pihak yang satu justru sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak lain. Dalam menerangkan ini, J.S. Mill menggunakan teorinya yang disebut principle of equation of recipsocal demand. Demand sama dengan permintaan. Reciprocal dapat diartikan dengan lawan. Jadi dapat disebut juga prinsip

11 persamaan permintaan lawan atau pihak lain. Maksudnya bahwa nilai yang diminta oleh pihak lain justru harus sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak lain. Sebab baru dengan ini terdapat keseimbangan. (Abdulhafid, 1958:25) Menurut teori modern dari H-O yang dikenal sebagai The Proportional Factors Theory. perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya. (Hamdy Hady, 2004:39) Stolper dan Samuelson membuktikan bahwa teori H-O itu tidak benar, yang menyatakan bahwa negara yang menyuplai factor produksi yang langka ( jarang) justru akan memperoleh keuntungan pendapatan riil dalam nilai absolute dan merentangkan proteksi yang dapat menghambat lajunya impor sehingga konsumen secara keseluruhan dirugikan dalam memenuhi preferensinya. Pada bagian lain, perusahaan tenaga kerja (buruh) domestic berupaya mendapatkan perlindungan tariff, khusunya untuk barang-barang produksi padat karya. (Hendra Halwani, 2005:27) Menurut M Porter, dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar

12 internasional bila memiliki empat factor penentu sebagai berikut. (Hamdy Hady, 2004:58) 1. FACTOR CONDITIONS atau keadaan factor-faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau prasarana 2. DEMAND CONDITIONS atau keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk hasil industri tertentu 3. RELATED & SUPPORTING INDUSTRY atau eksistensi industri terkait dan pendukung yang kompetitif secara internasional. 4. FIRM STRATEGY STRUCTURE & RIVALRY atau strategi perusahaan itu sendiri dan struktur serta system persaingan antarperusahaan Dari uraian diatas maka dalam penelitian ini penulis mengambil nilai tukar, harga jual FOB dan harga di pasar internasional sebagai faktor faktor yang dapat mempengaruhi ekspor. tukar merupakan jumlah mata uang asing per unit mata uang domestik atau dapat juga didefinsikan sebagai jumlah mata uang domestik per unit mata uang asing. tukar mempunyai hubungan yang positif dengan ekspor bersih suatu perekonomian.ketika nilai tukar naik (depresiasi) maka ekspor juga naik begitu juga sebaliknya ketika nilai tukar turun (apresiasi) maka ekspor juga turun. Sesuai dengan hukum penawaran, ketika harga naik maka produsen akan menawarkan barangnya lebih banyak karena mengharapkan keuntungan yang lebih besar. Begitu pula dengan ekspor karet, harga mempunyai pengaruh yang positif terhadap ekspor karet di Indonesia.

13 Adapun kerangka pemikirannya dapat dilihat sebagai berikut: tukar (X 1 ) Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Harga Jual FOB (X 2 ) Ekspor (Y) Harga di Pasar Internasional (X 3 ) 1.5.Hipotesis 1. tukar berpengaruh positif terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006. 2. Harga jual FOB berpengaruh positif terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006. 3. Harga di pasar internasional berpengaruh positif terhadap ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006.