PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH BUPATI KUTAI TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET KABUPATEN KUTAI TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 16 TAHUN T E N T A N G RETRIBUSI, IJIN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI ACEH TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR : 17 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN DAERAH KABUP[ATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 21 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN DAN PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KOTA PADANG

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG

TENTANG. yang. untuk. dalam. usaha

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN ATAU PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 6 TAHUN 2012 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENGUSAHAAN PENANGKARAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR : 7, TAHUN : 2004 SERI : B NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG SRITI DAN ATAU WALET

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2012

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 33 TAHUN 2008

NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN RUMAH SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK ATAS PENGUSAHAAN BURUNG SRITI DAN ATAU WALET DI KABUPATEN JEMBRANA

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA

PAJAK SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2016

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 01 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2010 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH. KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG PUNGUTAN/ RETRIBUSI TERHADAP HASIL PRODUKSI BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

b. bahwa untuk pelaksanaan ketentuan sebagaimana ffiffi pati KA$Y&$ ffiert&rsffig&k&

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERIJINAN PEMANFAATAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Transkripsi:

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan kepada Daerah, Sarang Burung Walet termasuk yang diserahkan kepada Daerah Kabupaten atau Daerah Kota; b. bahwa dalam rangka kelestarian Sumber Daya Alam, khususnya Sarang Burung Walet sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 perlu diatur pedoman pengelolaan dan pengusahaannya. c. bahwa untuk maksud pada huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara

Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1820); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Baru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3542); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Kehutanan kepada Daerah;

11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II; 17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 1999 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; 18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu Nomor 9 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan. Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. c. Kepala Daerah adalah Bupati Kapuas Hulu. d. Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Burung Walet adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan Hukum untuk mengusahakan pengelolaan Burung Walet dalam Daerah Kabupaten Kapuas Hulu sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. e. Burung Walet adalah satwa liar yang termasuk marga Collocalia, yaitu Collocalia Fuchiaphaga, Collocalia Maxima, Collocalia Esculenta dan Collocalia Linchi. f. Pengelolaan Burung Walet adalah rangkaian pembinaan habitat dan pengendalian populasi Burung Walet di habitat alami dan di luar habitat alami. g. Pengusahaan Sarang Burung Walet adalah bentuk kegiatan pengambilan Sarang Burung Walet di habitat alami dan di luar habitat alami. h. Habitat alami Burung Walet adalah lingkungan tempat Burung Walet hidup dan berkembang secara alami. i. Di luar habitat alami Burung Walet adalah lingkungan tempat Burung Walet hidup dan berkembang yang diusahakan dan dibudidayakan. j. Kawasan Hutan Negara adalah Kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. k. Lokasi adalah suatu kawasan/tempat tertentu dimana terdapat Sarang Burung Walet baik pada habitat alami maupun di luar habitat alami.

l. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pelestarian dan kelangsungan hidup keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. m. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. n. Kawasan konservasi adalah kawasan yang dilindungi atau dilestarikan. o. Penemu Goa Sarang Burung Walet adalah seseorang atau sekelompok orang yang diakui oleh masyarakat sekitarnya sebagai penemu goa sarang burung walet. p. Retribusi izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan hukum. q. Bangunan gedung dan rumah adalah bangunan tempat digunakan untuk bersarangnya burung walet. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1). Maksud Peraturan Daerah ini adalah sebagai acuan dalam melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet. (2). Tujuan Peraturan Daerah adalah: a. Menjaga kelestarian dan populasi burung walet; b. Meningkatkan produksi sarang burung walet; c. Meningkatkan kesejateraan masyarakat;

d. Memberikan rasa aman kepada pengelola dan masyarakat, merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah. BAB III LOKASI SARANG BURUNG WALET DAN PENGUSAHAANNYA Pasal 3 (1). Lokasi Sarang Burung Walet berada di: a. Habitat alami; b. Di luar habitat alami. (2). Sarang Burung Walet yang berada di habitat alami meliputi: a. Kawasan Hutan Negara; b. Kawasan Konservasi; c. Goa alam dan di luar yang tidak dibebani hak milik perorangan dan atau adat. (3). Sarang Burung Walet yang berada di luar habitat alami meliputi: a. Bangunan; b. Rumah/gedung tertentu. Pasal 4 (1). Penemu Goa Sarang Burung Walet dihabitat alami wajib melaporkan penemuannya kepada Kepala Daerah dengan disertai Surat Keterangan dari Kepala Desa yang diketahui oleh Camat setempat untuk dibuatkan Surat Pengesahan atas penemuannya. (2). Penemu Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan prioritas untuk mengelola dan mengusahakan Sarang Burung Walet. (3). Penemu Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksund pada Pasal 4 ayat (1) dapat bekerjasama atau menyerahkan pengelolaan dan pengusahaannya kepada pihak lain.

(4). Penyerahan hak pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet dari penemu kepada pihak lain, harus tertuang dalam bentuk perjanjian tertulis dan mendapat persetujuan dari Bupati. BAB IV KETENTUAN PERIZINAN Pasal 5 (1). Sarang Burung Walet yang berada di habitat alami dan di luar habitat alami dapat dikelola dan diusahakan atas izin Kepala Daerah. (2). Untuk mendapatkan izin pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 di atas orang atau badan usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah melalui Bagian Perekonomian Sekretariat Kabupaten Kapuas Hulu dengan melampirkan: a. Proposal pengusahaan Sarang Burung Walet; b. Surat keterangan penemuan yang dibuat oleh Kepala Desa dan diketahui oleh Camat setempat; c. Rekomendasi dari Perangkat Daerah berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Teknis lokasi pengusahaan Sarang Burung Walet; d. Bahwa pemohon akan berusaha semaksimal mungkin mempekerjakan masyarakat setempat yang diketahui oleh Kepala Desa; e. Surat Pernyataan bahwa yang bersangkutan dalam mengelola dan mengusahakn sarang burung walet akan mentaati persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Daerah maupun instansi teknis; f. Khusus pengelolaan dan pengusahaan Sarang Burung Walet di luar habitat alami harus dilengkapi Izin Gangguan (HO) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); g. Tanda Bukti Lunas Retribusi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali panen. h. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk sebanyak 2 (dua) lembar. i. Pasphoto ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar.

j. Materai secukupnya. Pasal 6 Masa berlakunya izin sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat 1 di atas adalah jangka waktu 1 (satu) tahun dan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya izin yang lama sudah harus mengajukan permohonan perpanjangan dengan persyaratan sebagai berikut: a. Proposal pengusahaan Sarang Burung Walet; b. Rekomendasi dari Kepala Desa yang diketahui oleh Camat setempat; c. Rekomendasi dari Perangkat Daerah berdasarkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Teknis lokasi pengusahaan Sarang Burung Walet; d. Bahwa pemohon akan berusahan semaksimal mungkin mempekerjakan masyarakat setempat yang diketahui oleh Kepala Desa; e. Surat pernyataan bahwa yang bersangkutan dalam mengelola dan mengusahakan Sarang Burung Walet akan mentaati persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Daerah maupun Instansi Teknis; f. Tanda Bukti Lunas Retribusi setiap kali panen; g. Surat izin pengelolaan yang akan berakhir; h. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk sebanyak 2 (dua) lembar; i. Pasphoto ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar. j. Materai secukupnya. Pasal 7 Pemegang izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet diwajibkan untuk: a. Memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet; b. Melakukan kegiatan usaha pengelolaan sarang burung walet selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah izin diberikan oleh Kepala Daerah, khususnya bagi pengelolaan dan pengusahaan walet rumah; c. Mentaati semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet.

Pasal 8 (1). Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dapat dicabut apabila: a. Pemegang izin tidak melaksanakan kegiatan usahanya; b. Pemegang izin melanggar atau tidak mentaati ketentua-ketentuan Peraturan Daerah ini dan ketentuan-ketentuan yang berlaku lainnya. (2). Pencabutan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. (3). Apabila peringatan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet untuk jangka waktu 1 (satu) bulan. (4). Jika pembekuan izin Pengelolaa dan Pengusahaan Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, maka Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dicabut. Pasal 9 Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal pemegang izin: a. Melakukan kegiatan yang membahayakan Keamanan Negara dan Ketertiban Umum. b. Memiliki izin pengelolaan Sarang Burung Walet dengan cara tidak sah. Pasal 10 Pemegang izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet dilarang: a. Melakukan kegiatan usaha lain pada tempat yang sama kecuali apa yang telah disebut dengan jelas dalam pemberian izin pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet. b. Melakukan kegiatan usaha yang membahayakan keamanan negara.

c. Melakukan penyimpanan barang-barang yang membahayakan keselamatan masyarakat umum yang berada disekitar lokasi atau tempat pengelolaan pengusahaa sarang burung walet. d. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. e. Dilarang mengelola dan mengusahakan sarang burung walet ditempat-tempat peribadatan, perkantoran pemerintah, sarana pendidikan dan fasilitas umum lainnya. BAB V TATA CARA PENGAMBILAN SARANG BURUNG WALET Pasal 11 Untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga populasi Burung Walet, pengambilan (pemanenan) Sarang Burung Walet dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a. Masa panen dilaksanakan setelah anak Burung Walet meninggalkan sarangnya; b. Sarang Burung Walet sedang tidak berisi telur; c. Panen dilakukan pada siang hari; d. Tidak mengganggu Burung Walet yang sedang mengeram; e. Panen hanya dapat dilaksanakan sekali setiap musim panen atau tidak diperkenankan adanya panen ulang; f. Dalam hal Sarang Burung berada di Hutan Produksi, Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam agar mematuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang di bidang Kehutanan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12 (1). Dalam rangka pembinaan Kepala Daerah memfasilitasikan pelaksanaan pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet. (2). Fasilitas yang dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa penyuluhan, bimbingan teknis, keamanan, pemasaran dan partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan. (3). Pengaturan seperti yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) akan ditetapkan kemudia dengan Keputusan Bupati. (4). Dalam hal pembinaan Bupati dapat menunjuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Daerah. (5). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang ditunjuk akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 13 Dalam rangka pengawasan Kepala Daerah dapat memberikan sanksi administrasi berupa pencabutan izin atau sanksi lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 16 Peraturan Daerah ini. BAB VII RETRIBUSI Pasal 14 (1). Atas jasa pelayanan pemberian izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet dikenakan Retribusi. (2). Retribusi Izin Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 15% (lima belas perseratus) dari kapasitas panen (kilogram) sesuai dengan harga pasar yang berlaku. (3). Pengaturan penggunaan dari pungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2) akan diatur kemudian dengan Keputusan Bupati.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 15 Barang siapa melanggar seluruh atau sebagian dari ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). Pasal 16 (1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 adalah pelanggaran. (2). Pembayaran uang denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 menjadi Hak Pemerintah Daerah dan disetor langsung ke Kas Daerah dalam ayat 1.2.4.003 Pos Penerimaan lain-lain. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, orang atau Badan Hukum yang sudah memiliki izin pengelolaan dan pengusaha Sarang Burung Walet, tetap berlaku sampai dengan batas waktu berlakunya izin. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka setiap ketentuan dari Peraturan Daerah terdahulu yang mengatur tentang sarang burung walet dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 19 Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Pasal 21 Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu. Ditetapkan di Putussibau Pada tanggal 13 November 2000 BUPATI KAPUAS HULU Drs. H. ABANG TAMBUL HUSIN DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 26 TAHUN 2000 SERI D NOMOR 22 TANGGAL : 15 NOVEMBER 2000 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU Pejabat mewakili, Drs. F. ANDENG SUSENO, MBA PENATA TINGKAT I NIP 010 090 997

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000 T E N T A N G PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET I. PENJELASAN UMUM Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 43 huruf g Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, menetapkan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewajiban mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan menetapkannya sebagai Peraturan Daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Salah satur sumber keuangan Daerah yang dapat digali oleh Pemerintah Daerah adalah sarang burung walet. Mengingat bahwa sampai saat ini, perkembangan yang ada dilapangan makin menimbulkan berbagai permasalahan dalam masyarakat, maka sewajarnya Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet, sebagai upaya penyelesaian masalah yang ada dalam masyarakat serta dapat memberi manfaat bagi

Daerah Kabupaten Kapuas Hulu dalam rangka menggali sumber-sumber Pendapatan Daerah guna penunjang pembiayaan pembangunan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Penjelasan Pasal demi Pasal dianggap tidak perlu karena sudah cukup jelas.