FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA BULAN DI KELURAHAN TAIPA KOTA PALU

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA BULAN DI KELURAHAN TAIPA KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

Perilaku Ibu Dengan Kejadian Gizi Kurang Pada Balita. Mother Relationship With Events Nutrition Behavior In Children

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak


BEBERAPA FAKTOR RISIKO GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA BULAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

BAB I PENDAHULUAN. tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BEBERAPA FAKTOR RISIKO GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA BULAN

Maria Kareri Hara. Abstract

GAMBARAN FACTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

Persetujuan Pembimbing. Jurnal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA HUIDU KECAMATAN LIMBOTO BARAT KABUPATEN GORONTALO

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-59 BULAN. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Indonesia

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

FREKUENSI KONSELING GIZI, PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PERUBAHAN BERAT ENERGI PROTEIN (KEP) DI KLINIK GIZI PUSKESMAS KUNCIRAN, KOTA TANGERANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

GAMBARAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA TANGKUP KECAMATAN SIDEMEN KABUPATEN KARANGASEM BALI 2014

Risk Factors of Moderate and Severe Malnutrition in Under Five Children at East Nusa Tenggara

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya paling besar mengalami masalah gizi. Secara umum di Indonesia

Melewatkan sarapan dapat menyebabkan defisit zat gizi dan tidak dapat mengganti asupan zat gizi melalui waktu makan yang lain (Ruxton & Kirk, 1997;

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI BATITA UMUR 1-3 TAHUN DI DESA MOPUSI KECAMATAN BOLAANG MONGONDOW INDUK SULAWESI UTARA 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN SIKAP IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWAH LEBAR KOTA BENGKULU

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-59 BULAN. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pontianak, Indonesia

Factors that Influence Parent to Giving Adequate Nutrition On Children Malnutrition. Majestika Septikasari 1*, Rochany Septiyaningsih 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan. Gizi menjadi penting bagi anak sekolah karena selain dapat

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK UMUR 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR MARSUDIRINI SEMARANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. penting yang menjadi kesepakatan global dalam Sustainable Development

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tingkat kejadiannya terus meningkat di banyak negara di dunia (Lopez et

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2012

ABSTRAK. Annisa Denada Rochman, Pembimbing I : Dani dr., M.Kes. Pembimbing II : Budi Widyarto Lana dr., MH.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

EVALUASI PROGRAM PENANGANAN GIZI KURANG MELALUI ASUHAN COMMUNITY FEEDING CENTER (CFC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

GAMBARAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI PPA (PUSAT PENGEMBANGAN ANAK) ID-127 DI KELURAHAN RANOMUUT MANADO

KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA DI KEC. RATU SAMBAN KOTA BENGKULU. Zulkarnain

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

Ani Kipatul Hidayah 1) Lilik Hidayanti., SKM, M.Si 2)

Pemberian Modisco Meningkatkan Status Gizi Balita Kabupaten Purworejo

Transkripsi:

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI KELURAHAN TAIPA KOTA PALU Nurdin Rahman 1*, Hermiyanty 2, Lilis Fauziah 1 1. Bagian Gizi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universitas Tadulako. 2. Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universitas Tadulako. * e-mail Korespondensi: nurdinrahman_67@yahoo.co.id ABSTRAK Gizi kurang merupakan penyebab kematian 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Kelurahan Taipa merupakan salah salah satu kelurahan di Kota Palu yang mempunyai kasus gizi kurang tertinggi dengan prevalensi sebanyak 13,5%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 24-59 bulan di Kelurahan Taipa Kota Palu. Jenis penelitian ini adalah casecontrol study. Sampel dalam penelitian ini yaitu balita yang berada di Kelurahan Taipa Kota Palu yang berjumlah 99 balita yang terdiri dari 33 kasus dan 66 kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran berat badan. Analisa data dilakukan dengan uji statistik univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang konsumsi energinya memiliki risiko tinggi berisiko 8,413 kali menderita gizi kurang dibandingkan dengan balita yang konsumsi energinya memiliki risiko rendah (CI: 3,036-23,014), balita yang konsumsi proteinnya memiliki risiko tinggi berisiko 6,091 kali menderita yang konsumsi proteinnya memiliki risiko rendah (CI: 2,306-16,094) dan balita dengan pola asuh makan yang memiliki risiko tinggi berisiko 3,200 kali menderita gizi kurang dibandingkan balita dengan pola asuh makan yang berisiko rendah (CI: 1,293-7,922), sedangkan balita yang pernah menderita penyakit infeksi berisiko 2,250 kali menderita gizi kurang dibandingkan balita yang tidak pernah mengalami penyakit infeksi dan tidak bermakna signifikan (CI: 0,810-6,252). Sebaiknya para orangtua lebih memperhatikan asupan makanan balita dan kesehatannya agar zat gizi dapat terpenuhi untuk menunjang aktivitas sehari-hari mereka sehingga dapat terhindar dari gizi kurang. Kata Kunci: Gizi Kurang, Balita, Konsumsi Energi, Konsumsi Protein, Penyakit Infeksi, Pola Asuh Makan Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 41

A. PENDAHULUAN Gizi kurang merupakan salah satu penyakit akibat gizi yang masih merupakan masalah di Indonesia. Gizi kurang pada balita membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan, menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian [1]. Menurut Zulfita (2013), Kurang gizi atau gizi buruk merupakan penyebab kematian 3,5 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia [1]. Salah satu indikator sasaran pembangunan kesehatan pada RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan prevalensi kekurangan gizi dari 19,6% pada tahun 2013 menjadi 17% pada tahun 2019 [2]. Prevalensi berat kurang (underweight) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 19,6% yang terdiri dari 13,9% gizi kurang dan 5,7% gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007; 4,9% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 5,7% pada tahun 2013, sedangkan gizi kurang pada tahun 2007 dan 2010 sebanyak 13% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 13,9% [3]. Prevalensi balita gizi kurang dan buruk di Sulawesi Tengah yaitu 24,1 % pada tahun 2013. Angka ini melebihi prevalensi nasional (19,6%) dan masuk dalam kategori masalah berat (>20%). Kelurahan Taipa merupakan salah salah satu kelurahan di Kota Palu dengan kasus gizi kurang tertinggi dengan jumlah prevalensi 13,5%. Anak usia 2-5 tahun merupakan kelompok umur anak yang rawan untuk mengalami keadaan kurang gizi. Kelompok umur ini jarang mendapatkan pemeriksaan atau penimbangan secara rutin di posyandu, perhatian orangtua terhadap kualitas makanan juga berkurang, baik makanan pokok ataupun makanan kecil (selingan) karena anak mulai bisa memilih atau membeli sendiri makanan yang diinginkannya, sedangkan aktifitas fisik anak kelompok umur ini cukup tinggi [5]. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko gizi kurang pada balita usia 24-59 bulan di Kelurahan Taipa Kota Palu. B. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah case control study (kasuskontrol). Penelitian dilakukan selama ±1 bulan yaitu tanggal 28 Juli sampai 30 Agusustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Kelurahan Taipa Kota Palu, sedangkan sampel yaitu seluruh kasus gizi kurang pada balita usia 24-59 bulan dengan jumlah kasus sebanyak 33 balita dan kontrol 66 balita. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui data primer yaitu melalui observasi langsung, FFQ dan kuesioner yang diberikan kepada responden pada saat berada di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi kesehatan terkait yaitu data balita yang mengalami gizi kurang dari Dinas Kesehatan Kota Palu dan Puskesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 42

Mamboro. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat menggunakan program komputer. Penyajian data menggunakan tabel beserta narasinya. C. HASIL Balita yang konsumsi energinya rendah sebanyak 50 balita (50,5%), sedangkan konsumsi yang cukup sebanyak 49 balita (49,5%). Balita dengan konsumsi energi yang rendah berisiko sebanyak 8,413 kali menderita yang konsumsi energinya cukup. Tabel 1 Hasil Analisis Bivariat Variabel OR CI Konsumi Energi 8,413 3,036-23,014 Konsumsi Protein 6,091 2,306-16,094 Penyakit Infeksi 2,250 0,810 6,252 Pola Asuh Makan 3,200 1,293-7,922 Sumber : Data Primer Konsumsi protein rendah sebanyak 51 balita (51,5%), sedangkan konsumsi cukup sebanyak 48 balita (48,5%). Balita yang konsumsi proteinnya rendah berisiko sebnyak 6,091 kali menderita yang konsumsi energinya cukup. Balita yang pernah menderita infeksi sebanyak 71 balita (71,7%) dan yang tidak pernah menderita infeksi sebanyak 28 balita (28,3%). Balita yang pernah menderita infeksi berisiko 2,250 kali menderita yang tidak pernah menderita infeksi tetapi tidak signifikan. Pola asuh makan yang tidak baik sebanyak 54 (54,5%) dan yang baik sebanyak 45 (45,5%). Balita dengan pola suh makan yang kurang baik berisiko sebanyak 3,200 kali menderita gizi kurang dibandingkan dengan balita yang pola asuh makannya baik. D. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi energi, konsumsi protein dan pola asuh makan merupakan faktor risiko terhadap kejadian gizi kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian [1] [6] [7] [8] [9] [11] [12], sedangkan penyakit infeksi merupakan faktor risiko namun tidak bermakna signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian [10]. Konsumsi energi yang rendah pada balita berisiko 8,413 kali menderita gizi kurang dibandingkan dengan balita yang konsumsi energinya cukup. Konsumsi energy yang rendah atau kurang akan mengakibatkan tubuh merespon dengan cara meningkatkan penggunaan cadangan energi seperti otot dan lemak yang menyebabkan penurunan pertumbuhan yang mengarah ke individu yang lebih kurus dibandingkan dengan asupan energi yang memadai [6]. Aktivitas bermain balita di Kelurahan Taipa Kota Palu tergolong tinggi. Aktivitas bermain yang cukup tinggi disebabkan karena jarak antar rumah balita yang cukup dekat sehingga keakraban antar balita juga terjalin cukup baik. Aktivitas bermain yang tinggi membutuhkan energi yang lebih besar sehingga dibutuhkan konsumsi energi yang cukup untuk menunjang aktivitas tersebut. Disamping itu, konsumsi makanan ber-dasarkan hasil FFQ terlihat bahwa makanan sumber energi selain nasi masih kurang seperti Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 43

singkong, ubi jalar dan jenis roti, sehingga mempengaruhi jumlah konsumsi energi pada balita. Konsumsi Protein yang rendah pada balita berisiko 6,091 kali menderita gizi kurang dibandingkan dengan balita ang konsumsi proteinna cukup. Konsumsi protein yang rendah dalam waktu lama akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan, perkemba-ngan dan produk-tivitas. Jika kecukupan energi tidak terpenuhi maka akan terjadiperombakan protein di dalam tubuh sehingga fungsi yang seharusnyasebagai pertumbuhan dan zat pembangun akan terhambat fungsinya yanglama kelamaaan akan menimbulkan gizi kurang bahkan jika terlalu lamaakan mengakibatkan terjadinya gizi buruk [7]. Balita di Kelurahan Taipa memiliki kebiasaan jajan yang cukup tinggi dan suka pilih-pilih makanan. Kebiasaan pilih-pilih makanan pada balita dan tingginya kebiasaan jajan menyebabkan konsumsi protein baik nabati maupun hewani kurang memadai karena setelah balita mengkon-sumsi jajanan seperti snack yang dijual di kios, balita akan pulang ke rumah dengan keadaan yang sudah kenyang sehingga hal ini mengurangi konsumsi makanan balita di rumah. Penyakit infeksi yang pernah terjadi dalam satu bulan terakhir pada balita memiliki risiko 2,250 kali menderita yang tidak pernah menderita penyakit infeksi dan tidak bermakna signifikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar penyakit infeksi yang pernah diderita oleh balita di Kelurahan Taipa Kota Palu adalah ISPA dengan kategori bukan pneumonia yaitu berupa demam, batuk mapun flu. Selain itu, ketika balitanya sakit, orangtua balita langsung membawa balitanya berobat ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama sehingga balitanya cepat sembuh. Hal inilah yang menyebabkan penyakit infeksi tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang di Kelurahan Taipa Kota Palu. Infeksi memainkan peran utama dalam etiologi gizi karena infeksi mengakibatkan peningkatan kebutuhan dan pengeluaran energi tinggi, nafsu makan rendah, kehilangan unsur hara akibat muntah, diare, pencernaan yang buruk, rendahnya penyerapan dan pemanfaatan zat gizi, serta gangguan keseimbangan metabolisme [9]. Pola asuh makan yang tidak baik berisiko 3,200 kali menderita gizi kurang dibandingkan dengan pola asuh makan yang baik. Sebagian besar ibu di Kelurahan Taipa membiarkan balitanya makan sendiri tanpa pendampingan sehingga jumlah atau porsi maupun jenis makanan yang dikonsumsi balita tidak dikontrol dengan baik. Disamping itu, menu makanan yang disajikan dalam satu minggu cenderung tidak bervariasi yang dapat menimbulkan kejenuhan pada balita dan sifat pilihpilih makanan. Balita yang tidak terbiasa dengan variasi makanan lokal dapat menyebabkan balita menjadi pilih-pilih makanan sehingga pemenuhan zat gizi lainnya menjadi kurang. Orangtua memiliki tingkat kontrol yang tinggi terhadap lingkungan dan pengalaman anak-anak mereka. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 44

Pengasuhan yang baik adalah ibu memperhatikan frekuensi dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh anaknya agar kebutuhan zat gizinya terpenuhi. Setiap orangtua memiliki praktik pengasuhan yang berbeda tergantung dari budaya masing-masing, sehingga pengasu-han makanan ini dianggap sebagai strategi perilaku tertentu untuk mengontrol apa saja yang dikonsumsi anak dan berapa banyak yang dikonsumsi anak ketika mereka makan [11]. E. KESIMPULAN DAN SARAN Konsumsi energi, konsumsi protein dan pola asuh makan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang, sedangkan penyakit infeksi merupakan faktor risiko yang tidak bermakna signifikan. Konsumsi energi dan protein merupakan faktor langsung yang mempengaruhi gizi kurang, sehingga dapat dikatakan bahwa kejadian gizi kurang tergantung dari apa yang dikonsumsi. Pola asuh makan merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi kejadian gizi kurang, sedangkan penyakit infeksi juga merupakan faktor langsung yang mempengaruhi kejadian gizi kurang namun tidak bermakna signifikan. Para orangtua sebaiknya lebih mem-perhatikan konsumsi balitanya untuk menunjang aktivitas sehari-hari sehingga dapat terhindar dari gizi kurang, selain itu kebersihan dan kesehatan balita juga perlu menjadi perhatian untuk mencegah berbagai penyakit yang dapat menerang tubuh. DAFTAR PUSTAKA 1. Rahim. 2014. Faktor Risiko Underweight pada Balita Umur 7 59 Bulan, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 9, No. 2, Hal. 115-121 2. Zulfita, P.N.S., 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Kurang Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang Tahun 2013. Padang: STIKes Mercu Bakti Jaya 3. Kepmenkes RI Nomor HK.02.02.Menkes/52/2015. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta. Kemenkes RI 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (BALITBANGKES). 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta. Kementrian Kesehatan RI 5. Sunarto, Sulistya, H. 2013. Hubungan Tingkat Asupan Energi dan Protein dengan Kejadian Gizi Kurang Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol. 2, No.1, April 2013 6. Bush, R.L., 2015. Assessing Childhood Malnutrition in Haiti : Meeting the United Nations Millennium Development Goal # 4. Global Journal of medicine and Public health, 4(2), pp.1 7 7. Shukla, Y. et al., 2016. Risk factors for Severe Malnutrition in Under Five Children Admitted to Nutritional Rehabilitation Centre : A Case-Control Study from Central India. International Journal of Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 45

Community Medicine and Public Health, 3(1), pp.121 127 8. Wong, H.J., Moy, F.M. & Nair, S., 2014. Risk factors of Malnutrition among Preschool Children in Terengganu, Malaysia : A Case Control Study. BioMed Central Public Health, 14(785), pp.1 10 9. Asfaw, M. et al., 2015. Prevalence of Undernutrition and Associated Factors among Children Aged between Six to Fifty Nine Months in Bule Hora Ddistrict, South Ethiopia. BioMed Central Public health, 15(41), pp.1 9 10. Glenn, J.C. et al., 2014. Assessment of Child, Mother, and Environmental Factors Associated with Undernutrition in Children Less than Five Years Old in a Maya Community in Yucatan, Mexico. International Journal of Children Health and Nutrition, 3(352), pp.204 212. 11. Scaglioni, S. et al., 2011. Determinants of children s eating behavior 1 3. The American Journal of Clinical Nutrition, 94, pp.2006 2011. 12. Syukriawati, R. 2011. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang pada Anak Usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Nurdin Rahman, Hermiyanty, Lilis F.: 41-46) 46