Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk

Seks Laki-laki dan Laki-laki, perempuan, interseks, transgender

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

Etika Jurnalistik dan UU Pers

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

Ringkasan Putusan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

Bentuk Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lemba

LATAR BELAKANG: Tentang Prinsip-Prinsip Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

ANGGARAN DASAR ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN. Pasal 2

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

INDEKS KINERJA PENEGAKAN HAM 2011

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Daftar Pustaka. Glosarium

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

Kode Etik Jurnalistik

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

LPF 1 MEMAHAMI KONSEP PERENCANAAN BERBASIS HAK (90 MENIT)

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

KODE ETIK ANGGOTA KOMISI PARIPURNA DAN ANGGOTA BADAN PEKERJA KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan berpasang-pasangan antara lakilaki

Keragaman Gender & Seksualitas

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

Prinsip Dasar Peran Pengacara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

MODUL VII HAK AZAZI MANUSIA

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

Perkawinan Anak dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DAN DISKRIMINASI ORIENTASI SEKSUAL DI INDONESIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

10. KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

MODUL BAHAN AJAR TUGAS [ETIKA PROFESI] Modul 2. Dosen: Elyas Palantei, ST., M.Eng., Ph.D

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini, kita dituntut untuk menjalani aktifitas hidup yang

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang telah ditulis pada bab sebelumnya, maka. dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hukum positif di Indonesia,

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Kepada Yth: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Melalui Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Tempat. Dengan hormat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lembar Fakta. Diskusi tentang Antara Perlindungan dan Pembatasan: Pengawasan Isi Siaran Bermuatan Seksualitas dan Perempuan Jakarta, 18 Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

I. PENDAHULUAN. budayanya. Meskipun memiliki banyak keberagaman bangsa Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB 1 : PENDAHULUAN. manusia lainnya sebagai makhluk yang selalu digerakkan oleh keinginan-keinginan

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Transkripsi:

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ 2017

2017 Edisi Kedua Diterbitkan oleh YJP Press bekerja sama dengan Ardhanary Institut & COC Netherlands ISBN: 978-979-3520-25-4 Modul ini diadaptasi dari GLAAD Media Reference Guide, 9 th Ed, August 2014. glad.org/mrg NY & LA dan disempurnakan dari sumber-sumber data/ materi Ardhanary Institute, Yayasan Jurnal Perempuan, GWL INA, Arus Pelangi, Suara Kita, Persatuan Priawan Indonesia, Pelangi Mahardhika, Transmen Indonesia, Sanggar Waria Remaja, Yayasan Inter Medika, Yayasan Pesona Jakarta, PAMFLET, Magdalene.co, Tempo English, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Tim Penyusun: Gadis Arivia & Rr. Sri Agustine Penerjemah: Herdito Sandi Ilustrasi Sampul: Andi Misbahul Pratiwi & Abby Gina Layout: Irma Yunita Editor: Naufaludin Ismail Yayasan Jurnal Perempuan Jl. Karang Pola Dalam II No. 9 A, Jati Padang Pasar Minggu, Jakarta Selatan Tlp/Fax: 021-22701689 Email: yjp@jurnalperempuan.com Website: www.jurnalperempuan.org Twitter: @jurnalperempuan Facebook: Jurnal Perempuan

Daftar Isi Pengantar... v Bab 1 Landasan Hukum Pers di Indonesia dan Kode Etik Jurnalistik... 1 Landasan Hukum Pers di Indonesia... 1 Fungsi dan Peran Pers... 3 Kode Etik Jurnalistik... 4 Bab 2 Panduan Istilah Kata dan Bahasa... 9 Daftar Istilah LGB... 9 Istilah LGB yang Harus Dihindari... 17 Daftar Istilah Transgender/Transseksual... 22 Istilah Lain yang Mungkin Anda Dengar... 25 Istilah Transgender yang Harus Dihindari... 28 Istilah yang Bersifat Memfitnah... 29 Bab 3 Politik Diskriminasi... 31 Kekerasan Berbasis SOGIEB... 31 Diskriminasi terhadap LGBTIQ... 33 LGBTIQ Sebagai Orangtua... 34 Agama dan Keyakinan... 35 HIV/AIDS dan Komunitas LGBTIQ... 36 Mantan Gay/Lesbian dan Terapi Konversi... 37 Bab 4 Panduan Media Meliput LGBTIQ... 41 Meliput Komunitas Biseksual... 41 Meliput Komunitas Transgender... 42 Meliput Kejahatan Ketika Tertuduh adalah LGBTIQ... 45 Bab 5 Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia... 47 Kerangka Hak Asasi Manusia... 47 Hak sebagai Warga Negara Indonesia... 49 Prinsip-Prinsip Yogyakarta (The Yogyakarta Principles)... 50 iii

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ Referensi... 52 Lampiran... 54 Liputan Media yang Bias-LGBTIQ... 54 Liputan Media yang Adil-LGBTIQ... 62 iv

Pengantar Edisi Kedua Pada hakikatnya, hak asasi manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental yakni hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit untuk ditegakkan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita menginternalisasikan kedua hak dasar tersebut sehingga hak persamaan dan hak kebebasan dapat menjadi landasan bagi kita untuk hidup berdampingan secara harmoni dengan orang lain yang sudah pasti sangat beragam, mulai dari keragaman suku, bahasa, keyakinan, agama, kebiasaan dan adat istiadat, jenis kelamin, gender, orientasi seksual dan lain-lain. Sehingga ketika kita menyoal lesbian, gay, biseksual, transgender/seksual, interseks dan queer (LGBTIQ), landasan persamaan dan kebebasan inilah yang mendasari kita untuk memberikan ruang kepada LGBTIQ sehingga dapat menjalani hidup mereka supaya setara dengan yang lain. LGBTIQ bukan merupakan tindakan kriminal. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai hubungan seksual sejenis (gay/lesbian) misalnya, hubungan seksual sejenis tidak dihukum dalam pasal 292 jika dilakukan oleh dua orang dewasa. Yang diancam hukuman itu adalah perbuatan cabul orang dewasa terhadap orang yang belum dewasa atau melanggar hukum-hukum lain yang lebih spesifik; antara lain hukum yang mengatur mengenai perlindungan anak, kesusilaan, pornografi, pelacuran, dan kejahatan pemerkosaan. Terkait dengan posisinya sebagai warga negara, LGBTIQ memiliki seperangkat hak yang sama seperti halnya semua warga negara di Indonesia yang dijamin dalam Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945. Pasal ini menyebutkan, Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, sedangkan seperangkat hak dan kewajiban lainnya, selain diatur dalam Undang-Undang Dasar 1954 juga dijabarkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. Di tingkat internasional, untuk memastikan agar Deklarasi Universal Mengenai Hak Asasi Manusia (DUHAM) dapat ditegakkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) secara menyeluruh terhadap LGBTIQ, v

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ maka dirumuskanlah Prinsip-prinsip Yogyakarta, yaitu suatu tatanan prinsip-prinsip dalam penerapan Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsipprinsip ini menegaskan standar hukum internasional yang mengikat yang harus dipatuhi oleh semua negara. Prinsip-prinsip ini menjanjikan bentuk masa depan yang berbeda, di mana semua orang dilahirkan dengan bebas dan setara dalam hal martabat dan hak serta dihargai sejak mereka dilahirkan. Prinsip-prinsip Yogyakarta disusun dan secara sepakat diadopsi oleh sekelompok ahli HAM, dari berbagai wilayah dan latar belakang, termasuk hakim, akademisi, mantan Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Prosedur Khusus PBB, anggota lembaga perjanjian, LSM dan lain-lain. Dalam pengantar aksinya hal. 6 dinarasikan: Kita semua memiliki kesamaan hak asasi manusia. Apapun orientasi seksual, jenis kelamin, identitas gender, kebangsaan, ras/etnisitas, agama, bahasa dan status lain yang kita sandang, kita semua memiliki hak-hak asasi manusia (HAM) tanpa boleh disertai dengan diskriminasi. Pada aksi tersebut diakui dengan jelas keberadaan HAM atas dasar SOGI. Kini kita sudah memasuki era komunitas LGBTIQ yang eksis dan berperan di dalam masyarakat. LGBTIQ juga sudah menjadi pembahasan seluruh media tanpa terkecuali, khususnya pada bulan Januari hingga Maret 2016, ketika isu LGBTIQ menjadi kontroversi pejabat negara yang akhirnya meramaikan pemberitaan di seluruh media di Indonesia. Persoalan yang muncul kemudian adalah apakah LGBTIQ telah terepresentasi secara adil di media? Kevin Barnhurst dalam bukunya berjudul Media Queered (2007), menjelaskan bahwa suara LGBTIQ telah lama dibungkam media. Jikapun ramai dibicarakan, maka hanya terfokus pada kontroversi negatif yang merugikan keberadaan LGBTIQ di masyarakat. Karena itu kita perlu mengadvokasi visibilitas LGBTIQ di media dalam kerangka HAM, agar masyarakat terbuka dengan keragaman gender dan seksualitas lainnya di luar normatif heteroseksual. Peranan media diperlukan agar kita sadar atas ketidakadilan yang terjadi dan ikut memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan yang mencerahkan. Sesungguhnya tujuan utama dari sensitivitas media terhadap LGBTIQ adalah untuk membangun dialog antara media dan komunitas LGBTIQ dalam menegakkan HAM. Modul ini pertama kali dicetak pada tahun 2015 dan telah digunakan untuk pelatihan media yang diadakan oleh Ardhanary Institute dan Yayasan Jurnal Perempuan. Modul ini dibuat sebagai sumbangan untuk panduan media dalam meliput LGBTIQ. Modul vi

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ Panduan Media Meliput LGBTIQ Edisi Kedua ini mengalami penambahan pokok materi yakni dimasukkannya Interseks (I) dan Queer (Q) di dalam pembahasan buku ini sebagai bentuk inklusivitas terhadap kelompok lain yang selama ini mengalami diskriminasi juga. Selain itu, penambahan materi mengenai Perilaku Paedofilia, Terapi Konversi untuk LGBTIQ, dan contoh kasus peliputan media yang adil dan/atau bias terhadap kelompok LGBTIQ bertujuan agar peliputan media terhadap LGBTIQ tidak lagi diskriminatif dan menyudutkan. Tidak lupa pula penyempurnaan dari aspek bahasa serta tata tulis lainnya. Modul cetakan kedua ini telah disempurnakan dari masukan berbagai pemangku kepentingan seperti kalangan media, akademisi dan LSM. Kami berharap modul ini bermanfaat bukan saja untuk kalangan media, akademisi dan LSM tetapi juga untuk masyarakat pada umumnya. Selamat meliput! Gadis Arivia Rr. Sri Agustine vii

Modul Panduan Media Meliput LGBTIQ viii