UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1953 TENTANG

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Pasal 97 ayat 1 jo. Pasal 89 dan Pasal 109 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG. PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCOUNTANT") PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1954 TENTANG PEMAKAIAN GELAR "AKUNTAN" ("ACCONTANT") Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1955 TENTANG PENYALURAN KREDIT GUNA PEMBANGUNAN PERINDUSTRIAN DALAM SEKTOR PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERSEROAN 1925 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 89, 97 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1970 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PENDAPATAN 1944 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Mengingat : pasal 23 ayat (2) juncto pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar;

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 15 TAHUN 1951 (15/1951) TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERSEROAN 1925 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGERI KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK KEKAYAAN 1932 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1954 TENTANG PEMBAYARAN KEMBALI PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1955 TENTANG MENGADAKAN OPSENTEN ATAS CUKAI BENSIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 8 TAHUN 1952 SEBAGAI UNDANG-UNDANG BEA KELUAR TAMBAHAN SEMENTARA. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1954 TENTANG PENANGGUNGAN PAJAK PERALIHAN DAN PAJAK UPAH BAGI PEGAWAI NEGERI OLEH NEGARA

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1955 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN TAHUN 1955 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK KEKAYAAN TAHUN 1932 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UANG MUKA. BANK INDONESIA. PEMBERIAN SURAT KUASA PENGAMBILAN KEPADA MENTERI KEUANGAN.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 23 TAHUN 1951 (23/1951) TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERALIHAN TAHUN 1944

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 21 TAHUN 1951 (21/1951) TENTANG PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 36 TAHUN 1953 (36/1953) 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/86; TLN NO.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1954 TENTANG DEWAN KEAMANAN NASIONAL. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PERJANJIAN PERBURUHAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN MAJIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1954 TENTANG WAKIL NOTARIS DAN WAKIL NOTARIS SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1958 TENTANG PENETAPAN PRESENTASE DARI PENERIMAAN BEBERAPA PAJAK NEGARA UNTUK DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI ATURAN BEA METERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

PEMUNGUTAN PAJAK VERPONDING ATAS TAHUN 1951 (Undang-Undang Darurat Nomor 14 Tahun 1951 Tanggal 10 September 1951) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ATURAN BEA MATERAI 1921 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN KEAMANAN NASIONAL Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1954 Tanggal 27 Pebruari 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG. PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH (Lembaran Negara No.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PENGHASILAN DAN USAHA PEGAWAI NEGERI DALAM LAPANGAN PARTIKELIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG MENGADAKAN SUATU TARIP MINIMUM DAN MAKSIMUM DALAM TARIP BEA-MASUK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kampanye WALHI Sulsel 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG

SERA DAN VAKSIN. LEMBAGA PASTEUR DI BANDUNG. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG. Presiden Republik Indonesia,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat pula : Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-26 pada tanggal 1O Agustus 1951; MEMUTUSKAN:

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN PERATURAN ISTIRAHAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa adalah perlu untuk menetapkan tarip pajak perseroan untuk tahun 1953 dan tahun-tahun berikutnya; Mengingat : pasal 89 dan 117 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN. Pasal I Ordonansi pajak perseroan 1925 (Staatsblad 1925 No. 319, sebagaimana kemudian telah diubah, terakhir dengan Undang-undang No. 1 tahun 1954 (Lembaran Negara tahun 1954 No, 8), diubah lagi seperti berikut: Pasal 11 diganti dengan pasal baru, diberi nomer 10 dan 11 yang berbunyi seperti berikut: Pasal 10

- 2 - Pasal 10 (1) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal 11, maka pajak dihitung menurut tarip dibawah ini: [Catatan Penyunting: Didalam dokumen ini terdapat format gambar (2) Untuk menyelenggarakan ayat 1 ini, maka keuntungan yang dikenakan pajak dibulatkan kebawah hingga jumlah penuh sebesar Rp. 100,- Pasal 11 (1) Dari perseroan terbatas dan perseroan komanditer yang terbagi atas saham-saham yang didirikan setelah 1 Januari 1950, maka keuntungan yang dikenakan pajak Yang didapat dari perusahaan mengenai masa lima tahun setelah pendiriannya dan tidak ditutup sebelum 1 Juli 1953 dikenakan pajak menurut tarip seperti dibawah ini: [Catatan Penyunting: Didalam dokumen ini terdapat format gambar (2) Untuk menyelenggarakan ayat 1 pasal ini, maka keuntungan yang dikenakan pajak dibulatkan ke bawah hingga jumlah penuh sebesar Rp. 100,- (3) Ketentuan pada ayat 1 tidak dilakukan, jika pada waktu pendirian perseroan yang dimaksud pada ayat tersebut dimasukkan suatu perusahaan yang dijalankan di Indonesia atau sebagian atau lebih bagian dari perusahaan sedemikian itu yang berdiri sendiri, kecuali jika semua yang dimasukkan dalam bentuk seperti itu adalah kepunyaan seorang atau lebih manusia pribadi. (4) Jika...

- 3 - (4) Jika suatu perseroan seperti dimaksud pada ayat 1 setelah pendiriannya membeli suatu perusahaan yang dijalankan di Indonesia atau sebagian atau lebih bagian-bagian yang berdiri sendiri dari perusahaan seperti itu, - baik sebagian pemasukan (inbreng) maupun sebagai lainnya - maka apa yang ditentukan pada ayat 1 tidak dilakukan terhadap keuntungan yang dikenakan pajak mengenai masa-masa yang permulaannya jatuh pada saat setelah pembelian, kecuali jika yang menjual adalah seorang manusia pribadi. (5) Untuk melakukan ayat 3 dan 4 masing-masing tidak dianggap seperti pemasukan (inbreng) atau penyerahan oleh seorang manusia pribadi, pemasukan atau penyerahan suatu perusahaan atau sebagian atau lebih bagian-bagian yang berdiri dari suatu perusahaan yang dalam 2 tahun sebelum saat pemasukan atau penyerahan dimiliki oleh suatu badan seperti ditentukan dalam pasal 1, ayat 1 dibawah ke 1, ke 2 dan ke 3 dari ordonansi ini. Pasal II Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan untuk pertama kalinya dijalankan terhadap penetapan pajak perseroan mengenai masa yang berakhir pada suatu saat antara 30 Juni 1952 dan 1 Juli 1953. Agar...

- 4 - Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 1954. PRESIDEN, ttd SUKARNO. MENTERI KEUANGAN, ttd Diundangkan pada tanggal 15 Desember 1954. MENTERI KEHAKIMAN, ONG ENG DIE. ttd DJODY GONDOKUSUMO. LEMBARAN NEGARA NOMOR 106 TAHUN 1954

MEMORI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN TARIP PAJAK PERSEROAN UMUM. Pada tanggal 27 Desember 1952 telah diajukan dengan Amanat Presiden kepada Parlemen suatu rancangan Undang-undang untuk menetapkan tarip pajak perseroan untuk tahun 1953. Tarip yang diusulkan adalah sebagai berikut: Bagian keuntungan yang besarnya Rp. 1/2 juta dan kurang 40% Lebih dari Rp. 1/2 juta sampai dengan Rp. 1 juta 421/2% Lebih dari Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 11/2 juta 45% Lebih dari Rp. 11/2 juta sampai dengan Rp.2 juta 471/2% Lebih dari Rp. 2 juta sampai dengan Rp. 21/2 juta 50% Lebih dari Rp. 21/2 juta 521/2% Untuk memperkokoh kedudukan perusahaan-perusahaan nasional yang lemah, tarip ini oleh Parlemen telah dirubah sebagai berikut: Bagian keuntungan yang besarnya Rp. 100.000 dan kurang 25% Lebih dari Rp. 100.000 sampai dengan Rp. 250.000 30% Lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 500.000 35% Lebih dari Rp. 500.000 dan sebagainya (selanjutnya seperti di atas). Karena

- 2 - Karena sesuatu hal rancangan undang-undang itu telah dicabut oleh Pemerintah dengan Amanat Presiden tanggal 20 Oktober 1953 No. 3159/HK/53 dan diganti dengan rancangan baru. Agaknya amendemen itu ada berbeda sedemikian jauh daripada tujuan yang dimaksudkan oleh para pengusul amendemen termaksud. Pengurangan tarip untuk bagian keuntungan sebesar Rp. 500.000 dan kurang yang tercantum dalam perubahan itu tidak hanya akan bermanfaat untuk perusahaanperusahaan nasional yang lemah tapi juga untuk semua perseroan; pun juga perseroanperseroan yang mempunyai keuntungan lebih dari Rp. 500 000. Penglaksanaan perubahan tersebut untuk Negara akan berarti suatu kehilangan penghasilan yang menurut taksiran berjumlah lebih daripada Rp. 100 juta. Maka daripada itu Pemerintah telah mencari penyelesaian yang lebih memuaskan dan dalam hal ini menurut pendapatnya telah cukup, apabila diadakan dua tarip yang berdampingan yakni suatu tarip umum dan suatu tarip khusus untuk perseroan-perseroan yang tertentu. Tarip yang umum adalah sama dengan yang dimuat dalam usul Pemerintah dahulu, tarip yang khusus adalah hampir sama dengan tarip dalam amendemen yang diusulkan oleh Jaswadi. Menurut pasal 11 dari Undang-undang Pajak perseroan tahun 1925 yang sekarang berlaku jumlah pajak adalah sebesar 10 %; atas jumlah itu dahulu dikenakan pemungutan tambahan tahunan. Mulai dari tahun 1952 peraturan pemungutan tambahan telah diganti dengan penetapan tarip penuh dengan undang-undang. Pada permulaannya dalam hal ini menurut pengalaman yang sudah-sudah telah dipikirkan tentang penetapan tahunan (lihat Undang-undang No. 5 tahun 1953 untuk menetapkan Undang-undang Darurat No. 2 tahun 1952). Setelah

- 3 - Setelah dipertimbangkan dengan masak-masak maka dianggap tidak ada alasan untuk mengadakan tindakan lain terhadap tarip pajak perseroan daripada terhadap tarip lain seperti tarip pajak peralihan, pajak upah, pajak penjualan dan sebagainya. Selanjutnya adalah menjadi maksud pula untuk mengatur berlakunya tarip khusus selama beberapa tahun dari umur perseroan-perseroan yang tertentu, hal mana mengingat pada hubungan antara tarip biasa dan tarip khusus, adalah kurang baik untuk menggabungkannya dengan penetapan tarip tahunan. Maka daripada itu dalam rancangan undang-undang tersebut tarip-tarip telah dimuatkan dalam Undang-undang Pajak Perseroan sendiri. PASAL DEMI PASAL Pasal I Dalam pasal 10 baru, di mana teks-teks yang asli telah dicabut dengan Lembaran Negara tahun 1949 No. 174 dimuat tarip umum sedangkan pasal 11 memuat tarip khusus. Pasal 10 Dalam pasal 10 yang diusulkan dimuat isi dari rancangan undang-undang semula yang sekarang telah dicabut. Peraturan tersebut berlaku untuk perseroan-perseroan yang tidak disebut dalam pasal berikutnya dan selanjutnya untuk semua perseroan mengenai bagian-keuntungan di atas Rp. 500 000,-. Pasal 11

- 4 - Pasal 11 Ayat 1. Pertama harus dijawab pertanyaan perseroan-perseroan manakah yang harus dimasukkan dalam tarip khusus. Oleh karena ketentuan tentang "perusahaan-perusahaan nasional yang lemah" sukar dipergunakan, maka Pemerintah beranggapan untuk memindahkan titik-berat kepada usia dari perusahaan. Oleh sebab itu peraturan sekarang ini bertujuan mengadakan pengurangan pajak untuk perusahaan-perusahaan yang baru. Dengan demikian maka secara praktis telah dipenuhi maksud amendemen Jaswadi dan lain daripada itu peraturan termaksud menjadi dorongan umum untuk penanaman modal dalam perusahaan-perusahaan baru yang sangat penting artinya untuk pembangunan ekonomi di Indonesia. Masa selama mana suatu perseroan masih dapat dipandang sebagai baru, selaras dengan peraturan pembebasan untuk perkumpulan-perkumpulan koperasi (pasal la huruf c dari Undang-undang Pajak Perseroan 1925) telah ditetapkan selama lima tahun. Dipandang pantas untuk tidak semata-mata memberi kelonggaran kepada perseroan-perseroan yang didirikan sesudah berlakunya undang-undang ini, tetapi untuk menganggap semua perseroan-perseroan yang didirikan sesudahnya penyerahan kedaulatan sebagai "new comers". Berhubung dengan kenyataan bahwa sudah semestinya peraturan ini tidak akan berlaku surut, maka perseroan-perseroan yang didirikan sebelum 1 Juli 1952 hanya dapat merasakan manfaatnya kelonggaran pajak selama kurang dari lima tahun. Dalam hal ini hendaknya dapat dimaklumi bahwa perseroan-perseroan ini, bilamana mereka mengadakan penanaman-penanaman modal, dalam tahun-tahun pertama sesudah pendiriannya dapat menekan pajak yang harus dibayarnya menurut pasal-pasal 9 dan 10 dari putusan penghapusan Pajak Perseroan 1953. Oleh

- 5 - Oleh karena yang dimaksudkan ialah untuk memberi dorongan kepada perusahaanperusahaan dagang yang biasa maka pasal 11 hanya berlaku untuk perseroan-perseroan terbatas dan perseroan komanditer yang mengeluarkan saham; terhadap perkumpulanperkumpulan koperasi dapat ditunjuk pada pembebasan seluruhnya dalam pasal la huruf c dari Undang-undang Pajak Perseroan 1925. Dalam tarip yang telah diterima oleh Parlemen hanya diadakan suatu perubahan yang kecil berhubung dengan tidak keseimbangan yang terlihat pada tarip tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena untuk bagian-bagian keuntungan sejumlah Rp. 500 000 dan kurang persentase pajak selalu meningkat dengan 5 sedangkan di atas Rp. 500 000 dengan 21/2, maka oleh karena itu pada peralihannya terdapat perloncatan sebesar 71/2 (35% - 421/2%). Dalam tarip yang disusun sekarang perloncatan sebesar 71/2% diturunkan sampai 5% dengan menyisipkan tingkatan tarip yang istimewa. Ayat 3, 4 dan 5. Saat pendirian menurut hukum pada umumnya tidak akan memberi kesangsian. Akan tetapi bukan maksudnya bahwa perseroan-perseroan terbatas yang telah berdiri bertahun-tahun lamanya dengan pemasukan dari perusahaan di Indonesia ataupun satu atau lebih bagian-bagian perusahaan yang berdiri sendiri di dalam perseroan terbatas yang baru akan memperoleh kelonggaran pajak selama lima tahun. Pertimbangan inilah yang menjadi dasar dari apa yang ditetapkan dalam ayat-ayat 3, 4 dan 5. Ayat 3 mengatur hal yang paling mudah yakni pemasukan yang langsung dan nyata dari suatu perusahaan yang telah ada. Dalam hal itu tidak dapat dikatakan tentang adanya perusahaan baru dan tarip yang dikurangkan pada asasnya tidak berlaku untuknya. Akan

- 6 - Akan tetapi bilamana pada seorang manusia pribadi atau lebih yang hingga kini menjalankan sendiri perusahaan yang memberi keuntungan sedang pada sesuatu saat terjadi kesempatan untuk - pada umumnya dengan bantuan modal dari pihak ketiga - memajukan perusahaannya dalam bentuk perseroan terbatas ke arah perkembangan yang lebih besar maka adalah selaras dengan maksud kelonggaran pajak tersebut juga dalam hal ini memberikan keistimewaan. Maka oleh karena itu pada akhir ayat 3 ditetapkan, bahwa semata-mata pemasukan oleh seorang manusia pribadi dianggap sebagai suatu pengecualian atas pengecualian pada peraturan pokok, sehingga peraturan pokok itu berlaku, pun juga tarip yang diturunkan. Ayat 4 memuat peraturan untuk peristiwa di mana perseroan terbatas lama memasukkan atau memindahkan perusahaannya ataupun satu atau lebih bagian-bagian dari perusahaannya yang berdiri sendiri tidak pada seketika perseroan baru itu didirikan, tetapi beberapa waktu sesudahnya. Pada akhir kata diadakan pula pengecualian yang sama seperti dalam ayat ketiga. Ayat 5 mencegah supaya seorang manusia pribadi tidak bertindak sebagai kedok. Dengan tidak adanya ketentuan ini perseroan terbatas lama dapat memindahkan perusahaannya kepada seorang manusia pribadi yang kemudian memasukkan atau memindahkannya dalam/kepada perseroan baru. Jangka waktu antara pemindahan kepada seorang manusia pribadi dan pemasukan atau pemindahan dalam/kepada perseroan baru telah ditentukan dua tahun, oleh karena dapat dianggap bahwa dalam hal jangka waktu yang lebih lama, pemindahan itu tidak dilangsungkan dari sudut penghematan pajak. Dalam theori ada kemungkinan juga bahwa barang sesuatu telah terjadi dalam waktu yang lampau, sehingga penghindaran diri dari pajak tidak dapat menjadi alasan. Dalam hal ini perseroan terbatas baru tidak mempunyai hak apapun juga terhadap tarip yang diturunkan hal mana dapat diterimanya berdasarkan pertimbangan bahwa dapat dikatakan adanya perusahaan lama dalam suasana perseroan, meskipun terhadap bentuk hukumnya telah terjadi suatu pemutusan selama kurang dari dua tahun. Tarip yang dikurangkan dalam pasal 11 dimaksudkan untuk perusahaan baru dan pengecualiannya yang diadakan untuk seorang manusia pribadi harus dipergunakan sedikit mungkin. Pasal II

- 7 - Pasal II Daya berlaku surut dari undang-undang ini sudah selayaknya dibatasi oleh kenyataan bahwa untuk masa yang berakhir sebelum 30 Juni 1952 tarip pajak perseroan telah ditetapkan. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 711