BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

Magister Kimia Terapan, Pascasarjana Universitas Udayana, Jl. Pb Sudirman, Denpasar, Bali 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

3. METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Namun, peningkatan radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress radiasi, asap rokok, sinar ultraviolet, kekurangan gizi, dan peradangan

I. PENDAHULUAN. timbulnya berbagai macam penyakit seperti jantung koroner, kanker, diabetes,

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB 1 PENDAHULUAN. makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Makanan penting

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Reactive Oxygen Species (ROS) adalah hasil dari metabolisme aerobik

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal

Aktivitas antioksidan ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) Disusun oleh : Tri Wahyuni M BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dikenal dengan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul bermuatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biji Mahoni Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan dalam pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri). Mahoni dalam klasifikasinya termasuk famili Meliaceae. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai atau ditanam ditepi jalan sebagai pohon pelindung (Qodri et al., 201), bentuk pohon dan biji mahoni dapat dilihat pada Gambar 2.1. Klasifikasi dari tanaman mahoni adalah (Plantamor, 2012): Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom Super Devisi Devisi Kelas Sub Kelas rdo Famili Genus Species : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan Biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil) : Rosidae : Sapindales : Meliaceae : Swietenia : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

7 A B Gambar 2.1 Tanaman Mahoni (A) Pohon mahoni (B) Biji mahoni (Adminboro, 201) Pada tahun 70-an, mahoni banyak dicari orang sebagai obat. rang-orang mengonsumsi biji mahoni hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih. Penelitian Genus Swietenia (mahoni) sekarang ini semakin berkembang. Dadang dan hsawa (2000) melaporkan ekstrak biji Swietenia mahagoni pada konsentrasi % dapat memberi penghambatan makan 100% larva P. xylostella. Menurut Prijono (1998) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.2% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10.% (Siregar et al., 200). Kandungan kimia mahoni dipengaruhi oleh iklim dan cuaca serta habitat masing-masing mahoni. Biji mahagoni afrika Khaya segenalensis yang diekstraksi dengan etanol, dan dipartisi dengan etil asetat mengandung senyawa tetranortriterpenoid. Ekstrak biji S. macrophylla mengandung triterpenoid yaitu swietenin dan swietenolida tiglat, serta flavonoid dan tanin. Esktrak etanol dari biji Swietenia sp mengandung alkaloid, terpenoid, dan flavonoid (Sianturi, 2001).

8 Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes mellitus), kurang nafsu makan, demam, masuk angin, dan rematik. Hasil penelitian yang sering dipublikasi adalah ekstrak biji mahoni untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus Wistar. Kabar yang terbaru bahwa ekstrak biji mahoni termasuk salah satu obat tradisional yang dapat menghambat pertumbuhan HIV AIDS dalam laboratorium. Penelitian ekstrak mahoni sebagai antibiotik juga telah dilaporkan, bahkan penelitinya menganjurkan agar diteliti lebih jauh, karena potensial untuk digunakan sebagai antibiotik baru terutama untuk bakteri yang resistan terhadap antibiotik yang ada (Rasyad, 2012). 2.2 Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang terbesar di alam. Senyawa flavonoid ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Dalam tumbuhan flavonoid memiliki fungsi pengatur dalam proses fotosintesis, kerja antimikroba, dan antivirus. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran biji-biji buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa). Flavon, flavonol, dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini

9 disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut (Redha, 2010). Umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dan air. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1998). Flavonoid dapat memberikan warna yang khas terhadap pereaksi pendeteksi flavonoid, seperti : NaH 10 %, asam sulfat pekat, bubuk magnesium-asam klorida pekat, dan natrium amalgam-asam klorida pekat (Harborne, 1987). Senyawa flavonoid tersusun atas 1 atom karbon pada inti dasarnya dengan konfigurasi C -C 3 -C yaitu dua cincin aromatik dan dihubungkan oleh atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Indradewi, 2011). Struktur dasar flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.2. B A C Gambar 2.2 Struktur dasar flavonoid (Robinson, 1991) Berdasarkan struktur dasarnya maka dapat dikenal beberapa golongan flavonoid diantaranya: khalkon, auron, flavanon, isoflavon, flavon,

10 dihidroflavonol, flavonol, antosianidin, katekin, (flavan 3-ol), dan proantosiainidin yang tertera pada Gambar 2.3. ' 7 8 2 ' 3 H H Flavon Dihdroflavonon Flavonol 7 8 2 3 ' ' ' ' 2 3 7 8 H 2 3 H ' ' Antosianidin Khalkon Flavan 3,-diol 7 8 2 3 H ' ' 7 CH ' ' Katekin Auron 7 8 2 ' 7 8 2 ' ' 7 8 2 ' ' 3 ' 3 H n 3 Isoflavon Proantosianidin Flavanon Gambar 2.3 Struktur dasar beberapa golongan senyawa flavonoid (Indradewi, 2011)

11 2.3 Hewan Uji Hewan Uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih berjenis Rattus novergicus galur Wistar (Gambar 2.) dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 190 untuk digunakan dalam biologi dan penelitian medis. Gambar 2. Tikus Wistar (Dokterternak, 2010) Tikus putih atau dikenal tikus Wistar merupakan tikus yang paling sering digunakan sebagai hewan uji dalam laboratorium. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus lainnya yaitu penanganan dan pemeliharaannya yang mudah karena tubuhya kecil, bersih, dan kemampuan reproduksi tinggi (Pribadi, 2008). Selama bertahun-tahun, tikus telah digunakan dalam banyak eksperimen, yang telah menambah pemahaman kita tentang genetika, penyakit, pengaruh obatobatan, dan topik lain dalam kesehatan dan kedokteran. Laboratorium tikus juga terbukti berharga dalam studi psikologis belajar dan proses mental lainnya. Pentingnya sejarah spesies ini untuk riset ilmiah tercermin dengan jumlah literatur tentang itu, sekitar 0% lebih dari itu pada tikus. Konversi usia manusia ke tikus adalah usia 10 tahun pada manusia sama dengan 1 bulan pada tikus wistar

12 (Umami, 2012). Konversi dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus wistar dengan berat badan 200 gram adalah 0,018 (Indrapraja, 2009). 2. Etanol Konsumsi etanol adalah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang dapat mengakibatkan masalah sosial. Etanol dapat mengubah respon terhadap obat yang diberikan bersamaan. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara etanol dan obat. Mekanisme interaksi farmakokinetik meliputi: absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Etanol yang dikonsumsi diabsorbsi di usus halus sebesar 80%. Kecepatan absorbsi tergantung pada jumlah dan konsentrasi etanol dalam minuman yang mengisi lambung dan usus. Etanol dalam lambung yang kosong kadarnya dalam darah terdeteksi pada 30-90 menit setelah mengkonsumsi (Gugule et al., 2013). Distribusi etanol berjalan cepat, dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol mendekati volume cairan tubuh total (0,-0,7 L/kg). Sekitar 90-98% etanol yang diabsorbsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi. Metabolisme etanol terjadi di dalam hati. Etanol yang masuk ke dalam tubuh akan cepat diabsorpsi dalam lambung dan usus halus. Etanol diabsorpsi langsung secara difusi dan akan didistribusikan secara bebas dalam jaringan dan cairan tubuh. Volume distribusi etanol berkisar antara 0,8-0,70 L/kg berat badan. Kadar etanol dalam otak dicapai setelah absorpsi sempurna dalam darah. Faktorfaktor yang mempengaruhi absorpsi etanol adalah volume, pengenceran, kecepatan pencernaan, dan makanan yang ada di dalam lambung. Di dalam hati, etanol akan dioksidasi oleh alkohol dehidrogenase menjadi asetaldehid.

13 Asetaldehid akan dioksidasi oleh aldehid dehidrogenase menjadi asam asetat atau asetil ko-enzim A. Asam asetat yang dihasilkan dari oksidasi asetaldehid akan masuk ke dalam siklus kreb, sehingga terbentuk karbon dioksida dan air. Asetaldehid merupakan metabolit pertama dari etanol yang pada pasien alkoholis terjadi proses metabolisme yang lambat sehingga mengakibatkan toksisitas jaringan dan ketergantungan etanol (Wardjowinoto, 1998). Skema metabolisme etanol dapat dilihat pada Gambar 2.. Etanol Asetaldehida Asam Asetat 2. Radikal Bebas Alkohol dehidrogenase Gambar 2. Aldehid dehidrogenase Metabolisme Etanol (Wardjowinoto, 1998) Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Molekul ini dapat bereaksi dengan molekul lain yang akan menimbulkan reaksi rantai yang sangat dekstruktif. Pengertian radikal bebas dan oksidan sering dianggap sama karena keduanya memiliki kemiripan sifat, serta memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda (Hardianty, 2011). 2..1 Struktur radikal bebas Atom terdiri atas inti (proton dan neutron) dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam inti menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron mengelilingi suatu atom dalam

1 satu lapisan bahkan lebih. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan begitu seterusnya. Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. leh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah, sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA (Arief, 2012). 2..2 Sifat-sifat radikal bebas Radikal bebas memiliki reaktifitas tinggi, karena adanya satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya yang menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang atau menarik elektron molekul yang berada di sekitarnya. Hal ini mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru, dengan kata lain radikal bebas dapat mengubah suatu molekul atau senyawa menjadi suatu radikal bebas baru, dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi rantai. Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak pada kecenderungannya untuk menarik elektron (Hardianty, 2011). 2..3 Tahap pembentukan radikal bebas Tahap pembentukan Radikal Bebas terjadi melalui 3 tahap, yaitu; 1. Tahap Inisiasi, yaitu tahap pembentukan awal radikal bebas, dan menjadikan senyawa yang non radikal menjadi radikal bebas. Contohnya: Fe ++ + H 2 2 Fe +++ + H - + H

1 2. Tahap propagasi, yaitu tahap pemanjangan rantai radikal, radikal bebas diperluas sehingga membentuk beberapa radikal bebas yang baru. Contohnya: R2-H + R1 R2 + R1-H R3-H + R2 R3 + R2-H Keterangan: R= rantai alkil 3. Tahap terminasi, yaitu tahap pembentukan non radikal dari radikal bebas, bereaksinya senyawa radikal dengan radikal yang lain sehingga propagansinya menjadi rendah. Contohnya: R1 + R1 R1-R1 R2 + R2 R2-R2 R3 + R3 R3-R3 (Hardianty, 2011). Radikal bebas dapat terjadi melalui proses fisiologis normal dalam tubuh atau karena pengaruh spesies eksogen. Spesies eksogen tersebut dapat berbentuk senyawa yang muncul secara alami dalam biosfer (misalnya ozon, N 2, etanol, atau tetradecanoyl phorbol acetate / TPA), senyawa kimia industri (seperti karbon tetraklorida). Radikal yang sering muncul dalam proses biologis adalah superoksida ( -1 2 ) yang selanjutnya mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida (H 2 2 ) atau mengalami protonasi menjadi radikal hidroperoksil. Pembentukan hidrogen peroksida, menjadi sarana untuk mendeteksi adanya proses yang melibatkan superoksida di dalam tubuh. Radikal superoksida dapat ditemukan di semua sel yang mengalami metabolisme aerobik (Sholihah dan Widodo, 2008).

1 Radikal bebas, yang sering disebut Reactive xygen Species, dapat dibentuk melalui jalur enzimatis ataupun metabolik. Senyawa oksigen reaktif juga dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres ataupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres, terdapat keseimbangan antara proses pembentukan dan pemusnahan senyawa oksigen reaktif. Sementara pada kondisi stres oksidatif, pembentukan senyawa oksigen reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya yang mengakibatkan sistem pertahanan tubuh terpacu untuk bekerja lebih keras untuk memusnahkan senyawa oksigen reaktif. Salah satu sistem pertahanan tubuh itu adalah sistem antioksidan enzimatis dan non enzimatis, yang bekerja menekan senyawa oksigen reaktif yang berlebihan. Sebagai akibatnya adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan stres oksidatif (Hardianty, 2011). 2. Stres ksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan tingkat Reactive oxygen species yang toksik melebihi pertahanan antioksidan. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2012). Stres oksidatif pada susunan saraf pusat sangat mematikan, sebab otak manusia terutama memakai metabolisme oksidatif. Meskipun berat otak hanya 2% dari berat tubuh, otak menggunakan sekitar 0% dari seluruh oksigen tubuh. Faktor stress oksidatif lain yang sangat berbahaya pada otak dengan adanya kandungan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang tinggi, hampir 0% dari struktur jaringan otak. Jaringan otak mengandung asam askorbat 100 kali lipat dibanding di pembuluh darah perifer, tetapi mempunyai katalase, gluthation

17 peroksidase lebih rendah daripada jaringan lain yang juga meningkatkan risiko terjadinya stres oksidatif. Radikal bebas merusak sel dan bereaksi dengan makromolekuler sel melalui proses peroksidasi lipid, oksidasi DNA dan protein (Siswonoto, 2008). 2.7 Senyawa 8-hidroksi-2 -deoksiguanosin (8-HdG) Senyawa 8-HdG merupakan salah satu penanda stres oksidatif yang merupakan hasil oksidasi basa guanin oleh RS. 8-HdG dapat dideteksi pada sampel jaringan tubuh dan darah manusia. 8-HdG dapat terdeteksi pada sampel urin dikarenakan hasil dari nukleotida dan basa merupakan senyawa yang larut air dan dieksresikan pada urin. Senyawa 8-HdG dalam urin dijadikan biomarker penting stres oksidatif dalam sel. Faktanya tingkat 8-HdG dalam urin sering kali digunakan dalam mengukur kerusakan oksidatif pada DNA. Struktur 8-Hidroksi- 2 -deoksiguanosin dan struktur 2 -deoksiguanosin dapat dilihat pada Gambar 2. (Nakajima et al., 2012). H N NH H N N NH 2 H H H H H H Gambar 2. Struktur 8-Hidroksi-2 -deoksiguanosin (Nakajima et al., 2012).

18 2.8 Isolasi Komponen Aktif Tanaman Isolasi senyawa bioaktif yang berasal dari tumbuhan memegang peranan yang sangat penting di dalam pencarian tumbuhan yang mempunyai aktivitas biologi tertentu berkaitan dengan usaha untuk mengisolasi senyawa bioaktif. Tahapan yang harus dilakukan adalah penyiapan sampel, ekstraksi, dan pemisahan. 2.8.1 Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Senywa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Hasil yang diperoleh dari ekstraksi disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk sediaan kering, kental, dan cair (Raja, 2008). 2.8.2 Pemisahan dan pemurnian Pemisahan dan pemurnian komponen atau senyawa kimia yang terdapat dalam bahan tumbuhan umumnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Teknik kromatografi dipergunakan dalam pemisahan dan pemurnian suatu bahan alam. Untuk pemisahan dan pemurnian umumnya menggunakan 2 jenis kromatografi yaitu kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan

19 pemurnian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan awal dengan menggunakan metode partisi (Indradewi, 2011). 2.8.2.1 Partisi Metode partisi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Awalnya partisi dimulai dengan pelarut non polar seperti n-heksan untuk menarik senyawa-senyawa non polar. Selanjutnya digunakan pelarut semi polar seperti kloroform, etil asetat atau aseton untuk menarik senyawa-senyawa semi polar. Terakhir digunakan pelarut polar seperti metanol atau n-butanol untuk menarik senyawa polar. Dalam metode partisi digunakan teknik yang umum digunakan yaitu dengan corong pemisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling tercampur. Untuk pemisahan senyawa yang berwarna, partisi dihentikan bila ekstrak terakhir sudah tidak berwarna sedangkan untuk senyawa yang tidak berwarna, dihentikan setelah 3 sampai kali penggantian pelarut (Indradewi, 2011). 2.9 Karakterisasi Karakterisasi suatu senyawa hasil isolasi dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Dengan cara kualitatif, dilakukan dengan uji fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa dengan menggunakan pereaksi. Sedangkan dengan uji kuantitatif, dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Visible untuk mengukur nilai absrobansi dari sampel dan standar yang dapat digunakan untuk menghitung kadar total flavonoid pada sampel.

20 2.9.1 Uji fitokimia flavonoid Metode identifikasi ini dilakukan berdasarkan pada metode penapisan fitokimia (phytochemical screening) terhadap golongan senyawa kimia tertentu seperti flavonoid degan menggunakan pereaksi warna atau secara kualitatif (Indradewi, 2011). Uji senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi pendeteksi senyawa flavonoid, antara lain pereaksi NaH 10%, pereaksi H 2 S, dan pereaksi Mg-HCl pekat. 2.9.2 Spektrofotometer ultraviolet Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron- terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tingkat dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Williams dan Fleming, 2008). 2.10 Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Teknik ELISA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Engval dan Perlman. Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi zat antibodi atau antigen. Prinsip dari uji ELISA adalah reaksi kompleks antigen-antibodi dengan

21 melibatkan peran enzim konjugasi anti spesien imunoglobulin dan substrat sebagai indikator dalam reaksi (Racmawati et al., 200). ELISA kit untuk penanda kerusakan DNA teroksidasi adalah pengembangan immunoassay berdasarkan enzim kompetitif untuk mendeteksi dan kuantisasi 8-HdG dalam urin, serum, dan sel atau jaringan sampel DNA secara cepat. Sejumlah sampel 8-HdG ditentukan dengan membandingkan absorbansi sampel dengan kurva standar. ELISA kit 8-HdG memiliki batas deteksi antara 100 pg/ml hingga 20 ng/ml. Setiap kit terdapat reagen untuk analisis hingga 9 well termasuk kurva standar dan sampel (Cell Biolabs, Inc). Prinsipnya, sejumlah sampel yang mengandung 8-HdG atau standar pertama kali ditambahkan pada 8-HdG/BSA konjugat yang sebelumnya telah ada dalam microplate. Kemudian setelah dilakukan inkubasi awal, antibodi 8-HdG monoklonal ditambahkan, selanjutnya ditambahkan HRP sebagai antibodi kedua. Senyawa 8-HdG yang terdapat dalam sampel ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva standar 8-HdG (Cell Biolabs, Inc).