BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat dibendung dan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. aparatur pemerintah yang berkompeten dalam menjalankan tugas sebagai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengunaan dana sehingga efektivitas dan efisien penggunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan. Auditor pemerintah terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Pada perusahaan besar, khususnya perusahaan go public, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BPK (Badan Pemeriksa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma administrasi publik dari public administration

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB I PENDAHULUAN. sehingga auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. secara berlapis-lapis, seperti BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, Inspektorat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan sesuai dengan kode etik auditor. Tuntutan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek penting yang menjadi tolok ukur keberhasilan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemerintah yang baik menuju pada terwujudnya good. governance, karena good governance telah menjadi suatu paradigm baru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

BAB I PENDAHULUAN. disusun oleh manajemen berserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses sistematik yang dilakukan untuk. mengevaluasi bukti secara objektif atas pernyataan-pernyataan dari

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan suatu negara membutuhkan dana yang cukup besar. akuntabel dalam pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN) tahun , program reformasi birokrasi dan tata kelola

VALUE FOR MONEY AUDIT DAN PROSES AUDIT KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah yang mengelola negara dalam kaitannya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB I PENDAHULUAN. yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden dalam melaksanakan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah mengambil berbagai langkah penting dalam meuwujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengendalian intern merupakan salah satu alat bagi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. kesalahan seperti watch dog yang selama ini ada di benak kita sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Inspektorat daerah merupakan salah satu unit yang melakukan audit

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. baik di instansi pemerintah maupun di sektor swasta di Indonesia. Auditor di instansi

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu bagian penting dalam kegiatan akuntansi didalam suatu

BAB1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan akuntansi sektor publik saat ini, maka tingkat akuntabilitas dan

PERSEPSI KARAKTERISTIK INDIVIDU TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN. (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Surakarta) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. kinerja dengan pendekatan good governance. Semua aspek pemerintahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. konsep good corporate governance (GCG). Konsep ini sebenarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik, atau biasa disebut good governance. Untuk mencapainya

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN. maupun teori yang telah dikumpulkan oleh penulis yang berhubungan dengan

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Penyelenggaraan organisasi pemerintahan haruslah selaras dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan atau audit. Audit pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi masalah tersebut melalui berbagai cara, salah satunya dengan

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Organisasi pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Karena itu masyarakat mengharapkan penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Di Indonesia, sesuai dengan semangat reformasi, tuntutan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) berkembang menjadi isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut yakni, partisispasi, transparansi dan akuntabilitas. Untuk meminimalkan terjadinya pemerintahan yang menyimpang dan tidak akuntabel diperlukan sistem akuntabilitas publik yang baik. Sistem akuntabilitas publik memerlukan saluransaluran pertangungjawaban yang tersistem dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya praktik penyimpangan dalam pemerintahan. Salah satu fungsi yang harus ada dalam proses akuntabilitas publik adalah fungsi audit. Mekanisme audit merupakan sebuah mekanisme yang dapat menggerakan makna akuntabilitas di dalam pengelolaan sektor pemerintahan, BUMN, atau instansi pengelola aset Negara lainnya (Bastian, 2003). 1

Di Indonesia fungsi audit dilaksanakan oleh auditor pemerintah. Auditor pemerintah sendiri dibagi menjadi dua, yaitu auditor internal dan eksternal. Auditor internal merupakan unit pemeriksa yang merupakan bagian dari organisasi yang diawasi. Auditor internal terdiri dari Inspektorat Jendral Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga Negara dan BUMN/BUMD, Inspektorat Wilayah Propinsi (Itwilprop), Inspektorat Wilayah Kabupaten/ Kota (Itwilkab/Itwilkot), dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sedangkan auditor eksternal terdiri dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang merupakan lembaga pemeriksa yang independen. Auditor eksternal sendiri merupakan unit pemeriksa yang berada di luar organisasi yang diperiksa (Mardiasmo, 2002). Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK, salah satu tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang. Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Audit di sektor pemerintah yang dilakukan BPK tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintah terhadap undang- undang dan peraturan yang berlaku. Di samping itu, auditor pemerintah juga memeriksa dan menilai tingkat ekonomis, efisiensi serta efektivitas dari semua entitas, program, kegiatan serta fungsi yang dilakukan pemerintah (Halim, 2012). Dengan demikian, untuk mewujudkan tata kelola 2

pemerintahan yang baik harus didukung audit sektor publik yang berkualitas. Karena jika kualitas audit sektor publik rendah, kemungkinan akan memberikan kelonggaran terhadap lembaga pemerintah untuk melakukan penyimpangan penggunaan anggaran, dan akan memungkinkan terjadinya praktik kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan. Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan kualitas audit sebagai salah satu yang dilakukan sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan yang diaudit dan pengungkapan terkait (1) disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum dan (2) tidak material salah saji apakah penyimpangan material karena kesalahan atau kecurangan. Jika terdapat perbedaan dari standar yang telah ditetapkan dianggap mencerminkan kualitas audit yang buruk. Knechel et al. (2012) seperti yang dikutip oleh Firza (2013) menyatakan bahwa persepsi audit yang berkualitas tergantung pada pandangan yang menilainya. Pandangan seorang auditor dengan pandangan stakeholders akan kualitas sangat berbeda. Misalnya kualitas audit menurut auditor adalah ketika auditor mampu menyelesaikan pekerjaan audit sesuai dengan metodologi audit yang ditetapkan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), sedangkan menurut regulator, kualitas audit adalah melaksanakan audit sesuai dengan standar profesional yang ditetapkan. Perbedaan pandangan akan kualitas audit menyebabkan bergam definisi kualitas audit. Pendapat ini juga disampaikan Herrbach (2001) seperti yang dikutip oleh Duff (2009), bahwa kualitas audit tidak memiliki definisi dan operasionalisasi yang konsisten dalam berbagai studi. 3

Untuk mengatasi keterbatasan ini maka Carcello et al. (1992) pernah melakukan survei untuk mengetahui persepsi auditor, para pembuat laporan keuangan sebagai pengguna jasa audit dan pengguna laporan keuangan mengenai atribut-atribut kualitas audit. Hasilnya menunjukkan terdapat 12 atribut yang menentukkan kualitas audit yaitu pengalaman tim audit dan KAP dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan klien, keahlian/pemahaman terhadap industri klien, responsif atas kebutuhan klien, kepatuhan terhadap standar audit, KAP memiliki komitmen yang kuat terhadap kualitas, keterlibatan pimpinan KAP dalam pelaksanaan audit, pelaksanaan pekerjaan lapangan, keterlibatan komite audit, karateristik individu anggota tim audit, sikap skeptis anggota-anggota tim audit, personil KAP menjaga perspektifnya selama melakukan audit dan tingkat tangung jawab individual. Duff (2004) juga mengembangkan suatu konsep dimensi kualitas audit yang disebut AUDITQUAL. Konsep ini disusun berdasarkan survei terhadap auditor, finance director selaku penyusun laporan keuangan dan fund manager (stakeholder), untuk mengetahui persepsi mereka mengenai kualitas audit dan melakukan telaah terhadap berbagai komponen kualitas audit yang berbeda-beda, dari berbagai literatur mengenai kualitas audit. Secara spesifik, AUDITQUAL, mengelompokan kualitas audit menjadi dua elemen yang didalamnya terdiri dari beberapa dimensi kualitas audit. Kedua elemen tersebut yaitu, kualitas teknikal (technical qualities) dan kualitas jasa atau layanan (service qualities). Kualitas teknikal berhubungan dengan faktor kompetensi dan objektivitas yang dikembangkan De Angelo (1981). Kualitas teknikal, meliputi beberapa dimensi, 4

yaitu reputasi, kapabilitas, keahlian, pengalaman dan independensi auditor. Sedangkan kualitas jasa diadopsi dari pendekatan kualitas jasa yang dikembangkan Parasuraman et al. (1985), yang meliputi dimensi responsif (tanggapan terhadap klien), empati, jaminan (assurance), dan jasa non-audit (nonaudit service). Selama ini, pada umumnya kualitas audit selalu ditinjau dari pihak auditor. Kualitas pelaksanaan audit selalu mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, meliputi standar umum, standar pekerjaan dan standar pelaporan, sedangkan pihak pengguna jasa audit sering dilupakan. Padahal kualitas audit yang baik, juga berdampak bagai pengguna jasa audit (auditee). (Sutton,1993; Duff, 2004). Kualitas audit yang baik akan memberikan konsekuensi bagi auditee. Salah satu bentuk konsekuensi tersebut adalah kepuasan auditee. Widagdo (2002) mendefinisikan kepuasan auditee sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya. Kualitas audit yang dirasakan auditee diperoleh melalui pengalaman diaudit atau diperiksa. Auditee akan terkesan dan merespon atas apa yang dialami termasuk dalam hal pengkomunikasian hasil pemeriksaan. Nilai yang dirasakan atas kualitas jasa audit akan terkait dengan harapan yang melekat pada diri auditee, yang kemudian menimbulkan kepuasan auditee. Menurut Cronin dan Taylor (1994), seperti yang dikutip Behn (1992) atribut-atribut kualitas audit seharusnya memberi penjelasan juga mengenai faktor-faktor yang menentukan kepuasan klien. Namun kualitas pelayanan atau kualitas audit dan kepuasan klien merupakan konstruk yang berbeda. Faktor- 5

faktor yang terkait dengan kualitas audit yang tinggi mungkin tidak persis sama dengan faktor- faktor yang mendorong kepuasan klien. Karena itu penting untuk mengidentifikasi, manakah dari atribut- atribut kualitas audit yang berhubungan dengan kepuasan klien. Behn et al. (1997) menggunakan 12 atribut kualitas audit yang dikembangkan Carcello dan menghubungkannya dengan kepuasan klien. Dari 12 atribut kualitas audit tersebut 6 diantaranya berpengaruh positif terhadap kepuasan klien, yaitu responsif terhadap kebutuhan klien, keterlibatan pimpinan, keterlibatan komite audit, pelaksanaan pekerjaan lapangan, keahlian dan pengalaman. Sedangkan atribut yang berhubungan negatif dengan kepuasan klien adalah sikap skeptis auditor. Penelitian mengenai hubungan kualitas audit dan kepuasan auditee sebagian besar dilakukan di sektor privat (swasta). Hasil penelitian ini, tentunya tidak dengan mudah dapat digeneralisasikan pada sektor publik. Karena pemerintah berbeda secara substansial dari perusahaan swasta dalam hal tertentu (Samelson et al., 2006). Audit yang dilakukan pada sektor pemerintah juga berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan institusional dan hukum, di mana audit sektor pemerintah mempunyai prosedur dan tangung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dari sektor swasta. Samelson et al. (2006), kemudian melakukan penelitian untuk menentukan faktor- faktor yang menentukan kualitas audit dan kepuasan auditee pada pemerintah lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan, atribut 6

kualitas audit yang menjadi penentu kepuasan auditee, meliputi keahlian, responsif, keterlibatan manajer dan pelaksanaan pekerjaan lapangan. Rehuel et al. (2013), juga melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kinerja auditor dan kepuasan serta loyalitas auditee berdasarkan persepsi auditee pada organisasi non-profit di Belgia. Kinerja auditor dalam penelitian ini, diukur dengan menggunakan dimensi kualitas audit yang dikembangkan Duff, meliputi dimensi client service (assurance), reputasi, dan keahlian. Selain itu juga digunakan dua dimensi tambahan berupa audit fee dan accessibility. Hasil peneletian ini menunjukkan dimensi kualitas audit yang berpengaruh terhadap kepuasan klien adalah, client service (assurance), reputasi, audit fee dan accessibility. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa, berdasarkan besarnya nilai koefisien, terdapat dua dimensi kualitas audit yang merupakan drivers terpenting bagi kepuasan auditee yaitu client service (assurance) dan reputasi. Konsep AUDITQUAL juga digunakan dalam penelitian Butcher et al. (2013), pada pemerintah lokal di Australia, untuk mengetahui persepsi auditee mengenai kualitas audit dan pengaruhnya terhadap auditor retention. Peneliti menggunakan AUDITQUAL untuk mengukur kualitas audit, karena konsep ini dianggap sebagai suatu model kualitas audit yang multidimensional dan terintegrasi. Dalam penelitian ini 7 dimensi AUDITQUAL diklasifiksikan dalam empat kategori, yaitu: (1) kompetensi, yang meliputi dimensi reputasi, kapabilitas dan client service (assurance); (2) hubungan dengan klien, yang meliputi dimensi keahlian dan pengalaman; (3) independensi; (4) kualitas jasa, yang terdiri dari 7

dimensi responsif. Hasil penelitian menunjukan terdapat beberapa dimensi kualitas audit yang berpengaruh terhadap auditor retention yaitu, reputasi, kapabilitas, independensi, keahlian dan sikap auditor yang tanggap (responsif) terhadap kebutuhan auditee. Selain itu juga disimpulkan bahwa berdasarkan persepsi auditee terdapat tiga dimensi kualitas audit yang memiliki pengaruh paling besar, yaitu kapabilitas, keahlian dan sikap responsif auditor. Pada lingkungan pemerintah di Indonesia, Inspektorat Jendral Kementrian Energi dan Sumber Daya Manusia (KESDM) pada tahun 2012 pernah melakukan survei untuk menilai kepuasan auditee terhadap kinerja pengawasan Itjen. Survei ini dilakukan sebagai suatu upaya untuk menigkatkan kualitas pengawasan, karena salah satu indikator kinerja utama Itjen KESDM adalah Indeks kepuasan unit eselon I maupun objek audit. Hasil survei indeks kepuasan auditee dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pengawasan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap aparat pengawasan untuk meningkatkan kualitas pengawasannya serta sebagai masukan kepada pimpinan berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan dan kebijakan Itjen KESDM saat ini dan masa yang akan datang. Hasil survei juga menunjukkan salah satu faktor penentu kualitas audit yang mempengaruhi tingkat kepuasan auditee adalah kualitas auditor. Hal ini berarti auditee di lingkungan KESDM mengharapkan proses audit dilakukan oleh auditor internal yang memiliki kapabilitas dan keahlian di bidang akuntansi dan audit pemerintah. Selain auditor internal, auditor eksternal pemerintah yaitu BPK yang sesuai dengan amanat undang-undang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan 8

tanggungjawab keuangan negara juga diharapkan memiliki kualitas sumber daya manusia yang kompeten untuk dapat malaksanakan audit secara efektif. Berdasarkan pernyataan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Hendar Ristriawan diketahui dari 3.500 pegawai BPK, hanya 1.200 pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Padahal, untuk memeriksa 650 laporan keuangan lembaga negara, idealnya dilakukan oleh akuntan. Selama ini hanya ketua tim audit yang memiliki latar belakang akuntan (Tempo, edisi 9 Oktober 2012). Karena itu suatu studi mengenai persepsi auditee tentang kualitas audit termasuk didalamnya mengenai kualitas auditor BPK juga diperlukan sebagai bahan masukan bagi auditor untuk meningkatkan kualitas auditnya. Menurut Behn et al. (1997), di sektor swasta lingkungan auditor eksternal ditandai dengan persaingan yang ketat, tekanan biaya dan pertumbuhan lambat. Untuk bersaing dengan sukses dalam lingkungan ini, auditor harus terus berusaha untuk memenuhi harapan klien dan memaksimalkan kepuasan klien. Karena itu penting bagi perusahaan audit (KAP) untuk memahami faktor-faktor penentu kepuasan klien. Hal ini tentunya berbeda dengan lingkungan audit di sektor publik atau pemerintah. Di sektor pemerintah khususnya di Indonesia, lingkungan audit ekternal tidak diwarnai dengan persiangan yang ketat antara KAP maupun tekanan biaya, karena audit eksternal dilakukan oleh BPK. Namun demikan, studi mengenai persepsi auditee mengenai kualitas audit dan kepuasan auditee di lingkungan pemerintah juga perlu dilakukan. Karena, dengan mengetahui persepsi auditee tentang kualitas audit dan pengaruhnya terhadap kepuasan auditee, auditor dapat meningkatkan kualitas pengawasannya dan dapat menjadi bahan penilaian 9

terhadap unsur kualitas audit yang masih perlu perbaikan. Peningkatan kualitas audit ini juga pada gilirannya akan berdampak positif pada peningkatan kualitas informasi dalam laporan keuangan pemerintah dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang semakin baik. Beberapa peneliti juga telah mengembangkan penelitian menggunakan 12 atribut kualitas audit yang dikembangkan Carcello et al. (1992), untuk menjelaskan pengaruh kualitas audit terhadap kepuasan auditee. Seperti yang dilakukan Miswaty (2009) dan Reo (2011). Penelitian-penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan persepsi auditee, kualitas audit berpengaruh terhadap kepuasan pemerintah daerah selaku auditee. Namun sejauh ini, belum ditemukan adanya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas audit yang dikembangkan Duff (2006) meliputi dimensi reputasi, kapabilitas, keahlian, independensi, responsif dan empati. Sehingga dari dimensi kualitas audit yang ini, belum diketahui secara pasti untuk lingkungan pemerintah Indonesia, manakah yang dapat mempengaruhi kepuasan auditee. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mencoba menguji pengaruh kualitas audit terhadap kepuasan auditee dengan konteks pemerintah daerah di Indonesia, dalam hal ini pemerintah Kota Ambon. Penelitian ini menggunakan dimensi kualitas audit yang dikembangkan oleh Duff (2006), yang meliputi dimensi reputasi, keahlian, kapabilitas, independensi, sikap responsif dan empati. Pengaruh kualitas audit terhadap kepuasan auditee ditinjau dari persepsi auditee pemerintah daerah, yaitu pihak- pihak di lingkungan pemerintah daerah yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah dan melakukan penyusunan 10

laporan keuangan daerah, selaku entitas akuntansi yang dimintai pertanggungjawaban dan diperiksa oleh BPK. Entitas tersebut merupakan pihak pengguna jasa audit/auditee dari BPK, yang kemudian memberikan penilaian terhadap kualitas audit yang dirasakan dan kepuasan terhadap kinerja auditor pemerintah atau BPK. 1.2. Rumusan Masalah Audit yang dilakukan pada sektor pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan institusional dan hukum, di mana audit sektor pemerintah mempunyai prosedur dan tangung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dari sektor swasta. Audit di sektor pemerintah yang dilakukan BPK tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintah terhadap undang- undang dan peraturan yang berlaku. Di samping itu, auditor pemerintah juga memeriksa dan menilai tingkat ekonomis, efisiensi serta efektivitas dari semua entitas, program, kegiatan serta fungsi yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik harus didukung audit sektor publik yang berkualitas. Persepsi tentang audit yang berkualitas sangat beragam, tergantung pada pandangan yang menilainya. Pandangan seorang auditor dengan pandangan stakeholders dan pandangan client akan kualitas sangat berbeda. Perbedaan pandangan akan kualitas audit menyebabkan bergam definisi kualitas audit. (Knechel et al. 2012). Namun, menurut Sutton et al. (1993) seringkali definisi 11

kualitas audit hanya ditinjau dari pandangan auditor, padahal pandangan auditee sebagai client atau pengguna jasa audit juga perlu diperhatikan. Karena kualitas audit yang baik akan memberikan konsekuensi bagi auditee. Salah satu bentuk konsekuensi tersebut adalah kepuasan auditee. Menurut Cronin dan Taylor (1994), seperti yang dikutip Behn (1992) atribut- atribut kualitas audit seharusnya memberi penjelasan juga mengenai faktor- faktor yang menentukan kepuasan klien. Namun kualitas pelayanan atau kualitas audit dan kepuasan klien merupakan konstruk yang berbeda. Faktorfaktor yang terkait dengan kualitas audit yang tinggi mungkin tidak persis sama denngan faktor- faktor yang mendorong kepuasan klien. Karena itu penting untuk mengidentifikasi, manakah dari atribut- atribut kualitas audit yang berhubungan dengan kepuasan klien. Audit sektor pemerintahan, walaupun berbeda secara substansial dengan audit pada sektor swasta, namun auditor pemerintah juga perlu mempertimbangkan persepsi auditee tentang kualitas audit dan pengaruhnya terhadap kepuasan auditee. Karena dengan mengetahui persepsi auditee tentang kualitas audit dan pengaruhnya terhadap kepuasan auditee, auditor dapat meningkatkan kualitas pengawasannya dan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur kualitas audit yang masih perlu perbaikan, yang nantinya juga akan berdampak pada peningkatan kualitas informasi dalam laporan keuangan pemerintah dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang semakin baik. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mencoba menguji secara empiris beberapa dimensi kualitas audit yang dianggap mempengaruhi kepuasan 12

auditee di pemerintah daerah Kota Ambon. Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah reputasi auditor berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 2. Apakah keahlian auditor berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 3. Apakah kapabilitas auditor berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 4. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 5. Apakah auditor yang responsif dengan kebutuhan auditee berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 6. Apakah sikap empati auditor kepada auditee berpengaruh terhadap kepuasan auditee? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji pengaruh reputasi auditor terhadap kepuasan auditee. 2. Untuk menguji pengaruh keahlian auditor terhadap kepuasan auditee. 3. Untuk menguji pengaruh kapabilitas auditor terhadap kepuasan auditee. 4. Untuk menguji pengaruh independensi auditor terhadap kepuasan auditee. 5. Untuk menguji pengaruh sikap responsif auditor terhadap kepuasan auditee 6. Untuk menguji pengaruh sikap empati auditor terhadap kepuasan auditee. 13

1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan kontribusi dalam menambah literatur mengenai pengaruh kualitas audit terhadap kepuasan auditee berdasarkan persepsi auditee di lingkungan pemerintah daerah. 2. Memberikan masukan kepada auditor pemerintah mengenai perspektif auditee (pemerintah daerah) terkait kualitas audit dan kepuasan mereka terhadap kinerja auditor. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Bab II : Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis Bab ini memuat landasan teori yang digunakan dan pengembangan hipotesis Bab III : Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang digunakan, yang meliputi populasi dan sampel, teknik pengumpulan dan jenis data, definisi operasional dan pengukuran variabel, pengujian instrumen penelitian, uji asumsi klasik serta pengujian hipotesis. 14

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan mengenai hasil pengumpulan data, gambaran umum responden, statistik deskriptif, hasil pengujian instrumen penelitian, uji asumsi klasik, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian hipotesis. Bab V : Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran. 15