BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. 590/MPP/Kep/10/1999 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG USAHA PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN BUPATI ACEH UTARA NOMOR 1 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun : 2005 Serie : E Nomor : 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 14TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN USAHA INDUSTRI

Keputusan Menteri Perindustrian No. 150 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Dan Izin Perluasan

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI ( IUI ) WALIKOTA DENPASAR,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

TAHUN 2002 NOMOR 07 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG IZIN INDUSTRI, PERDAGANGAN, PERGUDANGAN, DAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

BUPATI MUSI RAWAS, 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

WALIKOTA SURABAYA TENTANG TATA CARA PELAYANAN DI BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN SURAT IZIN USAHA INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG IZIN DI BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 2 Tahun 2002 Seri B PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN USAHA DAN RETRIBUSI BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PERINDUSTRIAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 04 TAHUN 2004 T E N T A N G SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN ( SIUP ) WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN DAN PERLINDUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTA KUPANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN DAN PROSEDUR PROSES PEMBERIAN IZIN TERHADAP USAHA INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 02 TAHUN 2006

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP)

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN KOTA BATAM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI USAHA DI BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN DALAM BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL DENGAN

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTA KUPANG NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DAN PENDAFTARAN KEGIATAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT PERMOHONAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) BARU / DAFTAR ULANG

PEMERINTAH KABUPATEN PUNCAK JAYA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa pemberian perizinan bidang industri adalah merupakan Kewenangan Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan ; b. bahwa dalam rangka peningkatan kelancaran pemberian pelayanan di bidang industri, perlu mengatur Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Tanda Daftar Industri dan Izin Perluasan ; c. bahwa sesuai maksud huruf a dan b di atas, dipandang perlu menetapkan Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Tanda daftar Industri dan Izin Perluasan di Kota Cilegon dengan Peraturan Walikota. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) ; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611) ; 3. Undang

- 2-3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828) ; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3330) ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 22) ; 9. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 11 Tahun 2003 tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 168) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 4 Tahun 2006 (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 4) ; 10. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 23 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 180 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 25) ; 11. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 2). Memperhatikan

- 3 - Memperhatikan : 1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis- Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan ; 2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 590/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri ; 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota dan Daftar Kewenangan Kabupaten dan Kota Perbidang dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen ; 4. Peraturan Walikota Cilegon Nomor 1 Tahun 2004 tentang Jenis dan Prosedur Tetap Perizinan dan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kota Cilegon (Berita Daerah Tahun 2004 Nomor 1). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Cilegon ; 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta perangkat Daerah sebagai unsur penyelengara pemerintahan daerah ; 3. Walikota adalah Walikota Cilegon ; 4. Dinas adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon; 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon ; 6. Industri

- 4-6. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri ; 7. Bidang Usaha Industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri ; 8. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan dibidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, perusahaan, persekutuan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia ; 9. Jenis Industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi ; 10. Komoditi Industri adalah suatu proses produksi dan merupakan bagian dari jenis industri ; 11. Izin Usaha Industri yang selanjutnya disebut IUI adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan industri untuk melaksanakan kegiatan industri dengan investasi seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; 12. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disebut TDI adalah tanda pendaftaran industri yang berlaku sebagai IUI yang wajib dimiliki oleh perusahaan industri untuk melaksanakan kegiatan industri dengan investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,- (duaratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; 13. Perluasan Perusahaan Industri yang selanjutnya disebut Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi melebihi 30% (tiga puluh prosen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan. BAB II PERIZINAN INDUSTRI Pasal 2 (1) Setiap pendirian perusahaan industri wajib memperoleh IUI ; (2) Jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh IUI ; (3) Jenis

- 5 - (3) Jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi semua jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; (4) Terhadap jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan TDI dan diberlakukan sebagai IUI. Pasal 3 (1) Setiap permohonan perizinan industri wajib dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim perizinan industri yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan ; (2) Tim perizinan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Walikota. BAB III PEMBERIAN IUI, TDI DAN PERLUASAN INDUSTRI Pasal 4 (1) Jenis industri dalam kelompok industri kecil sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya dibawah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan ; (2) Jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI ; (3) Jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh IUI. Pasal 5 (1) IUI dapat diperoleh melalui tahap persetujuan prinsip atau tanpa melalui tahap persetujuan prinsip ; (2) Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri untuk langsung dapat melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan ; (3) Persetujuan

- 6 - (3) Persetujuan prinsip bukan merupakan izin untuk melakukan produksi komersial ; (4) IUI yang melalui tahap persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri yang telah memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku seperti antara lain Izin Lokasi, Undang- Undang Gangguan, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi, serta telah siap berproduksi ; (5) Bagi perusahaan industri yang telah siap beroperasi dan berada di luar kawasan industri dapat langsung diberikan izin usaha industri tanpa melalui persetujuan prinsip, setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 6 Perusahaan industri yang telah melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh prosen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan sesuai IUI yang dimiliki, wajib memperoleh Izin Perluasan. Pasal 7 IUI, TDI dan Izin Perluasan, berlaku selama perusahaan industri yang bersangkutan beroperasi. Pasal 8 IUI dan TDI diberikan untuk masing-masing jenis industrinya sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2000. Pasal 9 (1) Bagi perusahaan industri yang jenis industrinya tidak tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 tentang Penetapan Jenis dan Komoditi Industri yang Proses Produksinya Tidak Merusak ataupun Membahayakan Lingkungan serta Tidak Menggunakan Sumber Daya Alam Secara Berlebihan atau Tidak Berlokasi di Kasawan Industri/Kawasan Berikat, untuk memperoleh IUI harus melalui tahap persetujuan prinsip ; (2) Bagi

- 7 - (2) Bagi perusahaan yang : a. berlokasi di kawasan industri yang memiliki izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan tanpa melalui tahap persetujuan prinsip setelah memenuhi ketentuan yang berlaku di kawasan industri dan wajib membuat surat pernyataan ; b. jenis industri tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 yang berlokasi di dalam atau di luar kawasan industri yang memiliki izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan tanpa melalui tahap persetujuan prinsip, dan wajib membuat surat pernyataan. Pasal 10 (1) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib memuat ketentuan mengenai kesediaan perusahaan industri antara lain untuk : a. tidak berproduksi komersial sebelum memenuhi segala persyaratan dari intsansi lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; b. menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi paling lambat 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal IUI diterbitkan ; c. menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas surat pernyataan yang telah dibuatnya. (2) Pelaksanaan surat pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri dipantau oleh kepala dinas dan hasilnya dilaporkan kepada walikota ; (3) Pelaksanaan surat pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri dipantau oleh perusahaan/ pengelola kawasan industri dan hasilnya dilaporkan melalui kepala dinas kepada walikota ; (4) Surat pernyataan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUI yang akan diterbitkan. Pasal

- 8 - Pasal 11 Surat pemberitahuan persetujuan bagi perusahaan industri yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing atau surat persetujuan penanaman modal dari Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) bagi perusahaan industri dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang berlokasi di kawasan industri sebagai IUI. Pasal 12 (1) Kewenangan pemberian IUI, Izin Perluasan dan TDI sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini diberikan oleh kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, b dan c Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. (2) Pemberian IUI dan Izin Perluasan bagi industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 ditetapkan tersendiri dengan keputusan walikota. BAB IV TATA CARA PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 13 (1) Permohonan permintaan persetujuan prinsip diajukan kepada Walikota melalui kepala dinas; (2) Terhadap permintaan persetujuan prinsip bagi jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, wajib melampirkan rekomendasi dari instansi terkait, kecuali bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Pasal

- 9 - Pasal 14 (1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diterbitkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima ; (2) Terhadap permintaan persetujuan prinsip yang diterima tetapi tidak lengkap atau belum benar, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima permintaan persetujuan prinsip, kepala dinas wajib menolak untuk memberikan persetujuan prinsip ; (3) Terhadap permintaan persetujuan prinsip yang ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima permintaan persetujuan prinsip, kepala dinas wajib mengeluarkan surat penolakan ; (4) Persetujuan prinsip dapat diubah sesuai dengan permintaan yang bersangkutan ; (5) Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal persetujuan prinsip diterbitkan ; (6) Dalam melaksanakan persetujuan prinsip, perusahaan industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kepada pejabat yang mengeluarkan persetujuan prinsip tentang kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali, paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya ; (7) Persetujuan prinsip batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) tahun pemohon/pemegang persetujuan prinsip tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memperoleh IUI ; (8) Bagi perusahaan industri yang persetujuan prinsipnya batal sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan prinsip yang baru paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya berakhir. Pasal 15 (1) Bagi perusahaan industri yang pembangunan pabrik dan sarana produksinya telah siap berproduksi dan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, wajib mengajukan permintaan IUI ; (2) Permohonan

- 10 - (2) Permohonan permintaan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perusahaan industri kepada kepala dinas ; (3) Apabila pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dilaksanakan, perusahaan yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi komersial kepada kepala dinas ; (4) Terhadap industri yang pembangunan pabrik dan sarana produksinya belum selesai berdasarkan berita acara pemeriksaan, kepala dinas dapat menunda penerbitan IUI ; (5) Paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan IUI. BAB V TATA CARA PERMINTAAN IUI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 16 (1) Permohonan IUI diajukan kepada kepala dinas ; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya. Pasal 17 (1) Permintaan IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip dilakukan dengan membuat surat penyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ; (2) Terhadap permohonan IUI yang lengkap dan benar, kepala dinas wajib mengeluarkan IUI paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima ; (3) Perusahaan industri wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahu n sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya kepada kepala dinas ; (4) Apabila pemegang IUI dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) tahun sejak diterbitkannya IUI tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, IUI tersebut batal dengan sendirinya ; (5) Bagi

- 11 - (5) Bagi perusahaan industri yang IUI-nya batal dengan sendirinya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali pemintaan IUI yang baru. BAB VI TATA CARA PERMINTAAN TDI Pasal 18 (1) Permohonan TDI diajukan kepada kepala dinas ; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya ; (3) Paling lambat 5 (lima) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan TDI ; (4) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkannya TDI wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII TATA CARA PERMINTAAN IZIN PERLUASAN Pasal 19 (1) Setiap perusahaan industri yang telah memiliki IUI baik yang melalui tahap persetujuan prinsip maupun tanpa persetujuan prinsip melakukan perluasan wajib memperoleh izin perluasan ; (2) Setiap perusahaan industri yang telah memilki IUI melalui tahap persetujuan, untuk memperoleh izin perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan lingkungan hidup ; (3) Setiap perusahaan industri yang telah memiliki IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dalam melakukan perluasan wajib menyampa ikan rencana perluasan industri ; (4) Permohonan izin perluasan diajukan kepada kepala dinas ; (5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya. Pasal

- 12 - Pasal 20 Paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan izin perluasan. BAB VIII PENOLAKAN DAN PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 21 (1) Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata tidak memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : a. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan yang tercantum dalam persetujuan prinsip ; b. Jenis industri tidak sesuai dengan persetujuan prinsip ; c. Tidak menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) tiga kali berturut-turut ; d. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Kepala dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya BAP wajib memberikan surat penolakan IUI disertai alasan alasan. Pasal 22 (1) Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata belum memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : a. Belum lengkapnya isian yang harus dipenuhi oleh pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) ; b. Belum memenuhi persyaratan lingkungan hidup berupa penyusunan upaya pengendalian dampak / pencemaran sebagai akibat kegiatan usaha industri terhadap lingkungan hidup dengan kawajiban memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) ; c. Belum

- 13 - c. Belum memenuhi kewajiban melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. (2) Kepala Dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya BAP, wajib memberikan surat penundaan IUI disertai alasan alasan ; (3) Terhadap surat penundaan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterimanya surat penundaan IUI ; (4) Terhadap perusahaan industri yang tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), kepala dinas wajib memberikan surat penolakan permintaan IUI. BAB IX PENOLAKAN DAN PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IZIN USAHA INDUSTRI (IUI) TANPA MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 23 Kepala Dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, wajib memberikan surat penolakan terhadap permintaan IUI yang jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal. Pasal 24 (1) Kepala Dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, wajib memberikan surat penundaan IUI yang belum melengkapi isian dan persyaratan ; (2) Surat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), perusahaan industri diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat penundaan. Pasal

- 14 - Pasal 25 (1) Terhadap surat penolakan IUI baik yang melalui persetujuan prinsip maupun yang tanpa melalui persetujuan prinsip, perusahaan industri dapat mengajukan banding secara tertulis kepada Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya surat penolakan izin. (2) Walikota paling lambat 30 ( tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan banding, wajib menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 26 Bagi perusahaan industri yang ditolak pemintaan IUI-nya pada tingkat banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), dapat mengajukan kembali permintaan IUI baru. BAB X PENOLAKAN DAN PENUNDAAN PERMINTAAN TDI Pasal 27 Terhadap permintaan TDI yang diterima dan ternyata jenis industrinya berbeda dengan jenis industri dalam formulir isian yang diajukan, kepala dinas paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak ditemukannya perbedaan jenis industri tersebut, wajib memberikan surat penolakan TDI disertai alasan-alasan. Pasal 28 (1) Terhadap permintaan TDI yang diterima dan ternyata belum melengkapi isian dan persyaratan, kepala dinas paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan TDI, wajib mengeluarkan surat penundaan disertai alasan alasan ; (2) Terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perusahaan industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi isian dan persyaratan yang diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat penundaan ; (3) Terhadap perusahaan industri yang tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepala dinas wajib mengeluarkan surat penolakan permintaan TDI. Pasal

- 15 - Pasal 29 (1) Terhadap surat penolakan permintaan TDI yang dikeluarkan oleh kepala dinas, perusahaan industri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding kepada walikota paling lambat 30 (tiga puluh) har i kerja sejak diterima surat penolakan permintaan TDI ; (2) Walikota wajib menerima atau menolak permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima surat penolakan permintaan TDI. BAB XI INFORMASI INDUSTRI Pasal 30 (1) Perusahaan industri yang telah memperoleh IUI wajib menyampaikan informasi industri secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada kepala dinas mengenai kegiatan usahanya ; (2) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI wajib menyampaikan informasi industri kepada kepala dinas setiap tahun paling lambat tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya; (3) Semua jenis industri dalam kelompok industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikecual ikan dari kewajiban menyampaikan informasi industri. BAB XII PERINGATAN, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN Pasal 31 (1) Perusahaan industri diberikan peringatan secara tertulis apabila: a. Melakukan perluasan tanpa memiliki izin perluasan ; b. Tidak menyampaikan informasi industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar ; c. Melakukan pemindahan lokasi tanpa persetujuan tertulis dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ; d. Menimbulkan

- 16 - d. Menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran akibat kegiatan usaha industrinya terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku atau tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 40 ; e. Melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam IUI atau TDI yang telah diperolehnya ; f. Adanya laporan atau pengaduan dari pejabat yang berwewenang ataupun pemegang hak atas kekuatan intelektual bahwa perusahan industri tersebut melakukan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual seperti antara lain hak cipta, paten dan merek. (2) Peringatan tertulis diberikan kepada perusahaan industri sebanyak 3 (tiga) kali berturut turut dengan tenggang waktu masing masing 1 (satu) bulan. Pasal 32 (1) IUI atau TDI perusahaan industri dibekukan apabila : a. Tidak melakukan perbaikan walaupun telah mendapat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2); b. Melakukan perluasan yang hasil produksinya untuk tujuan ekspor tetapi di pasarkan di dalam negeri ; c. Sedang dalam pemeriksaan badan peradilan karena didakwa melakukan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual antara lain Hak Cipta, Paten, dan Merek. (2) Pembekuan IUI atau TDI bagi perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Kegiatan Usaha Industri ; (3) Pembekuan IUI dan TDI bagi perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sampai dengan ada Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap ; (4) Apabila dalam masa pembekuan izin perusahaan industri yang bersangkutan telah melakukan perbaikan perbaikan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini, izinnya dapat diberlakukan kembali. Pasal

- 17 - Pasal 33 (1) IUI atau TDI perusahaan industri dapat dicabut apabila: a. IUI atau TDI dikeluarkan berdasarkan keterangan/data yang tidak benar atau dipalsukan oleh perusahaan yang bersangkutan ; b. Perusahaan industri yang bersangkutan tidak melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku setelah melampaui masa pembekuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) ; c. Perusahaan industri yang bersangkutan memproduksi jenis industri tidak sesuai dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) ; d. Perusahaan industri yang bersangkutan telah dijatuhi hukuman atas pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) oleh badan peradilan yang berkekuatan tetap ; e. Perusahaan yang bersangkutan melanggar ketentuan peraturan perundang undangan yang memuat sanksi pencabutan IUI atau TDI. (2) Pencabutan IUI atau TDI dilakukan secara langsung tanpa diperlukan adanya peringatan tertulis ; (3) Pejabat yang berwenang untuk mencabut IUI atau TDI adalah pejabat yang diberi wewenang oleh menteri untuk menerbitkan IUI atau TDI ; (4) Pencabutan IUI atau TDI dilakukan dengan menggunakan. BAB XIII KETENTUAN LAIN Pasal 34 (1) Apabila IUI atau TDI yang dimiliki oleh perusahaan industri hilang atau rusak tidak terbaca, perusahaan industri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengganti IUI atau TDI ; (2) Setiap permohonan penggantian IUI atau TDI yang rusak harus disertai IUI atau TDI yang asli ; (3) Setiap

- 18 - (3) Setiap permohonan penggantian IUI atau TDI yang hilang harus disertai surat keterangan dari kepolisian setempat yang menerangkan hilangnya surat IUI atau TDI tersebut ; (4) Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan penggantian IUI atau TDI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala dinas mengeluarkan IUI atau TDI sebagai pengganti IUI atau TDI yang hilang atau rusak. Pasal 35 IUI, TDI dan Izin Perluasan yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Walikota ini, juga berlaku bagi tempat yang digunakan untuk menyimpan peralatan, perlengkapan, bahan baku, bahan penolong dan barang/bahan jadi untuk keperluan kegiatan usaha industri tersebut. Pasal 36 (1) Bagi perusahaan industri dapat mengajukan permohonan pemindahan lokasi industri, kepada Kepala Dinas untuk mendapatkan persetujuan ; (2) Kepala Dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengeluarkan persetujuan tertulis. (3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku sebagai persetujuan prinsip ditempat yang baru. Pasal 37 (1) Perusahaan industri yang telah mendapatkan IUI, izin Perluasan atau TDI yang melakukan perubahan nama, alamat dan/atau penanggung jawab perusahaan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya penetapan perubahan dari Menteri Kehakiman ; (2) Kepala dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan perubahan dari perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengeluarkan persetujuan atas permintaan perubahan ; (3) Persetujuan

- 19 - (3) Persetujuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUI, izin Perluasan atau TDI. Pasal 38 Sesuai dengan IUI atau TDI yang diperolehnya perusahaan industri wajib : a. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam, pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya dengan melaksanakan AMDAL atau UKL dan UPL atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan ; b. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksi termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 39 (1) Persetujuan prinsip yang telah diperoleh perusahaan industri sebelum ditetapkannya Peraturan ini, dinyatakan tetap belaku sebagai salah satu tahap untuk memperoleh IUI berdasarkan Peraturan ini ; (2) IUI, TDI dan Izin Perluasan yang telah diperoleh perusahaan industri sebelum ditetapkannya Peraturan ini, dinyatakan tetap berlaku ; (3) Perusahaan industri yang telah memperoleh Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil/TDI sebelum ditetapkan Peraturan ini apabila melakukan perluasan dengan nilai investasi diatas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memiliki IUI. BAB

- 20 - BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Peraturan Walikota ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Cilegon. Ditetapkan di Cilegon pada tanggal 27 Maret 2007 WALIKOTA CILEGON, ttd H. Tb. AAT SYAFA AT Diundangkan di Cilegon pada tanggal 27 Maret 2007 SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON, H. EDI ARIADI BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2007 NOMOR 7

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN WALIKOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa pemberian perizinan bidang industri adalah merupakan Kewenangan Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan ; b. bahwa dalam rangka peningkatan kelancaran pemberian pelayanan di bidang industri, perlu mengatur Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Tanda Daftar Industri dan Izin Perluasan ; c. bahwa sesuai maksud huruf a dan b di atas, dipandang perlu menetapkan Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Tanda daftar Industri dan Izin Perluasan di Kota Cilegon dengan Peraturan Walikota. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) ; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611) ; 3. Undang

- 2-3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828) ; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548) ; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3330) ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tah un 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Pemberian Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 22) ; 9. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 11 Tahun 2003 tentang Pembentukan Perangkat Daerah Kota Cilegon ( Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 168) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 4 Tahun 2006 (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 4) ; 10. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 23 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 180 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 25) ; 11. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 2). Memperhatikan

- 3 - Memperhatikan : 1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis- Jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan ; 2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 590/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri ; 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten dan Kota dan Daftar Kewenangan Kabupaten dan Kota Perbidang dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen ; 4. Peraturan Walikota Cilegon Nomor 1 Tahun 2004 tentang Jenis dan Prosedur Tetap Perizinan dan Pelayanan Publik di Lingkungan Pemerintah Kota Cilegon (Berita Daerah Tahun 2004 Nomor 1). MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Cilegon ; 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta perangkat Daerah sebagai unsur penyelengara pemerintahan daerah ; 3. Walikota adalah Walikota Cilegon ; 4. Dinas adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon; 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cilegon ; 6. Industri

- 4-6. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri ; 7. Bidang Usaha Industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri ; 8. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan dibidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, perusahaan, persekutuan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia ; 9. Jenis Industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi ; 10. Komoditi Industri adalah suatu proses produksi dan merupakan bagian dari jenis industri ; 11. Izin Usaha Industri yang selanjutnya disebut IUI adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan industri untuk melaksanakan kegiatan industri dengan investasi seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; 12. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disebut TDI adalah tanda pendaftaran industri yang berlaku sebagai IUI yang wajib dimiliki oleh perusahaan industri untuk melaksanakan kegiatan industri dengan investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,- (duaratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; 13. Perluasan Perusahaan Industri yang selanjutnya disebut Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi melebihi 30% (tiga puluh prosen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan. BAB II PERIZINAN INDUSTRI Pasal 2 (1) Setiap pendirian perusahaan industri wajib memperoleh IUI ; (2) Jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh IUI ; (3) Jenis

- 5 - (3) Jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi semua jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; (4) Terhadap jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan TDI dan diberlakukan sebagai IUI. Pasal 3 (1) Setiap permohonan perizinan industri wajib dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim perizinan industri yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan ; (2) Tim perizinan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Walikota. BAB III PEMBERIAN IUI, TDI DAN PERLUASAN INDUSTRI Pasal 4 (1) Jenis industri dalam kelompok industri kecil sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (3) de ngan nilai investasi perusahaan seluruhnya dibawah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan ; (2) Jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh TDI ; (3) Jenis industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memperoleh IUI. Pasal 5 (1) IUI dapat diperoleh melalui tahap persetujuan prinsip atau tanpa melalui tahap persetujuan prinsip ; (2) Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri untuk langsung dapat melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan ; (3) Persetujuan

- 6 - (3) Persetujuan prinsip bukan merupakan izin untuk melakukan produksi komersial ; (4) IUI yang melalui tahap persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri yang telah memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku seperti antara lain Izin Lokasi, Undang- Undang Gangguan, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi, serta telah siap berproduksi ; (5) Bagi perusahaan industri yang telah siap beroperasi dan berada di luar kawasan industri dapat langsung diberikan izin usaha industri tanpa melalui persetujuan prinsip, setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 6 Perusahaan industri yang telah melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh prosen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan sesuai IUI yang dimiliki, wajib memperoleh Izin Perluasan. Pasal 7 IUI, TDI dan Izin Perluasan, berlaku selama perusahaan industri yang bersangkutan beroperasi. Pasal 8 IUI dan TDI diberikan untuk masing-masing jenis industrinya sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2000. Pasal 9 (1) Bagi perusahaan industri yang jenis industrinya tidak tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 tentang Penetapan Jenis dan Komoditi Industri yang Proses Produksinya Tidak Merusak ataupun Membahayakan Lingkungan serta Tidak Menggunakan Sumber Daya Alam Secara Berlebihan atau Tidak Berlokasi di Kasawan Industri/Kawasan Berikat, untuk memperoleh IUI harus melalui tahap persetujuan prinsip ; (2) Bagi

- 7 - (2) Bagi perusahaan yang : a. berlokasi di kawasan industri yang memiliki izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan tanpa melalui tahap persetujuan prinsip setelah memenuhi ketentuan yang berlaku di kawasan industri dan wajib membuat surat pernyataan ; b. jenis industri tercantum pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 148/M/SK/7/1995 yang berlokasi di dalam atau di luar kawasan industri yang memiliki izin, untuk memperoleh IUI dapat langsung diberikan tanpa melalui tahap persetujuan prinsip, dan wajib membuat surat pernyataan. Pasal 10 (1) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib memuat ketentuan mengenai kesediaan perusahaan industri antara lain untuk : a. tidak berproduksi komersial sebelum memenuhi segala persyaratan dari intsansi lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; b. menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi paling lambat 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal IUI diterbitkan ; c. menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas surat pernyataan yang telah dibuatnya. (2) Pelaksanaan surat pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri dipantau oleh kepala dinas dan hasilnya dilaporkan kepada walikota ; (3) Pelaksanaan surat pernyataan bagi perusahaan industri yang berlokasi di luar kawasan industri dipantau oleh perusahaan/ pengelola kawasan industri dan hasilnya dilaporkan melalui kepala dinas kepada walikota ; (4) Surat pernyataan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUI yang akan diterbitkan. Pasal

- 8 - Pasal 11 Surat pemberitahuan persetujuan bagi perusahaan industri yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing atau surat persetujuan penanaman modal dari Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) bagi perusahaan industri dalam rangka penanama n modal dalam negeri yang berlokasi di kawasan industri sebagai IUI. Pasal 12 (1) Kewenangan pemberian IUI, Izin Perluasan dan TDI sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini diberikan oleh kepala dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, b dan c Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Penetapan Jenis-Jenis Industri dalam Pembinaan Masing-Masing Direktorat Jenderal dan Kewenangan Pemberian Izin Bidang Industri dan Perdagangan di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. (2) Pemberian IUI dan Izin Perluasan bagi industri yang penanaman modalnya dilakukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 ditetapkan tersendiri dengan keputusan walikota. BAB IV TATA CARA PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 13 (1) Permohonan permintaan persetujuan prinsip diajukan kepada Walikota melalui kepala dinas; (2) Terhadap permintaan persetujuan prinsip bagi jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, wajib melampirkan rekomendasi dari instansi terkait, kecuali bagi jenis industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Pasal

- 9 - Pasal 14 (1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diterbitkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima ; (2) Terhadap permintaan persetujuan prinsip yang diterima tetapi tidak lengkap atau belum benar, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima permintaan persetujuan prinsip, kepala dinas wajib menolak untuk memberikan persetujuan prinsip ; (3) Terhadap permintaan persetujuan prinsip yang ternyata jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima permintaan persetujuan prinsip, kepala dinas wajib mengeluarkan surat penolakan ; (4) Persetujuan prinsip dapat diubah sesuai dengan permintaan yang bersangkutan ; (5) Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal persetujuan prinsip diterbitkan ; (6) Dalam melaksanakan persetujuan prinsip, perusahaan industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kepada pejabat yang mengeluarkan persetujuan prinsip tentang kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali, paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya ; (7) Persetujuan prinsip batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) tahun pemohon/pemegang persetujuan prinsip tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memperoleh IUI ; (8) Bagi perusahaan industri yang persetujuan prinsipnya batal sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan prinsip yang baru paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlakunya berakhir. Pasal 15 (1) Bagi perusahaan industri yang pembangunan pabrik dan sarana produksinya telah siap berproduksi dan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, wajib mengajukan permintaan IUI ; (2) Permohonan

- 10 - (2) Permohonan permintaan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perusahaan industri kepada kepala dinas ; (3) Apabila pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak dilaksanakan, perusahaan yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi komersial kepada kepala dinas ; (4) Terhadap industri yang pembangunan pabrik dan sarana produksinya belum selesai berdasarkan berita acara pemeriksaan, kepala dinas dapat menunda penerbitan IUI ; (5) Paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan IUI. BAB V TATA CARA PERMINTAAN IUI TANPA MELALUI PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 16 (1) Permohonan IUI diajukan kepada kepala dinas ; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya. Pasal 17 (1) Permintaan IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip dilakukan dengan membuat surat penyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ; (2) Terhadap permohonan IUI yang lengkap dan benar, kepala dinas wajib mengeluarkan IUI paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima ; (3) Perusahaan industri wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya kepada kepala dinas ; (4) Apabila pemegang IUI dalam jangka waktu paling lambat 4 (empat) tahun sejak diterbitkannya IUI tidak menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi serta belum memenuhi semua ketentuan perundang-undangan yang berlaku, IUI tersebut batal dengan sendirinya ; (5) Bagi

- 11 - (5) Bagi perusahaan industri yang IUI-nya batal dengan sendirinya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan kembali pemintaan IUI yang baru. BAB VI TATA CARA PERMINTAAN TDI Pasal 18 (1) Permohonan TDI diajukan kepada kepala dinas ; (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya ; (3) Paling lambat 5 (lima) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan TDI ; (4) Perusahaan industri yang telah memperoleh TDI dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterbitkannya TDI wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII TATA CARA PERMINTAAN IZIN PERLUASAN Pasal 19 (1) Setiap perusahaan industri yang telah memiliki IUI baik yang melalui tahap persetujuan prinsip maupun tanpa persetujuan prinsip melakukan perluasan wajib memperoleh izin perluasan ; (2) Setiap perusahaan industri yang telah memilki IUI melalui tahap persetujuan, untuk memperoleh izin perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan lingkungan hidup ; (3) Setiap perusahaan industri yang telah memiliki IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dalam mela kukan perluasan wajib menyampaikan rencana perluasan industri ; (4) Permohonan izin perluasan diajukan kepada kepala dinas ; (5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh pimpinan perusahaan atau kuasanya. Pasal

- 12 - Pasal 20 Paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala dinas dapat menerbitkan izin perluasan. BAB VIII PENOLAKAN DAN PENUNDAAN TERHADAP PERMINTAAN IUI MELALUI TAHAP PERSETUJUAN PRINSIP Pasal 21 (1) Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata tidak memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : a. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan yang tercantum dalam persetujuan prinsip ; b. Jenis industri tidak sesuai dengan persetujuan prinsip ; c. Tidak menyampaikan informasi kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (6) tiga kali berturut-turut ; d. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Kepala dinas paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya BAP wajib memberikan surat penolakan IUI disertai alasan alasan. Pasal 22 (1) Terhadap permintaan IUI yang diterima dan ternyata belum memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : a. Belum lengkapnya isian yang harus dipenuhi oleh pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) ; b. Belum memenuhi persyaratan lingkungan hidup berupa penyusunan upaya pengendalian dampak / pencemaran sebagai akibat kegiatan usaha industri terhadap lingkungan hidup dengan kawajiban memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) atau surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) ; c. Belum