2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tent

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI PEKERJA SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL PROVINSI RIAU

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PENERBITAN KARTU PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

2016, No Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 86); 5. Per

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Menteri Sosial tentang Rencana Program, Kegiatan, Anggaran, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Pengumpulan sumbangan masyarakat adalah penghimpunan dan/atau

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemeri

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indones

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

b. bahwa upaya pemerataan dokter spesialis dilakukan melalui wajib kerja dokter spesialis

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176 TAHUN 2011 TENTANG

2018, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Ind

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH KABUPATEN/KOTA (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pen

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 1 30.F t JHUN 2008

2015, No Kementerian sebagaimana telah tujuh kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 4. Peraturan Kepala Arsip Nasi

- 1 - PEDOMAN NOMENKLATUR DINAS SOSIAL TIPE A DAERAH PROVINSI (PENGELOMPOKAN TUGAS BERDASARKAN FUNGSI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jl. Sukarno Hatta Giri Menang Gerung Telp.( 0370 ) , Fax (0370) Kode Pos TELAAHAN STAF

2018, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang P

2017, No Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Aku

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1167, 2017 KEMENSOS. Standar Nasional SDM Penyelenggara Kesejahteraan Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL SUMBER DAYA MANUSIA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, diperlukan adanya standar sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial; Menimbang : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik

2017, No.1167-2- Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4637); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449); 8. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24) 9. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2012 tentang Kerangka Nasional Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 127); 10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 11. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 tentang Kementerian Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 86); 12. Peraturan Menteri Sosial Nomor 20 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1845);

-3-2017, No.1167 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG STANDAR NASIONAL SUMBER DAYA MANUSIA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial adalah satuan standar yang meliputi standar kualifikasi dan standar pembinaan. 2. Standar Kualifikasi adalah kriteria minimal tentang kualifikasi sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. 3. Standar Pembinaan adalah kriteria minimal tentang pembinaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. 4. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga Pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 5. Pekerja Sosial Profesional yang selanjutnya disebut Pekerja Sosial adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga Pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 6. Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial

2017, No.1167-4- bukan di instansi sosial Pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan. 7. Penyuluh Sosial adalah seseorang yang mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan sosial di bidang Penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 8. Relawan adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan berdasarkan kesukarelaan. 9. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PMKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. 10. Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PSKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dapat berperan serta untuk menjaga, menciptakan, mendukung, dan memperkuat penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 11. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 12. Sertifikat Kompetensi adalah sertifikat yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga sertifikasi profesi Pekerja Sosial, lembaga sertifikasi profesi Penyuluh Sosial, dan/atau lembaga sertifikasi Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Relawan Sosial. 13. Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial adalah suatu lembaga yang berwenang menguji, menilai, dan

-5-2017, No.1167 menentukan kualifikasi dan kompetensi Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan Relawan Sosial. 14. Lembaga Sertifikasi Penyuluh Sosial adalah suatu lembaga yang berwenang menguji, menilai, dan menentukan kualifikasi dan kompetensi Penyuluh Sosial. Pasal 2 Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial dimaksudkan untuk melaksanakan pendayagunaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. Pasal 3 Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial bertujuan untuk: a. mendeskripsikan profil sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial; b. mendeskripsikan kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial; c. meningkatkan pengembangan standar sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial berbasis sistem pekerjaan sosial mulai dari rekruitmen, manajemen sumber daya manusia, sistem intervensi sumber daya manusia, dan sistem pelatihan; dan d. pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. BAB II SUMBER DAYA MANUSIA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas:

2017, No.1167-6- a. Tenaga Kesejahteraan Sosial; b. Pekerja Sosial; c. Relawan Sosial; dan d. Penyuluh Sosial. (2) Sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas untuk melakukan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (3) Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mengorganisasikan dan/atau memberikan pelayanan sosial baik langsung maupun tidak langsung yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan/atau perlindungan sosial serta penangganan fakir miskin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Tenaga Kesejahteraan Sosial Pasal 5 (1) Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. aparatur sipil negara; dan/atau b. masyarakat. (2) Tenaga Kesejahteraan Sosial yang berasal dari aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pegawai negeri sipil; dan/atau b. pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. (3) Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Tenaga Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada PMKS.

-7-2017, No.1167 (5) Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya bekerja di Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat. Pasal 6 (1) Tenaga Kesejahteraan Sosial yang berasal dari Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, dikelompokkan dengan nama pendamping sosial. (2) Pendamping sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendamping sosial kelompok usaha bersama; b. pendamping sosial program keluarga harapan; c. pendamping sosial asistensi lanjut usia; d. pendamping sosial anak; e. pendamping sosial orang dengan human immunodeficiency virus/acquired immuno deficiency syndrome; f. pendamping sosial korban perdagangan orang; g. pendamping sosial disabilitas berat; h. pendamping sosial narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya; i. pendamping sosial komunitas adat terpencil; j. pendamping sosial komunitas adat terpencil profesional; k. pendamping sosial eks narapidana; l. pendamping sosial eks wanita tuna susila; m. pendamping sosial sarana dan prasarana lingkungan dan rumah tidak layak huni; atau n. pendamping sosial usaha ekonomi produktif. Pasal 7 (1) Tenaga Kesejahteraan Sosial yang berasal dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tidak menuntut sebagai pegawai aparatur sipil negara dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

2017, No.1167-8- (2) Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti proses seleksi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Tenaga Kesejahteraan Sosial dalam melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial wajib lulus sertifikasi. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial. (3) Lembaga sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Sosial. Bagian Ketiga Pekerja Sosial Pasal 9 (1) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b meliputi: a. asisten Pekerja Sosial; b. Pekerja Sosial generalis; dan c. Pekerja Sosial spesialis. (2) Pekerja Sosial spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial mempunyai spesialisasi meliputi: a. kebencanaan; b. disabilitas; c. narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; d. lanjut usia; e. orang dengan human immunodeficiency virus/ acquired immuno deficiency syndrome; f. anak; g. kemiskinan; h. korban perdagangan orang; i. korban tindak kekerasan; j. tuna sosial; dan k. medis.

-9-2017, No.1167 Pasal 10 (1) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh asisten Pekerja Sosial. (2) Asisten Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada PMKS. Pasal 11 (1) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dan huruf c memiliki tugas: a. memecahkan masalah; b. memberdayakan dan sebagai agen perubahan; dan c. melakukan analisis kebijakan sosial. (2) Memecahkan masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. membantu orang memecahkan masalahnya; b. memberikan pelayanan provisi sosial; c. mengembangkan rencana penanganan kasus; d. melaksanakan penanganan kasus individu dan keluarga, kelompok, serta komunitas; dan e. melakukan pengembangan kompetensi profesional pekerjaan sosial. (3) Memberdayakan dan sebagai agen perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. mengembangkan sistem jaringan pemberian pelayanan; b. mengembangkan program; c. mengembangkan pendidikan dan pelatihan; d. melakukan pemeliharaan dan pengembangan organisasi; dan e. memberikan pelayanan perlindungan. (4) Melakukan analisis kebijakan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa penelitian dan/atau analisis kebijakan sosial. (5) Pekerja Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya bekerja di Pemerintah,

2017, No.1167-10- pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, atau masyarakat. Pasal 12 (1) Pekerja Sosial dalam melaksanakan praktik pekerjaan sosial wajib lulus sertifikasi. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial. (3) Lembaga sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Sosial. Pasal 13 (1) Pekerja sosial yang melaksanakan praktik mandiri, selain lulus sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial harus memiliki izin praktik. (2) Izin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Sosial. Bagian Keempat Relawan Sosial Pasal 14 (1) Relawan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c terdiri atas: a. pekerja sosial masyarakat; b. karang taruna; c. tenaga pelopor perdamaian; d. taruna siaga bencana; e. tenaga kesejahteraan sosial kecamatan; f. wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat; g. wanita pemimpin kesejahteraan sosial; h. kader rehabilitasi berbasis masyarakat; i. kader rehabilitasi berbasis keluarga; j. penyuluh sosial masyarakat; k. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga; l. Lembaga Peduli Keluarga; dan/atau m. Lembaga Kesejahteraan Sosial.

-11-2017, No.1167 (2) Relawan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas pelayanan kesejahteraan sosial dengan atau tanpa imbalan. (3) Relawan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh Kementerian Sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota. Pasal 15 Relawan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), harus tercatat dan terdaftar di Kementerian Sosial, dinas sosial daerah provinsi, dan/atau dinas sosial daerah kabupaten/kota. Pasal 16 (1) Relawan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib lulus sertifikasi. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial. (3) Lembaga sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Sosial. Pasal 17 Dalam hal Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang bersifat kedaruratan, masyarakat dapat berperan sebagai Relawan. Bagian Kelima Penyuluh Sosial Pasal 18 (1) Penyuluh Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan sosial. (2) Penyuluh Sosial sebagaimana dimaksud ayat (1) melakukan penyuluhan sosial kepada: a. PMKS; b. PSKS; dan/atau

2017, No.1167-12- c. masyarakat. (3) Penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan suatu gerak dasar dan gerak awal dari Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (4) Penyuluhan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan melakukan proses perubahan perilaku. (5) Penyuluh Sosial dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara: a. mandiri; dan/atau b. penugasan sebagai aparatur sipil negara; (6) Penyuluh Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja di instansi Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota. Pasal 19 (1) Penyuluh Sosial dalam melaksanakan penyuluhan sosial wajib lulus sertifikasi. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Penyuluh Sosial. (3) Lembaga sertifikasi sebagaimana dimaksud pada (2) ditetapkan oleh Menteri Sosial. BAB III MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PENYELENGGARA KESEJAHTERAAN SOSIAL Bagian Kesatu Pengadaan Pasal 20 (1) Manajemen sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial dilakukan terhadap pengadaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. (2) Pengadaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

-13-2017, No.1167 a. analisa kebutuhan; b. rekruitmen; dan c. penempatan. Pasal 21 Analisa kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a, merupakan teknik untuk merencanakan kebutuhan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial berdasarkan beban kerja. Pasal 22 Rekruitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, merupakan kegiatan pengadaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial berdasarkan analisa beban kerja secara terukur, transparan, dan akuntabel. Pasal 23 (1) Penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, merupakan penugasan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial berdasarkan kompetensi. (2) Penempatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan jenis, rasio, bobot, dan bidang tugas dalam penanganan masalah sosial. Bagian Kedua Kompetensi Pasal 24 Kompetensi merupakan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki untuk melaksanakan tugas di bidang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

2017, No.1167-14- Pasal 25 Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, meliputi: a. kompetensi dasar; b. kompetensi teknis; dan c. kompetensi ahli. Pasal 26 (1) Kompetensi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, meliputi aspek: a. Pengetahuan; b. keterampilan; dan c. sikap. (2) Kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial dalam bidang teknis tertentu untuk melaksanakan praktik Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (3) Kompetensi ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi: a. memiliki kemampuan melaksanakan peran sebagai sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial berdasarkan etika; b. memiliki kemampuan mengaplikasikan dan mengembangkan teori Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang diperlukan dalam intervensi Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; c. memiliki kemampuan melakukan kajian guna mengembangkan model pelayanan sosial yang dapat diaplikasikan; dan d. memiliki kemampuan membangun relasi dengan penerima manfaat dan lingkungan sosial.

-15-2017, No.1167 Bagian Ketiga Peningkatan Kompetensi Tenaga Kesejahteraan Sosial Pasal 27 Peningkatan kompetensi Tenaga Kesejahteraan Sosial dapat dilaksanakan melalui: a. pelatihan kompetensi teknis; dan b. pembinaan karier. Pasal 28 Pelatihan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a merupakan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman terhadap penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Pasal 29 Pembinaan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b disusun dalam suatu rangkaian kegiatan yang sistematis, terencana, dan dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja Tenaga Kesejahteraan Sosial. Bagian Keempat Peningkatan Kompetensi Pekerja Sosial Pasal 30 Peningkatan kompetensi Pekerja Sosial dapat dilaksanakan melalui: a. pendidikan profesi; b. pelatihan kompetensi teknis; c. pembinaan karier; dan d. praktik pekerjaan sosial. Pasal 31 (1) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, merupakan pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan

2017, No.1167-16- peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. (2) Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah lulus pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi. Pasal 32 Pelatihan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b, merupakan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman terhadap penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam praktik pekerjaan sosial sesuai dengan jenis pelayanan. Pasal 33 (1) Pembinaan karier sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c disusun dalam suatu rangkaian kegiatan yang sistematis, terencana, dan dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja Pekerja Sosial. (2) Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rasio minimal kinerja Pekerja Sosial. Pasal 34 (1) Praktik pekerjaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d, diprioritaskan kepada kelompok sasaran yang mengalami: a. kemiskinan; b. ketelantaran; c. disabilitas; d. keterpencilan; e. ketunaan sosial dan penyimpangan prilaku; f. korban bencana; dan/atau g. korban tindak kekerasan, eksplotasi, dan diskriminasi; (2) Praktik pekerjaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada PMKS dan PSKS.

-17-2017, No.1167 Pasal 35 Ruang lingkup praktik pekerjaan sosial meliputi: a. praktik mandiri; b. praktik di panti Pemerintah/pemerintah daerah; c. praktik di Lembaga Kesejahteraan Sosial; dan d. praktik di masyarakat. Pasal 36 Praktik pekerjaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilaksanakan oleh Pekerja Sosial yang telah lulus sertifikasi. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan izin praktik ditetapkan oleh Menteri. Bagian Kelima Peningkatan Kompetensi Relawan Sosial Pasal 38 (1) Peningkatan kompetensi Relawan Sosial dapat dilaksanakan melalui pelatihan kompetensi teknis. (2) Pelatihan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman terhadap penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Bagian Keenam Peningkatan Kompetensi Penyuluh Sosial Pasal 39 Peningkatan kompetensi Penyuluh Sosial dapat dilaksanakan melalui: a. pendidikan profesi; b. pelatihan kompetensi teknis; dan c. pembinaan karier.

2017, No.1167-18- Pasal 40 (1) Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a, merupakan pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. (2) Peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah lulus pendidikan profesi mendapatkan gelar profesi. Pasal 41 Pelatihan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b, merupakan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman terhadap penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Pasal 42 (1) Pembinaan karier disusun dalam suatu rangkaian kegiatan yang sistematis, terencana, dan dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja Penyuluh Sosial. (2) Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rasio minimal kinerja Penyuluh Sosial. Bagian Ketujuh Kinerja Pasal 43 Untuk melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan ditetapkan kinerja sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. Pasal 44 Kinerja sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial yang berasal dari aparatur sipil negara ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

-19-2017, No.1167 Pasal 45 Kinerja sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial yang berasal dari masyarakat diatur dalam perjanjian kerja antara sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial masyarakat dengan pimpinan satuan kerja sebagai pemberi kerja. Bagian Kedelapan Remunerasi Pasal 46 (1) Remunerasi merupakan imbalan yang layak sesuai dengan prinsip remunerasi dengan mempertimbangkan beban tugas dan tanggung jawab. (2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (3) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Penyuluh Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (4) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial sesuai dengan kontrak kerja yang ditetapkan. (5) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Relawan Sosial berupa tali asih sesuai dengan ketersediaan keuangan negara. (6) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial. BAB IV PENGHARGAAN DAN SANKSI Pasal 47 (1) Penghargaan diberikan kepada sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial yang berdedikasi dan mengabdikan diri dengan jasa luar biasa.

2017, No.1167-20- (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri Sosial, gubernur, dan bupati/wali kota. (3) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri atas: a. piagam; b. plakat; c. piala; dan/atau d. insentif. (4) Penghargaan yang diberikan oleh Menteri Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf c, dan huruf d ditetapkan dengan Keputusan Direktorat Jenderal/Badan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, dan Penyuluh Sosial. (5) Penghargaan yang diberikan oleh gubernur dan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyesuaikan dengan ketentuan di masing-masing daerah. Pasal 48 Mekanisme pemberian penghargaan Menteri Sosial bagi sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial meliputi: a. dinas sosial daerah kabupaten/kota mengusulkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, dan Penyuluh Sosial yang berprestasi luar biasa dalam pelaksanaan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial kepada kepala dinas sosial daerah provinsi; b. dinas sosial daerah provinsi melakukan verifikasi terhadap usulan dimaksud; c. hasil verifikasi oleh dinas sosial provinsi diusulkan kepada Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal/Badan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, dan Penyuluh Sosial; dan d. Menteri Sosial menetapkan penerima penghargaan.

-21-2017, No.1167 Pasal 49 (1) Sanksi diberikan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, dan Penyuluh Sosial yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau b. pemberhentian sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, dan Penyuluh Sosial. (3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PENDANAAN Pasal 50 Sumber pendanaan untuk pelaksanaan Standar Nasional Sumber Daya Manusia Penyelenggara Kesejahteraan Sosial terdiri atas: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi; c. anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota; d. sumbangan masyarakat; dan/atau e. sumber pendanaan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 51 (1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pemantauan untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia

2017, No.1167-22- penyelenggara kesejahteraan sosial dalam pelaksanaan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiataan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. (3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan dalam kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial. Pasal 52 (1) Menteri Sosial, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial pada setiap akhir tahun anggaran. (2) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk perencanaan tahun berikutnya untuk perbaikan program. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 53 (1) Menteri Sosial melakukan pembinaan umum, pembinaan teknis, dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan Sosial kepada pemerintah daerah provinsi. (2) Gubernur melakukan pembinaan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan

-23-2017, No.1167 sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. (3) Bupati/wali kota melakukan pembinaan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial di wilayahnya. Pasal 54 (1) Pembinaan umum, pembinaan teknis, dan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pembinaan teknis dan pengawasan yang dilakukan oleh gubernur, bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 55 Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 56 Tenaga pendamping program Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan melaksanakan tugas sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial, Relawan Sosial, atau Penyuluh Sosial.

2017, No.1167-24- Pasal 57 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial untuk dapat disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini, paling lambat bulan Desember 2017. Pasal 58 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 2017 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd KHOFIFAH INDAR PARAWANSA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2017 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA