BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dhelvita Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan yang harus dimiliki siswa adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal penting yang bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa pendidikan, seorang manusia akan terbelakang dan tidak berguna. Pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia-manusia berkualitas, memiliki budi pekerti dan moral yang baik. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membentuk manusia menuju kedewasaan, baik secara mental, intelektual maupun emosional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menyelenggarakan pendidikan merupakan sarana pembentukan karakter bangsa melalui berbagai kegiatan, diantarannya pembelajaran formal yang dilakukan di sekolah. Kegiatan pembelajaran formal di Indonesia tersusun atas jenjang-jenjang pendidikan dimulai dari jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah jenjang sekolah dasar. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah dasar adalah pembelajaran matematika. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dasar (Permendiknas) RI No. 22 Tahun 2006 menyebutkan, bahwa dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Hal ini sesuai dengan tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

2 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang Metode matematika, menyelesaikan Metode dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian tujuan di atas, salah satu kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa adalah kemampuan dalam pemecahan masalah. Wardhani, dkk (2010:24) menyebutkan, dalam konteks belajar matematika, masalah matematika adalah masalah yang dikaitkan dengan materi belajar atau materi penugasan matematika, bukan masalah yang dikaitkan dengan kendala belajar atau hambatan hasil belajar matematika. Seiring dengan pendapat diatas, Suherman (2003:89) dalam Yusniati (2010:2) menambahkan, Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Banyak manfaat yang dapat diperoleh siswa ketika ia memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satunya adalah kesiapan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hidupnya kelak. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Holmes (1995:35) dalam Wardhani dkk (2010:7) yang menyebutkan mengenai latar belakang atau alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah:

3 Adanya fakta dalam abad dua puluh satu ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah akan mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. Holmes menambahkan, orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masalah global. Sebagai jenjang pendidikan yang paling dasar, sekolah dasar memiliki peranan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan serta kemampuan-kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa, termasuk kemampuan pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar berkenaan dengan bagaimana siswa dapat menyelesaikan persoalan yang tidak biasa dan memerlukan keterampilan untuk menyelesaikannya. Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan yang diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa dalam membuat keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah matematis diharapkan mampu membantu seseorang secara baik dalam hidupnya. Namun, kenyataan yang ada bersebrangan dengan apa yang diharapkan. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Indonesia masih sangat rendah. Begitupun dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar. Prabawanto (2013:4) mendeakripsikan mengenai hasil beberapa survey yang menyebutkan bahwa: Dalam laporan PISA dipaparkan bahwa kemampuan literasi matematis siswa Indonesia berada di kelompok bawah dari seluruh negara peserta. Pada PISA 2003, kemampuan literasi matematis siswa Indonesia berada pada posisi 38 dari 39 negara peserta; pada PISA 2006, berada pada posisi 51 dari 57 negara peserta; dan pada PISA 2009, berada pada posisi 60 dari 64 negara peserta (OECD, 2005; OECD, 2007; dan OECD, 2010). Literasi matematis diartikan sebagai kemampuan siswa dalam analisis, penalaran, dan komunikasi secara efektif pada saat menampilkan, memecahkan, dan menginterpretasikan masalah-masalah matematis dalam berbagai situasi, termasuk kuantitatif, spasial, peluang atau konsep matematis lainnya (OECD, 2010).

4 Kemudian Prabawanto menegaskan, Jika dilihat dari kandungan materi matematika yang ada pada soal-soal TIMSS dan PISA maka tampak bahwa pemecahan masalah dan komunikasi matematis yang dilibatkan di dalamnya materi pada umumnya telah dipelajari oleh siswa pada saat mereka di sekolah dasar (SD). Seiring dengan kenyataan tersebut Prabawanto (2009:2) menambahkan bahwa:... siswa-siswa Indonesia yang benar dalam menjawab soal cerita tersebut masih jauh di bawah rata-rata internasional. Sebagai contoh, pada soal cerita yang berkenaan dengan pecahan, hanya 27% siswa Indonesia yang menjawab benar, rata-rata internasional 44 % siswa menjawab benar, dan untuk Singapore 84 % siswa menjawab benar. Hal yang serupa terjadi di lapangan ketika peneliti melakukan Praktek Latihan Profesi (PLP) di SDN Buahbatu yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Siswa terlihat sangat sulit ketika dihadapkan dengan soal cerita yang memerlukan keterampilan pemecahan masalah matematis. Pada saat tes Uji Kompetensi pada materi pecahan di kelas V dengan menggunakan soal cerita, nilai yang diperoleh siswa sangat memprihatinkan yaitu dengan nilai tertinggi 40 dan terendah 0. Padahal materi pecahan merupakan materi pengulangan yang sebelumnya telah diajarkan di kelas IV. SDN Buahbatu hanya salah satu dari 8 sekolah dasar yang ada di Gugus Enam Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Peneliti melakukan observasi ke sekolah dasar sekitar untuk mengetahui apakah permasalahan yang terjadi di SDN Buahbatu terjadi pula di SD lainnya. Kemudian peneliti mendapatkan data dari rekan-rekan PLP yang melakukan Praktek Latihan Profesi (PLP) di sekolah dasar lainnya yang berada di Gugus Enam. Hasil Uji Kompetensi yang dilakukan pada materi pecahan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. 10% siswa mendapatkan nilai 10, 24% siswa mendapatkan nilai 20, 30% siswa mendapatkan nilai 40, 20% siswa mendapatkan nilai 50, dan sisanya 16% mendapatkan nilai 60. Dengan perolehan nilai tersebut, rata-rata nilai yang dihasilkan siswa kelas V dalam

5 materi soal cerita pecahan adalah 37,4. Padahal Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) yang diharapkan adalah 58. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas V di Gugus Enam masih sangat rendah. Hal ini kemudian menjadi alasan peneliti untuk selanjutnya mencari tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan berbasis masalah seperti soal cerita. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi adalah kurangnya penggunaan metode pembelajaran yang dapat merangsang daya fikir siswa dalam menyelesaikannya. Oleh sebab itu diperlukan strategi dan metodemetode yang relevan untuk dapat merangsang kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini, guru dituntut untuk menjadi creator yang dapat menemukan inovasi-inovasi baru demi terciptanya suatu pembelajaran yang baik. Sementara itu, dalam Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Permen tersebut menjelaskan mengenai 4 kompetensi inti guru yaitu: Kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Pada kompetensi profesional untuk guru SD mengandung tuntutan diantaranya adalah menerapkan berbagai pendekatan, Metode, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif. Pada kompetensi pedagogik mengandung tuntutan diantaranya pada pembelajaran matematika guru SD mampu menggunakan matematisasi horizontal dan vertikal untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah dalam dunia nyata, dan mampu menggunakan pengetahuan konseptual, prosedural, dan keterkaitan keduanya dalam pemecahan masalah matematika, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu banyak kompetensi yang dituntut dari seorang guru demi terciptanya suasana belajar yang efektif. Kompetensi profesional guru yang pertama disebutkan adalah kompetensi dalam menerapkan strategi dan metode pembelajaran. Itu sebabnya penggunaan metode yang efektif akan berpengaruh terhadap pembelajaran yang terjadi. Harapan ini tentunya menjadi tantangan bagi setiap guru yang ada, terutama guru sekolah dasar. Russeffendi (1991: 40) menyebutkan bahwa:

6 Untuk dapat memiliki sebongkah kompetensi itu, seorang guru harus dibekali bidang studi, menguasai bidang studi yang akan diajarkannya, mengetahui hakekat bidang studi itu sendiri, mengetahui hakekat anak didik dan mampu menerapkannya dalam pengajaran bidang studi, mampu membuat strategi belajar-mengajar, mengetahui berbagai metode dan teknik mengajar dan mampu menerapkannya. Salah satu metode pembelajaran yang modern ini berkembang adalah Metode. Penemuan merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu, Discovery. Dzaki (2011:1) membagi pembelajaran penemuan menjadi 2 yaitu, pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT 1997). Hanya saja dalam pelaksanaannya, pembelajaran penemuan terbimbing lebih banyak diterapkan. Dzaki (2011:1) menegaskan bahwa, dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus diikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan. Mengenai tujuan dari metode penemuan ini, Heruman (2010:4) menyebutkan bahwa metode penemuan ini bertujuan untuk: memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka Kemudian Sund (1975) dalam (Ruseffendi, 1991:328) menyatakan bahwa: penggunaan metode penemuan dengan batas-batas tertentu adalah baik untuk digunakan bagi siswa-siswa kelas tinggi. Karena sebagian besar anak-anak Indonesia belajar tidak melalui penemuan, melainkan melalui pemberitahuan (dengan cara ceramah/kuliah/ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan semacamnya. Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Metode penemuan terbimbing merupakan dialog dan interaksi yang terjadi antara siswa dengan guru melalui pertanyaan-pertanyaan yang

7 diajukan oleh guru dalam rangka menuntun pada kebenaran. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Markaban (2010:10) yang menyatakan, metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Metode belajar penemuan terbimbing dalam penelitian ini, tidak membuat siswa menemukan hal yang baru dalam pembelajarannya. Siswa hanya menemukan kembali (reinvent) pengetahuan yang sudah ada dalam dirinya. Akan tetapi kebanyakan siswa merasa pengetahuan itu baru dan asing. Padahal metode penemuan terbimbing disini membantu siswa untuk menemukan pengetahuan tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman kognitif yang telah dialami siswa. Hal ini diungkap Turmudi (2009:2) sebagaimana berikut: According to Treffers (1987), if students progressively mathematize their own mathematical activity, then they can reinvent mathematics under the guidance of the teacher or the instructional design. Yang kurang lebih dapat diterjemahkan sebagai berikut: Menurut Treffers (1987), jika siswa semakin aktif dalam kegiatan matematika mereka sendiri, maka mereka dapat menemukan kembali pengetahuan matematika di bawah bimbingan guru. Jadi, Metode yang dimaksud merupakan merupakan metode yang menuntun siswa untuk dapat menemukan kembali pengetahuan-pengetahuan yang sebenarnya sudah ada dalam dirinya melalui interaksi yang aktif dengan guru. Guru sebagai fasilitator memberikan arahan melalui pertanyaan-pertanyaan yang dapat membimbing siswa dalam menemukan jawaban atas permasalahan yang ada. Berdasarkan uraian diatas, penting sekali bagi siswa untuk memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis, karena hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika. Dengan dimilikinya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, maka diharapkan perkembangan mental matematika siswa meningkat sesuai dengan hasil belajarnya. Salah satu metode pembelajaran yang peneliti yakini dapat meningkatkan

8 kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah Metode Penemuan Terbimbing. Oleh sebab itu, untuk mengetahui efektivitas penggunaan Metode dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di Sekolah Dasar yang berada di Gugus Enam Kecamatan Lembang, maka dilaksanakan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar Kelas V Melalui Metode. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing (Kelas Eksperimen) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional (Kelas Kontrol)? 2. Bagaimanakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing? C. Tujuan Penelitian Selain itu, tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan apakah pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing (Kelas Eksperimen) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode konvensional (Kelas Kontrol). 2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.

9 D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Diantaranya: 1. Bagi Siswa: a. Siswa dapat mengembangakan kemampuan pemecahan masalah matematis yang telah dimiliki. b. Menerapkan kemampuan yang telah dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. 2. Bagi Guru: a. Menjadi salah satu alternatif metode yang dapat digunakan dalam membelajarkan pelajaran Matematika atau pelajaran lainnya. 3. Bagi Sekolah: a. Diharapkan sekolah menjadi sarana sebagai tempat ditemukannya metode-metode pembelajaran baru yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 4. Bagi Peneliti: Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penelitian yang lain sebagai masukan. E. Definisi Operasional 1. Metode Metode adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran agar siswa dapat menemukan kembali pengetahuannya melalui bantuan guru sebagai fasilitator. Dalam penggunaan metode ini guru dapat mengajukan berberapa pertanyaan, memberikan informasi secara singkat, dengan kata lain sebagai penunjuk arah agar siswa tidak tersesat.

10 2. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Konvensional adalah suatu metode yang menjadikan guru sebagai sumber informasi. Guru mendominasi jalannya pembelajaran sehingga siswa jarang sekali memiliki kesempatan untuk menggali ilmunya sendiri. Pembelajaran berlangsung lebih sering menggunakan metode ceramah. Guru terlebih dahulu menjelaskan materi, lalu memberikan contoh soal, kemudian siswa diberi soal-soal latihan. Akan tetapi dalam penelitian ini, pembelajaran tidak hanya dilangsungkan dengan metode ceramah. Siswa dan guru juga melakukan proses tanyajawab. 3. Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pemecahan Masalah Matematis Siswa adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal non-rutin yakni dengan cara-cara selain rumus, dalil atau teorema matematika. Kemampuan ini memuat kemampuan siswa dalam proses penemuan jawaban dengan langkah-langkah yang diadaptasi berdasarkan langkah-langkah dari Polya. Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Materi ajar yang dibahas dalam penelitian ini adalah Perbandingan dan Skala. 2. Aspek pemecahan masalah yang diteliti dalam penelitian ini meliputi memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, menjalankan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian. 4. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika Sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian siswa terhadap pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyebabkab perasaan senang (positif) atau tidak senang (negatif).