BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit pemerintah, fungsi sosial inilah yang paling menonjol. Menurut WHO,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Francisca, Miss Indonesia 2005 menganggap pendidikan adalah hal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu ilmu yang saat ini berkembang dengan pesat, baik secara teoritis

DATA PENUNJANG DAN KUESIONER RESILIENCY KATA PENGANTAR. ini saya sedang melakukan suatu penelitian deskriptif mengenai derajat Resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya yang tidak dapat mereka atasi. Masalah yang sering membuat

Social competence. Ps tinggi. W tinggi. Kyi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan penyakit tertua di dunia yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dengan pengaruh perubahan perilaku yang tidak disadari. Pola

BAB I PENDAHULUAN. memerhatikan kesehatannya, padahal kesehatan itu penting dan. memengaruhi seseorang untuk dapat menjalani kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. pula dengan individu saat memasuki masa dewasa dini. Menurut Harlock (1980),

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi

BAB I PENDAHULUAN. pasangan suami istri, dengan harapan anak mereka akan menjadi anak yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. suatu jenis penyakit yang belum diketahui secara pasti faktor penyebab ataupun

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. hatinya lahir dalam keadaan yang sehat, dari segi fisik maupun secara psikis atau

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, tapi juga terjadi di Indonesia. Keberadaan perempuan, yang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah individu yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia ke arah globalisasi yang pesat, telah menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. memasuki suatu era yang cukup memprihatinkan, khususnya bidang pendidikan. Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dilihat berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Ketika dua orang memasuki perkawinan, mereka mengikat komitmen untuk saling

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai efektivitas individual

BAB I PENDAHULUAN. tidak berfungsi dan dapat menyebabkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Masyarakat berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan tersebut agar

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan oleh orang tua tunggal adalah salah satu fenomena di zaman

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. di kota-kota lain di Indonesia. Tidak memandang dari status sosial mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Dengan keberhasilan itulah, individu berharap memiliki masa depan cerah yang

BAB I. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit sehingga membuat. banyak orang merasa cemas. Salah satu jenis penyakit tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak bermunculan fenomena perceraian yang terjadi, dimana tingkat perceraian di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak wanita yang ikut bekerja untuk membantu mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita

BAB I PENDAHULUAN. adalah belajar/berprestasi, hormat dan patuh pada ayah-ibu. Jika peran setiap

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Rumah Sakit sebagai tempat layanan kesehatan publik makin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, sampai dengan bulan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kedua subyek sama-sama menunjukkan kemampuan problem solving, autonomy, sense of purpose and bright future.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang tidak mencerminkan kehidupan keluarga yang utuh dan harmonis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Resiliensi yang berdasarkan (Benard, Bonnie 2004) dalam buku Resiliency : What

BAB I PENDAHULUAN. yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga

BAB I PENDAHULUAN. cukup menarik bagi investor. Meningkatnya pendidikan dan pendapatan

PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN DIET PASIEN

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dapat berubah melalui pendidikan baik melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya manusia akan tertarik baik secara fisik maupun psikis pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis

BAB I PENDAHULUAN. seseorang yang memasuki tahap perkembangan dewasa awal yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua berharap dapat melahirkan anak dengan selamat dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dibangun oleh suami dan istri. Ketika anak lahir ada perasaan senang, bahagia

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik pula. Pendidikan memiliki peran penting bagi setiap bangsa, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan akhir kehidupan. Dalam proses tersebut, manusia akan mengalami tahap

BAB I PENDAHULUAN. Syndrome atau yang dikenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peran, Fungsi, Tugas perawat dalam Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan. Rahmad Gurusinga

BAB I PENDAHULUAN. dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi di seluruh dunia menyebabkan tingkat persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dari panca indera lain. Dengan demikian, dapat dipahami bila seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, masalah pun semakin kompleks, mulai

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Olahraga merupakan suatu kegiatan yang melibatkan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan berubah dengan cepat sesuai dengan perubahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan swasta semakin menuntut pelayanan yang bermutu. Tidak dapat dipungkiri pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia sebagian besar terletak di kawasan rawan bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Mereka yang telah selesai mengenyam pendidikan, akan melanjutkan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung. Rumah sakit X merupakan rumah sakit swasta yang cukup terkenal di

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang optimal. Menurut definisi yang dikembangkan oleh AAMD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejak dahulu tenaga perawat pelaksana di ruang rawat inap dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang sosial. Pada Rumah Sakit pemerintah, fungsi sosial inilah yang paling menonjol. Menurut WHO, Rumah Sakit adalah bagian internal dari suatu organisasi dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna, pelayanan kuratif, pelayanan preventif dan pelayanan perawatan jalan yang menjangkau keluarga dan merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan serta pusat penelitian biomedik. Seiring jalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran, Rumah Sakit dituntut dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Kualitas pelayanan akan dipengaruhi oleh kualitas "yang melayani", sehingga masalah-masalah yang terkait dengan Sumber Daya Manusia perlu mendapat perhatian dan ditangani secara sungguh-sungguh agar tidak menjadi bumerang bagi Rumah Sakit, Sumber Daya Manusia dalam hal ini adalah perawat. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan, serta adanya kode etik dalam bekerja. Perawat merupakan sumber daya manusia yang penting dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, karena selain jumlahnya yang dominan yaitu 60-65% dari 1

2 seluruh tenaga yang ada di Rumah Sakit, mereka juga memberikan pelayanan 24 jam sehari selama tujuh hari dalam seminggu dan mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu perawat harus benar-benar diperhatikan dengan baik, karena pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap pasien sangat menentukan mutu dan citra Rumah Sakit (Gani, 1993, dalam Thilia M. Siregar, 2002). Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, perawat memiliki tujuh peran, yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan cara memperhatikan keadaan dan kebutuhan pasien. Sebagai advokat pasien dengan cara menginterpretasikan informasi mengenai pasien dalam pengambilan keputusan atas tindakan keperawatan dan melindungi hak-hak pasien. Sebagai edukator dengan cara memberikan pengetahuan kesehatan kepada pasien. Sebagai koordinator dengan cara mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebagai kolaborator dengan cara bekerjasama dengan beberapa tenaga kesehatan seperti dokter, fisioterapis, dan sebagai konsultan dengan cara memberikan konsultasi kesehatan kepada pasien dan sebagai pembaharu dengan cara mengadakan perencanaan, perubahan yang sistematis, dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan kesehatan (A. Aziz, 2007). Rumah Sakit Umum "X" Jambi merupakan salah satu Rumah Sakit yang telah memiliki predikat swadana. Rumah Sakit ini telah memiliki kekuasaan penuh dari pemerintah untuk mengelola manajemen dan keuangannya sendiri. Walaupun telah memiliki predikat sebagai Rumah Sakit Swadana, fungsi dari Rumah Sakit "X" ini

3 tidak berubah yaitu sebagai mata rantai kesehatan yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyembuhan dan pemulihan. Hal ini sesuai dengan visi dari Rumah Sakit Umum "X" itu sendiri, yaitu memberikan pelayanan prima kepada pelanggan dan kepuasan kerja bagi karyawan Rumah Sakit tersebut. Untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, Rumah Sakit Umum "X" dibantu oleh tenaga medik yaitu dokter umum, dokter spesialis, tenaga paramedik yaitu para perawat, dan tenaga non medik yaitu tenaga yang bertugas di bidang pelayanan khusus dan tidak berkaitan langsung dengan pelayanan terhadap pasien. Rumah Sakit Umum "X" memiliki sejumlah perawat yang berasal dari berbagai lulusan pendidikan keperawatan. Ada yang berasal dari Universitas (Sarjana Keperawatan), Akademi Perawat (AKPER), Akademi Kebidanan (AKBID) dan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK). Para perawat tersebut ditempatkan pada bagian pelaksanaan perawatan, pelaksanaan kebidanan, dan pelaksanaan perawatan gigi. Dalam menjalankan roda aktivitasnya, Rumah Sakit Umum X mendiferensiasikan fungsi pelayanannya ke dalam beberapa unit, diantaranya unit utama yaitu Unit Rawat Inap dan Unit Rawat Jalan. Unit rawat jalan diperuntukkan bagi pasien yang masih bisa berobat jalan dan tidak perlu menginap di rumah sakit karena jenis penyakit yang diderita tidak memerlukan penanganan intensif. Sebaliknya unit rawat inap diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan perawatan intensif karena jenis penyakit yang diderita cukup berat sehingga memerlukan perawatan intensif selama 24 jam. Semua tenaga yang ada di Rumah Sakit Umum

4 "X" akan ditempatkan di ruangan untuk penyelenggaraan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, penunjang medik dan non medik. Tugas perawat rawat inap di antaranya memandikan pasien, mengecek tensi darah, mengganti infus, memberikan obat sesuai dosis dan waktu yang tepat, serta yang tidak kalah pentingnya adalah berkomunikasi dengan pasien agar pasien merasa nyaman dan merasa diperhatikan. Walaupun pasien ditunggui oleh keluarganya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa peran perawat rawat inap sangat penting bagi proses kesembuhan pasien (Nancy Roper, 1996). Sistem kerja perawat di unit rawat inap Rumah Sakit Umum X ditentukan berdasarkan shift (Jam dinas), yaitu shift pagi, Pk.07.00-14.00, shift sore 14.00-21.00, dan shift malam, 21.00-07.00. Dalam satu minggu, para perawat mendapat hari libur (off) satu hari. Hari libur para perawat tersebut akan berbeda-beda setiap minggunya. Tidak seperti orang dengan profesi lainnya, para perawat harus tetap bekerja pada hari libur nasional ataupun hari Minggu, jika memang pada hari tersebut bukan giliran mereka untuk libur. Seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum X mengeluhkan mengenai minimnya gaji mereka, dan kurangnya istirahat akibat jadwal rotasi kerja mereka yang cukup panjang. Selain itu ada juga perawat yang stres karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang ilmu keperawatan yang semakin berkembang. Sekitar 300 orang perawat di Rumah Sakit Umum X Jambi melakukan mogok kerja dan unjuk rasa ke kantor DPRD Provinsi Jambi pada bulan Maret, 2007. Ada tujuh tuntutan yang mereka ajukan, yaitu agar pihak RSU X Jambi memperhatikan

5 kesejahteraan pegawai, menuntut kenaikan insentif, penjenjangan karier, peningkatan Sumber Daya Manusia, pembebasan biaya bagi perawat yang sakit, transparansi keuangan, dan perombakan manajemen (www. Kompas.co.id). Salah satu unit rawat inap yang ada di Rumah Sakit Umum "X" adalah unit rawat inap ruang bedah. Unit rawat inap ruang bedah merupakan unit yang membutuhkan perhatian ekstra, karena di bagian bedah ini jumlah pasien lebih banyak dibandingkan unit rawat inap bagian lainnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasien di ruang bedah tahun 2006 sebanyak 12.560 orang, di ruang penyakit dalam sebanyak 11.610, sedangkan di ruang ICU sebanyak 1.094 orang. Jumlah perawat yang ditempatkan di ruang bedah sebanyak 17 orang, karena jumlah perawat harus dibagi rata dalam setiap unit rawat inap yaitu ± 17 20 orang. Hal ini menunjukkan rasio yang tidak sebanding antara jumlah perawat dengan banyaknya pasien di unit rawat inap ruang bedah, sehingga menyebabkan tingginya tingkat kesibukan perawat yang bertugas di ruang bedah tersebut. Hal ini diakui oleh para perawat yang bekerja di unit rawat inap ruang bedah maupun oleh perawat lain yang tidak bertugas di bagian bedah serta oleh pimpinan Rumah Sakit Umum X. Dari jumlah tenaga perawat unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X, sebanyak 70% adalah perawat wanita dan telah menikah. Masalah yang sering dialami oleh perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X yang telah menikah adalah kesulitan dalam mengatur waktu antara pekerjaan sebagai perawat dengan peran sebagai ibu rumah tangga, misalnya pada saat ingin berkumpul dengan keluarga tetapi di saat yang sama juga

6 harus menjalankan tugas sebagai perawat, bagi perawat yang memiliki anak usia balita, merasa berat untuk meninggalkan anak di rumah karena anak seusia itu sangat membutuhkan perhatian penuh dari ibunya. Selain itu, di tempat kerja perawat tersebut harus siaga dan selalu memperhatikan pasien yang sedang berada dalam keadaan kritis setelah dioperasi dan jumlahnya cukup banyak, selain itu perawat tersebut juga mengalami kesulitan pada saat menghadapi pasien atau keluarga pasien, misalnya pasien atau keluarga pasien tidak kooperatif dan sulit berkomunikasi dengan perawat pada saat melakukan tugas keperawatan, sehingga sering terjadi kesalah pahaman. Hal ini menimbulkan stres pada perawat tersebut yang berakibat terganggunya konsentrasi pada saat bekerja, terkadang menyebabkan emosi tidak terkontrol, menjadi tidak bersemangat dalam merawat pasien, sehingga dampaknya berpengaruh kepada pelayanan terhadap pasien yang kurang optimal. Sri Tiartri dalam Jumal Ilmiah Arkhe (1996) mengatakan, hanya sebagian dari pekerja wanita yang berperan ganda berhasil menjalankan perannya secara seimbang antara pekerjaan dan keluarga, sedangkan sebagian lagi gagal menjalankan kedua peran tersebut secara seimbang dan cenderung mengalami stres. Wanita bekerja yang telah menikah, dalam penelitian ini adalah perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X yang telah menikah, memiliki peran sebagai ibu rumah tangga. Dalam keluarga, ia berkewajiban menjadi orangtua yang baik, sebagai pendidik dan teman bagi anak-anaknya, memiliki tanggung jawab melayani kebutuhan anak dan suami. Selain tugas-tugas utama sebagai ibu rumah tangga yang diembannya, ia juga dituntut untuk dapat

7 menyesuaikan diri dengan rekan kerja, pimpinan, lingkungan tempat kerja, aturanaturan, serta batasan-batasan yang berlaku selama waktu kerja. Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan pada mereka hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik (Jacinta F. Rini, 2002). Berdasarkan survei mengenai kesulitan dan hambatan yang dihadapi oleh perawat, yang dilakukan oleh peneliti terhadap 7 orang perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi, diperoleh hasil sebagai berikut: sebanyak 100% perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X menyatakan bahwa mereka bekerja selama delapan sampai sepuluh jam sehari, sebanyak 28,57% perawat merasa sangat kelelahan dan kewalahan membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga, tidak memiliki waktu istirahat yang cukup karena sepulang dari kerja harus mengurusi rumah tangga, dan seringkali mereka mengalami kelelahan dan sakit kepala pada saat bekerja yang mengakibatkan emosi tidak terkontrol sehingga seringkali mereka memarahi pasien, sedangkan 42,86% perawat lainnya menyatakan bahwa kesulitan yang mereka alami saat menjalani peran sebagai perawat sekaligus sebagai ibu rumah tangga adalah dalam hal mengawasi anak, mereka merasa kurangnya waktu untuk mengasuh dan mengawasi anak karena harus bekerja sebagai perawat sesuai dengan jadwal yang ditentukan, tetapi perawat tersebut tidak mengalami keluhan fisik. Sebanyak 28,57% perawat lainnya tidak mengalami keluhan fisik dan merasa bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, tetapi tetap ada perasaan bersalah

8 terutama kepada anak, karena mereka tidak dapat mengasuh dan merawat anak setiap waktu, karena mereka juga harus bekerja sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Ketujuh perawat wanita unit rawat inap ruang bedah tersebut menyatakan bahwa pendapatan yang mereka terima selama bekerja di Rumah Sakit Umum X belum memadai karena tidak sesuai dengan waktu dan beban kerja. Berdasarkan informasi di atas, terlihat adanya kesulitan yang dialami oleh perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi yang telah menikah dalam mengatur antara tugas-tugas pekerjaan sebagai perawat dengan peran sebagai ibu rumah tangga, dan tidak jarang mereka mengalami stres. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X yang telah menikah memerlukan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik didalam situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan yang disebut Resiliency (Benard, 2004). Individu yang berhasil menanggulangi situasi yang penuh tekanan, memiliki tingkat Resiliency yang tinggi (Garmezy & Michael, 1983, dalam Alimi, 2005). Resiliency terdiri dari empat aspek yang disebut dengan Personal Strength Factors. Aspek yang pertama yaitu Social Competence merupakan kemampuan untuk membangun relasi dan memiliki keterikatan yang positif dengan orang lain. Aspek yang kedua yaitu Problem Solving Skills merupakan kemampuan membuat perencanaan, berpikir fleksibel, kritis dan insight. Aspek yang ketiga yaitu Autonomy merupakan kemampuan untuk bertindak secara mandiri dan kemampuan mengendalikan lingkungan. Aspek yang keempat yaitu Sense of Purpose and Bright

9 Future merupakan kemampuan untuk mengarahkan diri pada tujuan, bersikap optimis, kreatif, serta menghayati makna diri. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 7 orang perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi yang telah menikah, sebanyak 85,71% perawat menyatakan bahwa mereka mampu membangun relasi dan memiliki keterikatan yang positif dengan pasien, keluarga dan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya, serta dengan rekan kerja, sedangkan 14,29% perawat lainnya menyatakan kurang mampu membangun relasi dan kurang memiliki keterikatan yang positif dengan pasien, terutama dengan pasien yang cerewet dan susah diatur karena ia sendiri sudah lelah dan menyebabkan menjadi mudah marah, tetapi dengan rekan kerja dan tetangga ia mampu membangun relasi dan memiliki keterikatan yang positif. Hal tersebut menggambarkan Social Competence. Dalam menjalani peran ganda yaitu sebagai perawat rawat inap ruang bedah di RSU X sekaligus menjadi ibu rumah tangga, sebanyak 71,43% perawat menyatakan mereka mengatasi kesulitan menjalani peran ganda tersebut dengan cara berkonsultasi dengan suami mengenai pengasuhan anak, bekerja sama dengan anak, dan berusaha membagi waktu serta menjalani segala sesuatunya dengan ikhlas, sedangkan sebanyak 28,57% perawat lainnya menyatakan mereka sering merasa putus asa karena kurang bisa membagi waktu antara pekerjaan dengan keluarga dan tidak mampu berkonsultasi dan bekerjasama dengan suami dalam mengatur keluarga, khususnya kepentingan anak karena kurangnya waktu bertukar pikiran dengan suami. Hal tersebut menggambarkan Problem Solving Skills.

10 Mengenai keluhan dan tuntutan pasien terhadap para perawat, sebanyak 85,71% perawat menyatakan bahwa mereka menganggap keluhan dan tuntutan dari pasien tersebut sebagai beban, akan tetapi mereka ingin memperbaiki dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien sesuai dengan ilmu keperawatan yang telah diperoleh, dan berusaha menjelaskan sebaik-baiknya kepada pasien atau keluarga paien mengenai keadaan pasien dan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, sedangkan 14,29% perawat lainnya menyatakan bahwa mereka sering mengabaikan keluhan dari pasien karena merasa sudah bekerja dengan baik, tidak berusaha memperbaiki dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien karena mereka merasa telah melakukannya. Hal tersebut menggambarkan Autonomy. Untuk menambah informasi dan kemampuan yang berkaitan dengan ilmu keperawatan, sebanyak 85,71% perawat menyatakan bahwa mereka ingin mengikuti pendidikan keperawatan jalur khusus, melanjutkan S1 keperawatan, atau mencari informasi dengan membaca buku keperawatan, dan media massa, sedangkan 14,29% perawat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki waktu untuk menambah pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan ilmu keperawatan karena merasa ilmu keperawatan yang telah diperoleh sudah cukup dan menganggap dengan mengikuti seminar atau melanjutkan S1 keperawatan, atau membaca buku dan media massa akan mengurangi waktu bersama keluarga. Hal tersebut menggambarkan Sense of Purpose & Bright Future. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kemampuan perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang

11 bedah Rumah Sakit Umum X untuk beradaptasi terhadap tugas sebagai perawat maupun sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti derajat Resiliency pada perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah Rumah Sakit Umum X Jambi. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimana derajat Resiliency pada perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat resiliency pada perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran tentang derajat Resiliency pada perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X Jambi melalui aspek Social Competence, Problem Solving Skills, Autonomy, dan Sense of Purpose & Bright Future serta keterkaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi Resiliency (Protective Factor).

12 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, terutama dalam bidang Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial khususnya mengenai derajat Resiliency pada perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit "X" Jambi yang telah menikah. Memberikan tambahan informasi kepada peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai derajat Resiliency pada perawat secara umum. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi dan masukan kepada pihak pengelola Rumah Sakit Umum X Jambi mengenai derajat Resiliency pada perawat wanita unit rawat inap ruang bedah yang telah menikah, agar lebih memahami dan dapat membantu mengoptimalkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan tugas yang harus dilakukan oleh perawat. Memberikan informasi dan masukan kepada perawat, khususnya perawat wanita unit rawat inap ruang bedah yang telah menikah yang bekerja di Rumah Sakit X Jambi dengan harapan yang bersangkutan dapat menjalankan peran secara seimbang sebagai konsekuensi dari perannya sebagai perawat dan ibu rumah tangga. Memberikan informasi dan masukan kepada keluarga perawat wanita unit rawat inap ruang bedah yang telah menikah yang bekerja di Rumah Sakit X Jambi

13 agar tetap memberikan dukungan, perhatian, dan harapan yang tinggi serta memberikan kesempatan kepada perawat tersebut untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diminatinya dengan harapan yang bersangkutan dapat menjalankan peran secara seimbang sebagai konsekuensi dari perannya sebagai perawat dan ibu rumah tangga. 1.5. Kerangka pemikiran Perawat yang bekerja di rumah sakit X memiliki peran yang harus dilakukan sebagai suatu tugas dan tanggung jawab mereka. Peran-peran perawat yang bekerja di rumah sakit adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat klien, edukator, koordinator, kolaborator, konsultan, dan pembaharu. Peran-peran ini berdasarkan konsorium ilmu kesehatan tahun 1989 (A.Aziz, 2007). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar pasien seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, dan rasa aman, yaitu membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti membantu memenuhi kebutuhan oksigenasi, nutrisi, dan rasa aman dan nyaman. Hal ini dilakukan perawat dalam memberikan layanan keperawatan untuk menentukan diagnosis keperawatan yang tepat terhadap pasien, kemudian dilihat perkembangan kesehatannya. Peran perawat sebagai advokat klien dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi-informasi dari pemberi pelayanan dan hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-

14 baiknya, informasi tentang penyakit yang dideritanya, dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. Peran perawat yang lain adalah sebagai edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Peran perawat selanjutnya adalah sebagai koordintor. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien. Peran perawat lainnya adalah sebagai kolaborator. Sebagai kolaborator, perawat bekerja dengan tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain untuk mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. Peran perawat sebagai konsultan. Sebagai konsultan, perawat adalah tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan kepada pasien. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. Peran perawat yang terakhir adalah sebagai pembaharu. Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (A.Azis, 2007). Perawat di unit rawat inap bertugas memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya, memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam

15 keadaan siap pakai, melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa keperawatan, sesuai batas kewenangannya, menyusun rencana keperawatan, melatih dan membantu pasien untuk melakukan latihan gerak, mengobservasi kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut, serta melakukan tindakan darurat kepada pasien (Depkes RI, 1999). Salah satu unit rawat inap yang ada di Rumah Sakit Umum "X" adalah unit rawat inap ruang bedah. Unit rawat inap ruang bedah merupakan unit yang membutuhkan perhatian ekstra, karena di bagian bedah ini selain jumlah pasien lebih banyak dan jenis penyakit yang ditangani juga lebih banyak dibandingkan unit rawat inap bagian lainnya yang jumlah pasiennya sedikit serta jenis penyakit tertentu saja. Oleh karena itu maka perawat di unit rawat inap ruang bedah dituntut untuk lebih teliti dan lebih telaten dalam merawat pasien dan lebih sabar menghadapi berbagai macam keluhan pasien. Kegiatan yang perlu mendapatkan perhatian dari keperawatan bedah tidak hanya sebatas pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien misalnya memberikan obat, mengukur tensi, memonitor infus, memeriksa luka, membersihkan luka dan mengganti pembalut luka, serta membantu kegiatan sehari-hari pasien, bila dibutuhkan, melainkan juga pelayanan keperawatan yang tidak langsung diberikan kepada pasien, berupa kebersihan dan kerapihan ruang rawat, persiapan pasien termasuk konseling, kerapihan pencatatan keperawatan pasien, serta kegiatan-kegiatan lain yang erat kaitannya dengan keperawatan (Moira Attree, 1996).

16 Perawat di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X didominasi oleh perawat wanita, dan telah menikah. Perawat wanita di unit rawat inap ruang bedah yang telah menikah seringkali pada saat tertentu dihadapkan pada suatu dilema mengenai mana yang harus didahulukan yaitu pekerjaan atau keluarga. Tidak mudah bagi perawat tersebut untuk menjalankan dua peran sekaligus secara seimbang. Tatkala tuntutan dan beban sebagai perawat dan ibu rumah tangga muncul bersamaan, menimbulkan tuntutan yang dapat dipersepsi sebagai sesuatu yang membebani dan mengancam. Agar dapat berhasil dalam menjalankan kedua peran dan tugasnya sebagai perawat sekaligus menjadi ibu rumah tangga, perawat tersebut memerlukan Resiliency, yaitu kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun ditengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Ada empat aspek yang merupakan atribut Resiliency yang disebut dengan istilah Personal Strength Factors. Aspek yang pertama yaitu Social Competence, yang terdiri atas: Responsiveness, Communitation, Emphaty and Caring, dan Compassion, Altruism and Forgiveness. Social Competence merujuk pada kemampuan perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X untuk membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang lain yaitu dengan rekan kerja, dokter, atasan, pasien dan keluarga pasien. Aspek kedua yaitu Problem Solving Skills, yang terdiri atas: Planning, Flexibility, Resourcefulness, dan Critical Thinking and Insight. Problem Solving Skills merujuk kepada kemampuan perawat wanita yang telah menikah di unit rawat

17 inap ruang bedah RSU X untuk membuat perencanaan tugas keperawatan yang akan dilakukan untuk menangani kebutuhan pasien, berpikir fleksibel, serta memiliki pemikiran kritis dan wawasan yang luas. Aspek ketiga yaitu Autonomy, yang terdiri atas: Positive Identity, Internal Locus of Control and Initiative, Self Eficacy and Mastery, Adaptive Distancing and Resistance, Self-Awareness and Mindfulness, dan Humor. Autonomy merujuk kepada kemampuan perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X untuk bertindak atau melakukan tugas keperawatan dengan baik secara mandiri dan dapat mengendalikan lingkungan. Aspek keempat yaitu Sense of Purpose & Bright Future, yang terdiri atas: Goal Direction, Achievement Motivation and Educational Aspirations, Special Interest, Creativity and Imagination, Optimisme and Hope, dan Faith, Spirituality, and Sense of Meaning. Sense of Purpose & Bright Future merujuk pada kemampuan perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X untuk mengarahkan diri pada tujuan atau masa depan, bersikap optimistik, kreatif, dan menghayati makna diri. Perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X dikatakan memiliki derajat Resiliency tinggi, apabila mereka mampu membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang lain, yaitu dengan rekan kerja, dokter, atasan, pasien dan keluarga pasien. Misalnya mengajak pasien untuk mau bekerja sama melakukan proses keperawatan secara teratur agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, membantu memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan standar keperawatan dan bersedia mendengar keluhan pasien (Social

18 Competence), mampu membuat perencanaan tugas keperawatan yang akan dilakukan untuk menangani kebutuhan pasien, berpikir fleksibel, serta memiliki pemikiran kritis dan wawasan yang luas. Perawat membuat perencanaan mengenai pelayanan terhadap pasien, misalnya setelah memberi makan, memberi obat, kemudian pasien beristirahat, dan perawat mencari informasi dan pengetahuan baru mengenai jenis penyakit dan tindakan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien (Problem Solving Skills). Disamping itu ia juga mampu untuk melakukan tugas keperawatan dengan baik secara mandiri dan dapat mengendalikan lingkungan, misalnya mampu menganalisis dengan tepat penyakit pasien, terus belajar untuk menambah pengetahuan agar dapat melaksanakan tugas keperawatan dengan baik, membantu menenangkan pasien yang rewel dan gugup menjelang operasi agar proses tindakan keperawatan dapat berjalan dengan lancar (Autonomy), serta mampu untuk mengarahkan diri pada tujuan atau masa depan, bersikap optimistik, kreatif, dan menghayati makna diri. Misalnya dengan membantu orang lain yang sedang sakit di luar rumah sakit, dengan tujuan untuk mengaplikasikan keahlian dan ilmu keperawatan yang sudah diperoleh, serta optimis dapat menjalankan peran sebagai perawat dan ibu rumah tangga dengan baik, walaupun banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi (Sense of Purpose & Bright Future). Sebaliknya perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah Sakit Umum X dikatakan memiliki derajat Resiliency rendah, apabila mereka tidak mampu membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang

19 lain, yaitu dengan rekan kerja, dokter, atasan, pasien dan keluarga pasien. Misalnya memaksa pasien yang menolak untuk minum obat secara teratur, tanpa membujuknya terlebih dahulu dan tidak peduli jika ada pasien atau keluarga pasien yang tersinggung terhadap tindakan tersebut (Social Competence), tidak mampu membuat perencanaan tugas keperawatan untuk menangani kebutuhan pasien, berpikir fleksibel, serta memiliki pemikiran kritis dan wawasan yang luas, misalnya karena tidak membuat perencanaan, setelah memberi makan pasien, setelah itu pasien tidur, tetapi kemudian dibangunkan kembali oleh perawat untuk minum obat, sehingga mengganggu istirahat pasien, serta ketika mengalami kesulitan dalam menangani pasien, perawat hanya berdiam diri dan menunggu rekan kerja datang membantu (Problem solving Skills). Perawat tidak mampu untuk melakukan tugas keperawatan dengan baik secara mandiri dan tidak dapat mengendalikan lingkungan, misalnya melakukan kesalahan dalam menangani atau menganalisis keluhan penyakit pasien, memarahi pasien yang rewel dan cemas menjelang operasi, sehingga membuat proses keperawatan tidak berjalan dengan lancar (Autonomy), tidak mampu mengarahkan diri pada tujuan atau masa depan, bersikap pesimistik, tidak kreatif, dan kurang menghayati makna diri, misalnya pesimis dapat menjalankan peran sebagai perawat dengan baik, karena tidak mempunyai pengetahuan yang cukup, dan tidak yakin bahwa dirinya mampu menerima pengetahuan baru (Sense of Purpose & Bright Future). Disamping 4 aspek Resiliency, ada pula faktor yang mempengaruhi Resiliency pada perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di Rumah

20 Sakit Umum X yang biasanya disebut dengan Protective Factor, yaitu Caring Relationships, High Expectations, dan Opportunities for Participation and Contribution yang diberikan melalui keluarga (Family Protective Factors), sekolah dan RSU X (School and Work Protective Factors) dan lingkungan (Community Protective Factors). Family Protective Factor meliputi Caring Relationships in Families, sebelum berkeluarga, merujuk pada adanya dukungan, kasih sayang, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh orangtua, adanya kehangatan antara anggota keluarga. Setelah berkeluarga, merujuk pada adanya dukungan, kasih sayang, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh suami. High Expectations in Families, sebelum berkeluarga, merujuk pada harapan positif dari orangtua, saudara. Setelah berkeluarga, merujuk pada harapan positif dari suami, misalnya ketika mengalami suatu kegagalan, suami mendukung dan meyakinkan bahwa perawat tersebut akan sukses. Opportunities for Participation and Contribution in Families, sebelum berkeluarga, merujuk pada keterlibatan perawat untuk ikut bertanggung jawab mengerjakan tugas-tugas dirumah. Setelah berkeluarga, merujuk pada keterlibatan perawat untuk ikut bertanggung jawab mengurusi keluarga, mengatur dan mengerjakan tugas rumah tangga. School and Work Protective Factors, meliputi Caring Relationships in School and Work, pada saat masih sekolah, merujuk pada adanya dukungan, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh guru, dan teman. Setelah bekerja, merujuk pada adanya dukungan, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh atasan, rekan kerja, misalnya rekan kerja memberikan bantuan kepada perawat ketika mengalami

21 kesulitan dalam melakukan tugas keperawatan. High Expectations in School and Work, pada saat masih sekolah, merujuk pada harapan positif dari guru dan teman untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, dan mampu mengikuti pelajaran disekolah dengan baik. Setelah bekerja, merujuk pada harapan positif dari atasan dan rekan kerja untuk mampu melakukan tugas keperawatan dengan baik. Opportunities for Participation and Contribution in School and Work, pada saat masih sekolah, merujuk pada adanya kesempatan bagi perawat untuk berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah yang menarik dan menantang bagi dirinya, misalnya terlibat dalam OSIS atau senat mahasiswa. Setelah bekerja, merujuk pada adanya kesempatan bagi perawat untuk mengemukakan pendapat ataupun pertanyaan mengenai tugas keperawatan yang kurang dipahami. Community Protective Factors, meliputi Caring Relationships in Community merujuk pada adanya dukungan, kasih sayang, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh tetangga. High Expectations in Community merujuk pada harapan positif yang diberikan oleh tetangga untuk dapat bergaul dilingkungan masyarakat sekitar. Opportunities for Participation and Contribution in Community merujuk pada adanya kesempatan bagi perawat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang menarik dan menantang bagi dirinya dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Dengan adanya adanya dukungan, kasih sayang, perhatian, kepedulian yang diberikan oleh keluarga, sekolah, tempat kerja (RSU X ) dan tetangga (Caring Relationships), maka perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang

22 bedah di RSU X Jambi mendapatkan rasa aman (safety) dan merasa dicintai, sehingga ia menjadikan figur-figur tersebut sebagai model, sehingga ia meniru perlakuan mereka terhadap dirinya dan diaplikasikan ke orang lain. Selain itu, ia mendapatkan pelajaran dari figur-figur tersebut mengenai bagaimana mengekspresikan kasih sayang, perhatian dan dukungan kepada orang lain sehingga perawat tersebut mampu membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang lain (pasien, keluarga pasien, atasan dan rekan kerja), misalnya mampu mengajak pasien untuk mau bekerja sama melakukan proses keperawatan secara teratur agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, membantu memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan standar keperawatan dan bersedia mendengar keluhan pasien (Social Competence). Adanya harapan positif dari keluarga, sekolah, tempat kerja (RSU X ) dan tetangga (High Expectations), membuat perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di RSU X Jambi merasa dihargai dan merasa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, sehingga memunculkan Problem Solving Skills, misalnya perawat tersebut mampu membuat perencanaan tugas keperawatan yang akan dilakukan untuk menangani kebutuhan pasien, misalnya setelah diberi makan, pasien minum obat kemudian istirahat, dan selalu mencari informasi dan pengetahuan baru mengenai jenis penyakit dan tindakan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien.

23 Serta dengan adanya kesempatan bagi perawat untuk berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja (RSU X ) dan tetangga (Opportunities for Participation and Contribution), membuat perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di RSU X Jambi merasa mendapatkan tantangan untuk memecahkan masalah. Dengan adanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, perawat tersebut merasa diterima oleh lingkungannya, sehingga ia memiliki makna diri yang positif, selain itu ia mendapatkan tantangan, pengalaman, dan kekuatan serta kemandirian dalam mengatasi suatu masalah (Autonomy). Selain itu juga memunculkan keyakinan bahwa ia mampu menyelesaikan suatu masalah, sehingga ia memiliki keyakinan dapat mencapai tujuan dan memiliki masa depan yang cerah, serta mampu untuk mengarahkan diri pada tujuan atau masa depan, bersikap optimistik, kreatif, dan menghayati makna diri. Misalnya dengan membantu orang lain yang sedang sakit diluar rumah sakit, dengan tujuan untuk mengaplikasikan keahlian dan ilmu keperawatan yang sudah diperoleh, serta optimis dapat menjalankan peran sebagai perawat dan ibu rumah tangga dengan baik, walaupun banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi (Sense of Purpose & Bright Future). Hal ini dapat menunjukkan bahwa perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di RSU X Jambi memiliki Resiliency tinggi. Namun apabila perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah di RSU X Jambi kurang mendapatkan Caring Relationships, High

24 Expectations, Opportunities for Participation and Contribution dari keluarga, sekolah dan lingkungan, maka Resiliency mereka rendah. Mereka tidak mampu membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang lain, baik dengan rekan kerja, dokter, atasan, maupun dengan pasien dan keluarga pasien. Misalnya memaksa pasien yang menolak untuk minum obat secara teratur, tanpa membujuknya terlebih dahulu dan tidak peduli jika ada pasien atau keluarga pasien yang tersinggung (Social Competence), tidak mampu membuat perencanaan tugas keperawatan yang akan dilakukan untuk menangani kebutuhan pasien, berpikir fleksibel, serta memiliki pemikiran kritis dan wawasan yang luas, misalnya karena tidak membuat perencanaan keperawatan terhadap pasien, setelah memberi makan, pasien tidur, kemudian dibangunkan kembali oleh perawat untuk minum obat, sehingga mengganggu istirahat pasien, serta ketika mengalami kesulitan dalam menangani pasien, perawat hanya berdiam diri dan menunggu rekan kerja datang membantu (Problem Solving Skills). Perawat tidak mampu melakukan tugas keperawatan dengan baik secara mandiri dan tidak dapat mengendalikan lingkungan, misalnya melakukan kesalahan dalam menangani atau menganalisis keluhan penyakit pasien, memarahi pasien yang rewel dan cemas menjelang operasi, sehingga membuat proses keperawatan tidak berjalan dengan lancar (Autonomy), tidak mampu mengarahkan diri pada tujuan atau masa depan, bersikap pesimistik, tidak kreatif, dan kurang menghayati makna diri, misalnya pesimis dapat menjalankan peran sebagai perawat dengan baik, karena

25 tidak mempunyai pengetahuan yang cukup, dan tidak yakin bahwa dirinya mampu menerima pengetahuan baru (Sense of Purpose & Bright Future). Berdasarkan uraian tersebut, maka secara skematik dapat digambarkan dengan skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

26 Protective Factor : (dari keluarga, sekolah, RSU X, dan tetangga) 1. Caring Relationships 2. High Expectations 3.Opportunities for Participation and Contribution Perawat wanita unit rawat inap ruang bedah RSU X Jambi yang telah menikah RESILIENCY Social Competence Problem Solving Skills Autonomy Sense of Purpose & Bright Future Tinggi Rendah Adversity : Peran sebagai ibu rumah tangga Peran sebagai perawat Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

27 1.6 Asumsi Penelitian Perawat wanita unit rawat inap ruang bedah di RSU X Jambi yang telah menikah memiliki kesulitan dan hambatan dalam menjalani peran sebagai perawat sekaligus sebagai ibu rumah tangga yang disebut dengan adversity. Untuk dapat mengatasi kesulitan dan hambatan tersebut, perawat memerlukan Resiliency yang tinggi. Resiliency para perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X Jambi tampak melalui empat aspek (Personal Strength Factor) yaitu aspek Social Competence, Problem Solving Skills, dan Sense of Purpose and Bright Future. Derajat Resiliency para perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X Jambi dipengaruhi oleh Protective factor. Protective factor yang berasal dari keluarga, sekolah dan tempat kerja (RSU X ), serta tetangga atau masyarakat, akan membentuk Resiliency para perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X Jambi. Perawat wanita yang telah menikah di unit rawat inap ruang bedah RSU X Jambi memiliki derajat Resiliency yang berbeda-beda.