BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak tepat akan membawa manusia ke dalam kemerosotan akhlak dan kualitas kehidupannya, sehingga perlu adanya upaya mencetak SDM yang baik agar dapat menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Menurut Anita (2007: 1), SDM yang baik sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang baik pula. Pendidikan yang baik mampu menciptakan SDM yang berkualitas, baik dalam segi keilmuan, kepribadian, maupun kehidupan sosial. Melihat pendidikan di Indonesia yang sejak dari Taman Kanak-kanak (TK) telah diperkenalkan dengan matematika, matematika adalah salah satu bidang studi yang perlu diperhatikan untuk menciptakan SDM yang baik. Sejalan dengan pendapat Anita (2007: 1) bahwa matematika adalah bidang studi yang menunjang terciptanya SDM yang baik; SDM yang mampu menghadapi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan tujuan diberikannya pendidikan matematika di sekolah

2 sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) (Irpan, 2010: 1) bahwa diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum antara lain untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Di dalam tujuan kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini, yaitu KTSP (Nurhanifah, 2010: 1) dijelaskan bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Kemampuan memahami konsep, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. 3. Kemampuan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 4. Kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

3 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan KTSP tersebut, kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki siswa melalui proses pembelajaran matematika. Hal ini juga dijelaskan dalam Depdiknas (2003: 6) bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran siswa dilatih melalui belajar matematika. Menurut Sumarmo (Nufus, 2012: 24), secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Dalam prosesnya, langkah-langkah penarikan kesimpulan dalam penalaran induktif meliputi analogi, generalisasi, dan hubungan sebab-akibat (kausalisme). Sumarmo (Anggraini, 2012: 25) mengemukakan bahwa penalaran induktif dibagi menjadi tiga bagian, yaitu generalisasi, analogi dan sebabakibat. Penalaran generalisasi adalah suatu proses penalaran yang berawal dari pemeriksaan terhadap hal-hal tertentu untuk memperoleh kesimpulan dari halhal tersebut. Sementara penalaran analogi merupakan suatu penalaran dari suatu hal untuk hal lain yang serupa kemudian menyimpulkan hal yang benar dari suatu hal harus berlaku benar juga untuk hal lain, sedangkan penalaran

4 sebab-akibat pada dasarnya hampir sama dengan penalaran generalisasi, hanya dalam pengambilan kesimpulan penalaran sebab-akibat berdasarkan pada karakteristik objek yang memungkinkan terjadinya keserupaan atau ketidakserupaan objek. Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif meliputi modus ponens, modus tollens dan silogisme. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif diantaranya adalah : 1. Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. 2. Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid. 3. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika. National Research Council (NRC) (Rahadyan, 2011: 6) memperkenalkan satu penalaran yang menurut penelitinya mencakup kemampuan penalaran induktif dan penalaran deduktif yang kemudian diperkenalkan dengan istilah kemampuan penalaran adaptif. Kilpatrick, Swafford dan Findel (Rahadyan, 2011: 6) menjelaskan bahwa kemampuan penalaran adaptif adalah kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban yang digunakan, serta menilai kebenarannya secara matematis. Untuk selanjutnya, penalaran yang dibahas dalam penelitian ini adalah penalaran adaptif.

5 Pentingnya penalaran dalam pembelajaran matematika juga terdapat di dalam NCTM (Budiarto, 2008: 2), yang merumuskan 5 tujuan pembelajaran matematika yang disebut mathematical power, yaitu: 1. Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication) 2. Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning) 3. Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving) 4. Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection) 5. Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics) Selain itu, dijelaskan di dalam Depdiknas (2003: 17) bahwa pembelajaran matematika dan hubungannya dengan penalaran bertujuan untuk: 1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya: melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran yang divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan secara matematis antara lain: melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.

6 Berdasarkan alasan-alasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa merupakan salah satu bagian yang penting dan strategis dalam peningkatan hasil belajar matematika siswa, sehingga kemampuan penalaran siswa perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika. Menurut hasil penelitian Sumarmo (Suratman, 2005: 6), keterampilan pemecahan masalah matematis siswa SMA masih rendah. Kurangnya kemampuan penalaran dan pemahaman matematis merupakan salah satu penyebab siswa tidak mampu menyelesaikan masalah matematika dengan baik. Kemudian Sastrosudirjo (Suratman, 2005: 2) dari hasil penelitiannya terhadap siswa SMP di Yogyakarta menemukan bahwa adanya korelasi positif antara kemampuan penalaran matematis dengan prestasi belajar matematikanya. Sejalan dengan pendapat Suratman (2005) yang mengemukakan bahwa penalaran matematis merupakan salah satu tolak ukur kemampuan dan kinerja matematika siswa. Kenyataannya, kemampuan penalaran siswa masih rendah, sebagaimana Sumarmo (Rahadyan, 2011: 4) mengemukakan bahwa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor siswa dalam kemampuan penalaran matematis masih rendah. Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Behr (Rizkianto, 2005: 4) yang mengemukakan bahwa banyak penelitian menunjukkan remaja awal dan orang dewasa mempunyai kesulitan dalam memecahkan masalah yang melibatkan penalaran. Sejalan dengan kenyataan tersebut, the Trends in International Mathematics and

7 Science Study (TIMSS) (2011) memberikan hasil bahwa rata-rata skor matematika siswa di Indonesia untuk setiap kemampuan yang diteliti yaitu kemampuan pengetahuan, penerapan, dan penalaran masih di bawah skor matematika siswa internasional. Skor rata-rata siswa Indonesia berada pada rangking 38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386 dari skor tertinggi 613. Pada tahun 2011, skor rata-rata siswa Indonesia juga mengalami penurunan sebanyak 11 poin jika dibandingkan dengan perolehan skor rata-rata pada tahun 2007 yaitu sebesar 397. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran siswa di Indonesia masih rendah, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Dalam proses pembelajaran dengan doing mathematics, siswa dibiasakan aktif dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan konsepnya sehingga diharapkan belajar yang dialaminya itu menjadi bermakna (Suratman, 2005: 4). Proses doing mathematics melibatkan kegiatan bernalar, sehingga melalui proses doing mathematics kemampuan penalaran matematis siswa dapat dikembangkan. Oleh karena itu, proses doing mathematics sudah selayaknya mendapat posisi yang cukup dalam proses pembelajaran matematika kita sekarang ini. Menurut Hudojo (1990: 54), belajar menjadi bermakna bila informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya, sehingga siswa dapat membangun pengetahuan dengan mengaitkan informasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Selanjutnya juga diungkapkan bahwa menghafal berlawanan dengan belajar bermakna.

8 Hudojo (1990: 49) menambahkan bahwa cara berpikir terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip-prinsip itu sendiri. Hasil studi yang dilakukan oleh Sumarmo, et al. (Nuraeni, 2005: 2) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah masih didominasi oleh pembelajaran yang bersifat konvensional serta memiliki karakteristik yaitu pembelajaran lebih berpusat pada guru dan aktivitas belajar masih didominasi oleh guru, latihan-latihan yang diberikan masih bersifat rutin dan siswa cenderung pasif dalam pembelajaran. Di samping itu, Mullis, et al. (Rizkianto, 2005: 4) menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada penalaran matematis, dan secara umum pembelajaran matematika masih bersifat konvensional. Mempertimbangkan bahwa penalaran merupakan salah satu tujuan yang ada dalam kurikulum kita saat ini. Selain itu, penalaran juga merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki siswa, yang tentunya menjadi dasar terbentuknya kemampuan-kemampuan yang lain misalnya pemecahan masalah. Kenyataannya kemampuan penalaran siswa di Indonesia masih rendah, sehingga setiap pendidik dituntut untuk bisa menerapkan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa adalah model pembelajaran berbasis proyek. Model pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang diadopsi dari pembelajaran berbasis masalah, yang menekankan pada pembelajaran

9 kontekstual (Purnawan, 2007). Pendekatan pembelajaran berbasis proyek juga didukung oleh teori belajar konstruktivistik (Khamdi, 2008). Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri. Hal ini sangat membantu siswa meningkatkan penalaran siswa sebagaimana menurut Suratman (2005) bahwa kemampuan penalaran matematis siswa dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran dengan doing mathematics. Pembelajaran dengan doing mathematics menjadikan belajar yang dialami siswa bermakna bagi mereka, karena siswa dibiasakan aktif dan membangun sendiri pengetahuannya. Hal ini menegaskan bahwa model pembelajaran berbasis proyek diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa perlu melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang, maka beberapa rumusan masalah yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) pencapaian

10 kemampuan penalaran adaptifnya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional? 2. Apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) peningkatan kemampuan penalaran adaptifnya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional? 3. Apakah siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) pencapaian kemampuan penalaran adaptifnya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) peningkatan kemampuan penalaran adaptifnya lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui apakah siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning).

11 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi beberapa kalangan berikut ini : 1. Bagi siswa Pengalaman belajar melalui model pembelajaran berbasis proyek dapat merangsang siswa untuk belajar aktif dan lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa. 2. Bagi guru Penggunaan model pembelajaran berbasis proyek sebagai suatu alternatif meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa. 3. Bagi peneliti Sebagai suatu pembelajaran karena peneliti dapat mengaplikasikan segala pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan maupun di luar perkuliahan. E. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan di dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan yaitu sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran adaptif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk menarik kesimpulan secara logis, memperkirakan jawaban yang digunakan, memberikan penjelasan mengenai konsep dan prosedural jawaban, serta menilai kebenarannya secara matematis. Indikator yang tercakup dalam kemampuan penalaran adaptif antara lain kemampuan

12 mengajukan dugaan, memberikan alasan mengenai jawaban yang diberikan, menarik kesimpulan dari suatu pernyataan, mampu memeriksa kesahihan suatu argumen, dan mampu menemukan pola dari suatu masalah matematika. 2. Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang salah satu unsurnya memanfaatkan kegiatan lapangan dengan objek di lingkungan sekitar dan menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya. Pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini memiliki langkah-langkah sebagai berikut (Astuti, 2011: 10): a. Persiapan b. Penugasan/menentukan topik c. Merencanakan kegiatan d. Investigasi dan penyajian e. Finishing f. Monitoring/evaluasi 3. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan metode yang banyak digunakan saat ini adalah metode ekspositori dimana metode ini mengkombinasikan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. 4. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning). Aspek yang diteliti meliputi:

13 a. Sikap siswa terhadap pelajaran matematika. b. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning). c. Sikap siswa terhadap LKS dan permasalahan-permasalahan yang diberikan.