BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah ekonomi seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

I. PENDAHULUAN. Salah satu dari kebijakan ekonomi terpenting dari sebuah pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi pada tahun 1997 dan 1998 yang melanda negara negara

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan. Untuk mengukur kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base

BAB I PENDAHULUAN. Stabilitas perekonomian suatu bangsa dapat digambarkan dengan stabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. terlihat dari tingginya tingkat inflasi, nilai tukar. pertumbuhan ekonomi yang masih rendah (Boediono, 2001).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak ekonom terutama pelaku pasar keuangan, namun belum terdapat

KEBIJAKAN MONETER YANG OPTIMAL: PENERAPAN TARGET INFLASI (Sebuah Telaah Data Sekunder) 1. Nursini

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dimulai ketika sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inflation Targeting merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB 1 PENDAHULUAN. besar bagi neraca berjalan maupun bagi variabel-variabel makroekonomi

I. PENDAHULUAN. pendek, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa

PROPOSAL. KAUSALITAS ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK UMUM TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR di INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap kestabilan kegiatan perekonomian. Di negara seperti indonesia sering

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Indonesia, melalui aktivitas investasi. Dengan diberlakukannya kebijakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

10 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang akan dicapai. Penelitian Inoue, Toyoshima dan Hamori (2012) menyatakan bahwa penerapan ITF di Thailand dan Korea relatif berhasil dibandingkan dengan Indonesia dan Philipina. Penelitian ini mendukung hasil Vega dan Winkelried (2005), kemudian Siregar dan Goo (2009). Akan tetapi, menurut Ball dan Sheridan (2003), tidak ditemukan bukti penargetan inflasi dapat meningkatkan kinerja perekonomian negara. Hasil ini juga pernah diungkapkan dalam penelitian Masson, Savastano, dan Sharma (1997). Berdasarkan riset gap ini, penelitian akan mengeksplorasi pengaruh variabel-variabel makroekonomi dalam penerapan inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Alasan pemilihan objek adalah penerapan ITF di Thailand dan Indonesia sama sama dicanangkan sejak tahun 2000 dan sebagai negara berkembang, kedua negara ini sempat mengalami keterpurukan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya inflasi besar-besaran. Penggunaan variabel yang sama dan metode analisis yang sama akan terlihat seberapa besar pengaruh. Siregar dan Goo (2009) mengungkapkan bahwa semenjak menggunakan ITF, tingkat inflasi di Indonesia dan Thailand turun. Selain itu dalam studi ini, juga menjelaskan bahwa penerapan

ITF dapat dipercaya dalam keadaan perekoanomian di kedua negara dalam kondisi yang stabil maupun bergejolak sesuai dengan variabel makroekonominya. Variabel makroekonomi tidak terlepas dalam kebijakan Inflation Targeting. Vega dan Winkelried (2005) berpendapat bahwa Inflation Targeting Framework mudah dipahami dan secara signifikan mengurangi tingkat inflasi di negara berkembang, sehingga penelitian selanjutnya dapat mengeksplorasi lebih jauh dalam evaluasi penargetan inflasi dan keuntungan pada berbagai indikator makro. Argumentasi ini diperkuat dengan penelitian Hebbel (2009) yang beranggapan bahwa dalam satu dekade, indikator makroekonomi memberikan efek potensial bagi penargetan inflasi. Faktor makroekonomi yang mempengaruhi ITF antara lain: siklus bisnis, suku bunga, nilai tukar, dan inflasi. Hal ini terutama pada volatilitas nilai tukar dan tingkat persistensi inflasi. Menurut Mishkin dan Savastano (2001) menyatakan bahwa untuk negara berkembang nilai tukar adalah faktor penting bagi penargetan inflasi. Studi lain yang dilakukan oleh Anita Mishra dan Vinod Mishra (2010) juga menguatkan argumentasi sebelumnya bahwa inflation targeting memberikan respon yang baik dari suku bunga yang resistant dan penguatan nilai tukar di India. Kebijakan ini diilhami oleh keberhasilan yang menekan laju inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output oleh negara negara industri maju seperti New Zealand (1990), Israel (1991), Kanada (1991), United Kingdom (1992), Swedia (1993), Australia (1993), Switzerland dan beberapa negara berkembang seperti Republik Czech, Polandia, Hungaria, dengan menerapkan kebijakan target inflasi.

Dalam penelitian yang berkembang, terjadi pro dan kontra terhadap penerapan ITF sebagai mekanisme kebijakan moneter. Perbedaan pendapat ini terlihat dalam penelitian Ball dan Sheridan (2003) menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti penargetan inflasi dapat meningkatkan kinerja perekonomian negara. Selain itu, dalam studinya ditemukan fakta bahwa inflation targeting lebih mengarah ke politik daripada moneter. Disamping itu, Mishkin (2001) juga menguraikan kelemahan penargetan inflasi yaitu tidak dapat mencegah dominasi fiskal. Selanjutnya, fleksibelitas nilai tukar yang dibutuhkan oleh penargetan inflasi bisa mengakibatkan ketidakstabilan keuangan. Sementara itu, pendapat yang mendukung Inflation Targeting framework mengemukakan bahwa memang penargetan inflasi bukan merupakan kebijakan yang rigid, namun keuntungannya adalah pembuatan kebijakan secara transparan dan meningkatkan akuntabilitas (Bernanke dan Mishkin, 1997). Hal ini senada dengan penelitian Hebbel dan Werner (2002) yang meneliti penerapan penargetan inflasi di Chili,Meksiko,dan Brazil. Hasil penelitiannya adalah ketiga negara tersebut telah berhasil memenuhi target inflasinya.. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk melengkapi penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah penyederhanaan model dan variabel makroekonomi yang digunakan. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan dengan menggunakan pendekatan time series VAR yang terekstrisi menjadi Vector Error Correction Model (VECM). Sehingga hasil penelitian ini dapat terlihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel terhadap kebijakan ITF.

Penggunaan metode VAR yang ditemukan oleh Sims (1980) dalam analisis ITF didukung oleh Minella et al (2003), Mishra dan Mishra (2010), Siregar dan Goo (2010), dan Odior (2012). Beberapa penelitian yang mendukung penggunaan VECM dalam estimasi model Inflation Targeting Framework yaitu, Charoenseang dan Manakit (2006), Poon dan Tong (2009), dan Waluyo dan Ulfah (2010),. Metode ini dilakukan karena mampu memberikan alternatif metode analisis yang relatif sederhana, mampu melihat hubungan dinamis antar variabel, dapat menghindari kesalahan variabel, dan mampu melihat tingkat perubahan tertentu dan respon yang diberikan terhadap guncangan variabel lainnya lewat analisis IRF dan FEDV. Kondisi inflasi aktual dan target inflasi pada negara Indonesia dan Thailand dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini. Sumber : Jurnal Inoue, Toyoshima, Hamori (2012) Gambar 1.1 Actual Inflation dan Inflation Targeting di Indonesia

Sumber : Jurnal Inoue, Toyoshima, Hamori (2012) Gambar 1.2 Actual Inflation dan Inflation Targeting di Thailand Thailand adalah salah satu negara di dunia yang mempunyai kinerja inflation targeting dinilai paling berhasil diantara negara-negara inflation targeting lainnya. Upaya ini tidak terlepas dari peran Bank of Thailand (BOT) dalam mengambil kebijakan moneter yang dibutuhkan. Bagi Thailand keadaan terbaik yang dapat diusahakan oleh bank sentral bagi perekonomian adalah jumlah output yang tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan dengan kestabilan harga yang terjaga yang tidak terlepas dari peran nilai tukar yang mendukung kebijakan moneter. Hal ini terlihat ketika terjadi krisis Asia 1997, Thailand mendapat bantuan dari IMF yang berupa program-program finasial. Selain itu BOT mengadopsi penargetan monetary base, yaitu melakukan penargetan atas jumlah uang beredar yang dapat mencapai tingkat inflasi yang diinginkan. Setelah program IMF berakhir, BOT meninjau kembali monetary base target tersebut, dan hasilnya metode tersebut kurang efektif apabila dibanding dengan inflantion targeting. Hal ini didasar commit pada penemuan to user yang menjelaskan adanya

ketidakstabilan hubungan antara jumlah uang beredar dengan pertumbuhan oautput, khususnya pada pertumbuhan masa krisis, dan akhirnya BOT mengumumkan pengadopsian inflantion targeting pada Mei tahun 2000. Charoenseang dan Manakit (2006) meneliti tentang transmisi kebijakan moneter Thailand dalam era pentargetan inflasi menemukan bahwa kebijakan moneter secara signifikan mempengaruhi pembiayaan bank komersial dalam jangka pendek. Dan juga bank komersil masih memainkan peranan penting dalam pasar finansial Thai sebagai sumber utama dalam masaah pendanaan. Hubungan yang kuat antara pembiayaan bank dan aktifitas ekonomi mengindikasikan bahwa masih ada peminjam tanggungan bank yang memiliki kesempatan terbatas untuk menggantikan kredit dari makelar keuangan lain kecuali bank. Di samping itu, masih ada hubungan signifikan antara pembiayaan tarif bank komersial dan aktifitas ekonomi. Menurut Laporan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (2010), ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di Indonesia berdampak pada perbedaan respons kebijakan moneter yang ditempuh, yaitu dengan adanya kebijakan akomodatif pada Bank sentral negara maju yang berdampak pada peningkatan likuiditas global. Sementara itu, bank sentral negara emerging markets melakukan normalisasi kebijakan untuk menahan tekanan inflasi yang meningkat seiring akselerasi pemulihan ekonominya. Kondisi ini berdampak pada penguatan nilai tukar sejumlah negara emerging markets, termasuk Indonesia, yang kemudian direspons dengan menggunakan berbagai kombinasi instrumen kebijakan.

Secara efektif pada tahun 2005 Indonesia telah menerapkan inflation targeting, meskipun sebenarnya sudah mulai menerapkan pada tahun 2000, dan penerapan ini sejalan dengan Undang-Undang No 23 tahun 1999 dan amandemennya Undang-Undang No 3 tahun 2004. Undang-Undang No. 23 tahun 1999 disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan sistem mengambang yang dianut saat ini yang berarti pergerakan nilai tukar rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar dan stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia bukan untuk mematok rupiah pada tingkat atau kisaran tertentu tetapi untuk menghindari dan meredam gejolak yang tidak diinginkan dan meminimalkan pengaruh nilai tukar rupiah pada laju inflasi. Pada tahun pertama penerapan inflation targeting di Indonesia target inflasi yang ditetapkan belum berhasil mencapai dengan baik. Inflasi aktual sebesar 9,35% dan 12,55% berada diatas kisaran target sebesar 5-7%, relatif tingginya inflasi aktual dikarenakan adanya kebijakan peningkatan harga pada barang-barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah (administered price) seperti pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan kebaikan harga BBM, depresiasi nilai rupiah yang lebih besar dari yang diprediksi yang dipergunakan dalam menetukan target inflasi, tingginya ekspektasi inflasi yang dimiliki oleh produsen dan konsumen terkait dengan kebijakan harga yang dilakukan oleh pemerintah serta depresiasi rupiah yang terjadi dan adanya peningkatan agregat akibat proses pemulihan ekonomi yang terjadi. Peningkatan tersebut tidak disertai dengan peningkatan di sisi penawaran sehingga mengakibatkan meningkatnya inflasi aktual dibanding inflasi target.

Berdasarkan fakta dari beberapa sumber jurnal di atas, perlu meneliti lebih lanjut mengenai cakupan masalah inflation targeting framework di Indonesia dan Thailand sebagai variabel dependen. Kemudian, menganalisis peran empat variabel makroekonomi, yaitu JUB, tingkat suku bunga, dan nilai tukar dari tiaptiap negara sebagai variabel independen karena diduga memiliki pengaruh terhadap penerapan penargetan inflasi. Adapun judul penelitian ini adalah Perbandingan Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Inflation Targeting Framework Indonesia dan Thailand Periode 2007 2011. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan untuk memberikan arah penelitian yang jelas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana hubungan kausalitas antar variabel makroekonomi dan variabel inflasi di Indonesia dan Thailand? 1.2.2. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.2.3. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.2.4. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.2.5. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.2.6. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand?

1.2.7. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.2.8. Bagaimana respon variabel inflasi yang diakibatkan dari goncangan variabel makroekonomi? 1.2.9. Bagaimana prediksi kontribusi tiap tiap variabel karena adanya perubahan variabel yang lain? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel makroekonomi dan variabel inflasi di Indonesia dan Thailand? 1.3.2. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.3. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel suku bunga terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.4. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.5. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel nilai tukar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.6. Untuk mengetahui pengaruh jangka panjang variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.7. Untuk mengetahui pengaruh jangka pendek variabel jumlah uang beredar terhadap ITF di Indonesia dan Thailand? 1.3.8. Untuk melihat respon variabel inflasi yang diakibatkan dari goncangan variabel makroekonomi?

1.3.9. Untuk memprediksi kontribusi tiap tiap variabel karena adanya perubahan variabel yang lain? 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pengambil kebijakan khususnya Bank Indonesia dan Bank of Thailand dalam mencermati pemberlakuan inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang pengaruh variabel makro ekonomi yang mempengaruhi inflation targeting di Indonesia dan Thailand. Penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut Bagi Penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menerapkan ilmu ekonomi yang selama ini telah diperoleh dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.