PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN

Pengenalan perangkat lunak untuk survei data dosis pasien dalam rangka penyusunan Indonesia Diagnostic Reference Level (I-DRL) P2STPFRZR BAPETEN 2015

PERKIRAAN DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN DENGAN SINAR-X RADIOGRAFI UMUM. RUSMANTO

MANUAL PENGGUNAAN Si-INTAN Ver. 2.0

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

ANALISA PENGARUH FAKTOR EKSPOSI TERHADAP ENTRANCE SURFACE AIR KERMA (ESAK)

Widyanuklida, Vol. 15 No. 1, November 2015: ISSN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan Hasil Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X

PANDUAN UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOGRAFI UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan modalitas untuk keperluan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UJI KESESUAIAN KUALITAS CITRA DAN INFORMASI DOSIS PASIEN PADA PESAWAT MAMMOGRAFI

Analisa Kualitas Sinar-X Pada Variasi Ketebalan Filter Aluminium Terhadap Dosis Efektif

DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK RADIOGRAFI ABSTRAK

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN KULIT PADA PASIEN THORAX TERHADAP DOSIS RADIASI DI UDARA DENGAN SUMBER RADIASI PESAWAT SINAR-X

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 01-P /Ka-BAPETEN/ I-03 TENTANG PEDOMAN DOSIS PASIEN RADIODIAGNOSTIK

Bab 2. Nilai Batas Dosis

IMPLEMENTASI COMPLIANCE TEST PESAWAT DENTAL INTRAORAL PADA SALAH SATU KLINIK GIGI DI KOTA PADANG

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

MANUAL PENGGUNAAN Si-INTAN Ver. 2.0 Revisi Maret 2018

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG UJI KESESUAIAN PESAWAT SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

ESTIMASI NILAI CTDI DAN DOSIS EFEKTIF PASIEN BAGIAN HEAD, THORAX DAN ABDOMEN HASIL PEMERIKSAAN CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6

JImeD, Vol. 1, No. 1 ISSN X

Kata kunci : Fluoroskopi intervensional, QC, dosimetri, kualitas citra.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Kontras. Darmini J. Dahjono Asri Indah Aryani

RADIODIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL. Booklet. Pedoman layanan perizinan. BAPETEN Direktorat Perizinan FasilitasKesehatan dan zat Radioaktif

BAPETEN. Radiasi. Keselamatan. Pesawat Sinar X. Radiologi. Diagnostik. Intervensional.

ABSTRAK

KAJIAN DAMPAK PENERAPAN BSS-115 DI FASILITAS RADIOTERAPI DAN INDUSTRI DI INDONESIA

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS SEBARAN RADIASI HAMBUR CT SCAN 128 SLICE TERHADAP PEMERIKSAAN CT BRAIN

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

KAJIAN MENGENAI PENERAPAN KONSEP PEMBATAS DOSIS MERUPAKAN AMANAT PASAL 35 DAN 36 PP NO. 33 TAHUN 2007

Evaluasi Dosis Glandular dalam Pemeriksaan Mammografi

Dasar Proteksi Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

a. bahwa uji kesesuaian pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional perlu dioptimalkan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Pengembangan Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

UJI KESESUAIAN SEBAGAI ASPEK PENTING DALAM PENGAWASAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X DI FASILITAS RADIOLOGI DIAGNOSTIK

EVALUASI METODE PERHITUNGAN KETEBALAN PERISAI PADA RUANG DIGITAL RADIOGRAFI

PENGEMBANGAN SILABUS PELATIHAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KOMPETENSI PETUGAS PROTEKSI RADIASI BIDANG MEDIS

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

SISTEM MANAJEMEN DOSIS PADA PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DENGAN KENDARAAN DARAT

Analisis Dosis Serap CT Scan Thorax Dengan Computed Tomography Dose Index Dan Thermoluminescence Dosimeter

PEMERIKSAAN KESEHATAN PEKERJA RADIASI DI PTKMR

TANTANGAN BADAN PENGAWAS MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR X UNTUK DIAGNOSTIK.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KELUARAN ANTARA PESAWAT SINAR-X TOSHIBA MODEL DRX-1824B DAN TOSHIBA MODEL DRX-1603B. Skripsi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir (Lembaran Negara Repu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Analisis Radiasi Hambur di Luar Ruangan Klinik Radiologi Medical Check Up (MCU)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

LATAR BELAKANG Latar Belakang Kegiatan Litbangyasa

PERAN PPR DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN RUTIN SINAR-X RADIOLOGI DIAGNOSTIK. Eri Hiswara, Dewi Kartikasari

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

Analisis Pengaruh Faktor Eksposi terhadap Nilai Computed Tomography Dose Index (CTDI) pada Pesawat Computed Tomography (CT) Scan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

Dosis Glandular Rerata dan Kualitas Citra Fantom CDMAM pada Pesawat Mamografi Siemens Mammomat Inspiration

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

Uji Kesesuaian Pesawat Fluoroskopi Intervensional merek Philips Allura FC menggunakan Detektor Unfors Raysafe X2 di Rumah Sakit Universitas Andalas

Transkripsi:

SERI REKAMAN DOKUMEN UNIT KERJA TA. 2016 PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta 10120 Telp. (62-21) 63858269 70, Fax. (62-21) 63858275

LEMBAR PENGESAHAN Revisi : 0 Hal : i dari iv

LEMBAR DISTRIBUSI No. Salinan Dokume n 1 Kepala BAPETEN Jabatan 3 Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi 4 Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir 2.4 Kepala Inspektorat 3.1 Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif 3.3 Direktur Inspeksi Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif 4.1 Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif 4.3 Direktur Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif 4.1.1 Kepala Bidang Pengkajian Kesehatan 4.1.2 Kepala Bidang Pengkajian Industri dan Penelitian Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Perpustakaan Revisi : 0 Hal : ii dari iv

KATA PENGANTAR Pada Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional diperoleh informasi bahwa salah satu syarat proteksi yang harus dipenuhi dalam penggunaan radiasi pengion bidang medik adalah optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi. Maksud dari optimisasi ini adalah suatu upaya untuk membuat dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Pada radiologi diagnostik dan intervensional, optimisasi dimaknai sebagai suatu usaha untuk membuat dosis yang diterima oleh pasien serendah mungkin dengan tetap menjaga kualitas citra yang diperoleh seoptimal mungkin. Salah satu cara optimisasi proteksi adalah dengan tingkat panduan paparan medik atau Diagnostic Reference Level (DRL). Dokumen ini adalah Pedoman Teknis Penyusunan Tingkat Panduan Paparan Medik atau yang dapat digunakan oleh para pemegang izin, dan yang membutuhkan untuk membuat tingkat panduan paparan medik atau DRL. Pedoman ini tidak akan menjadi berguna dan sempurna, tanpa ada kontribusi berupa masukan dan koreksi dari yang membacanya. Oleh karena itu diharapkan partisipasi aktif dari para pembaca pedoman ini untuk memberi masukan dan koreksinya ke kajian.kesehatan@bapeten.go.id sehingga dapat dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan kondisi yang sesungguhnya. Demikian, semoga pedoman ini bermanfaat bagi yang memerlukannya dan dapat memberikan andil dalam peningkatan upaya optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien. Revisi : 0 Hal : iii dari iv

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN..... i DISTRIBUSI DOKUMEN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DASAR HUKUM.. 1 PENDAHULUAN... 1 MAKSUD DAN TUJUAN TINGKAT PANDUAN ATAU DRL 3 METODOLOGI. 5 PENENTUAN NILAI DRL.. 8 UPAYA KE DEPAN UNTUK MEMPERMUDAH MENETAPKAN DRL... 9 FASILITAS PENGELOLAAN DATA DOSIS PASIEN SECARA ONLINE. 9 DAFTAR PUSTAKA... 10 LAMPIRAN... 11 A. NILAI DRL PEMERIKSAAN DENGAN CT SCAN TAHUN 2013 & 2014... 11 B. NILAI KONVERSI KERMA KE MGD (fg) 12 Revisi : 0 Hal : iv dari iv

DASAR HUKUM 1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif; 2. Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional; 3. Rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA) dan World Health Organization (WHO) Tahun 2012 hasil International Conference on Radiation Protection in Medicine: Setting the Scene for the Next Decade yang diberi nama Bonn Call-for-Action; dan 4. Rekomendasi IAEA dalam Basic Safety Standard (BSS), General Safety Requirements (GSR) Part 3 Tahun 2014. PENDAHULUAN 1. Pemanfaatan radiasi pengion untuk kesehatan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan, hal tersebut dapat diketahui dari semakin banyaknya modalitas radiasi pengion yang digunakan dan jenis tindakan medis yang dilakukan dengan bantuan radiasi. Pemanfaatan radiasi pengion tersebut harus dilakukan pengawasan untuk menjamin proteksi dan keselamatan pekerja, pasien, dan masyarakat. 2. Pada PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif menyatakan bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memiliki izin pemanfaatan dan memenuhi persyaratan keselamatan radiasi. 3. Salah satu persyaratan keselamatan radiasi yang harus dipenuhi adalah persyaratan proteksi radiasi yang meliputi: a. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir b. Limitasi dosis c. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi 4. Justifikasi pemanfaatan tenaga nuklir harus didasarkan pada manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan. 5. Limitasi dosis wajib diberlakukan untuk paparan kerja dan paparan masyarakat melalui penerapan Nilai Batas Dosis (NBD). Limitasi dosis tidak berlaku untuk paparan medik. 6. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan agar besarnya dosis yang diterima serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Penerapan optimisasi dilaksanakan melalui: a. pembatas dosis; dan b. tingkat panduan untuk paparan medik Revisi : 0 Hal : 1 dari 31

7. Pada paparan medik, pasien merupakan bagian dari obyek investigasi atau perlakuan tindakan medis menggunakan sumber radiasi pengion. Artinya, pasien memperoleh manfaat langsung yang lebih besar dari adanya tindakan medis dengan sumber radiasi pengion sehingga dapat dipahami bahwa pasien tidak membutuhkan pembatasan dosis sebagaimana NBD. Meskipun begitu, dosis yang diterima oleh pasien harus dijustifikasi dan dioptimisasi sehingga mencegah adanya penerimaan paparan radiasi yang tidak diperlukan (unintended exposure). 8. Tingkat panduan untuk paparan medik atau DRL sangat direkomendasikan untuk digunakan sebagai panduan para praktisi medik dalam melakukan setiap jenis pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional, dan digunakan untuk mencegah paparan radiasi berlebih pada pasien. 9. Pada Pasal 36 ayat (2) Perka BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional, menyatakan bahwa penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus diupayakan sedemikian rupa sehingga pasien menerima dosis radiasi sesuai dengan dosis yang diperlukan guna mencapai tujuan diagnostik. 10. Tujuan diagnostik yang dimaksud adalah mendapatkan citra radiografi secara optimal sehingga diperoleh informasi diagnostik yang diperlukan oleh dokter dengan selalu mengupayakan penerimaan dosis radiasi pasien serendah mungkin yang dapat dicapai dengan mengikuti prinsip As Low As Reasonably Achievable (ALARA). 11. Pada radiologi diagnostik dan intervensional, optimisasi proteksi dimaknai sebagai suatu usaha untuk membuat dosis yang diterima oleh pasien serendah mungkin dengan tetap menjaga kualitas citra seoptimal mungkin. 12. Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pemilik fasilitas atau pemegang izin untuk melakukan upaya optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi pada paparan medik adalah dengan melaksanakan: a. pertimbangan pemilihan modalitas yang akan digunakan; b. pertimbangan prosedur/operasi yang dipilih; c. kalibrasi; d. dosimetri pasien (perhitungan atau pengukuran dosis pasien); e. tingkat panduan atau diagnostic reference level (DRL); dan f. program jaminan mutu untuk paparan medik. 13. Salah satu upaya penerapan prinsip optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi pada paragraf 3 huruf c adalah menetapkan dan menggunakan tingkat panduan paparan medik atau DRL saat akan melakukan tindakan radiologi. 14. Sesuai dengan ketentuan yang ada pada Pasal 21, 34, dan 35 PP No. 33 Tahun 2007, pemegang izin wajib memenuhi ketentuan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi termasuk menentukan dan menggunakan tingkat panduan atau DRL. Revisi : 0 Hal : 2 dari 31

15. Sesuai dengan Perka BAPETEN No. 9 Tahun 2011, modalitas sumber radiasi pengion yang digunakan di radiologi diagnostik dan intervensional dikelompokkan menjadi : a. radiografi umum; b. radiografi mobile; c. fluoroskopi; d. mamografi; e. CT Scan; dan f. pesawat gigi. 16. Sesuai dengan rekomendasi IAEA melalui BSS Tahun 2014 (GSR Part 3), pemerintah harus memastikan bahwa DRL ditetapkan untuk tiap jenis pemeriksaan tindakan radiologi diagnostik dan intervensional termasuk diagnostik pada kedokteran nuklir. Nilai DRL didasarkan pada hasil survei dalam skala yang luas atau ditetapkan suatu nilai sesuai dengan kondisi lokal yang sesuai. 17. BAPETEN dapat bertindak sebagai promotor untuk membentuk suatu kelompok kerja nasional DRL yang terdiri dari BAPETEN bekerja sama dengan KEMENKES, BATAN, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, institusi pendidikan tinggi, dan organisasi profesi dalam melakukan survei pengumpulan data dosis pasien untuk menetapkan DRL pada radiologi diagnostik dan intevensional, dan kedokteran nuklir. Survei untuk memperoleh informasi secara kualitatif dan kuantitatif mengenai frekuensi dan dosis untuk tiap jenis pemeriksaan digunakan sebagai bahan kajian paparan medik di Indonesia. 18. Pedoman ini dapat direviu secara reguler oleh koordinator nasional (dari BAPETEN) dengan melibatkan berbagai ahli dari kelompok kerja nasional DRL yang terbentuk. MAKSUD DAN TUJUAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DRL 19. Sesuai dengan Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) PP No. 33 Tahun 2007, yang dimaksud dengan Tingkat Panduan (Guidance Level) adalah nilai panduan yang hendaknya dicapai melalui pelaksanaan kegiatan medik dengan metode yang teruji. Nilai panduan untuk kegiatan radiologi diagnostik dinyatakan dalam nilai dosis atau laju dosis, sedangkan untuk kegiatan kedokteran nuklir dinyatakan dalam aktivitas sumber radioaktif. 20. Hal-hal penting yang harus diperhatikan terkait dengan Tingkat Panduan atau DRL: a. Terminologi yang digunakan dapat berupa tingkat panduan paparan medik atau DRL; b. DRL bukan nilai yang menentukan baik atau tidaknya pelayanan radiologi, tetapi hanya sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. c. DRL bukan nilai yang menunjukkan batasan mengenai berlebih atau tidaknya dosis yang diterima oleh pasien. Pasien dapat menerima dosis melebihi DRL jika terjustifikasi secara medis dan penerimaan dosis tersebut tidak dapat dihindari. Revisi : 0 Hal : 3 dari 31

d. DRL sebagai alat investigasi, untuk mengidentifikasi situasi dosis pasien yang tinggi sehingga harus senantiasa dikurangi seminimal mungkin dengan tetap mempertahankan kualitas citra optimal. e. DRL dapat digunakan sebagai sarana untuk pemantauan dan pengelolaan dosis pasien sehingga pasien menerima dosis serendah mungkin yang dapat dicapai tanpa mengurangi kualitas citra yang diinginkan. f. DRL ditentukan dari sebaran data indikator dosis yang mudah untuk diukur dan memiliki link langsung dengan dosis pasien. Misalnya: Dose Area Product (DAP), Incident Air Kerma (INAK), Entrance Surface Dose (ESD), CTDI (Computed Tomography Dose Index), Dose Length Product (DLP), dan aktivitas zat radioaktif yang diberikan untuk diagnostik kedokteran nuklir. g. Penentuan DRL direkomendasikan pada nilai kuartil 3 (75 persentil) dari sebaran data dosis yang diperoleh. Fasilitas pelayanan kesehatan dapat saja menentukan nilai DRL pada nilai rata-rata (kuartil 2) dari karakteristik sebaran data dan kemampuan optimisasi yang dimilikinya. 21. Tujuan DRL adalah sebagai alat optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien dan mencegah paparan radiasi yang tidak diperlukan. Disebut sebagai alat optimisasi karena merupakan sebuah proses untuk menuju optimal yaitu menuju dosis pasien serendah mungkin yang dapat dicapai dengan tetap memperhatikan kualitas citra yang memadai untuk kebutuhan diagnostik. Sebagai sebuah proses menuju optimal maka DRL harus direviu secara reguler. 22. Implementasinya, jika ada dosis pasien melebihi DRL maka perlu dilakukan reviu yang ditujukan untuk mencari kemungkinan penyebabnya dan opsi tindakan perbaikan yang sesuai, kecuali dosis tersebut tidak dapat dihindari dan harus terjustifikasi secara medis. Adanya tindakan korektif yang diambil sehingga dosis dari waktu ke waktu dapat tereduksi yang mengakibatkan nilai DRL semakin dinamis dan menuju ke arah serendah mungkin. 23. DRL dapat ditentukan secara nasional maupun local. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik dapat memiliki sendiri nilai DRL Lokal. 24. DRL dapat digunakan sebagai sarana untuk membuat protokol pemeriksaan tiap jenis pemeriksaan sesuai dengan kondisi sumber daya yang ada, baik secara lokal maupun nasional. 25. Pedoman ini dapat digunakan oleh setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki modalitas radiasi pengion, institusi pendidikan, dan yang lain sebagai rujukan dalam menentukan DRL. 26. Nilai DRL merupakan salah satu dari upaya optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi bagi pasien, namun yang paling utama untuk dipertimbangkan jika akan menggunakan modalitas radiasi pengion adalah justifikasi. Karena satu satunya Revisi : 0 Hal : 4 dari 31

upaya mencegah paparan radiasi pada pasien yang paling utama adalah dengan mencegah penyinaran atau paparan radiasi yang tidak diperlukan. 27. Proteksi radiasi bagi pasien merupakan hal yang berkesinambungan, tidak hanya berhenti setelah diperoleh suatu nilai DRL. Praktisi medik harus selalu berupaya untuk dapat mengoptimalkan nilai DRL dan meningkatkan pelayanan pada pasien sehingga tujuan diagnostik tercapai. 28. Pada Tabel 1 berikut ini menunjukkan berbagai modalitas sumber radiasi pengion dan indikator dosis yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan DRL. Tabel 1. Indikator dosis untuk berbagai modalitas radiasi pengion No. Modalitas Indikator Dosis Indikator turunan 1 Radiografi ESD (mgy) atau Dosis efektif (msv) umum/mobile DAP atau KAP (mgy.m 2 ) 2 Mamografi INAK (mgy) Mean Glandular Dose (mgy) 3 Fluoroskopi DAP atau KAP (mgy.m 2 ) atau Dosis efektif (msv) konvensional dan intervensional Peak Skin Dose (mgy) atau laju kerma udara (mgy) 4 CT Scan CTDI (mgy) atau DLP (mgy.cm) Dosis efektif (msv) 5 Gigi intraoral ESD (mgy) Dosis efektif (msv) 6 Gigi panoramik DAP atau KAP (mgy.m 2 ) Dosis efektif (msv) METODOLOGI 29. Pertama, sebagai implementasi dari pendekatan bertingkat, diantara kelompok modalitas radiasi pengion yang ada pada Tabel 1, dipilih sebagai prioritas adalah modalitas yang memiliki: a. Potensi memberikan dosis yang tinggi ke pasien, dan b. fitur indikator dosis yang melekat pada modalitasnya. 30. Sesuai dengan persyaratan pada paragraf di atas, maka nilai DRL dapat ditentukan mulai dengan modalitas: a. CT Scan; b. Fluoroskopi konvensional dan intervensional; c. Mamografi; d. Radiografi umum/mobile; dan e. Radiografi gigi. 31. Selain modalitas di atas, potensi memberikan dosis tinggi juga ada pada prosedur kedokteran nuklir diagnostik. Sehingga prosedur kedokteran nuklir diagnostik juga harus dilakukan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi dengan DRL. Revisi : 0 Hal : 5 dari 31

32. Jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki modalitas radiasi pengion yang dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan survei DRL ini yaitu: a. Rumah sakit publik atau pemerintah b. Rumah sakit privat atau swasta c. Klinik / puskesmas 33. Dalam rangka memperoleh identifikasi besarnya dosis yang diterima oleh pasien, maka pasien radiologi diagnostik dan intervensional dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan umur, yaitu: a. Bayi (0 4 tahun) b. Anak anak (5 14 tahun) c. Dewasa (15 tahun ke atas) Informasi identifikasi pasien yang dibutuhkan selain kelompok umur adalah jenis kelamin dan berat badan. 34. Setiap jenis pemeriksaan dibutuhkan data minimal sebanyak 10 pasien untuk tiap kelompok umur (wajib untuk dewasa, dan bayi atau anak-anak jika dapat dilakukan), namun sangat diharapkan jika memadai dapat mengumpulkan sebanyak 20 data pasien pada setiap jenis pemeriksaan. 35. Jika pada fasilitas dapat diperkirakan beban kerja setiap modalitas, maka jumlah sampling pasien yang dibutuhkan adalah 30% dari beban kerja. 36. Pada CT Scan: a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan CTDI dan DLP. b. Nilai CTDI dan DLP umumnya dapat diketahui pada layar monitor konsol CT Scan atau terintegrasi dengan sistem data DICOM setiap pasien seperti dose protocol report atau tergantung pabrikan. 37. Pada fluoroskopi konvensional dan intervensional: a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan DAP atau KAP. b. Selain itu, pada modalitas intervensional umumnya sudah dilengkapi dengan indikator dosis pada layar monitor konsol berupa laju kerma udara atau KAP atau peak skin dose. Indikator tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi perkiraan dosis pasien. 38. Pada mamografi: a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan INAK yang diukur di atas permukaan mamae. b. Pemeriksaan yang dapat diidentifikasi adalah mamografi pada Cranial-Caudal (CC) dan Mediolateral Oblique (MLO). c. Catat bahan target dan filter yang digunakan. d. Catat kvp yang digunakan. e. Catat ketebalan kompresi mamae. f. Catat mas yang digunakan. Revisi : 0 Hal : 6 dari 31

K ( Gy/mAs @ 1 meter) Jenis Rekaman : g. Ukur HVL (mmal). h. Ukur INAK atau laju keluaran radiasi (radiation output rate) tanpa fantom. i. Kemudian dengan menggunakan data pada Tabel 5.2 dari NCRP 149 untuk mencari nilai konversi kerma ke Mean Glandular Dose (MGD) yaitu fg. j. Dari nilai INAK kemudian dihitung nilai MGD menggunakan persamaan berikut: MGD = f g. INAK 39. Pada radiografi umum: a. Perkiraan dosis pasien dapat diidentifikasi menggunakan Thermoluminescent Dosimeters (TLD) untuk mendapatkan ESD atau dengan DAP atau KAP. b. Selain itu, perkiraan dosis pasien juga dapat diperkirakan menggunakan data keluaran radiasi (radiation output) hasil pengujian tabung pesawat sinar-x dan faktor eksposi atau konsisi penyinaran seperti kv, ma/mas, dan jarak pasien dengan fokus. c. Jika menggunakan TLD, maka dibutuhkan minimal 2 (dua) buah TLD chips dalam 1 (titik) yang digunakan untuk pengukuran. Posisi pengukuran ditempelkan pada kulit pasien di tengah (center) dari luasan lapangan penyinaran pasien. d. Evaluasi TLD chips: ESD rerata = TLD 1 + TLD 2 2 e. Jika menggunakan data keluaran radiasi hasil pengujian tabung pesawat sinar-x maka dibutuhkan data tambahan mengenai kv, ma/mas, dan jarak pasien dengan fokus untuk tiap penyinaran pasien. f. Bentuk data keluaran radiasi adalah dapat berupa tabel atau grafik seperti Gambar 1 berikut ini: kv K (mgy/mas @ 1 meter) 50 41,29 60 60,93 70 80,98 80 102,42 90 125,16 100 148,85 110 173,32 120 198,46 250 200 150 100 50 0 0 50 100 150 kv y = 2.2482x - 74.671 R² = 0.998 Series1 Linear (Series1) Gambar 1. contoh data keluaran radiasi dari sebuah pesawat sinar-x Revisi : 0 Hal : 7 dari 31

g. Data tambahan yang dibutuhkan adalah data kondisi penyinaran atau faktor eksposi dari setiap penyinaran yang dilakukan yaitu kv, ma/mas, dan jarak pasien dengan fokus. h. Misal: pemeriksaan thoraks PA dengan kondisi penyinaran 110 kv, 15 mas, dan jarak pasien ke fokus 200 cm. dengan menggunakan data pada Gambar 1 maka diperoleh nilai kerma pada pemeriksaan tersebut adalah K = (2,2482 x 110 kv 74,671) x 15 mas x (100/200)^2 = 647,37 Gy. Nilai kerma tersebut dikalikan dengan faktor hamburan balik (BSF, back scattered factor) sekitar 1,35 sehingga menjadi ESD = K x BSF = 647,37 Gy x 1,35 = 873,94 Gy. 40. Pada radiologi gigi: a. Perkiraan dosis pasien pada pemeriksaan intraoral dapat diidentifikasi menggunakan TLD untuk mendapatkan ESD. b. Perkiraan dosis pasien pada pemeriksaan panoramik dapat diidentifikasi menggunakan DAP atau KAP. PENENTUAN NILAI DRL 41. Setelah data dosis diperoleh, maka dilakukan analisis dengan menggunakan sebaran data yang ada ditentukan nilai kuartil 3 (75 persentil). Nilai yang diperoleh pada kuartil 3 tersebut yang kemudian dinamakan dengan nilai DRL. 42. Nilai DRL ini dapat digunakan sebagai acuan (base line) pada pemeriksaan radiologi diagnostik dan intervensional. Artinya, setelah nilai DRL ditetapkan maka nilai tersebut digunakan sebagai perbandingan dengan perkiraan dosis yang diterima pasien selama 1-2 tahun ke depan tergantung kemampuan sumber daya. 43. Apabila diperoleh pemeriksaan yang dosisnya melebihi DRL maka dicatat dan dievaluasi penyebab melebihi DRL. Setelah diketahui penyebabnya maka diambil tindakan perbaikan sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada. Misal: diperoleh nilai lebih tinggi dari DRL karena kondisi penyinaran atau faktor eksposi yang digunakan terlalu besar mas-nya. Hal ini terjadi karena belum ada prosedur penyinaran atau panduan pemilihan faktor eksposi, maka dapat diambil tindakan koreksi untuk pemeriksaan tersebut dibutuhkan prosedur atau panduan pemilihan faktor eksposi sehingga penyebab seperti itu tidak terulang di masa yang akan datang. 44. Reviu juga harus dilakukan pada teknologi baru jika keberadaan teknologi baru dapat meningkatkan nilai DRL. 45. Dengan menindaklanjuti temuan dosis yang melebihi DRL (DRL1), maka data dosis pasien pada tahun berlakunya DRL1 akan mayoritas berada di bawah DRL1, dan pada Revisi : 0 Hal : 8 dari 31

periode selanjutnya, data dosis pada masa berlakunya DRL1 ini digunakan untuk menetapkan nilai DRL2. Sehingga nilai DRL2 lebih kecil dari DRL1, begitu seterusnya. UPAYA KE DEPAN UNTUK MEMPERMUDAH MENETAPKAN DRL 46. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan modalitas radiasi pengion, diharapkan melakukan: a. upaya pelaksanaan survei pengumpulan data dosis pasien secara rutin; b. pembelian pesawat sinar-x yang dilengkapi dengan indikator dosis seperti CTDI utk CT Scan, dan DAP untuk radiografi dan fluoroskopi; c. pencatatan atau rekaman data dosis tiap penyinaran secara rutin. d. program jaminan mutu, dengan menjadikan nilai DRL sebagai salah satu indikator mutu radiologi. FASILITAS PENGELOLAAN DATA DOSIS PASIEN SECARA ONLINE 47. BAPETEN menyediakan sebuah aplikasi berbasis web untuk pengelolaan data dosis pasien secara online yang diberi nama Sistem Informasi Data Dosis Pasien Nasional (Si-Intan). Aplikasi ini dapat diakses melalui web resmi BAPETEN yaitu www.bapeten.go.id atau link langsung http://idrl.bapeten.go.id 48. Pada tahap pertama, aplikasi tersebut dapat digunakan untuk mengelola dosis pasien pada pemeriksaan CT Scan. Pada tahap selanjutnya akan dikembangkan ke arah fluoroskopi, kedokteran nuklir, mamografi, radiografi umum, dan radiologi gigi. 49. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan dapat berpartisipasi dalam pengelolaan dosis Si- Intan jika memiliki akun. Setiap fasilitas hanya dapat memiliki 1 (satu) akun. Akun akan diberikan jika sudah lengkap melakukan registrasi di aplikasi Si-Intan. 50. Data yang dimasukkan ke dalam aplikasi Si-Intan hanya dapat diketahui oleh pemilik akun itu sendiri. Jadi setiap pemilik akun hanya dapat mengelola data yang telah dimasukkannya. 51. Dari data yang dimasukkan, pemilik akun dapat melihat distribusi data dan memperoleh nilai DRL lokal. 52. BAPETEN secara nasional akan menerima data dari setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang berpartisipasi dalam aplikasi Si-Intan untuk dijadikan rujukan penetapan nilai DRL Nasional. Revisi : 0 Hal : 9 dari 31

DAFTAR PUSTAKA - PP No. 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif; - Peraturan Kepala (Perka) BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional; - Rekomendasi IAEA dan WHO Tahun 2012 hasil International Conference on Radiation Protection in Medicine: Setting the Scene for the Next Decade yang diberi nama Bonn Call-for-Action; - International Atomic Energy Agency (IAEA), Safety Standards, Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards, General Safety Requirements (GSR) Part 3. IAEA 2014. - European Commission (EC), Radiation Protection Report 109, Guidance on Diagnostic Reference Levels (DRLs) for Medical Exposures, 1999. - Garis Panduan Malaysian Diagnostic Reference Levels In Medical Imaging (Radiology), Radiation Health and Safety Section, Engineering Services Division, Ministry of Health Malaysia, 2013. - International Commission on Radiological Protection (ICRP), Radiological Protection and Safety in Medicine, ICRP Report No. 73, Volume 26, Issue 2, Pages 1-47, 1996. - National Council on Radiation Protection and Measurements (NCRP), A Guide to Mammography and Other Breast Imaging Procedures, NCRP Report No. 149, 2004. Revisi : 0 Hal : 10 dari 31

LAMPIRAN A. NILAI DRL PEMERIKSAAN DENGAN CT SCAN TAHUN 2013 & 2014 A.1. Nilai DRL Tahun 2013 Jenis Pemeriksaan CTDIvol (mgy) 0-4 tahun 5 14 tahun 15 tahun Head 33,48 52,28 66,20 Abdomen 10,77 16,00 35,42 Thorax - - 16,00 Jenis Pemeriksaan DLP (mgy.cm) 0-4 tahun 5 14 tahun 15 tahun Head 498,00 1020,61 1508,51 Abdomen 210,80 473,68 1454,75 Thorax - - 544,30 A.2. Nilai DRL Tahun 2014 Jenis Pemeriksaan CTDIvol (mgy) 0-4 tahun 5 14 tahun 15 tahun Head 55,71 62,08 62,08 Abdomen 48,52 11,74 38,27 Thorax - - 39,74 Jenis Pemeriksaan DLP (mgy.cm) 0-4 tahun 5 14 tahun 15 tahun Head 999,85 1464,50 1371,00 Abdomen 858,92 563,80 1763,00 Thorax - - 957,70 Revisi : 0 Hal : 11 dari 31

B. FAKTOR KONVERSI KERMA UDARA KE MGD (fg) Tabel B.1. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo filter Mo dan 100 persen jaringan glandular mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 23 kvp 0.24 136 100 78 63 53 46 0.26 146 107 84 68 58 50 0.28 157 115 90 73 62 53 0.30 167 123 96 79 66 57 0.32 177 131 102 84 70 61 0.34 188 139 109 89 75 64 25 kvp 0.26 151 112 87 71 60 52 0.28 161 119 93 76 64 55 0.30 171 127 99 81 68 59 0.32 181 134 105 86 73 63 0.34 191 142 111 91 77 66 0.36 201 149 117 96 81 70 27 kvp 0.28 165 122 96 78 66 57 0.30 174 130 102 83 70 61 0.32 184 137 108 88 74 64 0.34 194 144 114 93 78 68 0.36 203 152 119 98 83 71 0.38 213 159 125 103 87 75 29 kvp 0.30 177 132 104 85 72 62 0.32 187 139 110 90 76 66 0.34 196 147 116 95 80 69 0.36 205 154 121 100 84 73 0.38 215 161 127 104 88 76 0.40 224 169 133 109 92 80 31 kvp 0.31 184 138 109 89 75 65 0.33 193 145 115 94 80 69 Revisi : 0 Hal : 12 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 0.35 203 152 120 99 84 72 0.37 212 160 126 104 88 76 0.39 221 167 132 109 92 80 0.41 231 174 138 113 96 83 33 kvp 0.32 190 143 113 93 79 68 0.34 200 150 119 98 83 72 0.36 209 158 125 103 87 75 0.38 218 165 131 108 91 79 0.40 228 172 137 113 96 83 0.42 237 179 143 118 100 86 35 kvp 0.33 197 148 118 97 82 71 0.35 206 156 124 102 86 75 0.37 215 163 130 107 91 79 0.39 225 170 136 112 95 82 0.41 234 178 142 117 99 86 0.43 243 185 148 122 104 90 Revisi : 0 Hal : 13 dari 31

Tabel B.2. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo fliter Mo dan 50 persen glandular 50 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 23 kvp 0.24 166 126 100 82 69 60 0.26 179 135 107 88 75 65 0.28 191 145 115 95 80 69 0.30 203 155 123 101 86 74 0.32 216 164 131 108 91 79 0.34 228 174 139 114 97 84 25 kvp 0.26 184 140 112 92 78 67 0.28 196 149 119 98 83 72 0.30 207 159 127 104 89 77 0.32 219 168 134 111 94 81 0.34 231 177 142 117 99 86 0.36 242 186 149 123 104 90 27 kvp 0.28 199 153 122 101 85 74 0.30 211 162 129 107 91 79 0.32 222 171 137 113 96 83 0.34 234 180 144 119 101 88 0.36 245 189 152 125 107 92 0.38 256 198 159 132 112 97 29 kvp 0.30 214 164 132 109 93 80 0.32 225 173 139 115 98 85 0.34 236 182 146 121 103 89 0.36 247 191 154 127 108 92 0.38 258 200 161 134 114 99 0.40 269 209 168 140 119 103 31 kvp 0.31 221 171 137 114 97 84 0.33 232 180 145 120 102 89 0.35 243 189 152 126 107 93 0.37 254 197 159 132 113 98 0.39 265 206 166 138 118 102 0.41 276 215 174 144 123 107 Revisi : 0 Hal : 14 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 33 kvp 0.32 229 177 143 119 101 88 0.34 239 186 150 125 106 92 0.36 250 195 157 131 112 97 0.38 261 203 164 137 117 102 0.40 272 212 172 143 122 106 0.42 282 221 179 149 127 111 35 kvp 0.33 236 183 148 123 105 91 0.35 246 192 155 129 110 96 0.37 257 201 163 136 116 101 0.39 268 210 170 142 121 105 0.41 279 218 177 148 126 110 0.43 289 227 185 154 132 115 Revisi : 0 Hal : 15 dari 31

Tabel B.3. Nilai fg [mrad/r] untuk target Mo filter Mo dan 100 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 23 kvp 0.24 207 163 132 110 94 82 0.26 221 175 142 119 102 89 0.28 236 187 152 128 109 95 0.30 251 199 163 136 117 101 0.32 265 211 173 145 124 108 0.34 280 223 183 153 131 114 25 kvp 0.26 227 180 147 123 106 92 0.28 241 192 157 132 113 98 0.30 255 203 166 140 120 104 0.32 268 214 176 148 127 111 0.34 282 226 186 156 134 117 0.36 296 237 195 164 141 123 27 kvp 0.28 245 195 160 135 115 101 0.30 258 206 170 143 122 107 0.32 271 217 179 151 129 113 0.34 285 229 188 159 136 119 0.36 298 240 198 167 143 125 0.38 311 251 207 175 150 131 29 kvp 0.30 261 209 172 145 125 109 0.32 274 220 181 153 132 115 0.34 287 231 191 161 138 121 0.36 299 242 200 169 145 127 0.38 312 253 209 177 152 133 0.40 325 263 218 185 159 139 31 kvp 0.31 269 217 179 151 130 114 0.33 282 227 188 159 137 120 0.35 295 238 197 167 144 126 0.37 307 249 206 175 150 132 0.39 320 259 215 182 157 138 0.41 332 270 224 190 164 144 Revisi : 0 Hal : 16 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 33 kvp 0.32 277 224 185 157 135 118 0.34 290 234 194 164 142 124 0.36 302 245 203 172 149 130 0.38 315 256 212 180 155 136 0.40 327 266 221 188 162 142 0.42 339 277 230 196 169 148 35 kvp 0.33 285 231 191 162 140 122 0.35 297 241 200 170 147 129 0.37 310 252 209 178 154 135 0.39 322 262 219 186 161 141 0.41 334 273 228 194 167 147 0.43 347 284 237 201 174 153 Revisi : 0 Hal : 17 dari 31

Tabel B.4. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo filter Mo dan 30 persen glandular 70 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 23 kvp 0.24 181 139 111 92 78 68 0.26 194 150 120 99 84 73 0.28 208 160 129 107 91 79 0.30 221 171 137 114 97 84 0.32 234 181 146 121 103 89 0.34 247 192 155 128 109 95 25 kvp 0.26 200 155 124 103 88 76 0.28 213 165 133 110 94 81 0.30 225 175 141 117 100 87 0.32 237 185 149 124 106 92 0.34 262 205 166 138 118 102 27 kvp 0.28 216 168 136 113 96 84 0.30 228 178 144 120 102 89 0.32 240 188 152 127 108 94 0.34 253 198 160 134 114 99 0.36 265 208 168 140 120 104 0.38 277 217 176 147 126 109 29 kvp 0.30 231 181 146 122 104 91 0.32 243 190 154 129 110 96 0.34 255 200 162 136 116 101 0.36 267 210 170 142 122 106 0.38 278 219 178 149 127 111 0.40 290 229 186 156 133 116 31 kvp 0.31 239 188 153 127 109 95 0.33 251 197 160 134 115 100 0.35 262 207 168 141 120 105 0.37 274 216 176 148 126 110 0.39 285 226 184 154 132 115 0.41 297 235 192 161 138 120 Revisi : 0 Hal : 18 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 33 kvp 0.32 247 194 158 132 113 99 0.34 258 204 166 139 119 104 0.36 270 213 174 146 125 109 0.38 281 223 182 153 131 114 0.40 292 232 190 159 137 119 0.42 304 241 198 166 142 124 35 kvp 0.33 254 201 164 137 117 102 0.35 265 210 172 144 123 108 0.37 277 220 180 151 129 113 0.39 288 229 188 158 135 118 0.41 300 238 196 164 141 123 0.43 311 248 204 171 147 129 Revisi : 0 Hal : 19 dari 31

Tabel B.5. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo filter Rh dan 100 persen jaringan glandular mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 177 132 104 85 72 62 0.32 187 140 110 90 76 66 0.34 197 147 116 95 81 70 0.36 207 155 122 101 85 73 0.38 216 163 129 106 89 77 0.40 226 170 135 111 93 81 27 kvp 0.34 200 150 119 98 83 71 0.36 209 158 125 102 87 75 0.38 219 165 131 107 91 79 0.40 228 172 137 112 95 82 0.42 237 180 143 117 99 86 0.44 247 187 149 122 104 90 29 kvp 0.38 220 166 132 108 92 79 0.40 229 173 138 113 96 83 0.42 238 181 144 118 100 87 0.44 248 188 150 123 104 90 0.46 257 195 156 128 109 94 0.48 266 203 162 133 113 98 31 kvp 0.40 230 175 139 114 97 84 0.42 240 182 145 119 101 88 0.44 249 189 151 124 105 91 0.46 258 197 157 129 110 95 0.48 267 204 163 135 114 99 0.50 277 212 169 140 119 103 33 kvp 0.42 241 183 146 121 102 89 0.44 250 191 152 126 107 92 0.46 259 198 158 131 111 96 0.48 268 206 164 136 116 100 0.50 278 213 171 142 120 104 Revisi : 0 Hal : 20 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 0.52 287 221 178 147 125 109 35 kvp 0.44 251 192 153 127 108 93 0.46 260 199 160 132 112 97 0.48 270 207 166 137 117 101 0.50 279 215 172 143 122 106 0.52 289 223 179 149 127 110 0.54 298 231 186 155 132 115 Revisi : 0 Hal : 21 dari 31

Tabel B.6. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo filter Rh dan 50 persen glandular 50 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 213 164 132 109 93 81 0.32 225 174 140 116 98 85 0.34 236 183 147 122 104 90 0.36 248 192 155 128 109 95 0.38 259 201 162 135 115 99 0.40 270 210 170 141 120 104 27 kvp 0.34 239 186 150 125 106 92 0.36 250 195 157 131 111 97 0.38 261 204 165 137 117 101 0.40 272 212 172 143 122 106 0.42 283 221 179 149 127 110 0.44 293 230 187 156 133 115 29 kvp 0.38 262 205 166 138 118 102 0.40 273 214 173 144 123 107 0.42 284 222 180 150 128 111 0.44 294 231 187 156 133 116 0.46 305 240 195 163 139 121 0.48 315 249 202 169 144 126 31 kvp 0.40 274 215 174 145 124 108 0.42 285 223 181 151 129 112 0.44 295 232 189 158 135 117 0.46 306 241 196 164 140 122 0.48 316 250 203 170 146 127 0.50 326 259 211 177 151 132 33 kvp 0.42 286 225 183 153 130 113 0.44 296 233 190 159 136 118 0.46 307 242 197 165 141 123 0.48 317 251 205 172 147 128 0.50 327 260 212 178 153 133 0.52 338 269 220 185 159 138 Revisi : 0 Hal : 22 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 35 kvp 0.44 297 234 191 160 137 119 0.46 308 243 199 166 142 124 0.48 318 252 206 173 148 129 0.50 328 261 214 180 154 134 0.52 339 270 222 186 160 140 0.54 349 279 230 194 166 145 Revisi : 0 Hal : 23 dari 31

Tabel B.7. Nilai fg [mrad/r] dengan target Mo fliter Rh dan 100 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 260 209 172 145 125 109 0.32 274 220 182 154 132 115 0.34 287 232 191 162 139 122 0.36 300 243 201 170 146 128 0.38 313 254 210 178 153 134 0.40 326 265 220 186 161 140 27 kvp 0.34 290 234 194 165 142 124 0.36 302 245 204 172 149 130 0.38 315 256 213 180 156 136 0.40 327 267 222 188 162 142 0.42 340 277 231 196 169 148 0.44 352 288 240 204 176 155 29 kvp 0.38 316 257 214 181 157 137 0.40 328 268 223 189 163 143 0.42 340 278 232 197 170 149 0.44 352 288 241 205 177 155 0.46 364 299 250 213 184 162 0.48 376 309 259 221 191 168 31 kvp 0.40 329 269 224 190 165 144 0.42 341 279 233 198 171 150 0.44 353 289 242 206 178 156 0.46 365 300 251 214 185 163 0.48 376 310 260 222 192 169 0.50 388 320 269 230 199 175 33 kvp 0.42 342 280 234 199 172 151 0.44 354 290 243 207 179 158 0.46 365 301 252 215 186 164 0.48 377 311 261 223 193 170 0.50 388 321 270 231 201 176 Revisi : 0 Hal : 24 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 0.52 400 331 279 239 208 183 35 kvp 0.44 354 291 244 208 180 159 0.46 366 302 253 216 187 165 0.48 378 312 262 224 195 171 0.50 389 322 271 232 202 178 0.52 400 332 280 240 209 184 0.54 411 343 290 249 217 191 Revisi : 0 Hal : 25 dari 31

Tabel B.8. Nilai fg [mrad/r] dengan target Rh filter Rh dan 100 persen jaringan glandular mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 178 134 106 87 74 64 0.32 189 143 113 93 79 68 0.34 200 151 120 99 84 72 0.36 210 159 127 104 88 77 0.38 221 168 133 110 93 81 0.40 231 176 140 116 98 85 27 kvp 0.34 207 158 126 104 88 76 0.36 217 166 133 110 93 81 0.38 227 174 139 115 98 85 0.40 237 182 146 121 102 89 0.42 247 190 152 126 107 93 0.44 257 198 159 131 112 97 29 kvp 0.38 232 179 144 119 101 88 0.40 242 187 150 124 106 92 0.42 252 194 156 130 110 96 0.44 261 202 163 135 115 100 0.46 270 209 169 140 119 103 0.48 279 217 175 145 124 107 31 kvp 0.40 246 191 154 128 109 94 0.42 255 198 160 133 113 98 0.44 264 205 166 138 118 102 0.46 273 213 172 143 122 106 0.48 282 220 178 148 126 110 0.50 291 227 184 153 131 113 33 kvp 0.42 258 201 163 136 116 100 0.44 267 208 169 141 120 104 0.46 276 216 175 146 124 108 0.48 285 223 181 151 128 112 0.50 293 230 186 156 133 115 0.52 302 237 192 160 137 119 Revisi : 0 Hal : 26 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 35 kvp 0.44 270 211 171 143 122 106 0.46 278 218 177 148 126 110 0.48 278 225 173 153 130 113 0.50 295 232 189 158 135 117 0.52 304 239 194 162 139 121 0.54 312 246 200 167 143 124 Revisi : 0 Hal : 27 dari 31

Tabel B.9. Nilai fg [mrad/r] dengan target Rh filter Rh dan 50 persen glandular dan 50 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 214 166 134 111 95 82 0.32 226 176 142 118 101 88 0.34 239 186 151 126 107 93 0.36 251 196 159 133 113 98 0.38 263 206 167 140 119 104 0.40 275 216 175 147 125 109 27 kvp 0.34 246 193 157 132 113 98 0.36 257 203 165 138 118 103 0.38 269 212 173 145 124 108 0.40 280 222 181 152 130 113 0.42 291 231 189 159 136 118 0.44 302 240 197 165 142 123 29 kvp 0.38 274 217 178 150 128 112 0.40 284 227 186 156 134 117 0.42 295 236 193 163 140 122 0.44 306 244 201 169 145 127 0.46 316 253 208 176 151 132 0.48 326 262 216 182 156 136 31 kvp 0.40 288 230 190 160 137 120 0.42 298 239 197 166 143 125 0.44 309 248 204 172 148 130 0.46 319 256 212 179 154 134 0.48 329 265 219 185 159 139 0.50 338 273 226 191 164 144 33 kvp 0.42 301 242 200 169 145 127 0.44 311 251 207 175 151 132 0.46 321 259 214 181 156 137 0.48 331 267 221 187 161 141 0.50 340 275 228 193 167 146 0.52 350 284 235 199 172 150 Revisi : 0 Hal : 28 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 35 kvp 0.44 313 253 210 178 153 134 0.46 323 261 217 184 158 139 0.48 333 270 224 190 164 143 0.50 342 278 231 195 169 148 0.52 351 285 237 201 174 152 0.54 360 293 244 207 179 157 Revisi : 0 Hal : 29 dari 31

Tabel B.10. Nilai fg [mrad/r] dengan target Rh filter Rh dan 100 persen jaringan adipose mamae (mm Al) 3 4 5 6 7 8 25 kvp 0.30 260 209 173 147 127 111 0.32 274 222 184 156 135 118 0.34 289 234 194 165 142 125 0.36 303 246 205 174 150 132 0.38 316 258 215 183 158 139 0.40 329 269 225 192 166 145 27 kvp 0.34 295 241 201 172 149 131 0.36 308 252 211 180 156 137 0.38 321 264 221 189 164 144 0.40 334 275 231 197 171 151 0.42 346 286 240 206 179 157 0.44 358 296 250 214 186 164 29 kvp 0.38 325 268 226 194 168 148 0.40 337 279 235 202 176 155 0.42 349 290 245 210 183 161 0.44 361 300 254 218 190 167 0.46 372 310 263 226 197 173 0.48 383 320 271 233 204 180 31 kvp 0.40 340 283 239 205 179 158 0.42 352 293 248 213 186 164 0.44 363 303 257 221 193 170 0.46 374 313 266 229 200 176 0.48 385 323 274 236 206 182 0.50 396 332 283 244 213 188 33 kvp 0.42 354 296 251 216 189 167 0.44 365 306 260 224 196 173 0.46 376 315 268 231 202 179 0.48 387 325 277 239 209 185 0.50 397 334 285 246 215 191 0.52 408 344 293 254 222 196 Revisi : 0 Hal : 30 dari 31

(mm Al) 3 4 5 6 7 8 35 kvp 0.44 367 308 262 226 198 175 0.46 378 317 270 234 204 181 0.48 388 327 279 241 211 187 0.50 399 336 287 248 217 192 0.52 409 345 295 255 224 198 0.54 419 354 303 263 230 204 Revisi : 0 Hal : 31 dari 31