I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

dokumen-dokumen yang mirip
Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja yang terpapar pada bahan-bahan iritatif, alegenik atau faktor fisik khusus

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehat (healthy life style), tetapi hal ini dipengaruhi oleh faktor. seseorang akan mengatakan betapa enaknya hidup sehat.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).


BAB 1 PENDAHULUAN. Organization/WHO), sekitar 2,2 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari segala

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental

BAB I PENDAHULUAN. salon, dan pekerja tekstil dan industri rumahan (home industry). Pada. pekerja per tahun. (Djuanda dan Sularsito, 2007).

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kulit dan ini sama seriusnya dengan penyakit hati dan ginjal. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

PEMBIASAAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB 1 PENDAHULUAN. usus yang masih tinggi angka kejadian infeksinya di masyarakat. Penyakit ini

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

BAB I P E N D A H U L U A N

Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit (Faulkner, 2008). Praktik kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Praktik kebersihan diri bertujuan agar manusia dapat memelihara kesehatan diri sendiri, mempertinggi, dan memperbaiki nilai kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit. Praktik kebersihan diri yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, dan penyakit saluran cerna (Listautin, 2012). Masalah praktik kebersihan diri merupakan hal yang sehari-hari harus dilakukan, namun masih dianggap kurang penting. Pendapat ini terjadi karena

2 pengetahuan masyarakat yang kurang tentang praktik kebersihan diri, membuat perilaku hidup sehat ini sulit diterapkan di masyarakat. Faktor lain yang membuat praktik kebersihan diri tidak diterapkan adalah praktik sosial, status sosial ekonomi, budaya, kebiasaan seseorang, dan kondisi fisik. Penerapan praktik kebersihan diri yang kurang baik akan memudahkan timbulnya suatu penyakit menular (Dwi, 2008). Penyakit-penyakit menular di lingkungan yang sering terjadi akibat dari kurangnya kebersihan, diantaranya tuberkulosis paru, infeksi saluran nafas atas, diare, cacingan, dan penyakit kulit seperti skabies masih merupakan masalah kesehatan yang dapat ditemukan di lingkungan yang kurang bersih seperti di tempat pembuangan akhir (TPA) (Widodo, 2004). Skabies (gudik) adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach & Feldmeier, 2006). Skabies dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras, dan level sosial ekonomi (Raza et al., 2009). Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit, dan menghisap cairan tubuh inang ( Bandi & Saikumar, 2012). Tungau ektoparasit penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei var hominis termasuk ordo Acarina, famili Sarcopotidae, genus Sarcoptes. Sarcoptes scabiei var hominis menular melalui kontak manusia dengan manusia (Chosidow, 2006), sedangkan Sarcoptes scabiei var mange ditransmisikan ke manusia melalui kontak

3 dengan berbagai hewan liar, hewan yang didomestikasi, dan hewan ternak (Bandi & Saikumar, 2012). Secara harfiah skabies berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal tersebut. Saat ini istilah skabies berarti lesi kulit yang muncul oleh aktivitas tungau (Andayani, 2005). Pada dasarnya pengetahuan tentang faktor penyebab skabies masih kurang sehingga penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang biasa saja karena tidak membahayakan jiwa. Masyarakat tidak mengetahui bahwa luka akibat garukan dari penderita skabies menyebabkan infeksi sekunder dari bakteri Staphylococcus sp. ataupun jamur kulit yang berakibat kerusakan jaringan kulit yang akut (Haukelbach et al., 2005). Angka kejadian skabies di seluruh dunia dilaporkan sekitar 300 juta kasus per tahun (Chosidow, 2006). Pada negara industri di Jerman, skabies terjadi secara sporadik atau dalam bentuk endemik yang panjang (Ariza et al., 2012). Angka kejadian skabies di India adalah 20,4% (Baur et al., 2013). Kejadian skabies di Indonesia menurut Depkes RI berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6-12,95%. Skabies di Indonesia menduduki urutan ke tiga dari 12 penyakit kulit tersering (Azizah & Setiyowati, 2011). Insidensi dan prevalensi skabies masih sangat tinggi di Indonesia, terutama pada pemulung di TPA. Penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap pemulung yang berada di TPA Jatibarang Semarang menyatakan bahwa terdapat responden yang mempunyai penyakit kulit sebanyak 9 orang (52,9%) dan yang tidak mempunyai penyakit kulit sebanyak 8 orang (47,1%) (Widodo, 2004).

4 Berdasarkan hasil data 10 besar penyakit di Puskesmas Bakung Provinsi Lampung, penyakit kulit dan jaringan bawah kulit berada pada urutan ke tiga, yaitu pada bulan Agustus 2014 sebanyak 20,5% dan bulan September 2014 sebanyak 21,3%. Dari data yang diperoleh, angka kejadian penyakit kulit dan jaringan bawah kulit semakin meningkat tiap bulannya. Keluhan gangguan kulit pada pemulung menunjukkan ada hubungan paparan terhadap cahaya matahari, zat kimia hidrogen sulfida, jam kerja, kebersihan kulit, kebersihan tangan, kuku dan kaki, dan alat pelindung diri. Variabel yang tidak ada pengaruh adalah paparan terhadap bau-bauan, kontak dengan vektor, kebersihan rambut, dan IMT (Rianti et al., 2010). TPA Bakung merupakan TPA terbesar di Kota Bandar Lampung. TPA Bakung mulai beroperasi sejak tahun 1995 dengan luas lahan 14 ha, terdapat sekitar 200 pemulung aktif, 18 orang pegawai lapangan, dan 100 armada pengangkut sampah untuk mengangkut seluruh sampah di Kota Bandar Lampung dengan kapasitas masing-masing kontainer 4 m 3 dan dump truk 5-6 m 3. Sampah yang ditampung sebanyak 650 ton/hari dengan menggunakan sistem pengelolaan sampah sanitary landfill. Hasil presurvey dengan wawancara singkat yang dilakukan pada 10 pemulung di TPA Bakung yang menderita skabies, terdapat 3 orang (30%) mengatakan mandi hanya satu kali sehari, yaitu pada pagi atau sore hari saja, 5 orang (50%) mengatakan mandi tidak menggunakan sabun mandi, dan 6 orang (60%) mengatakan sehabis mandi handuk yang sudah mereka pakai jarang dijemur di bawah sinar matahari.

5 Melihat fenomena yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik mengambil judul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies pada Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung Bandar Lampung untuk diteliti lebih lanjut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat diambil adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung? 2. Apakah terdapat hubungan antara praktik kebersihan diri dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. b. Mengetahui hubungan praktik kebersihan diri dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mengenai skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. b. Mengetahui gambaran praktik kebersihan diri pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung.

c. Mengetahui prevalensi pemulung yang terkena skabies di TPA Bakung Bandar Lampung 6 D. Manfaat Penelitian 1. Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan penulis mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan praktik kebersihan diri dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. 2. Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan memberikan informasi bagi masyarakat mengenai kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. 3. Instansi dan Lembaga Terkait Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi dan lembaga terkait, khususnya bagi dinas kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan dan bantuan terkait pengetahuan, praktik kebersihan diri, dan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. 4. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar dan bahan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penelitian saat ini.

7 E. Kerangka Pemikiran 1. Kerangka Teori Tingkat penyakit dan kematian yang tinggi sebagian besar disebabkan karena pola hidup yang tidak bersih, baik sanitasi lingkungan, air, maupun kebersihan diri. Dari sini dapat digambarkan bahwa kebersihan diri yang buruk merupakan faktor utama yang mempermudah infeksi masuk ke dalam tubuh. Skabies merupakan penyakit infeksi kulit. Hal ini sangat memprihatinkan karena penyakit infeksi sebenarnya dapat dicegah dengan cara meningkatkan kebersihan diri. Skabies menular dengan dua cara, yaitu secara kontak langsung dan tak langsung (Siregar, 2005). Menjaga kebersihan diri dan menghindari kontak perorangan, baik langsung maupun tidak langsung dengan penderita skabies merupakan salah satu cara pencegahan terbaik dari pada mengobati terjadinya penyakit skabies. Namun jika kebersihan diri kurang diperhatikan dan terus melakukan kontak dengan penderita, maka kejadian skabies masih tetap muncul (Listautin, 2012). Keberhasilan penderita dalam mencegah penularan penyakit skabies pada orang lain sangat ditentukan oleh kepatuhan dan keteraturan dalam menjaga kebersihan diri. Oleh karena itu selama pengobatan dan perawatan, diperlukan tingkat perilaku yang baik dari penderita. Perilaku penderita skabies dalam upaya mencegah prognosis yang lebih

8 buruk dipengaruhi oleh sikap tentang penyakit ini. Pengetahuan dan perilaku penderita yang buruk akan menyebabkan kegagalan dalam tindakan penanggulangan penyakit skabies. Salah satu pencegahan terjadinya skabies yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan diri (Chowsidow, 2006). Kebersihan diri merupakan usaha dari individu atau kelompok dalam menjaga kesehatan melalui kebersihan individu dengan cara mengendalikan kondisi lingkungan. Apabila skabies tidak segera mendapat pengobatan dalam beberapa minggu, maka akan timbul adanya dermatitis yang diakibatkan karena garukan. Rasa gatal yang ditimbulkan terutama pada waktu malam hari, secara tidak langsung akan mengganggu kelangsungan hidup seseorang, terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukan pada siang hari akan ikut terganggu. Selain itu, setelah seseorang sembuh akibat garukan tersebut akan meninggalkan bercak hitam yang nantinya juga akan mempengaruhi harga diri seseorang, seperti merasa malu, cemas, dan takut dijauhi teman (Wardhana, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka teori seperti di bawah ini: 9 Tingkat Pengetahuan Praktik Kebersihan Diri (Personal Hygiene) Lingkungan Kebersihan kulit Kebersihan tangan kaki dan kuku Kebersihan rambut Kebersihan badan Kelembaban Suhu Penyediaan air Pajanan sinar matahari Kontak Langsung Kontak Tidak Langsung Kejadian Skabies (Sarcoptes scabiei var hominis) Gambar 1. Kerangka Teori (Chowsidow, 2006); (Listautin, 2012); (Siregar, 2005); (Wardhana, 2006)

10 2. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Tingkat Pengetahuan Kejadian Skabies Praktek 3. Kebersihan Diri Gambar 2. Kerangka Konsep F. Hipotesis 1. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian skabies pada pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung. 2. Terdapat hubungan praktik kebersihan diri dengan kejadian skabies pada Pemulung di TPA Bakung Bandar Lampung.