BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

Pengertian Pajak Penghasilan 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

AGENDA. PPh Pasal 26

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PERENCANAAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian-Pengertian Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara

MINGGU KE DUA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 GAJI DAN BONUS

Pertemuan 2 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + B)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipungut dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-Undang sampai dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

BAB II LANDASAN TEORI. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak digunakan untuk membiayai

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II LANDASAN TEORETIS. 1. Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak Secara Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PPh PASAL 21/26 & espt PPh Pasal 21

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak

BAB III SISTEM PEMOTONGAN DAN PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) PADA KANTOR DPRD PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

Update. Pajak Penghasilan Sehubungan dengan. Pekerjaan atau Jabatan, Jasa dan kegiatan, Yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Dosen Tetap Pada Universitas Krisnadwipayana. Meitri Megawati DA03

BAB II LANDASAN TEORI. serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara. langsung, untuk memeliahara negara secara umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengungkapan beberapa para ahli mengenai pajak sebagai berikut :

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II URAIAN TEORITIS


PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Penghasilan

LAMPIRAN. Universitas Kristen Marantha

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 UNTUK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA KANTOR DIREKTORAT JENDERAL KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21. JUMLAH PENERIMA PENGHASILAN (Orang) 8. JUMLAH (6 + 7) 8

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

PENGARUH TARIF PAJAK DAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK BARU TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

LAMPIRAN I-A SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Pajak Penghasilan psl 21

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB II PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 DAN PASAL 26

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini berisi kajian landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya yang. digunakan untuk menjawab masalah penelitian.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

BAB II BAHAN RUJUKAN

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TARIF DAN PENERAPANNYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pengertian pajak menurut Adriani dalam Waluyo (2013:2) disebutkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contoh Isi Proposal Penelitian Konsentrasi Perpajakan ( Akuntansi) Part 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pertemuan 3 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (G + P)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa

APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh 21) DENGAN SISTEM MEMBER

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak memilki dimensi yang berbeda beda menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. kualitas tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan Praktik Kerja

Transkripsi:

6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PPh Pasal 21 Menurut PER-31/PJ/2012 Pasal 1 ayat 2 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat atas penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan, serta pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 2.2 Tarif PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 dikenakan penghasilan atas orang pribadi, sehingga besarnya tarif PPh Pasal 21 yang digunakan terdiri dari: a. Sampai dengan Rp 50.000.000 5% b. Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% c. Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% d. Diatas Rp 500.000.000 30% 2.3 Dasar Hukum yang Mengatur Tentang PPh Pasal 21 a. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1991 tentang perubahan atas Undang Undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. c. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 7 tahun 1991. d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. e. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2.4 Subjek Pajak PPhPasal 21 Subjek pajak penghasilan Pasal 21 adalah penerima penghasilan bagi orang pribadi yang merupakan : 1. Pegawai; 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan lain diantaranya : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai dan aktuaris; 7

8 b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang iklan, bintang sinetron, kru film, sutradara, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, dan lain sebagainya; c. Olahragawan; d. Pengarang, peneliti, dan penerjemah; e. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; f. Agen iklan; g. Pengawas atau pengelola proyek; h. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; i. Petugas penjaja barang dagang; j. Petugas dinas luar asuransi; k. Distributor multi level marketing atau direct slling dan kegiatan sejenisnya. 2.5 Objek Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri yang dapat dipakai 3 untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan bentuk apapun (Diana dan Setiawati, 2009:409) a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik bersifat teratur maupun tidak teratur; b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima Pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

9 c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dengan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran lain; d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, mingguan, satuan, borongan atau upah yang dibayarkan bulanan yaitu berupa imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan dalam bentuk hal apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; e. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnyan dengan nama dan dalam bentuk apapun; 2.6 Pelunasan dan Pelaporan PPh Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun, bagi wajib pajak yang menggunakan perhitungan berdasarkan tahun takwim (tahun buku)tergantung perhitungan dengan tahun apa yang akan dipilih oleh wajib pajak. Namun, untuk memberikan keringanan dan kemudahan pembayaran atas pajak penghasilan, maka besarnya penghasilan yang terjadi pada akhir tahun dapat diperkirakan sejak awal tahun dan besarnya PPh yang terutang pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan pada setiap transaksi, dengan cara dipungut, dipotong pihak lain, atau dibayarkan sendiri oleh wajib pajak. Besarnya SPT yang kurang bayar wajib dilunasi dan disetorkan oleh wajib pajak sebelum mengeluarkan SPT yang akan dilaporkan. Pemotongan pajak dilakukan oleh pihak lain yang berkaitan

10 dengan adanya suatu transaksi antara wajib pajak, bagi wajib pajak yang dipotong penghasilan, seperti gaji, jasa. Pelunasan PPh yang akan dilakukan oleh pihak lain harus dilaksanakan dan dilaporkan berdasarkan tabel yang akan dijabarkan sebagai berikut : Tabel 2.1 Pelunasan dan Pelaporan PPh Dilakukan Oleh Pemotong Sumber : Mulyono, Djoko No Jenis Pajak Batasan Pelunasan Batasan Pelaporan 1. PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan takwim berikut Tanggal 20 bulan takwim 2.7 PPh Pasal 21 Pegawai Tetap Peghasilan pegawai tetap berdasarkan periode diterimanya penghasian yaitu : 1. Penghasilan Teratur 2. Penghasilan Tidak Teratur 1. Pengenaan PPh Pasal 21 Penghasilan Teratur Pengenaan atas pajak penghasilan teratur dilakukan dengan melakukan perhitungan atas : a. Penghasilan Bruto b. Penghasilan Netto c. Penghasilan Tidak Kena Pajak a. Penghasilan Bruto

11 Penghasilan bruto pegawai tetap merupakan jumlah dari gaji pokok beserta dengan tunjangan. Berbagai macam tunjangan yang perhitungan PPh Pasal 21 digabung dengan gaji bulanan seperti : uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, tunjangan premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan lain sebagainya. b. Penghasilan Netto Besarnya penghasilan netto pegawai tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto penghasilan dikurangi dengan: 1. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang jabatan atau tidak, besarnya jabatan yang ditetapkan yaitu 5% dari penghasilan bruto, dan maksimum adalah Rp 6.000.000 setahun atau Rp 5.000.000 perbulan. 2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun. 3. Pengurangan berupa biaya jabatan dan iuran pensiun serta iuran THT tidak berlaku pada penghasilan-penghasilan seperti berikut : a. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.

12 b. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain yang sejenis. c. Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan oleh wajib pajak dalam negeri. c. Penghasilan Tidak Kena Pajak Mulai 1 Januari 2013 (tahun fiskal 2013) besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut: 1. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri WP orang pribadi; 2. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk WP yang kawin; 3. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; 4. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. 2.8 Pegawai Tidak Tetap Atas penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan

13 kalender belum melebihi Rp 2.025.000,00 maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 200.000,00. Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. Oleh karena itu, pemotong pajak atau pemberi penghasilan harus mengekivalenkan upah mingguan, upah satuan, upah borongan yang diperjanjikan ke upah setiap hari kerja untuk menyelesaikan pekerjaan. 2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 apabila penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 200.000,00, dan jumlah sebesar Rp 200.000 tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau pengurang atas penghasilan bruto sehari.