BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

AKUNTABILITAS PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan pemerintah merupakan komponen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB.I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini ditandai dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Nasution (2007) menyatakan beberapa kelemahan yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sistem pengendalian internal (Windiatuti, 2013). daerah adalah (1) komiten pimpinan (Management Commitment) yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Supriyanto dan Suparjo (2008) mengungkapkan :

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. pencatatan single-entry. Sistem double-entry baru diterapkan pada 2005 seiring

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun 2003 2004 pemerintah melakukan perombakan peraturan keuangan Negara, Pemerintah bersama dengan DPR mengeluarkan 3 paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Dengan adanya tiga paket tersebut telah memberikan implikasi pengelolaan keuangan negara yang terdesentralisasi yang diwujudkan dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel dan terukur. Berdasarkan Undang-undang No.17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara mengatakan bahwa sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD pemerintah atas Keuangan Negara, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawabanpelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menteri/pimpinan lembaga selakupengguna anggaran menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan menyampaikannya kepada Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat dua bulan setelah tahun anggaran berakhir.gubernur/bupati/walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah Windiya Dewi Maulina, 2012 Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pertanggungjawaban keuangan negara tersebut merupakan bagian dari akuntabilitas publik yang harus disampaikan oleh Pemerintah atas penggunaan keuangan negara yang diperoleh dari rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat. Paket UU dibidang Keuangan Negara mengharuskan pemerintah melakukan langkah-langkah penataan manajemen keuangan negara secara komprehensif, termasuk penataan ulang sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah. Penerapan reformasi dibidang penganggaran merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kebocoran keuangan negara. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2011 ditemukan sejumlah kelemahan. Hasil evaluasi atas 358 LKPD terdapat 3.397 kasus kelemahan SPI, yang terdiri atas 1.401 kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, 1.368 kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta 628 kasus kelemahan struktur pengendalian intern. Efektivitas Sistem Pengendalian Internal merupakan salah satu kriteria yang digunakan oleh BPK dalam meneliti kewajaran informasi keuangan, hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, penjelasan Pasal 16 ayat 1

3 yang menyatakan bahwa Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria, salah satunya yang terkait dengan SPI adalah efektivitas SPI. Oleh karena itu, setiap pimpinan pemerintah pusat termasuk pimpinan Kementrian atau Lembaga dan Pemerintah daerah wajib merancang sistem pengendalian internal pemerintah yang efektif yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) No 60 Tahun 2008 agar tujuan Pemerintah dalam memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dapat tercapai. Berdasarkan data dari BPK, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK semester I Tahun 2011 terhadap 358 LKPD tahun 2010, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 32 entitas, opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 271 entitas, opini tidak wajar (TW) atas 12 entitas, dan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas 43 entitas. Sedangkan terhadap lima LKPD Tahun 2009 BPK memberikan opini tidak memberikan pendapat (TMP). Berikut ini merupakan rincian atas perkembangan opini LKPD Tahun 2005 s.d 2010. Tabel 1.1 Perkembangan opini LKPD Tahun 2005-2010 LKPD OPINI JUMLAH WTP % WDP % TW % TMP % 2005 18 5% 307 85% 13 3% 24 7% 362 2006 3 1% 327 70% 28 6% 105 23% 463 2007 4 1% 283 60% 59 13% 123 26% 469 2008 13 3% 323 67% 31 6% 118 24% 485 2009 15 3% 330 65% 48 10% 111 22% 504 2010 32 9% 271 76% 12 3% 43 12% 358 Sumber: www.bpk.go.id (IHPS I 2011)

4 Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa opini LKPD Tahun 2010 yang dalam presentase, menunjukan kenaikan proporsi opini WTP dan WDP dibandingkan opini LKPD tahun-tahun sebelumnya, kecuali untuk Tahun 2005. Kenaikan proporsi opini WTP dan WDP yang diikuti penurunan opini TW dan TMP menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan secara wajar. Penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pertanggungjawaban keuangan yang lebih baik. Menurut BPK masih adanya opini TMP dan TW (15%) yang diberikan oleh BPK menunjukan efektivitas SPI Pemerintah daerah yang bersangkutan belum optimal. Kelemahan pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan daerah sebagian besar karena belum memadainya unsur-unsur pengendalian internal. Meliputi permasalahan kurang tertibnya penyusunan dan penerapan kebijakan, kurangnya komitmen terhadap kompetensi, belum optimalnya kegiatan identifikasi resiko dan analisis resiko, lemahnya pengendalian fisik atas asset serta pencatatan transaksi yang kurang akurat dan tepat waktu. Kelemahan dalam pengendalian intern tersebut terlihat dari banyaknya kasus pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, penganggaran/perencanaan tidak memadai, pelaksanaan kegiatan tidak sepenuhnya melalui mekanisme APBD dan tidak diatur dengan mekanisme yang memadai, serta belum adanya standard operating procedure (SOP) yang memadai. Lebih lanjut dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK semester I Tahun 2011 BPK mengatakan kasus-kasus kelemahan SPI pada umumnya terjadi karena

5 pejabat yang berwenang belum menyusun dan menetapkan kebijakan yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur. Selain itu, para pejabat atau pelaksana yang bertanggungjawab kurang cermat dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan tugas. Kasus kelemahan SPI yang lain meliputi pejabat yang bertanggung jawab lemah dalam melakukan pengawasan maupun pengendalian kegiatan dan belum sepenuhnya memahami ketentuan dan belum adanya koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2011, BPK menemukan 87 kasus kelemahan sistem pengendalian intern di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat. Berikut ini merupakan rincian kasus atas kelemahan sistem pengendalian inrtern. No Tabel 1.2 Daftar Temuan Kasus Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Wilayah IV Provinsi Jawa Barat Entitas Total Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Kelemahan Kelemahan Sistem Kelemahan Sistem Pengendalian Struktur Pengendalian Pelaksanaan Pengendalian Akuntansi dan Anggaran Intern Pelaporan Pendapatan dan Belanja Jumlah Jumlah Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus Kasus 1 Kab Bandung 6 2 4-2 Kab. Bandung Barat 12 9 2 1 3 Kab. Ciamis 7 1 3 3 4 Kab. Garut 10 5 5-5 Kab. Sumedang 5 3 2-6 Kab. Tasikmalaya 8 4 2 2 7 Kota Bandung 13 10 3-8 Kota Banjar 8 4 3 1 9 Kota Cimahi 6 2 3 1 10 Kota Tasikmalaya 12 5 4 3 Sumber: www.bpk.go.id (IHPS I 2011)

6 Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus pengendalian intern yang paling dominan adalah kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan yaitu sebanyak 45 kasus. Dimana, daerah yang paling banyak ditemukan kasus tersebut adalah Kab. Bandung Barat sebanyak 9 kasus dan Kota Bandung sebanyak 10 kasus. Untuk kasus kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja ditemukan sebanyak 31 kasus. Sedangkan, untuk kasus kelemahan struktur pengendalian intern ditemukan sebanyak 11 kasus. Opini TMP yang diberikan oleh BPK dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara/daerah. Salah satu kabupaten yang memperoleh opini TMP atas LKPD tahun 2010 adalah Kabupaten Bandung Barat (KBB). Menurut Harian Umum Galamedia (dalam website Pemerintah Kabupaten Bandung Barat) mengatakan opini TMP atas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap LKPD KBB sudah terjadi tiga kali. Sehingga dapat dikatakan sistem manajemen keuangan di KBB tidak memperlihatkan progres yang memuaskan. Pada LKPD tahun sebelumnya hanya terdapat dua Kabupaten/Kota yang memperoleh opini TMP untuk Wilayah IV Provinsi Jawa Barat. Yaitu. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Berikut ini merupakan perkembangan opini laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota Wilayah IV Provinsi Jawa Barat.

7 Tabel 1.3 Perkembangan Opini Wilayah Kabupaten/Kota Wilayah IV Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010 No Entitas Pemerintah Daerah Opini Tahun 2005 Opini Tahun 2006 Opini Tahun 2007 Opini Tahun 2008 Opini Tahun 2009 Opini Tahun 2010 1 Kab. Bandung WDP WDP WDP WDP WDP WDP 2. Kab. Bandung Barat TMP TMP TMP 3 Kab. Ciamis WDP WDP WDP WDP WDP 4 Kab. Garut WDP WDP TMP WDP WDP WDP 5 Kab. Sumedang WDP WDP WDP WDP WDP WDP 6 Kab. Tasikmalaya WDP WDP WDP WDP WDP WDP 7 Kota Bandung WDP WDP WDP WDP TMP WDP 8 Kota Banjar WDP WDP WTP WDP WDP WDP 9 Kota Cimahi WDP WDP WDP WDP WDP WDP 10 Kota Tasikmalaya WDP WDP TMP WDP WDP WDP Sumber: www.bpk.go.id (IHPS I 2011) Jika dilihat dari tabel 1.3 diatas dapat dilihat bahwa LKPD Kab. Bandung Barat untuk tahun 2008-2010 secara berturut-turut mendapatkan opini TMP hal ini menunjukan bahwa sistem pengelolaan keuangan di KBB tidak memperlihatkan progres yang memuaskan. Sedangkan untuk Kab. Garut dan Kota Tasikmalaya pada LKPD tahun 2009 mengalami penurunan opini dengan memperoleh TMP namun kualitas laporan keuangan pemeritah daerah tersebut dapat segera diperbaiki dengan diperolehnya opini WDP.Untuk Kota Bandung sendiri telah menunjukan progress yang baik sehingga dapat memperbaiki kualitas laporan keuangannya dari TMP menjadi WDP untuk LKPD tahun 2010. Progres yang baik dalam menyajikan laporan keuangan juga terlihat dari diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan oleh BPK RI kepada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kota Banjar untuk Tahun Anggaran (TA) 2011. BPK menilai bahwa Neraca Pemerintah Provinsi Jawa Barat per 31 Desember 2011, Laporan Realisasi

8 Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, dalam semua hal yang material, telah disajikan secara wajar, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), memenuhi kecukupan pengungkapan, efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI), serta kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan. Sedangkan, pemberian opini WTP kepada Pemerintah Kota Banjar tidak terlepas dari adanya perbaikan yang signifikan pada penyusunan LKPD TA 2011. Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan mengatakan bahwa Pemerintah Kota Banjar telah melakukan inventarisasi, penilaian, dan pemutakhiran Kartu Inventaris Barang atas seluruh aset tetap serta aset lainnya, untuk aset-aset tak berwujud, sekaligus melakukan kodefikasi terhadap peralatan dan mesin secara menyeluruh.. (BPK RI, 2012) Sedangkan, untuk Kabupaten Bandung Barat (KBB) mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Laporan Pemeriksa Keuangan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia perwakilan Jawa Barat. Penilaian opini tersebut, merupakan kali pertama KBB sejak pertama dibentuk pada 2007 lalu. (Pikiran Rakyat Online, 2012) Sebelumnya, penelitian mengenai sistem pengendalian intern pernah dilakukan oleh Sugita Hamdani (2007) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Penerapan Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah. Hasil dari penelitiannya mengatakan bahwa secara parsial sistem pengendalian intern dan pengelolaan keuangan daerah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan

9 keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) dengan sistem pengendalian intern memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas laporan keuangan daerah sebesar 0,67% dibanding pengelolaan keuangan daerah yang memberikan pengaruh sebesar 0,240%. Sedangkan, sistem pengendalian intern dan pengelolaan keuangan daerah secara simultan memberikan pengaruh sebesar 73,30% terhadap kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) di Pemerintah Kota Bandung dan sisanya sebesar 26,70% dipengaruhi faktor lain. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dimas Dwiaryanto (2011) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh pelaksanaan sistem pengendalian intern belanja pegawai dan belanja modal terhadap kualitas laporan keuangan (studi kasus pada kementrian perhubungan 2007-2009).Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pengaruh pelaksanaan sistem pengandalian intern belanja pegawai dan belanja modal terhadap kualitas laporan keuangan sebesar 7,6% dan sisanya 92,4% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti. Penelitian mengenai efektivitas pengendalian intern pernah dilakukan oleh Ahmad Fuadi (2009) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh efektivitas pengendalian internal terhadap perwujudan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah kota bandung (studi atas persepsi pengelola keuangan daerah). Hasil penelitiannya mengatakan bahwa perwujudan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh efektivitas pengendalian internal sebesar 59,4% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.

10 Selain penelitian hasil skripsi yang disebutkan diatas penulis juga memperoleh hasil penelitian yang berasal dari jurnal yang dilakukan oleh Purwaniati Nugraheni dan Imam Subaweh (2008) dengan judul Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Dengan hasil penelitian pengaruh penerapan standar akuntansi di Inspektorat Jendral, pengetahuan pengelola UAPPA EI dan UAPPB, dan ketersediaan sarana dan prasarana terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan pada tingkat sedang. dibawah ini: Daftar penelitian-penelitian diatas secara rinci dapat dilihat dalam tabel 1.3 Tabel 1.4 Daftar Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1 Sugita Hamdani (2007) Judul Hasil Penelitian Perbedaan Pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Penerapan Prinsipprinsip Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah secara parsial sistem pengendalian intern dan pengelolaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan Sedangkan, sistem pengendalian intern dan pengelolaan keuangan daerah secara simultan memberikan pengaruh sebesar 73,30% terhadap kualitas laporan keuangan - Meneliti Penerapan Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah - Objek penelitian dilakukan pada Pemerintah Kota Bandung

11 2 Dimas Dwiaryanto (2011) Pengaruh pelaksanaan sistem pengendalian intern belanja pegawai dan belanja modal terhadap kualitas laporan keuangan (studi kasus pada kementrian perhubungan 2007-2009). Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari pengaruh pelaksanaan sistem pengendalian intern belanja pegawai dan belanja modal terhadap kualitas laporan keuangan sebesar 7,6% dan sisanya 92,4% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti. - Hanya meneliti sistem pengendalian intern belanja pegawai dan belanja modal - Objek Penelitian pada Kementrian Perhubungan 3 Ahmad Fuadi (2009) 4. Purwaniati Nugraheni dan Imam Subaweh (2008) Pengaruh efektivitas pengendalian internal terhadap perwujudan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah kota bandung (studi atas persepsi pengelola keuangan daerah). Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa perwujudan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh efektivitas pengendalian internal sebesar 59,4% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Dengan hasil penelitian pengaruh penerapan standar akuntansi di Inspektorat Jendral, pengetahuan pengelola UAPPA EI dan UAPPB, dan ketersediaan sarana dan prasarana terhadap peningkatan kualitas laporan keuangan pada tingkat sedang. - Meneliti Transparansi laporan keuangan - Tidak meneliti kualitas laporan keuangan - Objek dalam penelitian ini pemerintah daerah Kota Bandung - Meneliti Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan - Obek penelitian dilakukan pada Inspektorat Jendral Departemen Pendidikan Nasional Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat.

12 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Efektivitas Pengendalian Internal Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat 2. Bagaimana Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat 3. Seberapa Kuat Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1 Untuk Mengetahui Efektivitas Pengendalian Internal Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat 2 Untuk Mengetahui Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat 3 Untuk Mengetahui Seberapa Kuat Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah IV Provinsi Jawa Barat.

13 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Praktis Bagi Pemerintah Daerah yang bersangkutan diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian internal sehingga Pemerintah dapat meningkatkan kualitas laporan keuangannya. Bagi penulis, seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian diharapkan dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang dipelajari selama mengikuti program perkuliahan Akuntansi pada FPEB Universitas Pendidikan Indonesia. 2. Kegunaan Akademis Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi sivitas akademika.