PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

dokumen-dokumen yang mirip
SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

PEMECAHAN MASALAH PADA WANITA SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL S K R I P S I

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

DINAMIKA PSIKOLOGIS PEREMPUAN YANG BERCERAI (Studi Tentang Penyebab dan Status Janda Pada Kasus Perceraian di Purwokerto)

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

PUTUSAN. Nomor : 1636/Pdt.G/2012/PA.Plg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar hubungan laki-laki dan perempuan mampu menyuburkan ketentraman,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

P U T U S A N Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.GM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

P U T U S A N NOMOR : XXX/Pdt.G/2012/PA.GM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

NOVIYANTI NINGSIH F

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

Transkripsi:

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : RETNO WAHYU T F 100 050 040 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVESITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perkawinan, keharmonisan rumah tangga dan kelanggengan perkawinan selalu menjadi harapan setiap pasangan. Akan tetapi dalam kenyataan suatu pernikahan tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Perbedaan antara suami dan istri dalam sebuah rumah tangga tak jarang memunculkan masalah dalam rumah tangga tersebut, karena dalam sebuah rumah tangga tidak terlepas dari masalah. Apabila dua hati sudah tidak lagi bisa bersatu dan dua pikiran tidak lagi bisa sejalan dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam sebuah rumah tangga, maka pernikahan yang telah dijalani selama ini mungkin bisa berakhir dengan perceraian. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan secara sah dan resmi. Menurut Kusuma (1990), perceraian dapat terjadi disebabkan karena adanya pihak yang melakukan zina, baik suami maupun istri, suami tidak memberi nafkah baik lahir maupun batin dalam waktu yang lama kepada istri, terjadi penganiayaan yang membahayakan kesehatan salah satu pihak, terganggunya kesehatan fisik maupun psikis seperti tidak mampu memiliki keturunan, otak tidak waras dan cacat tetap seperti buta, tuli dan sebagainya serta terjadi perselisihan antara suami istri yang sudah tidak menemukan jalan tengah. Jumlah kasus perceraian di Indonesia sepanjang 2007 yaitu sebanyak 157.771 kasus, 157.771 kasus perceraian yang diputus, 77.528 kasus di antaranya

dipicu oleh salah satu pihak meninggalkan kewajiban. Jumlah ini, faktor teratas disebabkan karena salah satu pihak tidak bertanggung jawab (48.623 kasus), faktor ekonomi di rumah tangga para pihak (26.510 kasus), dan dikarenakan pula sejarah perkawinan para pihak yang dipaksa oleh orang tua (2.395 kasus). Dari jumlah tersebut, perceraian terbesar terjadi di Jakarta sebanyak 57.258, disusul Jawa Tengah 52. 764 kasus dan posisi ketiga yaitu Jawa Barat 30.487 (Saputra, 2010). Menurut Sulaiman hakim atau humas Pengadilan Agama Surabaya (dalam Darmakomo, 2008), banyaknya cerai gugat yang terjadi sekarang ini karena adanya beberapa faktor yang menyebabkan, faktor yang pertama adalah pendidikan emansipasi berhasil sehingga wanita-wanita tahu tentang hak-hak dan kewajibannya, karena saat ini hak wanita dilindungi oleh undang-undang sehingga tahu mana perilaku yang menyimpang dan tidak. Kedua, wanita-wanita sekarang ini sudah tidak sabaran karena banyak yang sudah mandiri dan tidak bergantung pada suami sehingga jika terjadi perselisihan yang sepele, pihak istri langsung meminta cerai pada suaminya. Faktor lain karena maraknya PIL (Pria Idaman Lain) dan WIL (Wanita Idaman Lain) karena mayoritas wanita tidak mau dimadu. Plamer dan Koch-Hattem (dalam Rice, 1999) menyatakan bahwa dalam kondisi terbaik sekalipun perceraian adalah pengalaman yang sangat mengganggu secara emosional. Apapun alasannya, perceraian akan memberikan dampak bagi yang mengalaminya atau anggota keluarga. Bercerai menimbulkan berbagai konsekuensi dan resiko yang tidak ringan terutama bagi wanita, seperti dalam

memenuhi kebutuhan dan melakukan pengasuhan anak dilakukan secara sendirian. Setelah bercerai dari suami, seorang wanita akan dihadapkan pada serangkaian permasalahan. Pertama, masalah keuangan. Menurut Pett dan Vaughan-Cole (dikutip oleh Rice, 1999), diperkirakan perempuan yang mengalami perceraian dan tidak menikah lagi mengalami 50% penurunan pendapatan rumah tangga. Menurut Amato dan Partridge (dikutip oleh Rice, 1999) pada suatu studi tentang perceraian, 71% menyebutkan kesulitan keuangan adalah masalah utama. Kedua masalah status. Setelah bercerai maka perempuan akan mendapat status baru yaitu janda. Status ini dapat membawa masalah tersendiri karena stigma janda masih berkonotasi negatif, khususnya di Indonesia. Selain stigma negatif, perempuan juga harus berhadapan dengan pandangan sosial karena dianggap sebagai istri yang gagal membina keluarga. Ketiga, peran ganda. Jika perempuan memenangkan hak pengasuhan anak maka ia akan menjalani peran ganda yaitu sebagai ibu sekaligus ayah bagi anak (atau anak-anaknya). Keempat, masalah tempat tinggal. Setelah bercerai akan terjadi perubahan tempat tinggal, antara lain kembali ke rumah orangtua, tinggal bersama anggota keluarga lain, atau tetap bartahan di rumahnya. Kelima, masalah penyesuaian ulang kemasyarakat. Keenam, masalah seksual baik laki-laki maupun wanita, akan timbul terkait dengan kebutuhan biologis yang sebelumnya rutin terpenuhi. Uraian tersebut banyak masalah yang harus dihadapi oleh wanita bercerai. Permasalahan lain yang tidak kalah penting adalah permasalahan tentang penyesuaian sosial. Dikatakan oleh Walgito (2002) bahwa individu dalam

berhubungan dengan masyarakat harus dapat melakukan penyesuaian terhadap lingkungan terutama apabila seseorang berada pada situasi atau lingkungan yang baru. Oleh karena itu, penyesuaian sosial diperlukan oleh setiap individu agar dapat berhubungan dengan orang lain dan diterima dalam lingkungan sosialnya. Schneider (dalam Agustiani, 2006), penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi dan relasi sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan. Demikian juga halnya pada wanita pasca bercerai perlu melakukan penyesuaian sosial. Situasi baru yang dihadapi adalah berubahnya status pernikahan dari bersuami menjadi janda. Akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua wanita yang bercerai dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik, karena adanya pandangan negatif masyarakat tentang wanita yang bercerai. Hal tersebut searah dengan pendapat Erriyadi (2007) bahwa pandangan masyarakat tentang wanita yang cerai cenderung bersifat negatif, misalnya wanita dianggap tidak mampu sebagai ibu rumah tangga, wanita dianggap telah melakukan kesalahan saat berumah tangga, dan wanita pasca perceraian dengan status jandanya akan menggoda laki-laki lain. Karena wanita korban perceraian dianggap negatif dan selanjutnya tidak dilibatkan dalam kegiatan di lingkungan masyarakat, memotivasi wanita korban perceraian untuk berusaha menghapus pandangan negatif tersebut.

Akibat dari perceraian dapat mengganggu aktifitas dan kehidupan seharihari. Wanita yang sudah bercerai membutuhkan dukungan sosial serta pengarahan dari keluarga untuk menghadapi segala permasalahan dengan kata lain wanita yang sudah bercerai membutuhkan dukungan dari keluarga yang ada di sekitarnya untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan sosial. Dukungan sosial yang diberikan dapat membantu melakukan penyesuaian yang lebih baik terhadap lingkungan sosialnya dan membantu menghadapi berbagai tuntutan di masa selanjutnya. Kemampuan sosial seseorang dalam melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekitar tidak dapat timbul dengan sendirinya, namun diperoleh dari proses belajar dan pengalaman-pengalaman baru yang dialami dalam keluarga maupun hasil dari interaksi dengan lingkungan sosialnya. Menurut Gerungan (2004), saat individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, individu tersebut harus memperhatikan tuntutan dan harapan sosial yang ada terhadap perilakunya. Hal ini dilakukan untuk mencapai kepuasan hidup dan mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik. Ada perbedaan penyesuaian sosial antara wanita yang bekerja dan wanita tidak bekerja. Wanita yang bercerai dari suami dan bekerja, serta yang tidak bekerja akan berpengaruh terhadap penyesuaian sosialnya. Wanita yang bercerai dan bekerja dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan karena terbawa oleh kebiasaan sosialnya di tempat kerja. Wanita bercerai yang tidak bekerja mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri karena sudah terbiasa dengan kehidupan di lingkungan keluarga. Penyesuaian sosial wanita pasca perceraian pada wanita yang bekerja

dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan wanita pasca perceraian yang tidak bekerja (Tasmin, 2002). Asfriati (2009) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa permasalahan bagi wanita yang telah bercerai dari suaminya adalah permasalahan tentang keuangan. Perbedaan masalah tentang keuangan bagi wanita yang bercerai dari suami dan bekerja, dibandingkan yang tidak bekerja berpengaruh terhadap kehidupan sosial wanita yang bercerai. Wanita yang bercerai dan bekerja dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan wanita bercerai yang tidak bekerja kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Alasannya, wanita pasca bercerai dan bekerja terbiasa dengan keadaan lingkungan sosial di tempat kerja, yang membantu proses penyesuaian sosial wanita pasca bercerai. Sedangkan wanita pasca bercerai yang tidak bekerja hanya terbiasa dengan lingkungan keluarga. Paparan yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan suatu permasalahan, yaitu: Apakah ada perbedaan penyesuaian sosial pasca perceraian antara wanita bekerja dan wanita tidak bekerja. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penyesuaian sosial pasca perceraian antara wanita bekerja dan wanita tidak bekerja.

C. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Secara teoritis, Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial yang berkaitan dengan penyesuaian sosial pasca perceraian. 2. Secara praktis, a. Bagi subjek, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran bagaimana penyesuaian sosial sesudah mengalami perceraian. b. Bagi peneliti berikutnya, khususnya bidang psikologi sosial dapat menambah wacana dan wawasan mengenai perbedaan penyesuaian sosial pasca perceraian antara wanita bekerja dan wanita tidak bekerja.