BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. menyerukan kepada seluruh bangsa di dunia bahwa jika ingin membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. kalangan bermain olahraga ini mulai dari yang tua, muda, bahkan anak-anak pun

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pekerjaan yang layak bagi penunjang kemandirian dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan pekerjaan di Indonesia saat ini semakin terbatas, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jaman, semakin bertambah juga tuntutan-tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bertahan hidup di tengah zaman yang serba sulit ini. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, telah berdampak kepada munculnya bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan III-2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu kunci yang penting terutama dalam era globalisasi. Pada era

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. Di indonesia tercatat bahwa pada tahun 2011 terdapat 1,87 juta jiwa anak

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan dan pekerjaan. Setelah lulus SMA mereka diberi peluang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas hiburan yang mencakup permainan (game) di dalamnya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Elsa Sylvia Rosa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia sedang mengalami penurunan ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup Bangsa

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa SMA merupakan masa ketika remaja mulai memikirkan dan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perekonomian, perindustrian, dan pendidikan. yang diambil seseorang sangat erat kaitannya dengan pekerjaan nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. SD dan SMP, kemudian dilanjutkan ke jenjang SMA dan perguruan tinggi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mental yang terjadi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Transisi ini melibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Surayya Hayatussofiyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi tidak lepas dari suatu perubahan pada berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB 1 PENDAHULUAN. semua jabatan, organ visual ini memainkan peranan yang menentukan. Badan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut maka terjadi banyak perubahan di segala bidang termasuk di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang serba maju dan modern ini, banyak sekali perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berakhirnya suatu pendidikan formal, diharapkan seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi sekarang ini, perubahan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah survei menunjukkan bahwa salah satu sumber kegelisahan terbesar para siswa di Sekolah Menengah adalah soal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. juga memasuki dunia pendidikan di negara-negara berkembang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai bidang sehingga membutuhkan keterampilan. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui jalur pendidikan formal. Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Individu menempuh jalur pendidikan formal dengan belajar di sekolah. Salah satu individu yang paling membutuhkan pendidikan formal adalah remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan individu yang belum memiliki pengalaman yang cukup untuk menghadapi persaingan ketat di masyarakat. Maka pendidikan formal dapat menjadi bekal awal remaja untuk memiliki kemampuan akademis yang baik dan dapat terjun di masyarakat. Kehidupan yang ada di masa depan tidaklah mudah dan seindah saat ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan (www.organisasi.org). Remaja juga memahami bahwa pendidikan yang lebih tinggi merupakan batu loncatan bagi karir mereka kelak dan persiapan untuk menunjang kehidupan mereka, karena karir yang nanti dimiliki oleh remaja tidak terlepas dari pendidikan yang diperolehnya (www.google.co.id). Hal ini didukung oleh pendapat Nurmi (1989) yang mengatakan bahwa salah satu hal yang sangat menarik dan menjadi minat remaja adalah masalah pendidikan. 1

2 Kenyataan dunia kerja yang membutuhkan fresh graduate minimal D1/D3/S1 merupakan contoh dasar mengapa remaja mulai merencanakan bidang pendidikan selanjutnya setelah lulus SMA. Lulus dari sebuah perguruan tinggi biasanya akan menerima suatu sertifikat atau ijazah khusus yang mengakui bahwa siswa adalah orang terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akan mendapatkan pekerjaan tersebut (www.organisasi.org). Dengan kata lain bahwa remaja tersebut telah melakukan antisipasi terhadap kehidupan yang akan dihadapinya di masa datang (Nurmi, 1991). Siswa yang telah mampu menetapkan tujuan dan mempunyai persiapan serta perencanaan dalam bidang pendidikan seperti menentukan program pendidikan lanjutan apa yang akan dijalani setelah menyelesaikan SMA menunjukkan siswa tersebut telah mempunyai orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas. Namun pada kenyataannya tidak seluruh siswa telah memikirkan untuk melanjutkan ke fakultas/jurusan tertentu. Orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas ditandai dengan motivasi kuat, perencanaan terarah dan evaluasi akurat. Motivasi yang kuat mendorong siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan seperti menentukan fakultas/jurusan yang diinginkan sehingga mereka dapat mengarahkan tindakan ke arah yang jelas. Perencanaan yang terarah seperti memilih jurusan yang sesuai dengan kemampuan akan memiliki prospek cerah untuk masa depan, metode belajar yang efektif dan pengaturan waktu yang teratur dalam belajar akan membantu untuk mengarahkan tindakan siswa. Setelah itu siswa melakukan

3 evaluasi yang akurat pada perencanaan yang telah dibuat agar dapat masuk fakultas/jurusan yang sesuai dengan minat dan kemampuan. Selain itu siswa juga mengevaluasi faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat tercapainya pilihan fakultas/jurusan yang tepat. Sedangkan siswa yang memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas di bidang pendidikan tidak memiliki penggerak untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (motivasi lemah), sehingga siswa juga tidak membuat perencanaan untuk merealisasikan tujuannya, seperti tidak menyusun jadwal belajar, mengikuti bimbingan belajar, dan tidak tahu mengenai pilihan fakultas/jurusan yang akan diambil (perencanaan tidak terarah), dan siswa tersebut tidak mempertimbangkan hal yang menghambat dan mendukung perencanaannya (evaluasi tidak akurat). Apabila siswa tidak mengantisipasi masa depan dalam bidang pendidikan maka mereka mengalami kesulitan seperti memilih fakultas/jurusan yang salah dan tidak sesuai dengan kemampuannya. Dari 10 siswa SMAN 4 Bandung yang berhasil diwawancarai, terdapat 6 siswa yang sudah merencanakan untuk melanjutkan ke fakultas/jurusan tertentu setelah lulus SMA dan 4 siswa yang sama sekali belum tahu dan masih bingung akan melanjutkan kuliah di fakultas/jurusan setelah lulus SMA. Tiga dari empat siswa mengungkapkan bahwa kebingungannya dalam memilih fakultas/jurusan dikarenakan terlalu banyak informasi tentang fakultas/jurusan yang beragam dan pengaruh ajakan teman. Salah seorang dari keempat siswa tersebut adalah pemenang Olimpiade Fisika se-jawa Barat (juara II). Setelah digali, siswa tersebut merasa bingung karena memikirkan faktor keuangan keluarga yang rendah.

4 Padahal dirinya merasa yakin dengan kemampuannya ini bisa masuk ke perguruan tinggi negeri yang diinginkannya. Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara dengan salah seorang guru BK SMAN 4 Bandung, Dra. Rosdiana, bahwa walaupun hampir seluruh siswa kelas XII mengatakan akan melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi mereka ragu-ragu untuk menentukan secara tepat fakultas mana yang akan mereka pilih. Berdasarkan wawancara dengan Drs. H. Cucu Saputra, M.M.Pd selaku Kepala Sekolah SMAN 4 Bandung mengungkapkan bahwa SMAN 4 Bandung sebagai salah satu institusi pendidikan di Kota Bandung lahir sebagai lembaga pendidikan sekolah menengah umum untuk memenuhi kebutuhan pendidikan warga Kota Bandung dan warga negara Republik Indonesia pada umumnya. Pada awal berdirinya adalah sebuah sekolah menengah atas yang berbantuan sebagai sekolah swasta dan pada tanggal 1 Agustus 1950, Pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengubah nama dan status menjadi SMA Negeri. SMAN 4 Bandung yang terletak di tengah kawasan perniagaan membuat bangunan ini tidak begitu terlihat sebagai suatu sekolah negeri yang ideal dan favorit seperti sekolah-sekolah negeri favorit di Bandung pada umumnya yang terletak di Jalan Bali atau Jalan Belitung, dengan bangunan yang megah dan halaman yang luas. SMAN 4 Bandung memiliki bangunan yang sederhana, tidak menampakan halaman yang luas dari luar sekolah, membuat sekolah ini tampak seperti toko-toko yang ada di kawasan tersebut sehingga membuat sekolah ini dipandang biasa. Namun dari waktu ke waktu sekolah ini berhasil menunjukkan prestasi siswa-siswinya dan akhirnya menjadi salah satu SMA negeri unggulan

5 yang ada di Kota Bandung. Akan tetapi sebagian besar siswa di sekolah tersebut termasuk berstatus sosial ekonomi menengah kebawah. Begitu juga dari penjualan formulir pendaftaran ke universitas/perguruan tinggi banyak yang tidak laku, padahal dilihat dari prestasi dan nilai, siswa-siswi SMAN 4 tidak kalah pintar dengan sekolah unggulan lain di Bandung. Menurutnya juga bahwa pihak sekolah telah menyediakan fasilitas yang memadai untuk menunjang proses belajar siswa. Selain itu Guru BK dan wali kelas juga telah mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada tiap-tiap kelas mengenai informasi tentang pilihan universitas, jurusan, dan pekerjaan. Hal ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menentukan pilihan pendidikannya setelah lulus SMA. Maka peneliti melakukan survei awal kepada 30 siswa SMAN 4 Bandung dari berbagai latar belakang keluarga dan jenis kelamin. Terdapat 18 siswa (60%) yang menyatakan telah memikirkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan mempertimbangkan pilihan fakultas/jurusan. Sembilan siswa (30%) menyatakan telah memikirkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi namun karena banyaknya pilihan fakultas/jurusan, maka mereka kesulitan dalam memilihnya. Sedangkan 3 siswa lainnya (10%) mengungkapkan bahwa mereka masih belum memikirkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dan mempertimbangkan pilihan fakultas/jurusan. Pada tahap perencanaan, sebanyak 25 dari 30 siswa (83,3%) menyatakan telah memikirkan dan berusaha mewujudkan rencana pendidikannya setelah lulus SMA. Empat siswa lainnya (13,3%) sudah memiliki perencanaan, namun belum berusaha untuk mewujudkan rencananya tersebut. Serta seorang siswa (3,4%)

6 menyatakan bahwa dirinya belum memikirkan rencana yang dapat menunjang tercapainya tujuan. Hasil survey mengenai tahap evaluasi kepada 30 siswa ini, terdapat 27 siswa (90%) tersebut sudah mempertimbangkan hal yang menghambat dan mendukung perencanaannya agar tujuannya tercapai. Dari 27 siswa tersebut, 5 diantaranya merasa putus asa karena tidak mampu mengatasi faktor yang menghambatnya. Serta 3 siswa (10%) belum mempertimbangkan hal yang menghambat dan mendukung perencanaannya. Berdasarkan hasil wawancara dan survei awal yang telah dikemukakan di atas diketahui bahwa motivasi, perencanaan, dan evaluasi tiap siswa berbedabeda. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang mereka yang berbeda pula, seperti jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, dan situasi lingkungan dimana siswa tinggal (Nurmi,1989). Hal ini dimungkinkan karena pada umumnya siswa yang tinggal bersama orang tuanya memiliki fasilitas seperti biaya, peralatan, dukungan moril sehingga mereka termotivasi, terbantu untuk merencanakan serta mengevaluasi masa depan yang terbaik bagi dirinya. Dengan demikian peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMAN 4 Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimana gambaran orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMAN 4 Bandung

7 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMAN 4 Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui jelas atau tidaknya orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMAN 4 Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian meliputi kegunaan teoretis dan kegunaan praktis, yaitu: 1.4.1 Kegunaan Teoretis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan. b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan.

8 1.4.2 Kegunaan Praktis a. Memberikan informasi bagi para siswa khususnya siswa kelas XII SMAN 4 Bandung agar dapat lebih memahami tentang gambaran orientasi masa depan dalam bidang pendidikan yang diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat untuk mempersiapkan pendidikan lanjutan setelah lulus SMA. b. Memberi masukan bagi para guru dan orang tua, mengenai orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII di SMAN 4 Bandung, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam mendidik dan mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan pendidikan setelah lulus SMA. 1.5 Kerangka Pemikiran Masa remaja merupakan salah satu masa perkembangan yang harus dilalui setiap individu. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003) individu pada usia 15 sampai dengan 20 tahun termasuk dalam remaja akhir (late adolescence). Remaja pada usia ini secara kognitif mencapai tahap perkembangan formal operasional, yaitu kemampuan berpikir secara abstrak. Mereka mulai memikirkan masa depannya, khususnya memikirkan dan mempersiapkan suatu pendidikan, pekerjaan, dan membangun keluarga (Nurmi, 1989). Pada umumnya, seorang remaja akhir mulai mengantisipasi masa depannya terutama dalam bidang pendidikan yang akan mereka jalani di masa depan.

9 Remaja akhir, dalam hal ini siswa kelas XII memungkinkan untuk mengantisipasi masa depannya, termasuk antisipasi dalam bidang pendidikan yang akan dihadapinya di masa depan. Selain itu, siswa kelas XII memiliki skemata kognitif guna mengarahkannya dalam kegiatan-kegiatan ke arah pendidikan di masa depan. Kemampuan seorang siswa untuk mengantisipasi pendidikan di masa depan, untuk memaknakan dan melaksanakannya merupakan dasar dari orientasi masa depan seseorang dalam bidang pendidikan. Menurut Nurmi (1989), orientasi masa depan adalah gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini memungkinkan seseorang untuk menentukan tujuan, menyusun rencana untuk mencapai tujuan-tujuannya, dan mengevaluasi sejauh mana tujuan tersebut dapat dilaksanakannya. Orientasi masa depan digambarkan dalam tiga proses psikologis yang saling berkaitan yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Proses motivasi merujuk pada minat dan tujuan yang dimiliki siswa kelas XII terhadap masa depan. Aktivitas perencanaan merujuk pada bagaimana siswa kelas XII membuat perencanaan untuk merealisasikan minat dan tujuan mereka dalam konteks masa depan. Evaluasi merujuk pada seberapa jauh minat dan tujuan tersebut diharapkan dapat direalisasikan. Orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII yaitu membentuk tujuan yang berkaitan dengan minat, harapan, serta motif-motif yang dimiliki siswa dalam kehidupan masa depan yang menyangkut pendidikan. Pengetahuan, motif-motif, dan nilai-nilai merupakan dasar dari pembentukan

10 tujuan agar dapat menetapkan tujuan atau pilihan pendidikan lanjutan yang realistis (motivasi kuat). Penentuan pilihan ke perguruan tinggi yang sesuai dengan bidang studi yang dijalaninya akan membuat siswa menyadari bahwa penguasaan materi pelajaran sangat bermanfaat bagi pencapaian bidang pendidikan di masa depan dan akan mendorong siswa untuk berusaha mempelajari atau menguasai ilmu tersebut. Setelah siswa kelas XII menentukan pilihan pendidikannya, suatu perencanaan diperlukan dalam usaha untuk merealisasikan tujuan pendidikan lanjutannya, dapat terlihat melalui knowledge, plans dan realization. Didasari dari knowledge yang berkaitan dengan pengetahuan dan informasi yang di miliki siswa kelas XII mengenai pendidikan di masa mendatang. Plans berkaitan dengan keragaman dari rencana atau strategi yang dilakukan untuk meraih tujuan. Sedangkan realization berkaitan dengan apa saja yang telah dan akan dilakukan siswa kelas XII dalam mewujudkan tujuan.. Siswa kelas XII akan menyusun rencana yang lebih efektif dan efisien, seperti membuat jadwal belajar dan melaksakannya serta mengerjakan tugas-tugas sekolah, dan rajin berlatih mengerjakan soal-soal. Akhirnya siswa kelas XII mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan realisasi tujuan dan perencanaan yang telah dibuat (evaluasi akurat). Pada proses evaluasi ini siswa mempertimbangkan potensi yang ada dalam dirinya, kesempatan yang diberikan oleh lingkungan maupun hambatan yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan. Hal evaluasi juga akan disertai dengan perasaan-perasaan tertentu (Attributions Emotions) yang selanjutnya akan mempengaruhi tujuan dan perencanaan yang telah dibuat. Siswa

11 kelas XII dimungkinkan untuk mengubah perencanaan yang telah disusun apabila proses belajar dirasakan tidak efektif dan efisien untuk menunjang pendidikan di perguruan tinggi. Perubahan rencana dapat berupa menambah waktu belajar, mengurangi waktu bermain, mencari tempat bimbingan belajar yang lebih baik, lebih aktif di kelas dan meningkatkan target nilai ujian. Siswa yang memutuskan melanjutkan atau tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi disebut sebagai siswa yang memiliki orientasi masa depan yang jelas dalam bidang pendidikan. Siswa yang memiliki orientasi masa depan yang tidak jelas dibidang pendidikan belum memikirkan hal yang menyangkut pendidikan di masa mendatang (motivasi lemah), sehingga siswa juga tidak membuat perencanaan untuk merealisasikan tujuannya dan tidak tahu mengenai jurusan yang akan diambil (perencanaan yang tidak terarah), dan siswa tersebut tidak mempertimbangkan hal yang menghambat dan mendukung perencanaannya (evaluasi tidak akurat). Menurut Nurmi (1991) orientasi masa depan dipengaruhi oleh faktor konteks sosial yang mencakup jenis kelamin, status sosial ekonomi dan family context. Siswa laki-laki dapat memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas karena dipengaruhi oleh pemikiran yang cenderung lebih tertarik pada bidang pendidikan sedangkan siswa perempuan lebih tertarik pada perkawinan. Faktor kedua yaitu status sosial ekonomi. Siswa kelas XII yang berstatus sosial ekonomi bawah lebih tertarik dalam dunia kerja. Sedangkan siswa kelas XII yang berstatus sosial ekonomi menengah cenderung menyukai bidang pendidikan, karir, dan aktivitas luang (Poole & Cooney, 1987; Trommsdorff, 1979 dalam

12 Nurmi, 1989). Siswa kelas XII yang berstatus sosial ekonomi atas cenderung lebih merencanakan masa depannya dibandingkan dengan siswa kelas XII yang berstatus sosial ekonomi bawah (Cameron, 1977-1978; Tyszkowa, 1980; Trommsdorff, 1978 dalam Nurmi, 1989). Faktor ketiga family context, yaitu lingkungan spesifik dimana siswa kelas XII tinggal. Family context mempengaruhi pemikiran siswa kelas XII tentang masa depan dalam bidang pendidikan. Interaksi orang tua dan anak diharapkan menjadi bagian penting dalam perkembangan orientasi masa depan siswa kelas XII yang meliputi penentuan standar norma, perkembangan minat, harapan, dan tujuan anak-anaknya. Selain itu orang tua juga sebagai model dalam mengatasi tugas perkembangan anak. Kemudian dukungan orang tua akan meningkatkan optimisme dan perhatian akan masa depan siswa kelas XII. Dukungan orang tua berupa nasehat dan pemberian informasi seperti pengetahuan yang harus dimiliki siswa kelas XII untuk dapat menunjang pendidikan, diharapkan membuat mereka lebih optimis akan masa depan dalam bidang pendidikan setelah lulus SMA. Pendidikan lanjutan yang sesuai dengan bidang studi yang ditekuni, membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang dari siswa. Jelas atau tidaknya antisipasi masa depan siswa kelas XII dalam bidang pendidikan mencakup tujuan yang ditetapkan, susunan perencanaan termasuk susunan rencana belajar serta evaluasinya. Secara skematis maka uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

13 Siswa kelas XII SMAN X Bandung Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pendidikan yang mencakup 3 tahapan: 1. Motivasi 2. Perencanaan 3. evaluasi Orientasi masa depan jelas dalam bidang pendidikan Orientasi masa depan tidak jelas dalam bidang pendidikan Faktor-faktor yang mempengaruhi OMD: - Jenis kelamin - Status Sosial Ekonomi - Family context Bagan 1.5 Skema Kerangka Pemikiran 1.6 Asumsi Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka dapat dikemukaan asumsi sebagai berikut: 1. Salah satu yang jadi pemikiran seorang siswa SMA adalah mulai mempersiapkan dan memikirkan tentang pendidikan lanjutan dimasa mendatang. 2. Orientasi masa depan dalam bidang pendidikan penting bagi siswa kelas XII untuk membantu siswa dalam memantapkan dan menentukan tujuan pendidikannya di masa yang akan datang. 3. Terdapat 3 tahap dalam orientasi masa depan dalam bidang pendidikan siswa kelas XII yaitu, motivasi, perencanaan, dan evaluasi yang

14 menentukan jelas atau tidaknya orientasi masa depan dalam bidang pendidikan. 4. Orientasi masa depan dalam bidang pendidikan pada siswa kelas XII dipengaruhi oleh konteks sosial yang terdiri dari jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan family context.