BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

Infeksi pada Pasien Hemodialisis: HIV, Hepatitis & MRSA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

Staphylococcus aureus

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. kerap kali dijumpai dalam praktik dokter. Berdasarkan data. epidemiologis tercatat 25-35% wanita dewasa pernah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

KEJADIAN KOLONISASI METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi (IDO). 1. dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

PADA TENAGA MEDIS DAN PARAMEDIS DI RUANG INTENSIVECARE UNIT (ICU) DAN RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

PENDAHULUAN Latar Belakang

Setiawan B, Soleha TU, Rukmono P. Medical Faculty of Lampung University

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari. seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Staphylococcus adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus merupakan bakteri koagulase negatif, kecuali Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Staphylococcus intermedius. Staphylococcus dapat menyebabkan banyak jenis infeksi seperti infeksi kulit yang superfisial maupun infeksi yang lebih serius seperti furunkulosis, abses, osteomyelitis dan endokarditis, dan toxic shock syndrome. Bakteri komensal ini biasanya dapat ditemukan di dalam lubang hidung, lipat paha, lipat ketiak, dan permukaan pusar. Infeksi S. aureus juga sering terjadi pada luka terbuka (Foster, 1996). Kolonisasi S. aureus bisa didapat dari komunitas maupun rumah sakit (nosokomial). Seseorang yang memiliki kolonisasi ini disebut karier S. aureus. Karier dapat menularkan S. aureus ke orang lain. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya risiko infeksi nosokomial (Thompson, 2004). 1

2 Resistensi S. aureus, terutama resistensi terhadap penisilin dan metisilin, sudah menjadi topik yang mendunia sejak beberapa dekade yang lalu. Strain S. aureus yang dimaksud adalah Methicillin Resistant S. auerus (MRSA). Strain ini merupakan strain yang resisten terhadap lebih dari 1 jenis antibiotik. Kepekaan MRSA terhadap metisilin, oksasilin, dan cefoksitin menghilang. Resistensi MRSA terhadap antibiotik tersebut merupakan gambaran resistensi terhadap seluruh jenis beta-laktam lainnya. Hal inilah yang menyebabkan MRSA digolongkan sebagai multi drug resistant organism (Magiorakos et al., 2011). Menurut European Antimicrobial Resistance Surveillance System (2013), dari Januari 1999 hingga Desember 2002, insidensi MRSA meningkat signifikan di banyak negara termasuk Belgia, Jerman, Irlandia, dan Inggris. Amerika Serikat, Taiwan, Korea, dan Australia. Prevalensi isolat MRSA di Taiwan meningkat dari 26% menjadi 77% selama 1986 hingga 2001. Hal serupa terjadi di Korea. Prevalensi isolat MRSA di Korea meningkat menjadi 64%. Oleh karena itu, MRSA merupakan masalah yang terdapat di banyak negara. Meningkatnya insidensi MRSA secara signifikan ini mengindikasikan perlunya

3 prosedur pengendalian infeksi yang lebih baik (Appelbaum, 2006). Resistensi MRSA terjadi akibat penggunaan terapi antibiotik yang tidak rasional. Transmisi bakteri berpindah antar pasien melalui alat medis yang kurang steril, properti ruangan, dan udara (Nurkusuma, 2009). Strain resisten ini lebih berbahaya daripada Methicillin Sensitive S. aureus (MSSA). Jika dampaknya dibandingkan, maka pasien dengan infeksi MRSA lebih mudah mengalami endokarditis dan sepsis. Pasien dengan bakteremia akibat MRSA dapat mengalami gagal ginjal yang lebih akut, ketidakstabilan hemodinamik dan ketergantungan terhadap ventilator yang lebih parah, serta waktu rawat inap yang lebih lama. Kemungkinan pasien meninggal di rumah sakit selama 30 hari meningkat secara signifikan (p<0,05). Rekurensi terjadi pada 9,4% infeksi S. aureus yang sudah diterapi dengan antibiotik (Chang et al., 2003). Pasien dan petugas kesehatan di rumah sakit yang menjadi karier MRSA merupakan sumber dari penyebaran MRSA. Oleh karena itu, pengendalian infeksi diperlukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyebaran MRSA, misalnya dengan kebijakan eradikasi kolonisasi.

4 Eradikasi kolonisasi perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi pasien dan dampak yang ditimbulkannya. Pasien usia lanjut, kondisi lemah, paska operasi, atau memiliki penyakit berat mungkin tidak dapat menerima obat kombinasi seperti rifampisin dan asam fusidik pada kasus kolonisasi di mulut. Pemberian antiseptik topikal dapat juga menimbulkan iritasi di kulit. Selain itu, risiko eksaserbasi masih ada pada kasus yang sudah diterapi eradikasi (Coia et al., 2006). Faktor risiko terjadinya kolonisasi secara umum adalah usia, jenis kelamin, riwayat tindakan invasif (hemodialisis, pemasangan tabung nasogastrik dan ventilator, kateterisasi pembuluh darah, jantung, dan kandung kemih, serta pembedahan), status gizi abnormal, riwayat terapi (terapi steroid jangka panjang, penggunaan antibiotik, dan kemoterapi), riwayat penyakit kronis (diabetes mellitus, tuberkulosis, gagal ginjal, penyakit autoimun, keganasan, dan HIV/AIDS), riwayat perawatan (rawat inap dan rawat jalan) (Hidron et al., 2005). Publikasi karya tulis mengenai profil pasien yang memiliki kolonisasi MRSA di Indonesia, khususnya di Unit Rawat Jantung Intensif (URJI) RSUP Dr. Sardjito

5 belum ada. Padahal di URJI terdapat variasi populasi transmisi MRSA yang berisiko tinggi (populasi dengan kasus kardiothoraks dan vaskuler), risiko sedang (populasi pasca operasi), dan risiko rendah (populasi perawatan akut pada usia lanjut) (Royal College of Nursing, 2005). Selain itu, populasi tersebut memiliki faktor risiko lain yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA pada pasien URJI RSUP Dr. Sardjito sehingga dapat dijadikan perhatian dalam pencegahan terjadinya infeksi akibat MRSA dan acuan penelitian selanjutnya. 2. Rumusan Permasalahan S. aureus dan MRSA merupakan salah satu perhatian utama pada rumah sakit. Berdasarkan latar belakang tadi, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Berapa besar prevalensi kolonisasi S. aureus dan MRSA pada pasien URJI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode April-Juli 2014? 2. Bagaimana profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito?

6 3. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan informasi tentang prevalensi kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito sehingga dapat menjadi indikator keselamatan pasien. 2. Mendapatkan informasi tentang profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito sehingga dapat menjadi perhatian dalam pengendalian infeksi di rumah sakit. 4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagaai berikut: 1. Mengevaluasi prevalensi kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.. 2. Mengevaluasi profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. 5. Keaslian Penelitian Beberapa tahun terakhir, berbagai karya tulis mengenai S. aureus dan MRSA telah dipublikasikan. Penelitian yang dilakukan oleh Joseph Lau Kah Fu (2011)

7 membahas profil pasien dengan isolat MRSA positif di RSUP Dr. Sardito pada tahun 2011. Pada tahun 2008, penelitian Mastura mengenai prevalensi karier MRSA pada pasien rawat jalan di bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito dipublikasikan. Selain itu, Abikara (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara karier MRSA dan karier penyedia layanan kesehatan dan karier keluarga pada pasien infeksi MRSA pasca operasi orthopaedi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut studi tersebut, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara status karier keluarga dan status karier penyedia layanan kesehatan dengan status karier MRSA pada pasien. Pada tahun yang sama, penelitian oleh Hartlan berupa analisis multivarian tentang pengaruh faktor demografi (jenis kelamin, usia, dan etnis) terhadap kolonisasi dan pola resistensi S. aureus pada siswa SD di Kota Semarang dipublikasikan. Menurut studi tersebut, usia memiliki pengaruh pada kolonisasi dan pola resistensi, sedangkan jenis kelamin dan etnis tidak memiliki pengaruh yang bermakna pada kolonisasi dan pola resistensi S. aureus.

8 Hingga saat ini, terdapat beragam penelitian lain yang membahas prevalensi kolonisasi S. aureus dan MRSA di unit rawat intensif. Namun, belum ditemukan penelitian yang membahas tentang prevalensi dan profil pasien dengan kolonisasi S. aureus dan MRSA di URJI RSUP Dr. Sardjito.