Satrio, Paston Sidauruk dan Bungkus Pratikno ABSTRAK ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
Satrio dan Paston Sidauruk ABSTRAK

Studi Karakteristik Air Tanah Daerah Nganjuk Jawa Timur dengan Isotop Alam

PENANGGALAN 14 C UNTUK MENENTUKAN UMUR PELAPUKAN TANAH DENGAN METODE RADIOKARBON

Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN Diterima 12 September 2012; Disetujui 06 November 2012

PERBANDINGAN METODE SINTESIS BENZENA DAN ABSORPSI CO 2 UNTUK PENANGGALAN RADIOISOTOP 14 C

APLIKASI ISOTOP ALAM 18 O, 2 H DAN 14 C UNTUK STUDI AIR TANAH DI KEPULAUAN SERIBU. Bungkus Pratikno, Zainal Abidin, Paston Sidauruk dan Satrio

VARIASI TEMPORAL KANDUNGAN HCO - 3 TERLARUT PADA MATAAIR SENDANG BIRU DAN MATAAIR BEJI DI KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN DAN KECAMATAN GEDANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Kimia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di laboratorium Makanan Ternak, Jurusan

KATA PENGANTAR. Surabaya, 24 Februari Penulis. Asiditas dan Alkalinitas Page 1

BAB II LANDASAN TEORI

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

PENGANTAR. bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Sebenarnya istilah ini

Heny Suseno Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Sanden Mata Pelajaran : Kimia Kelas/Semester : XI/1 Alokasi Waktu : 2 JP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bulus, Jakarta Selatan. Study of 13 C Ratio Isotope Composition of Lebak Bulus Rainwater, South Jakarta. Bungkus Pratikno dan Nurfadhlini ABSTRAK

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PENELITIAN POLA STRATIFIKASI AIR WADUK JATILUHUR. Paston Sidauruk, Alip, dan Bungkus Pratikno

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurusan Teknik Fisika FT UGM Jln. Grafika 2 Yogyakarta INDONESIA. 3

3. METODOLOGI PENELITIAN

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

Penentuan Kesadahan Dalam Air

PATIR - BATAN. Satrio, Wibagiyo, Neneng L., Nurfadhlini

SOIL COMPONENT EKOSARI R. 2011

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERKAS SOAL BIDANG STUDI: KIMIA PRAKTIKUM MODUL I KOMPETISI SAINS MADRASAH NASIONAL 2012

Pengeringan Untuk Pengawetan

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

DAUR AIR, CARBON, DAN SULFUR

BAB II KESETIMBANGAN KIMIA

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Penelitian Secara Umum

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

III. REAKSI KIMIA. Jenis kelima adalah reaksi penetralan, merupakan reaksi asam dengan basa membentuk garam dan air.

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara I PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

Laboratorium Kimia SMA... Praktikum II Kelas XI IPA Semester I Tahun Pelajaran.../...

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR BAB IV STOIKIOMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

For optimum plant growth

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal Dibawah ini adalah bahan bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, kecuali...

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

PENENTUAN SIFAT LISTRIK AIR PADA WADAH ALUMINIUM DAN BESI BERDASARKAN PENGARUH RADIASI MATAHARI

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

STOIKIOMETRI Konsep mol

STOKIOMETRI BAB. B. Konsep Mol 1. Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel. Contoh: Jika Ar Ca = 40, Ar O = 16, Ar H = 1, tentukan Mr Ca(OH) 2!

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar!

BAB I PENDAHULUAN I.1

SKL 2 RINGKASAN MATERI. 1. Konsep mol dan Bagan Stoikiometri ( kelas X )

BAB I PENDAHULUAN. darah, namun hanya nyamuk betina yang menghisap darah untuk bereproduksi.

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

PENYELIDIKAN AIR TANAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN TEKNIK ISOTOP ALAM

8. ASIDI-ALKALINITAS

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

PENGARUH PENAMBAHAN ASAM BORAT (H 3 BO 3 ) TERHADAP SOLUBILITAS CO 2 DALAM LARUTAN K 2 CO 3 Pembimbing : Dr. Ir. Kuswandi, DEA Ir.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

kimia KTSP & K-13 TERMOKIMIA I K e l a s A. HUKUM KEKEKALAN ENERGI TUJUAN PEMBELAJARAN

SINTESIS GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) NAMA : YURIS FIRDAYANTI P. NURAINI AULIA AINUL ALIM RAHMAN

LEMBAR KERJA SISWA 3

Tanggapan Laporan Masyarakat Kepulan Asap dari dalam Tanah di Gedangsari GunungKidul

Hafnida Hasni Harahap, Usman Malik, Rahmi Dewi

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

SMP VIIa. Unsur, Senyawa, dan Campuran. Devi Diyas Sari SMP VIIa

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

Transkripsi:

Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop (Satrio, dkk.) Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop Climate and Vegetation Study Using Environmental Isotope Types of Stalactite at Seropan Cave, Gunung Kidul-Yogyakarta Satrio, Paston Sidauruk dan Bungkus Pratikno Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Pasar Jumat, Jaksel 12440 e-mail : satrio@batan.go.id Diterima 13 Maret 2012; Disetujui 14 Mei 2012 ABSTRAK Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop Alam Stalaktit Goa Seropan, Gunung Kidul-Yogyakarta. Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari perubahan iklim dan vegetasi menggunakan isotop alam 13 C, 14 C dan 18 O yang berasal dari sampel stalaktit. Sampel stalaktit diambil dari goa Seropan yang terletak di Kecamatan Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan iklim, vegetasi, temperatur atmosfer, umur dan pertumbuhan stalaktit. Kandungan CaCO 3 dalam stalaktit digunakan untuk mendapatkan data dari ke tiga jenis isotop alam tersebut. Data isotop 13 C digunakan untuk mengetahui fluktuasi iklim dan vegetasi. Data isotop 18 O, baik yang berasal dari stalaktit maupun dari air tanah yang menetes dalam stalaktit digunakan untuk mengetahui perubahan temperatur atmosfer, sedangkan isotop 14 C digunakan untuk mengetahui umur dan pertumbuhan stalaktit. Hasil analisis isotop alam 13 C menunjukkan bahwa iklim daerah Gunung Kidul didominasi iklim kering. Hampir 87,5 % menunjukkan vegetasi kering C4, di mana kandungan 13 C-nya lebih kaya (-6 o / oo hingga +2 o / oo Pee Dee Belemnite, PDB) dan hanya 12,5 % saja kadang-kadang vegetasinya basah C3, di mana kandungan 13 C-nya lebih miskin (-14 o / oo hingga -6 o / oo PDB). Dari hasil analisis 18 O (stalaktit, PDB) dan 18 O (tetesan air, Standard Mean Ocean Water, SMOW) menghasilkan data temperatur antara 12,2 o C hingga 32,1 o C dalam kurun waktu dari tahun 1621 hingga 2011 dengan temperatur rata-rata 19,5 o C, sedangkan dari hasil analisis 14 C menunjukkan bahwa pertumbuhan stalaktit sekitar 0,1 mm/tahun atau dalam sepuluh tahun hanya tumbuh sekitar 1 mm saja. Pertumbuhan ini tergolong lambat dan hal ini lazim untuk daerah tropis dengan iklim/vegetasi kering seperti Gunung Kidul. Kata kunci: studi iklim, vegetasi, isotop alam, stalaktit, goa Seropan ABSTRACT Climate and Vegetation Study Using Environmental Isotope Types of Stalactite at Seropan Cave, Gunung Kidul-Yogyakarta. Climate and vegetation study using environmental isotopes (i.e., 13 C, 14 C and 18 O) variations of stalactite has been conducted at Seropan cave, Gunung Kidul Karst area. The stalactite samples were collected from Seropan Cave at Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta. The objective of study is to understand the climate change, and vegetation types, temperature of atmosphere, age and stalactite growth rate through the interpretation of environmental isotopes (i.e., 13 C, 14 C and 18 O) of stalactite samples. The environmental isotope content of stalactite samples were analysed through CaCO 3 compound that was found at the stalactite samples. The 13 C content of samples is important to understand climate undulation and also vegetation variation. On the other hand, the variation of 18 O and 14 C contents is important to predict past temperature of atmosphere, and the age as well as stalactite growth rate, respectively. The result of environmental 13 C isotope analysis showed that Gunung Kidul area in general can be classified as dry climate. It is also indicated that almost 87.5 % of local vegetation can be classified as dry vegetation C4 as can be seen from the variation of 13 C content that is -6 o / oo to +2 o / oo vs PDB. This can also 43

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 8 No. 1 Juni 2012 mean that only 12.5 % of the time that the vegetation in the area is wet in which the variation of 13 C content is in the range -14 o / oo to -6 o / oo vs PDB. The variations of 18 O contents of the samples (carbonate stalactite, or drip water) showed that the average temperature since 1621 to 2011 was around 19.5 o C. On the other hand, the variations of 14 C contents of the samples showed that stalactite growth rate was around 0.1 mm/year or one mm in ten years. The result shows that the stalactite growth is very slow as generally expected in tropical area such as Gunung Kidul. Key words: climate study, vegetation, environmental isotope, stalactite, Seropan cave PENDAHULUAN Goa Seropan terletak di Semanu, Kabupaten Gunung Kidul. Goa berkedalaman 300 m ini memiliki air terjun di dalam goa yang membuat goa ini memiliki ciri tersendiri di samping kumpulan stalaktitnya yang menakjubkan. Goa ini terbentuk pada formasi batu gamping yang umumnya kemudian berkembang menjadi suatu bentang alam khas yang dikenal sebagai bentang alam karst. Hampir semua goa yang ada dibentuk dari karst. Istilah karst dipakai untuk suatu kawasan batu gamping (limestone) yang telah mengalami pelarutan sehingga menimbulkan relief dan pola pengaliran yang khas. Pembentukan goa sangat intensif di kawasan karst yang batuannya didominasi batu gamping. Hal ini sangat terkait dengan sifat batu gamping yang unsur utamanya adalah karbonat CaCO 3 yang sangat reaktif terhadap larutan asam, khususnya larutan senyawa asam yang mengandung CO 2. Stalaktit terbentuk dari pengendapan kalsium karbonat dan mineral lainnya yang terendapkan pada larutan air mineral. Batu kapur adalah batuan kalsium karbonat yang dilarutkan oleh air yang mengandung karbon dioksida sehingga membentuk larutan kalsium bikarbonat. CaCO 3 (s) + H 2 O(l) + CO 2 (aq) Ca(HCO 3 ) 2 (aq) Larutan ini mengalir melalui bebatuan sampai mencapai sebuah tepi dan jika tepi berada di atap goa, maka akan menetes ke bawah. Ketika larutan mengalami kontak dengan udara, terjadi reaksi kimia terbalik dari sebelumnya dan partikel kalsium karbonat tersimpan sebagai endapan. Ca(HCO 3 ) 2 (aq) CaCO 3 (s) + H 2 O(l) + CO 2 (aq) Hasil dari mekanisme di atas adalah stalaktit yang memiliki lobang di dalamnya atau dapat menyebabkan bekas lobang di bagian tengahnya. Banyaknya corak stalaktit disebabkan oleh terhambatnya saluran dan akibat variasi musim. Gambar 1. Stalaktit Goa Seropan Tingkat pertumbuhan rata-rata stalaktit antara 0,05 mm hingga 1,5 mm per tahun. Pertumbuhan stalaktit yang tercepat adalah yang dibentuk oleh air yang mengalir cepat serta kaya akan kalsium karbonat dan karbondioksida sehingga dapat tumbuh sekitar 3 mm per tahun [3]. Mekanisme 44

Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop (Satrio, dkk.) pembentukan stalaktit dan stalagmit dapat dilihat pada Gambar 2. Proses pembentukan stalaktit/stalagmit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kondisi atmosfer atau iklim. Pada Gambar 3 diperlihatkan mengenai faktorfaktor yang turut berkontribusi dalam proses pembentukan stalaktit/stalagmit serta Atmosfer P CO2 = 10-3.5 Pelepasan CO 2 dari tetesan air dalam goa pada proses pembentukan stalaktit dan stalagmit. Tanah (P CO2 = 10-3 10-1 ) Pembusukan sampah tanaman memproduksi CO 2 Respirasi tanaman memproduksi CO 2 CO 2 + H 2 O H 2 CO 3 H 2 CO 3 + CaCO 3 Ca 2+ + 2HCO 3 - Batu kapur asam kalsit dari kalsit karbonat gamping terlarut Stalaktit Goa (P CO2 = ~ 10-3.5) Ca 2+ + 2HCO 3 - CaCO 2 +CO 2 +H 2 O Stalakmit Batu kapur kalsit pelepasan dalam karbon stalaktit dioksida atau stalagmit Gambar 2. Mekanisme pembentukan stalaktit dan stalagmit [1] CO 2 atmosfer Vegetasi (respirasi) CO 2 sekarang Zat organic tanah, aktivitas mikroba (sekarang hingga beberapa ribu tahun lalu) C dari CO 2 tanah ( 12 C, 13 C, 14 C) 90±5 % 10±5 % Rembesan air HCO 3 C dari karbonat gamping ( 12 C, 13 C,karbon tua, tak ada 14 C) Stalaktit/Stalagmit CaCO 3 Gambar 3. Faktor-faktor yang berkontribusi dalam pembentukan stalaktit dan stalagmit [2] 45

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 8 No. 1 Juni 2012 ornamen goa lainnya. Kontribusi terbesar berasal dari CO 2 yang berinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil saja yang berasal dari proses pelarutan batuan gamping. Setiap perubahan yang terjadi di atmosfer akan memengaruhi proses pembentukan stalaktit/stalagmit sehingga senyawa CaCO 3 dari stalaktit/stalagmit merupakan arsip yang ideal dalam mempelajari paleoklimatologi. Beberapa sifat stalaktit/stalagmit yang mendukung pernyataan ini adalah: memiliki pola stratigrafi yang jelas, memberikan data dating yang akurat dan variasi komposisi isotop sesuai kondisi lingkungan [4]. Berdasarkan sifat-sifat stalaktit/ stalagmit tersebut dapat diketahui korelasi antara proses pembentukan stalaktit/ stalagmit dengan lingkungan di atasnya [5]. Isotop 18 O yang terdepositkan dalam karbonat stalaktit/stalagmit dikontrol oleh temperatur rata-rata tahunan dan komposisi isotop 18 O dalam air hujan, sedangkan isotop karbon ( 13 C dan 14 C) yang terdepositkan dalam karbonat stalaktit/stalagmit terutama sangat bergantung pada CO 2 atmosfer dalam air hujan, proses fotosintesis, respirasi, proses dekomposisi dalam tanah dan curah hujan. Semua peristiwa yang berkaitan dengan iklim dan vegetasi yang terjadi di daerah karst yang di bawahnya terdapat goa akan tersimpan datanya dalam stalaktit/stalagmit melalui isotop 13 C, 18 O dan 14 C. Dengan latar belakang tersebut, sampel stalaktit/stalagmit dapat digunakan sebagai sarana untuk mengestimasi perubahan iklim dan vegetasi lingkungan dari masa lampau hingga saat ini melalui pengukuran ke tiga jenis isotop tersebut [6]. METODE Pengambilan sampel stalaktit a. Pemgambilan sampel stalaktit dapat dilakukan dengan cara coring atau dengan memotong menggunakan stone cutter. Teknik coring bisa dilakukan bila ukuran stalaktit/stalagmitnya melebar, sedangkan cara pemotongan hanya bisa dilakukan bila ukuran stalaktit/ stalagmitnya ramping sehingga sangat sulit dilakukan dengan teknik coring. Untuk sampel stalaktit dari goa Seropan, dilakukan dengan cara pemotongan. Pengambilan sampel per lapisan dilakukan menggunakan mesin bor mini dengan mata bor 1 mm. Gambar 4. Alat bor mini untuk pengambilan sampel 13 C 46

Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop (Satrio, dkk.) b. Pengambilan tetesan air stalaktit dilakukan dengan menampung sampel air tersebut dalam vial 5 ml. Analisis sampel Analisis Isotop 13 C dan 18 O Analisis isotop 13 C (PDB) dan 18 O (PDB) dari stalaktit. Batuan stalaktit yang diambil di haluskan hingga menjadi serbuk kemudian dikeringkan pada suhu 60 0 C selama 2 jam. Setelah dikeringkan serbuk sampel kemudian direaksikan dengan H 3 PO 4 100 % dalam tabung Kjeildahl pada kondisi vakum. Gas CO 2 yang terlepas dari reaksi tersebut kemudian ditangkap (trapping) menggunakan N 2 cair pada suhu -195 0 C. Gas hasil trapping tersebut selanjutnya dianalisis rasio isotop 13 C-nya menggunakan spektrometer SIRA-9 VG Isogas. Hasil analisis dinyatakan dalam satuan permill ( o / oo ). Analisis isotop 18 O dan Deuterium sampel air stalaktit. Sampel air yang jatuh dari stalaktit ditampung dalam botol sampel sebanyak 2 ml, kemudian rasio isotop 18 O dan Deuteriumnya dianalisis menggunakan Liquid Water Isotope Analyzer buatan Los Gatos Research (LGR). Hasil analisis dengan piranti LGR inipun dinyatakan dalam satuan permill ( o / oo SMOW). Analisis 14 C Analisis isotop 14 C dilakukan dengan metode carbosorb yaitu dengan cara melakukan penyerapan CO 2, baik CO 2 yang berasal dari sampel, latar belakang maupun standar dengan penyerap carbosorb yang telah dicampur dengan sintilator. Fungsi sintilator adalah untuk mengubah emisi dari 14 CO 2 menjadi foton-foton cahaya. Standar dan latar belakang Standar yang digunakan untuk konversi aktivitas menjadi umur adalah SRM-4990C yang berasal dari National Bureau Standard USA, sedangkan bahan latar belakang adalah pure carbosorb dan sintilator tanpa CO 2. Bahan latar belakang ini berfungsi untuk menangkap radiasi lingkungan di sekitar pencacah berada. Dalam kondisi vakum, sampel karbonat CaCO 3 direaksikan dengan HCl 10% sehingga diperoleh CO 2 melalui reaksi berikut. CaCO 3 + 2HCl CaCl 2 + H 2 O + CO 2 Sebanyak kira-kira lima liter CO 2 ditampung dalam tabung stainless steel. Gas CO 2 ini selanjutnya dialirkankan ke kolom absorbsi yang telah diisi dengan 35 ml larutan sintilator dan carbosorb. Setelah proses absorbsi selesai, larutan yang terbentuk langsung dikucurkan ke dalam labu Erlenmeyer sambil dialiri gas N 2. Sebanyak 21 ml larutan tersebut diambil dan dituangkan ke dalam vial gelas 21 ml dengan menggunakan pipet volumetrik. Radioisotop 14 C yang terkandung dalam 14 CO 2 kemudian dicacah dalam pencacah sintilasi cair selama 20 menit dengan 50 kali pengulangan atau 1000 menit. Lamanya pencacahan dapat diubah bila diperlukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Isotop 13 C dan 18 O Sampel stalaktit yang diambil dari Goa Seropan, Semanu, Gunung Kidul, Yogyakarta, pada tahun 2011 ukurannya ramping sehingga hanya mungkin diambil dengan cara dipotong menggunakan mesin pemotong dan kemudian dibelah menjadi dua bagian sehingga tampak pola lapisannya. Sebanyak 40 titik sampel CaCO 3 - nya dalam bentuk serbuk diambil dengan cara dibor menggunakan mata bor 1 mm dan selanjutnya kandungan isotop alam 13 C dan 18 O dianalisis menggunakan spektrometer massa. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Stalaktit yang berada di bawah tumbuhan vegetasi C4 atau vegetasi kering memiliki kandungan 13 C antara -6 o / oo hingga +2 o / oo (Pee Dee Belemnite, PDB). Stalaktit yang di atasnya terdapat tumbuhan dengan 47

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 8 No. 1 Juni 2012 vegetasi basah C3 memiliki kandungan 13 C antara -14 o / oo hingga -6 o / oo (PDB) [7]. Karakteristikanya dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 1. Konsentrasi 13 C dan 18 O stalaktit Tahun Kode sampel 13 C PDB O PDB T ( O C) 2011 L1-4,25-9,39 28,3 2001 L2-4,93-9,36 28,1 1991 L3-5,24-9,41 28,4 1981 L4-5,10-8,52 24,0 1971 L5-5,39-8,42 23,5 1961 L6-5,45-8,54 24,1 1951 L7-5,53-8,23 22,6 1941 L8-6,40-8,16 22,3 1931 L9-7,12-8,13 22,2 1921 L10-7,96-8,09 22,0 1911 L11-5,84-6,63 15,4 1901 L12-5,52-6,20 13,6 1891 L13-6,41-6,13 13,3 1881 L14-5,92-6,43 14,6 1871 L15-5,81-6,73 15,9 1861 L16-7,46-7,77 20,5 1851 L17-4,46-8,28 22,9 1841 L18-3,82-8,29 22,9 1831 L19-4,22-7,82 20,7 1821 L20-3,89-7,76 20,4 1811 L21-3,28-7,65 19,9 1801 L22-1,30-7,11 17,5 1791 L23-0,54-6,70 15,7 1781 L24-2,04-8,13 22,2 1771 L25-2,43-10,12 32,1 1761 L26-4,24-8,65 24,6 1751 L27-5,81-8,41 23,5 1741 L28-3,28-7,11 17,5 1731 L29-1,08-6,90 16,6 1721 L30-1,41-6,79 16,1 1711 L31-3,80-6,95 16,8 1701 L32-2,21-6,18 13,5 1691 L33-1,37-6,28 13,9 1681 L34-2,04-6,43 14,6 1671 L35-1,03-6,65 15,5 1661 L36-0,79-7,50 19,3 1651 L37-4,11-5,86 12,2 1641 L38-3,02-6,16 13,4 1631 L39-2,45-6,48 14,8 1621 L40-3,10-6,25 13,8 48

Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop (Satrio, dkk.) Gambar 4. Karakteristika vegetasi C3 dan C4 0-1 -2-3 -4-5 -6-7 Konsentrasi 13 C ( o / oo ) -8 42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0-9 Layer (mm) Gambar 5. Konsentrasi isotop 13 C sampel stalaktit 49

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 8 No. 1 Juni 2012 Berdasarkan data 13 C di atas terlihat bahwa untuk daerah Gunung Kidul didominasi oleh vegetasi kering C4 (87,5 %) dan hanya beberapa saat saja memiliki vegetasi basah C3 (12,5 %). Data C3 dan C4 menggambarkan kondisi vegetasi setempat, sedangkan fluktuasi 13 C seperti terlihat pada Gambar 5 secara keseluruhan menggambarkan fluktuasi iklim di masa lampau hingga saat ini [8]. Terlihat bahwa antara sampel titik 19 (tahun 1831) hingga titik 40 (tahun 1621) menunjukkan iklim yang didominasi iklim kering dan setelah itu iklimnya cenderung menuju iklim basah. Namun sejak sekitar tahun 1921 (titik sampel 10) pola iklimnya terus menunjukkan peningkatan, yaitu semakin menuju ke iklim kering. Hal wajar sebagai dampak dari semakin banyaknya aktivitas manusia terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil sehingga meningkatkan konsentrasi CO 2 di atmosfer. mengenai perubahan temperatur atmosfer dari masa lampau hingga kini. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan bahwa setiap perubahan temperatur di permukaan data isotopnya akan tersimpan dalam stalaktit atau ornamen goa lain selama masa pertumbuhannya. Berdasarkan data isotop 18 O terlihat bahwa temperatur atmosfer di daerah Gunung Kidul bervariasi antara 12,2 o C hingga 32,1 o C dalam kurun waktu dari tahun 1621 hingga 2011. Dari tahun 1621 hingga 1731 temperaturnya berfluktuasi antara 12,2 o C hingga 19,3 o C dan setelah itu meningkat hingga 32,1 o C. Konsentrasi 18 O yang berfluktuatif dari waktu ke waktu menunjukkan adanya fenomena yang terjadi di luar goa. Pada layer 40-29 mm fluktuasinya kecil, sedangkan pada layer 30-11mm terjadi fluktuasi yang signifikan dengan variasi konsentrasi 18 O antara -6 o / oo hingga -2 o / oo. Peningkatan konsentrasi 18 O Gambar 6. Karakteristika komposisi isotop di permukaan dan di dalam goa Data isotop 18 O (PDB) dari karbonat stalaktit dan isotop 18 O (SMOW) dari tetesan air goa akan memberikan informasi terus terjadi mulai layer 11-1 mm. Ini artinya terjadi peningkatan konsentrasi 18 O di atmosfer yang sejalan dengan 50

Studi Iklim dan Vegetasi Menggunakan Pengukuran Isotop (Satrio, dkk.) meningkatnya temperatur. Fluktuasi temperatur dan isotop 18 O dapat dilihat pada Gambar 7. Dari tahun 1791 hingga 1911 polanya kembali berfluktuasi seperti sebelumnya dan semenjak 1911 temperaturnya terus menunjukkan peningkatan hingga 2011 pada saat sampel diambil. Secara keseluruhan temperatur atmosfer rata-rata dalam kurun waktu 1621 hingga 2011 sebesar 19,5 o C. Radioisotop 14 C Di bawah ini data mengenai pertumbuhan stalaktit dari goa Seropan. Dari data tersebut terlihat bahwa umur stalaktit pada kedalaman 50 mm dari permukaan adalah 10430 tahun, sedangkan pada bagian tengah memiliki umur 10930 tahun. Dengan jarak 50 mm tersebut, maka pertumbuhan stalaktit sekitar 0,100 mm/tahun. Sehingga, dalam 10 tahun pertumbuhannya sebesar 1,00 mm. Demikian halnya dengan umur stalaktit pada bagian atas memiliki umur 12100 tahun. Karena jarak dengan stalaktit tengah sebesar 120 mm, maka tingkat pertumbuhannya sekitar 0,102 mm/tahun atau dalam 10 tahun akan tumbuh sebesar 1,02 mm. Pertumbuhan stalaktit di goa Seropan berdasarkan data tersebut tidak begitu cepat dengan rata-rata 1 mm/tahun. Hal ini bisa dimengerti, karena berdasarkan data 13 C telah diketahui bahwa daerahnya merupakan daerah dengan iklim kering, sehingga tetesan air yang melarutkan karbonat pun tidak begitu cepat. 35,0 30,0 0-2 Temperature Goa ( o C) 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 40393837363534333231302928272625242322212019181716151413121110 9 Layer (mm) 18 O T ( o C) 8 7 6 5 4 3 2 1-4 -6-8 -10-12 Konsentrasi 18 O ( o / oo ) Gambar 7. Fluktuasi temperatur dan konsentrasi 18 O Tabel 2. Hasil analisis 14 C stalaktit goa Seropan No. Nama sampel Cacacah (cpm) Percent Modern Carbon (pmc) Umur (tahun) Pertumbuhan (mm/tahun) 1 Stalaktit bawah 11,78 ± 0,52 26,88 10430-2 Stalaktit tengah 11,63 ± 0,47 25,64 10930 0,100 3 Stalaktit atas 11,42 ± 0,50 23,021 12100 0,102 51

Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 8 No. 1 Juni 2012 KESIMPULAN Data isotop alam 13 C sampel stalaktit yang berasal dari goa Seropan menunjukkan bahwa sekitar 87,5 % vegetasinya kering di mana konsentrasi 13 C-nya lebih kaya dan hanya kadang-kadang saja atau sekitar 12,5 % vegetasinya basah dimana konsentrasi 13 C-nya lebih miskin. Namun, bila ditinjau secara keseluruhan, fluktuasi 13 C dari grafik menggambarkan fluktuasi iklim dari masa lampau hingga sekarang, yaitu dari tahun 1621 hingga 2011. Dari data isotop 18 O diperoleh informasi bahwa temperatur dalam kurun waktu tersebut berkisar antara 12,2 o C hingga 32,1 o C dengan temperatur rata-rata 19,5 o C. Sementara hasil analisis isotop 14 C menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan stalaktit goa Seropan sekitar 0,1 mm/tahun atau dalam sepuluh tahun tumbuh sekitar 1 mm. DAFTAR PUSTAKA 1. SPOTL, C. and MATTEY, D. Scientific drilling of speleothem-technical note, International Journal of Speleology, Tampa, FL (USA). 41(1): 29-34, 2012. 2. MANGINI, A., SPOTL, C. and VERDES, P. Reconstruction of temperature in the Central Alps during the past 2000 yr from a delta O-18 stalagmite record, Earth and Plantery Science Letters, 235: 741-751, 2005. 3. MEILIANG, HAI, C., DAOXIANG, Y., XIAOYAN, Z., YUSHI, L., JIAMING., Q., and EDWARDS, R. L. Carbon and oxygen isotope records and paleoclimate reconstruction (140-250 ka BP) from a stalagmite of Shuinan Cave, Guilin, China, Environ Geol, DOI 10.1007, 2005. 4. FAIRCHILD, I.J., S.FRISIA, A. BORSATO and TOOTH, A.F. Speleothems, in: Nash, D.J. and S.J.McLaren (ed), Geochemical Sediments and Landscapes, Blackwells, Oxford, 200-245, 2006. 5. WHITE, W.B. Cave Sediments and Paleoclimate, Journal of cave and karst studies 69, 76-93, 2007. 6. MCDERMOTT, F. Paleo-climate reconstruction from stable isotope variations in speleothems : a review. Quaternary Science Reviews. 23, 901-918, 2004. 7. KAUFMANN, G. Stalagmite growth and paleo-climate: the numerical perspective, Earth and Plantery Science Letters, 214: 751-266, 2003. 8. ZUMBUHL, A., History of Black Sea recorded in stalagmites from Northern Turkey, Faculty of Science, University of Bern, 2009. 52