BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

I. PENDAHULUAN. Kebebasan dasar dan hak dasar itu yang dinamakan Hak Asasi Manusia (HAM), yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian sebagai badan pemerintah yang diberi tugas memelihara

BAB I PANDAHULUAN. berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peranan. sendiri, merupakan sejarah yang unik.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. dan terwujudnya rasa aman, tentram, tertib dan damai sebagai suatu amanah dan

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profesi sebagai polisi mempunyai nilai penting dalam menentukan tegaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Ketentuan konstitusi tersebut berarti bahwa dalam praktek

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam memelihara keamanan dan memberantas kejahatan, maka diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya kejahatan dilakukan oleh orang yang telah dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa. bantuan orang lain dan terjadi ketergantungan juga

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

PERAN IKOSA (IKATAN KLUB OTOMOTIF SURAKARTA) DALAM MENDUKUNG SATLANTAS POLTABES SURAKARTA GUNA MEWUJUDKAN KETERTIBAN LALU LINTAS

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia dalam menciptakan situasi keamanan dan

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPOLISIAN. polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

BAB I PENDAHULUAN. sangat berbeda dalam sifat dan substansinya (Rahardjo, 2010)

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara mempunyai aparat kepolisian yang berbeda-beda dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya hal-hal yang sama dalam pelaksanaan tugasnya yaitu penegakkan hukum, memelihara ketertiban masyarakat dan tugas-tugas sosial. Demikian juga dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Polri) dimana Polri sebagai alat negara penegak hukum, pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat, sebagai institusi wakil masyarakat dalam melaksanakan tugas fungsi kepolisian. Dalam pelaksanaan tugas ini berarti Polri melaksanakan tugas ganda atau biasa disebut dengan ambivalent yaitu di satu pihak menegakan hukum, yang mengakibatkan berkurangnya hakhak asasi dari pada masyarakat dan di lain pihak sebagai pelayan, pengayom dan pelindung masyarakat yang mengakibatkan terlindungnya hak-hak asasi dari masyarakat. Polri merupakan bagian dari lembaga administrasi negara, seperti dikatakan oleh Awaloedin Djamin, sebagai aparat pemerintah Polri bagian dari sistem administrasi negara dan sebagai aparat penegak hukum Polri merupakan bagian dari penegak hukum kriminal (criminal justice system). 1 Pengembangan konseptual dan implementasi mengacu pada konsepsi 1 Djamin, Awaloedin, 1999, Menuju Polri Mandiri yang Profesional, Pengayom, Pelindung, Pelayan Masyarakat, Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Halaman 6. 1

administrasi negara dengan berdasarkan oleh sistem nilai, tata norma, susila dan agama serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, karena dalam memerankan dirinya harus mendasarkan atas kedudukan, tugas, wewenang, tanggung jawab, kebijaksanaan pemerintah termasuk peraturan perundangundangan. Untuk itu maka perlu kiranya Polri dapat merubah paradigma lama yang telah menjadi keseharian Polri yaitu pola tindakan represif menjadi pola tindakan proaktif, persuasif dan preventif. Tindakan represif berupa penegakan hukum adalah usaha terakhir tindakan Polri yang dirasakan perlu sebagai tindakan yang bertujuan memberikan pendidikan dan kesadaran bahwa penting hukum diberlakukan di tengah masyarakat, sehingga tujuan dari tugas pokok Polri dapat tercapai. Di dalam pelaksanaan tugasnya dilaksanakan secara individu, dimana maksudnya agar tugas bisa dilaksanakan dengan baik kepada setiap anggota Polri dengan diberinya wewenang kepolisian umum tanpa memandang pangkatnya dan dapat mengambil suatu keputusan sendiri berdasarkan keyakinannya berdasarkan kondisi situasi yang nyata dengan mengacu pada tata norma dan peraturan ketentuan hukum yang ada, dan kewenangan ini biasa dikenal dengan sebutan diskresi kepolisian. Kewenangan diskresi tersebut adalah merupakan kewajiban umum kepolisian demi kepentingan umum, keadilan, pengayoman dan bimbingan untuk mendidik kepada si pelanggar atau tersangka agar tidak mengulangi 2

perbuatannya, tindakan tersebut bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Tindakan diskresi kepolisian harus berdasarkan pada tindakan yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan, harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya, pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa, dan menghormati hak asasi manusia. Pada dasarnya setiap anggota Polri yang bertugas di lapangan dituntut mampu mengambil keputusan secara perorangan, dalam menghadapi situasi-situasi nyata. Pengambilan keputusan yang dilakukan petugas kepolisian menyangkut masalah penegakan hukum dan ketertiban mayarakat, yang erat kaitannya dengan hak-hak asasi manusia. Untuk memenuhi tuntutan tersebut di atas, Polri menjalankan peranan yang cukup unik, yaitu: sekaligus bertumpu pada dua macam tugas yang berbeda satu sama lain, yaitu di satu pihak menjalankan hukum dan di lain pihak mencapai ketertiban dalam masyarakat. 2 Oleh karena sifat dan pekerjaan itulah maka Polri sering harus menanggung resiko menjadi sorotan masyarakat. Sorotan-sorotan yang ditujukan kepada Polri, ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Sebenarnya sorotan itu berpangkal tolak dari hasil pengambilan keputusan yang telah dilakukan oleh petugas-petugas polisi di lapangan. Namun ada beberapa di antara oknum polisi yang keliru dalam mengambil 2 Satjipto, Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, halaman 8 3

keputusan guna memecahkan suatu masalah, akibatnya ada anggota masyarakat tertentu merasa dilanggar hak-haknya dan memberikan tanggapan negatif kepada Instansi Polri. Pada kenyataannya sebagian besar anggota polisi yang berhubungan langsung dengan masyarakat adalah mereka yang bertugas di lapangan, di tempat-tempat pelayanan publik dan para penyidik dan/atau penyidik pembantu yang pada umumnya anggota-anggota yang berpangkat Perwira Pertama dan Bintara. Pada masing-masing individu petugas itu pula secara yuridis diberikan oleh undang-undang kewenangan umum kepolisian, sehingga dengan kewenangan itu ia dapat berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya walaupun dibatasi oleh kewenangan jabatan dan lingkup hukum yang berlaku. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh petugas polisi tersebut kadang-kadang harus dilaksanakan dengan cepat akan tetapi harus tepat, karena situasi mendesak dan perlu ditangani segera. Memang hal demikianlah yang diharapkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang hakiki yaitu rasa aman dan tertib. Harapan masyarakat tersebut oleh Satjipto Rahardjo dalam Mochtar Lubis dikatakan :..., bahwa polisi itu bagaikan superman yang diharapkan masyarakat untuk bisa melakukan banyak hal yang berderet dari ujung yang satu ke ujung yang lain, dari kemampuan untuk bertindak keras dengan menggunakan otot, sampai kepada menggunakan pikiran dan perasaan. 3 3 Lubis, Mochtar (penyunting), 1988, Citra Polisi. Yayasan Obor Indonesia, Halaman 180. 4

Kemampuan-kemampuan tersebut misalnya, mengatasi kemacetan arus lalu lintas, pengambilan keputusan yang cepat untuk menangkap penjahat, pengambilan keputusan yang simpati dalam menghadapi remajaremaja yang nakal dan lain-lainnya. Namun dalam kenyataannya hal itu kadang-kadang sulit dilaksanakan, karena dalam situasi demikian petugas polisi tidak mungkin akan berkonsultasi dengan masyarakat yang dihadapinya atau pada saat yang sama juga ia tidak sempat meminta petunjuk kepada atasannya yang lebih berpengalaman, sehingga dipundaknyalah tanggung jawab pengambilan keputusan itu. Jika keputusan yang diambilnya tepat dan baik, hal itu oleh masyarakat dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi jika salah atau disalahgunakan ia akan mendapat kritikan-kritikan bahkan cemoohan. Para petugas tersebutlah yang akan memberi warna citra Polri di mata masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap Polri tergantung dari penampilan para petugas tersebut. Kepada mereka diharapkan untuk dapat melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dalam menghadapi setiap masalah, dan kepada mereka pulalah dituntut untuk melakukan tindakan yang arif dan bijaksana atau dengan perkataan lain para petugas tersebut akan banyak menggunakan diskresi sebagai wujud dari keputusan yang diambil dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Di sisi lain polisi dalam menjalankan tugasnya berhadapan dengan warga masyarakatnya sendiri dan warga negara asing yang dilindungi oleh 5

undang-undang di mana mereka terdiri dari berbagai latar belakang dan motivasi. Soerjono Soekanto, mengemukakan: Di dalam kehidupan sehari-hari polisi pasti akan menghadap bermacam-macam manusia dengan latar belakang maupun pengalaman masing-masing. Diantara mereka itu ada yang dengan sendirinya taat pada hukum, ada yang tidak mengacuhkannya sama sekali dan ada pula yang dengan terang-terangan melawannya. 4 Sudah barang tentu Polri harus memahami keanekaragaman anggota masyarakat tersebut agar dapat mengidentifikasi dengan tepat permasalahan yang dihadapi baik dalam kasus-kasus kejahatan maupun pelanggaran, sehingga dengan tepat pula ia dapat mengambil keputusan. Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan berbagai kompleksitasnya terutama penduduknya heterogen dengan berbagai latar belakangnya, telah menimbulkan berbagai dampak. Wujud dari dampak tersebut yang muncul kepermukaan sebagai resultante dari heterogenitas penduduk dengan perkembangan teknologi secara simultan yaitu hasil-hasil atau segi-segi positif yang dinikmati oleh masyarakat. Namun di lain pihak dampak negatif tidak dapat dihindari berupa berbagai peristiwa kejahatan maupun pelanggaran dengan faktor-faktor, kriminogen yang bersembunyi didalamnya. Diantara permasalahan tersebut di atas, masalah lalu lintas yang sangat aktual akhir-akhir ini di DKI Jakarta. Masalah tersebut terus berkembang serta belum tuntas penanganannya, khususnya berkisar pada kemacetan dan pelanggaran lalu lintas, yang mengganggu keamanan dan 4 Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, Halaman 30. 6

ketertiban serta dapat berakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta guna mengurangi kemacetan dan pelanggaran lalu lintas tersebut. Diantara upaya tersebut di atas, Kepolisian Daerah Metro Jaya (selanjutnya disebut Polda Metro Jaya) telah turut berkiprah dengan berbagai aktivitasnya antara lain dengan dilaksanakannya Operasi Simpatik, Operasi Zebra, Operasi Patuh, Operasi Ketupat dan Operasi Lilin dalam rangka menekan seminim mungkin kemacetan serta pelanggaran lalu lintas untuk menciptakan ketertiban serta rasa aman dari masyarakat. Tujuan yang lebih jauh diharapkan dari upaya tersebut adalah agar membudayanya tertib lalu lintas bagi masyarakat khususnya penduduk DKI Jakarta, sehingga bisa menjadi pelopor keselamatan lalu lintas dan bisa menekan angka atau tingkat kecelakaan lalu lintas khususnya di DKI Jakarta, karena sebagaimana diketahui bersama bahwa keselamatan itu adalah Nomor satu. Faktor yang menentukan dalam membudayakan tertib berlalu lintas akan bergantung pula pada bagaimana perlakuan petugas polisi terhadap pemakai jalan dalam arti pengambilan keputusan oleh petugas yang ditujukan kepada pelanggar lalu lintas. Di lain pihak bagaimana respon pelanggar lalu lintas terhadap perlakuan tersebut, karena terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat, untuk mengartikan hukum bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi. Dengan keadaan yang demikian maka kepatuhan 7

dan kesadaran masyarakat terhadap tertib berlalu lintas serta citra masyarakat kepada petugas, bergantung pula pada perilaku petugas. Dari gambaran tersebut tampak di sini bahwa sehari-harinya petugas polisi sebagai penyidik dan/atau penyidik pembantu selalu bergelut dengan pengambilan keputusan dalam menghadapi berbagai masalah kecelakaan lalu lintas yang bisa juga berawal dari pelanggaran lalu lintas di jalan umum. Hal yang menarik untuk dikaji di sini yaitu pelaksanaan penerapan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di mana dalam pengambilan keputusan diskresi tersebut masyarakat mengharapkan petugas dapat bertindak arif dan bijaksana. Bagaimanapun juga penerapan diskresi kepolisian sangat bergantung kepada beberapa faktor yang mempengaruhi, yang mengakibatkan apakah diskresi tersebut diterapkan secara tepat atau semestinya, atau keliru bahkan mungkin disalahgunakan. Dari sinilah berpangkalnya diskresi itu membawa dampak terhadap masyarakat yang tercermin dari tanggapan masyarakat terhadap diskresi tersebut di mana sering muncul dalam bentuk opini masyarakat. Dari sini dapat dilihat bahwa diskresi merupakan suatu proses seleksi terhadap pelanggar hukum yang mana seleksi itu merupakan hasil dari penilaian individual polisi dengan tidak memiliki tendensi keuntungan individual atau kelompok bagi polisi yang melakukan diskresi tersebut. Diskresi menekankan pada kepentingan umum dan urgensi, serta diksresi itu sendiri merujuk pada keadaan mendesak yang memerlukan pertimbangan 8

individual. Diskresi dapat dijadikan suatu solusi yang efisien dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dengan tidak melupakan tugas, fungsi dan kewenangan organisasi kepolisian itu sendiri. Kepentingan publik sebagai subyek pelayanan polisi harus menjadi landasan dalam diskresi. Diskresi harus dilakukan berdasarkan etika dan bukan semata-mata untuk kepentingan di luar kepentingan publik, apalagi untuk kepentingan individual. Dalam tesis ini yang dikaji adalah pelaksanaan diskresi kepolisian yang dilakukan oleh penyidik dan/atau penyidik pembantu pada organisasi kepolisian tingkat kepolisian daerah (selanjutnya disebut Polda) yaitu pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas dan tempat atau lokasi penelitian adalah pada Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya (selanjutnya disebut Subdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya). Dalam penanganan atau penyidikan kecelakaan lalu lintas di Subdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, kewenangan diskresi dapat dilaksanakan dengan alasan-alasan diskresi sebagai berikut: pertama, kecelakaan adalah tindakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak ada unsur kesengajaan bahkan oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai musibah. Kedua, Pasal yang dikenakan dalam penyidikannya adalah Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP yang menyatakan karena kelalaiannya menyebabkan orang lain meninggal dunia atau luka. Ketiga, karena alasan kemanusian di mana 9

tersangka atau korban sudah saling menyepakati untuk tidak saling menuntut dari pihak tersangka sudah memberikan santunan atau bantuan kepada pihak korban atau sudah terjadi kesepakatan perdamaian di kedua belah pihak antara pihak korban dan pihak tersangka. Keempat, pada perkara kecelakaan lalu lintas tidak semua disebabkan oleh faktor manusia namun ada beberapa faktor lain yaitu: faktor jalan, faktor kendaraan dan faktor alam. Tindakan diskresi dalam proses penyidikan kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang pernah dilakukan di Subdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, tindakan diskresi tersebut terjadi secara sosial dan emosional, dan diskresi kepolisian bisa bersifat positif juga negatif bagi pelaksanan tugasnya. Untuk itu pengendalian sangatlah penting karena diskresi itu adalah penutup kekurangan undang-undang tetapi juga merupakan sumber kebocoran pelaksanaannya, karena memang petugas lapangan yang selalu berusaha mendapatkan kebebasan bertindak seluasluasnya, dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya tidak jarang dengan cara sendiri sebagai pelaksanaan yang kurang lengkap daripada yang seharusnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku. 10

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan secara singkat permasalahan yang dihadapi adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya? 2. Bagaimana kekuatan hukum dari penerapan diskresi pada penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya terhadap Korban, Pelaku dan Polisi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas yang merupakan diskresi individual yang dilakukan secara birokrasi di tingkat lokal, yaitu Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya (selanjutnya disebut Ditlantas Polda Metro Jaya) serta untuk mengkaji kekuatan hukum dari pelaksanaan penerapan diskresi pada penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di Ditlantas Polda Metro Jaya terhadap Korban, Pelaku dan Polisi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh penjelasan mengenai pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas dan latar belakang yang menjadi 11

acuan timbulnya tindakan diskresi tersebut dari penyidik dan atau penyidik pembantu yang menanganinya. Dengan diperoleh penjelasan secara komprehensif atas gejala-gejala yang diteliti, diharapkan penjelasan tersebut dapat dipergunakan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yaitu bagaimana pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas, bagaimana kekuatan hukum pada pelaksanaan penerapan diskresi untuk penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, sehingga dapat diperoleh suatu kepastian hukum dalam bertindak sehingga dapat memperbaiki citra Polri di mata masyarakat. b. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi pihak lain yang tertarik untuk melakukan penelitian hukum lanjutan berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan penelitian dalam rangka menambah pengetahuan dalam bidang hukum kepolisian khususnya pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaaan lalu lintas untuk menghadapi dan atau mengantisipasi hal yang serupa yang mungkin terjadi di kemudian hari. 12

E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pelaksanaan diskresi kepolisian dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas di Wilayah Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya sejauh yang peneliti ketahui belum pernah diteliti oleh pihak lain. Dalam penelitian tesis ini, peneliti akan menulis mengenai pembahasan hal-hal yang berfokus pada pelaksanaan diskresi individual yang dilakukan oleh para Penyidik dan atau Penyidik Pembantu dalam proses kecelakaan lalu lintas serta kekuatan hukumnya terhadap Korban, Pelaku dan Polisi. Untuk itu maka penelitian ini merupakan hasil pemikiran sendiri dan akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti sendiri. Dengan demikian keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan peneliti, terutama secara ilmiah atau secara akademik. Namun apabila ternyata ditemukan tesis dengan tema yang sama, maka tesis ini akan melengkapi tulisan yang telah ada. Penelitian dalam tesis yang dilakukan Chryshnanda Dwilaksana dan Yasa Tohjiwa digunakan sebagai rujukan scientific background karena memiliki persamaan yaitu dalam tema besar mengenai diskresi, perbedaan antara kedua tesis tersebut dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah pada fokus penelitian, yaitu bila pada penelitian Chryshnanda Dwilaksana berfokus pada corak diskresi, dan penelitian Yasa Tohjiwa berfokus pada pelaksanaan diskresi dalam penegakkan hukum lalu lintas oleh tim-tim Sat Gasus yang menjaga, mengatur dan menindak pelanggaran lalu lintas di Perempatan Halim Baru-Cawang. Sementara pada penelitian 13

ini lebih berfokus pada pelaksanaan diskresi individual yang dilakukan oleh para penyidik dan/atau penyidik pembantu dalam proses kecelakaan lalu lintas serta kekuatan dan akibat hukumnya terhadap korban, pelaku dan polisi. 5 5 Sebagai acuan latar belakang akademis (scientific background) dalam tesis ini adalan tesis yang dilakukan Dwilaksana, Chryshnanda, 2001, Corak Diskresi Dalam Proses Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Blambangan dan Tohjiwa, Yasa, 1998, pelaksanaan diskresi dalam penegakkan hukum lalu lintas. 14