BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PNDAHULUAN. mencapai pendidikan yang baik tersebut diperlukan beberapa aspek diantaranya kurikulum yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan suatu lembaga yang didesain khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, serta pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian anak dan mampu mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya secara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

DAFTAR ISI. ABSTRACT... ABSTRAK... HALAMAN DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... xvii HALAMAN DAFTAR GAMBAR... xx

BAB 1 PENDAHULUAN. namun tergantung dari profesi dan kesenangan masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. bagi umat Islam setelah puasa wajib. Disebut dianjurkan karena orang yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. saling bekerja sama dalam meningkatkan kualitas kerja agar menghasilkan output yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersikap sebagai penyeimbang supaya tidak terjadi hal-hal negatif dalam. Definisi belajar menurut Slameto yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : 10/D/KR/2017 TENTANG

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan. negara (Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, 2013: 1).

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. disusun oleh: FEBRI ARIFIN A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. formal seperti Taman Kanak-kanak Al-Qur an (TKA), Taman Pendidikan Al-

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pada umumnya kebanyakan

BAB I PENDAHULUAN. karena pendidikan memberikan arahan yang positif dan dengan pendidikan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu tempat untuk mengembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang karena manusia cenderung memiliki sifat untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. yakni kelas satu, dua, dan tiga dilaksanakan melalui pembelajaran tematik.

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

Sistematika penyusunan skripsi meliputi: bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. program dan fokus kegiatan serta langkah-langkah atau implementasi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang memiliki kemampuan

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sebagai lembaga pendidikan semenjak manusia itu ada, ayah dan ibu di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

SISTEMATIKA PENULISAN PENULISAN LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. (involution), yaitu keadaan di mana kualitas akan makin menurun karena

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu. yang ada sebaik-baiknya agar dapat meningkatkan pendapatan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah (Mufron, 2013 : 1).

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam mencapai tujuan. menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip penyelenggaraan pendidikan yang tercantum pada pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 menyatakan bahwa dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 Th. 2009). Pendidikan inklusi berarti bahwa sekolah harus menerima/ mengakomodasi semua peserta didik, tanpa kecuali ada perbedaaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan. Inilah yang dimaksud dengan one school for all. Pendidikan inklusi memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki berdasar pada karakteristik masing-masing peserta didik. Dengan

2 demikian pendidikan inklusi dimaksudkan untuk memberi kesempatan agar semua pendidik sekolah inklusi melakukan pembelajaran yang fungsional dan bermanfaat, yang sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik yakni peserta didik normal dan peserta didik berkebutuan khusus. Pendidikan inklusi merupakan salah satu model pendidikan yang dirancang secara khusus dan merupakan terobosan baru dalam dunia pendidikan khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk menghindari adanya segregasi. Di sekolah inklusi, semua pendidik diharuskan mampu mengajar peserta didik berkebutuhan khusus. Namun kenyataan di lapangan, masih banyak pendidik yang belum bisa mengajar peserta didik berkebutuhan khusus dikarenakan mereka bukan lulusan dari pendidik berkebutuhan khusus (pendidikan luar biasa). Banyak aspek yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di antaranya model/ metode yang digunakan pada pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran dalam penggunaan metode pembelajaran. Seperti halnya dengan pendidik di SMA Negeri 1 Pengasih yang biasanya dimasuki peserta didik normal, tidak dibelaki keterampilan dalam mendidik peserta didik yang mengalami hambatan belajar, baik yang parah maupun majemuk. Kesulitan yang dialami antara lain cara berkomunikasi, kesulitan dalam menyampaikan materi serta penggunaan metode yang efektif dan efisien yang dapat digunakan dalam pembelajaran inklusi. Hal ini dapat dilihat ketika peserta didik berkebutuhan khusus di SMA Negeri 1 Pengasih, mereka dibebankan dengan pembawaan pendidik non

3 regular/pendidik pendidikan luar biasa (menyediakan guru pembimbing khusus sendiri) yang mendampingi peserta didik tersebut di dalam kelas regular. Pendidik ganda ini menjadikan penilaian dalam pembelajaran tidaklah valid, sehingga banyak kemungkinan yang terjadi bahwa nilai yang diberikan sangat subyektif karena pendidik tidak mengetahui dengan pasti sejauh mana kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. Sedangkan pendidik pendamping khusus yang sangat mengetahui kemampuan/pemahaman peserta didik berkebutuhan khusus dalam pembelajaran tidak berwenang sepenuhnya dalam memberi nilai pembelajaran pada peserta didik berkebutuhan khusus. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada indikasi pelaksanaan pendidikan inklusi yang terealisasikan pada kegiatan pembelajaran pada umumnya di sekolah inklusi masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pendidikan inklusi itu sendiri. Pendidikan inklusi hendaknya menjadi pendidikan fasilitator untuk semua peserta didik terutama pada peserta didik berkebutuhan khusus. Baik guru pembimbing maupun guru pendamping khusus hendaknya mengetahui tugas dan peran masing-masing sehingga dapat berkolaborasi menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah dan fungsional. Sehingga, terlihat pentingnya untuk mengetahui problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana problematika materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diajarkan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih? 2. Bagaimana problematika metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih? 3. Bagaimana problematika evaluasi hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih? 4. Bagaimana cara mengatasi problematika yang ada dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih? C. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui problematika materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diajarkan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih. 2. Untuk mengetahui problematika metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih. 3. Untuk mengetahui problematika evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih.

5 4. Untuk mengevaluasi cara mengatasi problematika yang ada dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SMA Negeri 1 Pengasih. Kegunaan teoritis penelitian adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna dan menambah wawasan khususnya bagi Pendidikan Agama Islam berkaitan dengan masalah inklusi. 2. Diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam pemikiran berupa konsep atau teori dibidang Pendidikan Agama Islam, khususnya mengenai kajian pendidikan inklusi dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 3. Diharapkan sebagai sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan dan disiplin ilmu lainnya, khususnya bagi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kegunaan praktis penelitian adalah sebagai berikut. 1. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti. 2. Diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik yang nantinya akan berguna bagi peserta didik itu sendiri. 3. Diharapkan menjadi masukan dan memberikan gambaran kepada para pendidik dalam bidang Pendidikan Agama Islam tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan pendidikan inklusi untuk kemudian menerapkannya sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan pelayanan mutu pendidikan khususnya bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

6 D. Sistematika Pembahasan Skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir. Ketentuan isi masing-masing diatur sebagai berikut: 1. Bagian awal skripsi merupakan bagian formalitas yang terdiri atas halaman sampul, halaman judul, halaman nota dinas, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman daftar isi, dan halaman abstrak. 2. Bagian pokok merupakan bagian yang menunjukkan isi skripsi. Pada bagian ini terdiri dari beberapa bab yang jumlah dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan. Bab 1 berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II akan memaparkan tentang tinjauan pustaka dan kerangka teori yang memuat tentang tinjauan pustaka terdahulu dan kerangka teori relevan dan terkait dengan tema skripsi. Bab III adalah metode penelitian yang memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan peneliti beserta justifikasi/alasannya: jenis penelitian, desain, lokasi, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, definisi konsep dan variabel, serta analisis data yang digunakan. Bab IV adalah hasil dan pembahasan yang berisi: (1) Hasil Penelitian, berisi tentang klasifikasi bahasan dengan pendekatan, sifat penelitian, dan

7 rumusan masalah atau fokus penelitianya. (2) Pembahasan, berisi tentang sub bahasan Bab V adalah penutup yang terdiri atas kesimpulan, saran, atau rekomendasi. Kesimpulan menyajikan secara ringkas seluruh penemuan penelitian yang ada hubungannya dengan masalah penelitian. Saran-saran dirumuskan berdasarkan hasil analisis interprestasi data yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. 3. Pada bagian akhir terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Lampiran terdiri dari: (a) instrumen pengumpulan data atau ruang lingkup penelitian, (b) surat perijinan, (c) surat keterangan telah melakukan penelitian dari instansi yang diteliti, (d) curriculum vitae (CV) peneliti, dan (e) bukti bimbingan yang sudah ditanda tangani DPS.