BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

I. PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. dengan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suardi, 2012:71). bangsa. Hal ini sebagaiman tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. kelas. Proses ini akan berjalan efektif apabila individu-individu yang terlibat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH METODE INKUIRI TERBIMBING PADA PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA DALAM PRAKTIKUM ANIMALIA

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu berubahnya sistem pembelajaran dari teacher centered menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. (KTSP) memasukkan keterampilan-keterampilan berpikir yang harus dikuasai

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

Rata-rata UN SMP/Sederajat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. batin, cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya dengan jalan membina potensi potensi yang ada, yaitu rohani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I akan dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah,

PENERAPAN DISCOVERY LEARNING DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR RUANG DIMENSI TIGA PADA SISWA SMAN 8 MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

I. PENDAHULUAN. agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal senada pun diungkapkan oleh Gunawan (2013, hlm. 48) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam era globalisasi, sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki keterampilan melek teknologi dan media, melakukan komunikasi efektif, berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkolaborasi (Purwanti Widhi, 2013: 1). Hal ini juga dikemukakan oleh Mutofin (1996: 24) bahwa pentingnya pendidikan yang berkualitas semakin disadari, sebab terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri hanya dapat diwujudkan jika pendidikan masyarakat berhasil ditingkatkan. Usaha mengatasi masalah-masalah pendidikan yang terjadi dapat dilakukan dengan melakukan pembaharuan pada komponen pendidikan, seperti pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pendidik, sarana dan prasaran pendidikan, metode pendidikan, sistem penilaian pendidikan, sistem manajemen pendidikan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Kurikulum 2013 menganut pembelajaran yang dilakukan guru (taught-curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa 1

kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat dan pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan scientific sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ ilmiah. Salah satu kriteria penerapan pendekatan ilmiah yaitu mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran (Permendikbud, 2013: 2-3). Berdasarkan pedoman umum pembelajaran pada Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 mengenai pembelajaran IPA, proses pembelajaran IPA di sekolah harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dalam bidang sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang melibatkan beberapa aspek antara lain proses berpikir kritis, pengamatan, dan kesadaran dalam mengamati gejala-gejala alam yang terjadi di sekitar lingkungan. Pembelajaran IPA melibatkan siswa untuk dapat melakukan penyelidikan, sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan dalam konsep dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukan secara mandiri oleh siswa. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru di SMP N 3 Bantul menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPA di sekolah belum secara maksimal mengembangkan aspek sikap ilmiah siswa. Guru juga 2

mengatakan, apabila pembelajaran dilakukan di dalam kelas dengan metode ceramah, banyak siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga sikap imiah siswa kurang muncul. Padahal seharusnya, pembelajaran saat ini berpusat kepada siswa (student centered), bukan berpusat kepada guru (teacher centered), yang mana guru sebagai pengajar memberikan pengetahuan dan keterampilan pada siswa. Berdasarkan hasil observasi ketika pembelajaran dilakukan dengan metode praktikum, hanya sebagian siswa aktif dalam melakukan percobaan dan memiliki rasa ingin tahu. Masih terdapat siswa yang tidak mau melakukan percobaan, hanya diam di kelas walaupun teman-teman yang lain melakukan percobaan. Pada kegiatan praktikum, sikap ilmiah siswa hanya sedikit terlihat pada sebagian kecil siswa, yang mana hanya terdapat beberapa siswa bertanya kepada guru mengenai hasil percobaan, terdapat siswa yang menulis hasil percobaan belum sesuai dengan apa yang mereka lihat, dan masih belum menghargai pendapat teman apabila terjadi perbedaan pendapat. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA merupakan suatu komponen yang penting, selain proses dan produk. Sikap ilmiah siswa sangat dibutuhkan seperti rasa ingin tahu, bekerjasama secara terbuka, bekerja keras, bertanggung jawab, kepedulian, kedisiplinan dan kejujuran. Hal ini dikarenakan dengan sikap ilmiah tersebut pembelajaran akan berjalan dengan baik sehingga mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar yang diinginkan, dimana siswa diharapkan mampu aktif dan kreatif dalam pembelajaran. 3

Selain siswa dituntut untuk mampu mengembangkan sikap ilmiah, siswa juga dituntut untuk mampu memprediksi apa yang akan terjadi melalui proses berpikir kritis. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran, pada awal pembelajaran guru sering mengingatkan siswa mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Ketika menjawab pertanyaan guru, siswa langsung membuka buku pelajaran, dan membacakan jawaban pertanyaan dari guru sesuai dengan apa yang tertulis di buku pelajaran. Hal tersebut membuat kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat optimal. Dalam mendefinisikan istilah, siswa dapat mengkontruksi jawaban mereka dari gejala-gejala yang terjadi di sekitar sehingga mereka dapat mendefinisikan suatu konsep melalui pemikirannya sendiri, tidak selalu terpaku sama dengan buku pelajaran. Ketika pembelajaran dengan metode praktikum, pada saat guru menanyakan masalah yang terjadi berhubungan dengan percobaan yang akan dilakukan, siswa memilih diam dan tidak menjawab pertanyaan guru hingga guru mengulangi beberapa kali pertanyaannya. Keadaan tersebut membuat siswa kurang peka terhadap permasalahan sekitar, sehingga menyebabkan keterampilan berpikir kritis siswa untuk mau memikirkan solusi dari permasalahan kurang terasah. Selain itu, pada akhir kegiatan eksperimen, masih banyak siswa yang menuliskan kesimpulan tidak sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang ada. Seharusnya siswa dapat berpikir lebih kritis untuk menentukan kesimpulan yang sesuai dengan kegiatan percobaan. 4

Berdasarkan pemaparan hasil observasi maupun wawancara, tampak pembelajaran dengan metode ceramah maupun praktikum masih didominasi oleh guru, jadi dapat dikatakan pembelajaran yang dilakukan satu arah berpusat kepada guru dan belum mengoptimalkan sikap ilmiah serta keterampilan berpikir kritis. Apabila keterampilan berpikir kritis dalam siswa belum muncul menyebabkan siswa kurang mampu menggunakan konsep pembelajaran untuk memecahkan masalah yang dihadapi sehingga siswa tidak dapat bersikap ilmiah dalam menghadapi masalah. Dengan keterampilan berpikir kritis siswa akan lebih mudah memecahkan permasalahan dalam IPA secara cermat, sistematis, dan logis dengan berbagai sudut pandang. Pembelajaran IPA yang dilakukan dengan metode ceramah kurang dapat membuat pembelajaran menjadi bermakna dan kurang dapat mengaktifkan siswa. Metode ceramah cenderung membuat siswa pasif dalam pembelajaran, padahal pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan dari guru ke siswa hanya dengan memberi informasi satu arah saja, namun pengetahuan dapat dimiliki siswa dengan baik apabila siswa aktif dalam mencari pengetahuan yang mereka butuhkan. Dengan demikian, proses pembelajaran yang menekankan pada student centered dan berupa pembelajaran aktif dan bermakna dapat dilaksanakan dengan penggunaan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, memunculkan rasa ingin tahu, memunculkan kemampuan bekerja sama, menghargai teman, dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. 5

Toeti Soekamto dan Winataputra (1995: 78) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Beberapa ahli telah mengembangkan bermacam-macam model pembelajaran yang aktif dan inovatif, berdasarkan hasil pengkajian diperoleh dua model pembelajaran yang dapat menunjang pendekatan ilmiah sehingga dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berikir kritis siswa. Model pembelajaran yang dapat menunjang pendekatan ilmiah sehingga dapat meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir krtitis di antaranya adalah model Guided Inquiry dan model Learning Cycle 5E. Model pembelajaran Guided Inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sanjaya, 2009: 196). Dengan demikian, model pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan mampu memberikan dampak positif untuk meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran Guided Inquiry akan merangsang siswa untuk berfikir dan mengolah informasi, mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah. Selain model pembelajaran Guided Inquiry, terdapat model pembelajaran lain yang berbasis kontruktivisme, yaitu model pembelajaran 6

Learning Cycle 5E. Menurut Soebagio, dkk (2001: 50) Learning Cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Implementasi model pembelajaran Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivisme dimana pengetahuan dibangun pada diri siswa yaitu: (1) pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa, (2) informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu, (3) orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah (Fajaroh, 2007: 6). Model pembelajaran Learning Cycle 5E dapat meningkatkan keterampilan penelitian, keaktifan, dan pemahaman, serta menciptakan kesempatan untuk belajar ilmu. Berdasarkan beberapa pemaparan permasalahan, penelitian ini fokus mengenai perbedaan penggunaan model Guided Inquiry dan Learning Cycle 5E ditinjau dari aspek sikap imiah siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa SMP. Pemilihan model ini disebabkan karena kedua model ini memiliki persamaan yaitu keduanya merupakan model pembelajaran berbasis kontruktivisme yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang dapat membuat siswa aktif dan membuat pembelajaran menjadi inovatif dan bermakna sehingga dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa. Selain memiliki persamaan, kedua model pembelajaran ini juga memiliki perbedaan, salah 7

satunya terletak pada sintaks pembelajaran. Pada model pembelajaran Guided Inquiry memiliki 6 tahapan langkah pembelajaran, sedangkan pada model Learning Cycle 5E memiliki 5 tahapan langkah pembelajaran. Namun, langkah pembelajaran yang dilakukan memiliki tujuan yang sama, yaitu membantu siswa dalam membangun konsep. B. Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan uraian latar belakang adalah sebagai berikut. 1. Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan scientific dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ ilmiah untuk mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran, namun penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. 2. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang berorientsi pada siswa (student centered), namun kenyataannya di lapangan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal tersebut terbukti dengan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru. 3. Proses pembelajaran IPA dituntut untuk dapat mengembangkan potensi dalam bidang sikap, pengetahuan, maupun keterampilan, namun 8

perkembangan potensi siswa dalam bidang sikap, pengetahuan, maupun keterampilan belum sepenuhnya terlihat. 4. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA merupakan suatu komponen yang penting selain proses dan produk, namun sikap ilmiah pada siswa SMP masih kurang terutama pada aspek sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data atau fakta, sikap berpikir terbuka dan kerjasama. 5. Siswa dituntut untuk mampu memprediksi apa yang akan terjadi melalui proses berpikir kritis, namun keterampilan berpikir kritis siswa SMP masih rendah, dimana siswa lebih sering menerima informasi secara langsung dan menghafalkan dari pada menggunakan pikiran mereka untuk berpikir lebih kritis. 6. Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran mengutamakan pengalaman belajar langsung siswa melalui penyelidikan dan penemuan, namun kenyataannya dilapangan siswa kurang tertarik dalam melakukan penyelidikan dan penemuan sehingga menyebabkan siswa kurang mampu dalam berpikir kritis. 7. Model pembelajaran Guided Inquiry dan Learning Cycle 5E merupakan model pembelajaran berbasis kontruktivisme yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang dapat membuat siswa aktif dan membuat pembelajaran menjadi inovatif dan bermakna, namun kenyataannya di lapangan belum banyak guru yang menerapkan model pembelajaran dalam proses pembelajaran. 9

C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan menjadi lebih fokus dilakukan pembatasan masalah yaitu pada masalah nomor 4, 5, dan 8 yaitu mengenai : 1. Pembelajaran IPA dilakukan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dan Learning Cycle 5E pada siswa kelas VII SMP N 3 Bantul. 2. Sikap ilmiah siswa meliputi sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data atau fakta, sikap berpikir terbuka dan kerjasama. 3. Keterampilan berpikir kritis siswa SMP meliputi mendefinisikan istilah, merumuskan hipotesis, menganalisis data, menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan, serta menarik kesimpulan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang menggunakan model Guided Inquiry dengan model Learning Cycle 5E? 2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang menggunakan model Guided Inquiry dengan model Learning Cycle 5E? 10

E. Tujuan Penelitian Berdasarkan batasan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk menganalisis perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang menggunakan model Guided Inquiry dengan model Learning Cycle 5E. 2. Untuk menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang menggunakan model Guided Inquiry dengan model Learning Cycle 5E. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, yaitu menambah wawasan peneliti mengenai model-model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan sikap ilmiah, dan keterampilan bepikir kritis siswa. 2. Bagi siswa, yaitu meningkatkan sikap ilmiah siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA sehingga diharapkan dapat tercipta iklim pembelajaran yang lebih bermakna dan meningkatkan kemapuan berpikir kritis siswa. 3. Bagi guru, yaitu memberikan alternatif kepada guru dalam memilih model pembelajaran untuk meningkatkan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa. 11