BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU SISDIKNAS 2003). Di era modern ini pendidikan sangat penting dan sangat dibutuhkan karena salah satu aspek kehidupan manusia yang begitu vital. Kemajuan suatu bangsa bahkan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia sendiri bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu sistem pendidikan nasional harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi, baik pada tingkat lokal, nasional maupun global. Kehidupan di era global menuntut perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Perubahan-perubahan tersebut antara lain mengenai perubahan pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat global dan perubahan dari pertumbuhan ekonomi ke perkembangan kemanusiaan (Mulyasa, 2014). Aspek kultural dari kehidupan manusia, terutama yang berkaitan dengan pendidikan nilai dan sikap pada akhirnya lebih penting dari pertumbuhan ekonomi. Mulyasa (2014) mengungkapkan pendidikan nasional telah gagal dalam membentuk nilainilai karakter bangsa terhadap siswa. Menurut Mulyasa kondisi tersebut diakibatkan karena orientasi pendidikan yang lebih terfokus pada ranah kognitif. Oleh karena itu maka perlu perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif dan tidak mampu lagi memberikan bekal yang cukup bagi siswa serta tidak dapat mempersiapkan siswa untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. 1
2 Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap pendidik, baik oleh pengelola maupun penyelenggara khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Upaya peningkatan mutu pendidikan dimulai dengan penyempurnaan kurikulum yang ada. Perubahan kurikulum di Indonesia diawali dari kurikulum 1968, kurikulum 1975 dan kurikulum 1984. Ketiga kurikulum tersebut berbasis materi (Content Based Curicullum), kemudian digantikan oleh kurikulum 1994 yang berbasis pencapaian tujuan (Objection Based Curicullum). Tahun 2004 kurikulum Indonesia berganti menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tahun 2006 dilaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan yang terbaru tahun 2013 pemerintah mengeluarkan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dimunculkan karena dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinilai masih memiliki permasalahan. KTSP dinilai belum tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi di tingkat lokal, nasional, maupun global (Kemendikbud, 2012). Sejak diluncurkan tahun 2006 melalui Permendiknas No.22, 23 dan 24, standar isi yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), capaian kompetensi siswa kurang jelas dan kurang terarah. Beragamnya kompetensi guru di berbagai daerah dan wilayah, membuat implementasi kurikulum 2006 menjadi sangat rentan terhadap multi tafsir, sehingga mutu kompetensi siswa sulit terstandarisasi (Hidayat, 2013). Hal tersebut bertentangan dengan penjelasan pasal 35 UU nomor 20 tahun 2003 bahwa kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati (Kemendikbud, 2012). Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Tantangan internal terkait tuntutan pendidikan yang mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar pengelolaan dan biaya, standar sarana dan prasarana, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar isi, standar
3 proses, standar penilaian, standar kompetensi kelulusan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif (Kemendikbud, 2013). Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan paedagogik, serta berbegai fenomena negatif yang mengemuka (Kemendikbud, 2013: 74). Tujuan dari perubahan kurikulum adalah untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa. Bahan uji publik Kurikulum 2013 menjelaskan standar penilaian kurikulum baru selain menilai keaktifan bertanya, juga menilai proses dan hasil observasi siswa serta kemampuan siswa menalar masalah yang diajukan guru sehingga siswa diajak berpikir logis. Elemen perubahan Kurikulum 2013 meliputi perubahan standar kompetensi lulusan, standar proses, standar isi, dan standar penilaian (Kemendikbud, 2012). Standar kompetensi lulusan dibedakan menjadi domain yaitu sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Rancangan Kurikulum 2013 menyebut adanya pengurangan mata pelajaran di tingkat SD dan SMP. Perubahan lain yaitu penambahan jam pelajaran, komponen kurikulum seperti buku teks dan pedoman disiapkan pemerintah, adanya integrasi mata pelajaran IPA dan IPS di tingkat SD, serta rencana penjurusan lebih awal di tingkat SMA. Salah satu perubahan dalam Kurikulum 2013 untuk tingkat SMA adalah pada pengelompokan mata pelajaran dengan adanya mata pelajaran wajib dan pilihan. Pembelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013 dimasukkan dalam pengelompokan mata pelajaran wajib dan sekaligus peminatan. Sejarah sebagai mata pelajaran wajib kini berlabel Sejarah Indonesia. Sedangkan untuk peminatan, sejarah dimasukkan dalam peminatan sosial yaitu berada dalam satu rumpun dengan ekonomi, sosiologi dan antropologi, serta geografi. Mata pelajaran sejarah dalam Kurikulum 2013 mendapat porsi yang lebih banyak dari sebelumnya, jika sebelumnya sejarah hanya memiliki porsi dua jam untuk kelas X dan kelas XI dan XII IPS dan satu jam untuk pelajaran sejarah di kelas IPA maka sekarang pelajaran sejarah Indonesia (mata pelajaran sejarah wajib) mendapatkan dua jam per minggu setiap jenjangnya, baik kelas X, XI,
4 maupun XII. Sedangkan untuk peminatan terdapat sedikit perbedaan, dimana kelas X diberi waktu tiga jam dan kelas XI dan XII empat jam per minggu. Berbagai reaksi muncul dari berbagai pihak mengenai Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013. Pihak yang kurang sependapat dengan perubahan kurikulum menganggap perubahan kurikulum terlalu tergesa-gesa dan lebih penting melakukan evaluasi penerapan kurikulum sebelumnya, yaitu KTSP sehingga dapat menjadi panduan penyusunan serta implementasi kurikulum baru. Fakta di lapangan menunjukkan banyak guru yang belum sepenuhnya mengimplementasikan KTSP, namun sekarang harus mengimplementasikan Kurikulum 2013 yang memiliki prinsip mengintegrasikan banyak materi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di SMA MTA Surakarta pada Sabtu, 15 April 2014 terhadap beberapa guru ada berbagai pendapat mengenai Kurikulum 2013. Fadlillah selaku guru Bahasa Indonesia di SMA MTA menyatakan bahwa sedikit kesulitan untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013 terutama dalam hal penilaian. Selain itu karena Fadlillah termasuk guru senior yang sudah terbiasa dengan cara mengajar konvensional maka untuk menggunakan Kurikulum 2013, terutama penggunaan IT mengalami kesulitan juga. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Handayani, guru Fisika. Sementara itu, Rosyid sebagai guru Sejarah mengatakan jika Kurikulum 2013 sebenarnya jika diterapkan sesuai dengan yang sudah ditetapkan maka akan menghasilkan pembelajaran yang efektif dan ilmu yang didapat siswa benar-benar bisa diserap karena siswa menjadi lebih aktif. Namun, karena Kurikulum 2013 dalam pembelajarannya memfokuskan pada siswa, perlu beberapa penyesuaian. Guru yang dulunya menjadi sumber belajar, sekarang menjadi fasilitator. Nur Chasanah, guru Fisika dan Widodo, guru Bahasa Jawa, juga berpendapat sama. Widodo menambahkan, meskipun sudah mengikuti pelatihan belum terlalu faham mengenai Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 sebagai kurikulum baru, dalam pelaksanaannya akan menghadapi masalah, seperti hasil wawancara di atas. Pemerintah sudah melakukan beberapa hal untuk menanggapi permasalahan dalam implementasi Kurikulum 2013, diantaranya pemerintah melakukan uji coba publik melalui
5 dialog tatap muka di beberapa daerah, secara online di website kemendikbud, dan secara tertulis yang dikirim ke beberapa perguruan tinggi dan dinas pendidikan. Selanjutnya diadakan sosialisasi di berbagai kota besar mengenai implementasi Kurikulum 2013 (Kemendikbud, 2012). Berdasarkan pendapat-pendapat yang berkembang dengan adanya perubahan kurikulum menunjukkan bahwa guru memegang peran penting dalam perubahan kurikulum. Sebaik apapun kurikulum yang dibuat, jika guru yang menjalankan tidak memiliki kemampuan yang baik maka kurikulum tersebut tidak akan berjalan baik. Dalam implementasi KTSP, kesiapan sekolah mencakup kesiapan materiil dan non materiil. Kesiapan tersebut meliputi kesiapan perangkat kurikulum, sarana prasarana sekolah, kesiapan anggaran pendidikan dan terakhir kesiapan guru. Hal tersebut sedikit berbeda dengan kesiapan implementasi Kurikulum 2013 yang tidak berdasarkan tingkat satuan pendidikan. Mulyasa (2014) menyatakan bahwa keberhasilan Kurikulum 2013 dalam menghasilkan insan yang produktif, kreatif dan inovatif serta dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kunci sukses). Kunci sukses tersebut antara lain berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas siswa, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan akademik yang kondusif, dan partisipasi warga negara. Berdasarkan Sisdiknas (2012) sedikitnya ada dua faktor besar dalam keberhasilan Kurikulum 2013. Faktor penentu pertama yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kerja (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. Faktor penentu kedua yaitu faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur, yaitu: (a) ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum; (b) penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan; dan (c) penguatan manajemen dan budaya sekolah. Kurikulum 2013 sudah masuk tahun kedua dalam pelaksanaannya. Berdasarkan studi pendahuluan, SMA MTA adalah salah satu sekolah pilot project di Solo yang sudah menjalankan Kurikulum 2013 sejak tahun pertama.
6 Siswa yang bersekolah di sana merasakan perbedaan cara mengajar yang dilakukan guru. Salman, siswa di SMA MTA yang diwawancarai dalam studi pendahuluan menyatakan bahwa, ketika guru menerapkan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran bisa lebih menerima pelajaran karena mencari sendiri materi yang sedang dibahas. siswa baru mengungkapkan hasil temuannya di kelas dan saat menemui perbedaan penjelasan dari dua sumber materi yang didapat, guru akan memberi jalan tengahnya. Guru dalam mengajar juga menghubungkan materi yang sedang dipelajari siswa dengan hal-hal yang terjadi di sekitar siswa, sehingga ilmu yang didapatkan siswa bisa diaplikasikan untuk kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, siswa menjadi tahu apa yang harus dilakukan ketika siswa mengalami kecelakaan. Saat terjadi benturan dan terasa sakit siswa bisa menganalisis terlebih dahulu apakah mengalami patah tulang atau hanya memar. Jika terjadi pembengkakan pada bagian yang sakit maka tidak terjadi patah tulang tetapi hanya memar saja. Siswa juga menjadi lebih tertarik mengenai perkembangan dunia saat ini karena ketika di kelas, guru menghubungkan materi sejarah yang sedang dipelajari dengan yang terjadi sekarang ini. Misalnya ketika sedang membicarakan masalah Hak Asasi Manusia (HAM), dihubungkan dengan adanya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh orang Israel terhadap orang Palestina. Hal-hal tersebut membuat peneliti menjadi tertarik untuk melihat bagaimana implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sejarah Wajib Kelas X di SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman guru-guru Sejarah SMA MTA Surakarta tentang proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013? 2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran Sejarah Wajib Kelas X di SMA MTA Surakarta dalam rangka implementasi Kurikulum 2013?
7 3. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X di SMA MTA Surakarta? 4. Bagaimana solusi untuk menghadapi kendala dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X di SMA MTA Surakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan untuk: 1. Mengetahui pemahaman guru-guru Sejarah SMA MTA Surakarta tentang proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 2. Mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran Sejarah Wajib Kelas X di SMA MTA Surakarta dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 3. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X di SMA MTA Surakarta 4. Mengetahui solusi untuk menghadapi kendala dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X di SMA MTA Surakarta D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X. b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khawasanh pengetahuan, khususnya untk memecahkan masalah yang berkaitan dengan implementasi Kurikulum 2013 mata pelajaran Sejarah Wajib kelas X
8 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Sebagai masukan untuk menantiasa meningkatkan kinerja yang profesional bagi guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah. b. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan informasi yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan-perbaikan atau inovasi dan pengembangan yang berorientasi pada masa depan, utamanya pada pelaksanaan Kurikulum 2013. c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya yang melaksanakan penelitian sejanis