BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula dengan sumber belajar yang akan digunakan karena dari sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat erat hubungannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tujuan tertentu yang hendak dicapai. Proses itu merupakan tindakan konkrit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Action Research untuk Memperbaiki Kemampuan Argumentasi Siswa SMA Melalui Desain Pembelajaran Berbasis Inquiry Dipadu AfL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reti Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sendiri, yakni untuk membudayakan manusia. Menurut Dhiu (2012:25-27)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini memberikan gambaran pada beberapa aspek meliputi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. menerapkan model pembelajaran kooperatif struktural tipe mind mapping

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

NICO SATYA YUNANDA A54F100019

I. PENDAHULUAN. yang lain. Kedua kegiatan tersebut merupakan proses pembelajaran. Dari proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di sekolah, oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika perkembangan era globalisasi abad 21 ditandai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat. Seiring dengan perkembangan IPTEK dibutuhkan keberadaan sumber daya manusia berkualitas yang dapat menjawab segala tantangan dan permasalahan yang ada. Upaya mengimbangi laju tersebut menuntut manusia terus menyesuaikan diri dalam segala aspek. Sains merupakan kunci dari perkembangan IPTEK dan menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, pembelajaran sains dengan berbagai pendekatan yang sesuai, diharapkan dapat mendorong siswa untuk melek sains dan teknologi, mampu berpikir kritis dan logis, serta berargumentasi secara rasional dalam memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan. Menurut Haris, Philips, dan Penuel (2012), aspek penting dalam proses pembelajaran meliputi merumuskan pertanyaan, mendeskripsikan mekanisme, dan membangun argumen. Argumen merupakan sebuah pernyataan yang disertai dengan alasan yang dihasilkan melalui proses argumentasi. Argumentasi adalah proses membuat pernyataan disertai dengan bukti yang mendukung serta menggunakan alasan untuk membenarkan pernyataan. Menurut Voss, Lawrence dan Engle (dalam Cho dan Jonassen, 2002), proses argumentasi mengharuskan individu sebagai pemecah masalah untuk mengidentifikasi beberapa pandangan dan opini alternatif, mengembangkan dan memilih opini yang tepat, memberikan solusi yang masuk akal, serta didukung dengan data dan bukti. Siswa yang terlibat dalam proses berargumentasi perlu memberikan klaim atau pernyataan dengan bukti-bukti yang mendukung disertai alasan atau teori yang akurat untuk membenarkan klaim terhadap suatu permasalahan. Kemampuan berargumentasi merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran sains khususnya biologi, karena proses pembelajaran biologi memfasilitasi siswa untuk belajar menemukan konsep 1

2 seperti yang dilakukan oleh seorang peneliti (scientist), yaitu dengan menerapkan metode ilmiah. Menurut Demirciglu dan Ucar (2012), melalui proses berargumentasi siswa mempelajari berbagai konsep ilmiah dan memiliki kesempatan untuk melatih keterampilan ilmiah siswa. Menurut McNeil dan Krajcik (2011), dengan beragumentasi siswa berpikir lebih baik dari segi pemahaman tentang konten ilmu pengetahuan. Hakyolu dan Feral (2011) menambahkan bahwa melalui kegiatan berargumentasi, kemampuan berpikir kritis siswa dapat berkembang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Deane dan Song (2014) yang menyatakan bahwa argumentasi memainkan peran penting dalam mengembangkan pola berpikir kritis dan menambah pemahaman yang mendalam terhadap suatu gagasan maupun ide. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa para siswa sangat pandai menghapal, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hapalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, sehingga kemampuan berpikir, bernalar dan berargumentasinya kurang berkembang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya kemampuan berargumentasi siswa. Viyanti (2015) menyatakan bahwa kemampuan berargumentasi siswa masih rendah, siswa sering tidak memberikan argumentasi yang tepat dan bukti yang cukup, serta tidak menguatkan pendapat atau meluruskan bukti untuk mendukung argumentsi mereka. Roshayanti dan Rustaman (2009) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa kualitas argumentasi berdasarkan tes tertulis menunjukkan hanya 10% mahasiswa yang mengembangkan wacana argumentatif, sementara itu dari 10% mahasiswa tersebut hanya 4% yang memiliki struktur argumentasi yang cukup baik. Selain itu, Khusnayain, Abdurrahman, dan Suyatna (2013), menyatakan bahwa rata-rata skill argumentasi siswa masih tergolong rendah. Hasil penelitian lain, McNeill dan Krajcik (2011) menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam membangun argumentasi ilmiah karena mengalami kebingungan dalam menentukan konten argumentasi. Zohar dan

3 Nemet (dalam Chan dan Esther, 2010), menyatakan bahwa lebih dari 80% siswa memberikan argumentasi dengan konsep pengetahuan yang kurang tepat. Kemampuan berargumentasi siswa yang rendah dapat disebabkan karena kegiatan pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berargumentasi, pelaksanaan pembelajaran yang kurang kontekstual, dan belum memfasilitasi siswa untuk berargumentasi. Hal ini didukung dengan temuan hasil observasi lapangan, yang dilakukan di salah satu SMA Negeri di Surakarta dan salah satu SMA Negeri di Sukoharjo menunjukkan bahwa pembelajaran dilaksanakan secara konvensional dengan diskusi ceramah sederhana. Siswa masih cenderung pasif hanya beberapa siswa saja yang bertanya dan mengajukan argumentasinya. Sebagian siswa yang mengajukan argumentasi hanya mampu menyatakan klaim tanpa disertai alasan dan bukti. Pembelajaran dilaksanakan tidak secara kontekstual, padahal materi yang diajarkaan sangat mendukung untuk disampaikan secara kontekstual, sehingga proses pembelajaran belum mendukung dan memfasilitasi siswa untuk berargumentasi. Kemampuan berargumentasi membutuhkan pembiasaan dalam proses pembelajaran agar siswa dapat mencapai kompetensi keilmuan dan mampu menyelesaikan masalah yang ditemukan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, diperlukan kreativitas guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang dapat memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam menyampaikan argumentasi ilmiah mereka dengan benar. Guru perlu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berargumentasi melalui suatu pembelajaran yang mendukung siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Upaya untuk menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan melalui pendekatan yang tepat. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas dan berpengalaman secara langsung mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang dipelajari. Pendekatan kontekstual dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang

4 dikembangkan oleh Piaget. Pandangan konstruktivisme menekankan bahwa belajar bukanlah sekedar menghapal, tetapi proses mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman, sehingga pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa (Sanjaya, 2014). Metode pembelajaran seperti diskusi dan investigasi (penyelidikan) juga akan mendukung peran serta siswa dalam mengembangkan kemampuan berargumentasi di dalam kelas. Menurut Acar (2008), kemampuan berargumentasi dikembangkan melalui kegiatan diskusi yang dilakukan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Melalui diskusi dan melakukan penyelidikan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan perbincangan ilmiah, berargumen dan menyusun kesimpulan untuk pemecahan masalah. Selain itu, diperlukan pula suatu teknik yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran, salah satu teknik yang dapat dikembangkan adalah teknik dalam hal penilaian (assessment). Melalui pendekatan, metode dan teknik dapat dituangkan dalam sebuah model pembelajaran. Model pembelajaran memegang peranan penting karena berkaitan dengan proses timbal balik antara guru dengan siswa serta komponen lain yang terlibat dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang mendukung peran aktif siswa dalam mengembangkan kemampuan berargumentasi adalah model Inquiry Learning. Inkuiri artinya proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kegiatan belajar secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Scott, Tomasek dan Matthews (2010), model pembelajaran inkuiri terdiri dari 6 tahapan, observe and learn stuff (observasi), formulate inquiry question (merumuskan masalah), develop hypothesis (membuat hipotesis), design and conduct investigation (merancang dan melaksanakan percobaan), analyze data

5 (menganalisis data), dan argue (mengkomunikasikan). Melalui proses berinkuiri, siswa akan memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik, serta mampu mengembangkan kemampuan argumentasinya melalui penyelidikan ilmiah. Mc.Neill & Krajcik (2006) menyebutkan bahwa ketika siswa terlibat dalam praktek penyelidikan ilmiah, kemampuan mereka untuk membangun penjelasan atau argumen meningkat. Bricker & Bell (2008) menyatakan keterampilan berargumentasi sangat erat kaitannya dengan pembelajaran inkuiri (belajar bermakna melalui penemuan) yang merupakan ciri khas pembelajaran sains. Joyce, Weil, & Calhoun (2000) menyatakan bahwa inkuiri perlu didesain untuk membelajarkan proses penelitian yang dapat mempengaruhi cara siswa memproses informasi dan mengembangkan komitmen terhadap inkuiri ilmiah. Desain pembelajaran merupakan proses untuk menentukan kondisi belajar (Yaumi, 2013). Menurut Sanjaya (2013), desain pembelajaran adalah pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Tujuan dari sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Desain pembelajaran memperhatikan keterpaduan antara struktur materi, cara dan strategi yang sesuai dengan materi, tujuan atau kompetensi yang ingin dilatihkan kepada siswa, dan bentuk penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan diukur. Berkaitan dalam hal penilaian, sebagian besar guru hanya menilai hasil pekerjaan siswa, baik dalam bentuk produk, observasi performa, maupun sikap siswa. Tetapi hanya sedikit guru yang memberikan umpan balik terhadap pekerjaan siswa. Model pembelajaran yang diterapkan guru akan lebih bermakna jika diikuti dengan model penilaian yang memberikan umpan balik bagi siswa. Model penilaian yang memberikan umpan balik terhadap perkembangan siswa adalah Assessment for Learning (selanjutnya disingkat AfL). Menurut Basuki dan Hariyanto (2014) tujuan dari AfL adalah memberikan umpan balik dari guru maupun siswa terkait kemajuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

6 Umpan balik (feedback) merupakan prinsip yang sangat krusial dalam AfL, oleh karena itu guru harus menyiapkan umpan balik yang efektif pada siswa supaya siswa mengetahui bagaimana memperbaiki belajarnya. DeLuca, Luu, Sun dan Klinger (2012) mengatakan bahwa AfL membantu untuk meningkatkan prestasi, mengembangkan metakognisi dan mendukung termotivasinya pembelajaran dan persepsi diri yang positif. Young (2005) menyebutkan bahwa AfL jika digunakan secara efektif dapat meningkatkan prestasi siswa. Riset-riset sebelumnya menunjukkan bahwa AfL dapat meningkatkan prestasi siswa, namun belum jelas bagaimana pengaruh pelatihan AfL yang rutin terhadap kemampuan berargumentasi siswa apabila dikombinasikan dengan desain pembelajaran khususnya pada materi Plantae. Plantae merupakan materi biologi yang mempelajari tentang tumbuhan, materi Plantae penting diajarkan kepada siswa karena mendasari konsep biologi lainnya terkait dengan tumbuhan. Plantae merupakan salah satu komponen biotik yang penting dalam ekosistem, karena mampu menyuplai oksigen terbesar di bumi yang bermanfaat bagi makhluk hidup untuk bernafas. Terkait dengan nama dan klasifikasinya, Plantae mempunyai banyak nama latin dan lokal yang membutuhkan kekuatan hapalan. Pembelajaran Plantae merupakan pembelajaran yang konkrit namun selama ini pelaksanaannya masih bersifat abstrak. Hal tersebut didukung dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa guru mengajarkan materi Plantae secara abstrak dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi membahas materi Plantae kemudian dilanjutkan dengan presentasi. Pembelajaran dirasa kurang maksimal karena siswa hanya belajar teori secara abstrak tanpa ada objek yang diamati, padahal Plantae mudah ditemukan dan erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena itu materi Plantae perlu didesain khusus untuk dapat melatihkan pemahaman siswa salah satunya dalam hal berargumentasi. Desain pembelajaran Plantae hendaknya dimulai dengan merencanakan sub topik materi apa yang akan diberikan pada tahapan awal pembelajaran, dan bagaimana struktur materi selanjutnya disusun agar siswa dapat memahami dan

7 memiliki ketertarikan pada materi Plantae. Melalui desain pembelajaran Plantae berbasis model inkuiri diharapkan siswa dapat menemukan jawaban dan menyelidiki sendiri permasalahan yang muncul. Melalui kegiatan berinkuiri siswa akan bertanya-tanya mengenai permasalahan yang muncul, dengan bertanya maka akan mengasah kemampuan siswa dalam berargumentasi. Siswa akan dapat menemukan sendiri konsep esensial seperti mendeskripsikan karakteristik dunia tumbuhan, menyusun klasifikasi, menggambarkan siklus hidup dan juga memahami peranan tumbuhan dalam kehidupan. Konsep esensial ini dapat ditemukan sendiri oleh siswa karena materi Plantae erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari bagaimana pengaruh desain pembelajaran Plantae berbasis model inkuiri yang dipadu dengan pelatihan AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa. Oleh karena itu, peneliti mengajukan studi penelitian dengan judul Pengaruh Desain Pembelajaran Plantae Berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap Kemampuan Berargumentasi Siswa SMA B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kegiatan pembelajaran kurang kontekstual 2. Pembelajaran masih berorientasi pada guru, belum memberikan kesempatan pada siswa untuk berargumentasi, 3. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran masih kurang C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut :

8 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian dibatasi pada siswa kelas X SMA Negeri A Surakarta semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 304 siswa. 2. Objek Penelitian Objek penelitian dibatasi pada model pembelajaran inquiry learning dengan sintaks observe and learn stuff, formulate inquiry question, develop hypothesis, design and conduct investigation, analyze data, dan argue (Scott, 2010) dan kemampuan berargumentasi siswa meliputi aspek claim, evidence, dan reasoning (McNeill & Kracik, 2011). 3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL berpengaruh terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA? 2. Bagaimana pengaruh desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA? 4. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA 2. Mengetahui bagaimana pengaruh desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA berikut: 5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

9 1. Bagi siswa a. Meningkatkan kemampuan berargumentasi b. Melatih kemampuan berargumentasinya melalui desain pembelajaran berbasis Inquiry Lerning yang dipadu dengan pemberian Assessment for Learning c. Pengalaman dalam proses belajar yang kondusif dan variatif dalam belajar. 2. Bagi Guru Biologi: a. Menambah wawasan pengetahuan dan kemampuan guru, khususnya yang berkaitan dalam menyusun desain pembelajaran biologi berbasis Inquiry Learning dipadu dengan pemberian Assesment for Learning b. Memberikan alternatif pilihan pembelajaran inovatif melalui penerapan desain pembelajaran berbasis Inquiry Learning dengan Assessment for Learning 3. Bagi Sekolah: a. Inovasi model pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi akademik maupun keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa. b. Masukan untuk pengembangan kurikulum mata pelajaran Biologi khususnya dengan desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA 4. Bagi Peneliti Lain: Bahan kajian dan referensi penelitian sejenis dengan aspek yang lebih luas mengenai desain pembelajaran Plantae berbasis Inquiry Learning dipadu AfL terhadap kemampuan berargumentasi siswa SMA