PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bertujuan untuk mewujudkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

I. PENDAHULUAN. Salah satu penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vektornya adalah Demam

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. H. DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER GRADE II DI BANGSAL MELATI II RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 dan yang terbaru adalah Den-5.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya semakin meluas. DBD disebabkan oleh virus Dengue dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB I PENDAHULUAN juta orang saat ini diseluruh dunia. Serta diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sumber daya manusia yang disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, dan masyarakat yang sejahtera (Bappenas, 2005). Manusia Indonesia yang sehat dapat terwujud apabila mereka hidup dalam lingkungan yang sehat serta dapat mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2003). Salah satu kriteria lingkungan sehat adalah lingkungan yang terbebas dari wabah penyakit menular. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 disebutkan bahwa salah satu program yang dilaksanakan dalam bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (Bappenas, 2004). Penyakit menular yang menjadi prioritas pencegahan dan pemberantasan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 diantaranya adalah malaria, diare, polio, filariasis, kusta, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, pneumonia, dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Demam Berdarah Dengue (DBD) juga termasuk salah satu penyakit menular yang menjadi prioritas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan (Bappenas, 2005). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti atau nyamuk Aedes albopictus. Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini 1

2 ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis (Djunaedi, 2006). Sudah lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami outbreak atau letusan demam dengue dan demam berdarah dengue. Setiap tahunnya terdapat lebih kurang 500.000 kasus yang dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia. Letusan penyakit DBD ini mempunyai dampak terhadap bidang sosial-ekonomi termasuk devisa dari sektor pariwisata. Negara Kuba pada tahun 1981 diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$ 103.000.000 akibat adanya wabah. Sedangkan Thailand diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$ 16.000.000 pada tahun 1987 (Rezeki dan Irawan, 2000). Menurut laporan WHO pada tahun 2000, DBD telah melanda semua negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia, Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Kepulauan Pasifik, Caribbean, Cuba, Venezuela, Brazil, dan Afrika. Di Amerika, pada tahun 2001 dilaporkan terdapat lebih dari 600.000 kasus dengue dan sekitar 15.000 diantaranya adalah kasus DBD. Jumlah kasus ini meningkat 2 kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 1995. Sedangkan di Brazil ditemukan 400.000 kasus dengue dan 670 kasus diantaranya adalah kasus DBD (Djunaedi, 2006). Berdasarkan data dari laporan WHO, antara tahun 1991-1995, insidens akibat infeksi virus dengue di Indonesia menempati peringkat ke-3 diantara negara Vietnam, Thailand, India, Myanmar, Amerika, Kamboja, Malaysia, Singapura, Filipina, Sri Lanka, Laos, dan negara-negara di kepulauan Pasifik, yaitu sebanyak 110.043 kasus. Sedangkan untuk jumlah kematian akibat infeksi virus dengue, Indonesia menempati peringkat pertama yaitu sebanyak 2.861 kematian

3 dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) kasus DBD di Indonesia juga menempati urutan ke-4 dibandingkan dengan negara-negara tersebut, yaitu sebesar 2,6% (Djunaedi, 2006). Antara tahun 1968-1988 angka kematian akibat DBD di Indonesia cenderung menurun (Djunaedi, 2006). Pada tahun 1984, CFR (Case Fatality Rate) DBD menurun secara drastis, yaitu menjadi 3% dari 41,3% pada tahun 1968. CFR relatif stabil di bawah 3% sejak tahun 1991 (Rezeki dan Irawan, 2000). Walaupun CFR relatif menurun, namun insidens DBD cenderung meningkat dengan angka kejadian yang tinggi pada tahun 1998 (Djunaedi, 2006). Pada tahun 1998 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD dengan Incidens Rate (IR) sebesar 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 2%. Pada tahun 1999 terjadi penurunan Incidence Rate sebesar 10,17%. Namun pada tahun-tahun berikutnya Incidens Rate cenderung meningkat yaitu pada tahun 2000 sebesar 15,99 per 100.000 penduduk, tahun 2001 sebesar 21,66 per 100.000 penduduk, tahun 2002 sebesar 19,24 per 100.000 penduduk, dan tahun 2003 sebesar 23,87 per 100.000 penduduk (Wulandari, 2008). Pada tahun 2004, Menteri Kesehatan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk 12 propinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Jambi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTB, dan NTT. Sejak 1 Januari - 9 Maret 2004 di 25 propinsi, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) telah mencapai 29.643 orang dan 408 orang di antaranya meninggal dunia (Pdpersi, 2008) Pada 10 Agustus 2005 Menteri Kesehatan mendapat laporan bahwa penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah berjangkit di 30 propinsi dengan jumlah

4 penderita 38.635 kasus dan 539 kasus meninggal dunia (CFR/Case Fatality Rate 1,4% dan Incidence Rate 17.6%). Angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) tertinggi terjadi di Gorontalo (9,52%) disusul oleh Kalimantan Selatan (6,54%), dan Nangroe Aceh Darussalam (5,56%) (Wulandari, 2008). Tingkat kematian (CFR) DBD di Indonesia melebihi standar yang ditetapkan oleh WHO. WHO telah menetapkan bahwa CFR tidak lebih dari 1/100.000 (Sianturi, 2008). Pada tahun 2005, jumlah kasus DBD tertinggi dilaporkan terjadi di DKI Jakarta sebanyak 10.847 kasus dengan 57 kematian disusul oleh Jawa Timur dengan 6.007 kasus dengan 84 kematian. Angka kesakitan (Incidence Rate) tertinggi terjadi di DKI Jakarta (Incidence Rate 96,4 per 100.000 penduduk) disusul oleh Kalimantan Timur (61,7 per 100.000 penduduk), Sulawesi Utara (45,7 per 100.000 penduduk), Sulawesi Tenggara (35,2 per 100.000 penduduk), dan Bali (34,8 per 100.000 penduduk) (Depkes RI, 2008). Pada tahun 2004 DKI Jakarta dinyatakan sebagai daerah KLB DBD dengan jumlah pasien DBD yang mencapai 20.640 orang dan 90 orang diantaranya meninggal dunia (Gatra, 2008). Propinsi DKI Jakarta dinyatakan kembali sebagai daerah KLB DBD (Demam Berdarah Dengue) pada 2007. Sampai dengan bulan April 2007, kawasan Jakarta Selatan menjadi daerah dengan jumlah pasien tertinggi, yaitu sebanyak 3.696 orang dengan 14 orang meninggal. Jumlah itu diikuti Jakarta Timur dengan 3.066 pasien dan 10 orang meninggal, Jakarta Barat 1.717 orang dengan 7 orang meninggal, Jakarta Utara 1.439 dengan jumlah meninggal sebanyak 7 orang, dan Jakarta Pusat tercatat 1.176 pasien dan 3 orang meninggal (Gatra, 2008).

5 Jakarta Timur sebagai wilayah dengan jumlah kasus DBD tertinggi ke-2 di DKI Jakarta pada tahun 2007, memiliki beberapa kelurahan yang rawan DBD diantaranya yaitu Kelurahan Kramatjati, Cililitan, Cawang, dan Kampung Tengah. Dari keempat kelurahan tersebut terdapat 50 rukun warga (RW) yang rawan DBD. Menurut Cahyono, Seksi Penyakit Menular Sudin Kesmas Jakarta Timur, sebagian besar penderita DBD adalah warga Kelurahan Cawang dan 20 persen dari total penderita DBD adalah anak usia sekolah dasar (5-14 tahun). Kelurahan Cawang rawan DBD karena ditemukan banyak genangan di tempat tersebut dan sering dilanda banjir. Bahkan Cawang telah dinyatakan sebagai wilayah endemis DBD (Pujiastuti, 2008). Meningkatnya jumlah kasus Demam Berdarah Dengue berkaitan erat dengan dengan meningkatnya populasi nyamuk, terutama saat banyak turun hujan. Tingkat curah hujan yang tinggi turut memicu perkembangan populasi nyamuk. Karakter nyamuk Aedes yang menyukai bertelur di genangan air bersih menjadi salah satu faktor pemicu. Nyamuk Aedes biasanya hanya bertelur di bak-bak mandi dimana ada air bersih yang tergenang, namun ketika banyak turun hujan, tempat bersarang mereka bisa berpindah ke tempat-tempat saluran (got) yang airnya telah berganti akibat siraman hujan atau cekungan yang menampung air bersih (Pdpersi, 2008). Sampai saat ini cara penanggulangan yang dilakukan untuk mencegah penyakit DBD masih terbatas pada memberantas nyamuk penularnya karena belum ada vaksin yang dapat mencegah DBD. Selain itu juga belum tersedianya obat yang dapat membasmi virus penyebabnya. Pemberantasan vektor dianggap sebagai cara yang paling memadai untuk memutuskan rantai penularan DBD (Dinkes DKI Jakarta, 2003).

6 Di negara-negara yang sering terjangkit DBD, pemberantasan nyamuk penular DBD dilakukan dengan berbagai macam cara. Di daerah Sarawak, Malaysia pemberantasan sarang nyamuk terutama Aedes albopictus dilakukan dengan cara menguras tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, memotong bambu dan pemisahan kelopak tanaman coklat agar tidak ada air yang terkumpul didalamnya, serta menaburkan temephos pada tangki-tangki penampungan air hujan. Di Thailand, dilakukan perekrutan orang-orang dewasa yang memantau keberadaan jentik pada rumah-rumah yang dikunjungi. Mereka bertugas menyingkirkan tempat-tempat penampungan air yang tidak diperlukan dan menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat yang mengandung larva nyamuk (Curtis, 1991). Di Amerika, pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan memasukkan butiran temephos ke tempat-tempat penampungan air serta melakukan pengasapan di rumah dan di jalan dengan malathion. Selain itu juga dengan cara membuang barang-barang yang sudah tidak diperlukan yang dapat menampung air, menggunakan bunga tiruan untuk rumah dan kuburan agar tidak ada vas bunga yang menjadi tempat perindukan nyamuk, serta adanya sanksi hukum apabila ada pemilik rumah/bangunan yang di rumahnya terdapat jentik nyamuk (Curtis, 1991). Di Singapura, pencegahan penyakit DBD dilakukan dengan cara mengadakan pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang didalamnya memuat pengetahuanpengetahuan untuk memasang kain kasa pada jendela, mengganti air pada vas bunga, menambahkan garam pada perangkap semut, membuang tempat-tempat penampungan air yang sudah tidak berguna, membersihkan selokan agar aliran airnya tidak tersumbat, dan menaburkan temephos pada tempat-tempat yang

7 diperkirakan akan menjadi tempat perindukan nyamuk. Selain itu juga adanya sanksi hukum bagi pemilik rumah/bangunan yang di dalam rumahnya terdapat jentik nyamuk (Curtis, 1991). Dibandingkan dengan negara-negara di wilayah Asia Tenggara, Singapura merupakan negara yang mempunyai salah satu program kesehatan masyarakat terbaik. Angka House Indeks nyamuk Aedes aegypti di Singapura hanya sekitar 1-2% (Angka Bebas Jentiknya sekitar 98-99%). Negara-negara di wilayah Asia Tenggara lainnya, angka House Indeks nyamuk Aedes aegypti masih sekitar 30% bahkan lebih. Selain itu angka kesakitan DBD di Singapura adalah yang paling rendah meskipun kepadatan penduduknya tinggi (4500/km 2 ) sehingga mudah untuk penularan virus (Curtis, 1991). Di Indonesia, pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara memberantas Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3 M, larvasida selektif, memasang ovitrap (perangkap telur nyamuk), memelihara ikan pemakan jentik, serta dengan cara pengasapan atau penyemprotan (fogging) menggunakan insektisida. Walaupun demikian, Angka Bebas Jentik di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan Singapura. Sampai bulan Juni 2005, Angka Bebas Jentik di kota/kabupaten di Indonesia masih sekitar 60-80%, diantaranya yaitu Bogor (70%0, Denpasar (85%), Jakarta (80%), Kendari (65%), Mataram (62%), dan Surabaya (60%). Padahal target Angka Bebas Jentik yang harus dicapai adalah sebesar 95% (Subdirektorat Arbovirosis Ditjen P2M & PL, 2005). Angka Bebas Jentik di Jakarta Timur dari tahun 2005 sampai tahun 2006 cenderung meningkat. Pada tahun 2005 Angka Bebas Jentik Jakarta Timur sebesar 93,03% dan pada tahun 2006 Angka Bebas Jentiknya mencapai 96,63%

8 (Sudinkesmas Kodya Jakarta Timur, 2006). Sejak adanya Surat Edaran Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 46 pada tanggal 4 November 2004 mengenai Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) di Propinsi DKI Jakarta yang diikuti dengan adanya Surat Keputusan Walikotamadya Jakarta Timur, maka setiap hari Jumat mulai pukul 09.00 hingga pukul 09.30 di wilayah Jakarta Timur selalu dilaksanakan kegiatan PSN. Angka Bebas Jentik di wilayah Jakarta Timur pada tahun 2006 yang cenderung meningkat (dari 93,03% pada tahun 2005 menjadi 96,63% pada tahun 2006) dan telah melebihi target Angka Bebas Jentik nasional (95%), maka dapat diasumsikan bahwa potensi penularan DBD di wilayah Jakarta Timur cenderung menurun, sehingga Insidens Rate DBD juga akan menurun. Namun pada kenyataannya, peningkatan Angka Bebas Jentik ini tidak diikuti dengan penurunan Insidens Rate DBD. Insidens Rate DBD dari tahun 2005 sampai tahun 2006 cenderung meningkat. Pada tahun 2005, Insidens Rate DBD Jakarta Timur adalah 282,3 per 100.000 penduduk dan mengalami peningkatan menjadi 344 per 100.000 penduduk pada tahun 2006 (Sudinkesmas Kodya Jakarta Timur, 2006). 1.2. Rumusan Masalah Dari tahun 2005 sampai tahun 2006 di wilayah Jakarta Timur terjadi peningkatan Angka Bebas Jentik yang melebihi target Angka Bebas Jentik Nasional. Namun peningkatan Angka Bebas Jentik ini tidak diikuti dengan penurunan Insidens Rate DBD di wilayah Jakarta Timur. Insidens Rate DBD di wilayah Jakarta Timur dari tahun 2005 sampai tahun 2006 cenderung meningkat. Berdasarkan masalah tersebut perlu diketahui apakah ada hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan

9 Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut orang (umur dan jenis kelamin) di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 2. Bagaimana distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 3. Bagaimana distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut bulan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 4. Bagaimana distribusi Insidens Rate kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 5. Bagaimana distribusi Case Fatality Rate kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 6. Bagaimana distribusi perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) pada masyarakat sekolah di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2008? 7. Bagaimana distribusi Angka Bebas Jentik menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007? 8. Bagaimana hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007?

10 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut orang (umur dan jenis kelamin) di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 2. Mengetahui distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 3. Mengetahui distribusi frekuensi kasus tersangka DBD menurut bulan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 4. Mengetahui distribusi Insidens Rate kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 5. Mengetahui distribusi Case Fatality Rate kasus tersangka DBD menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 6. Mengetahui distribusi perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) pada masyarakat sekolah di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2008. 7. Mengetahui distribusi Angka Bebas Jentik menurut kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. 8. Mengetahui hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007.

11 1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi dalam mengevaluasi dan menyusun langkah-langkah pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bagi pengelola program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2 DBD). 1.5.2. Manfaat Bagi FKM UI Hasil penelitian ini sebagai tambahan referensi dalam mengakaji masalah kesehatan masyarakat khususnya masalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang jumlah kasusnya terus meningkat dari tahun ke tahun. 1.5.3. Manfaat Bagi Penulis Penelitian ini sebagai pembelajaran nyata dan berharga untuk memahami dan mengakaji masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat. 1.6.Ruang Lingkup Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain studi korelasi, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007. Penelitian ini dilakukan melihat adanya Angka Bebas Jentik Kotamadya Jakarta Timur pada tahun 2007 yang sudah sesuai dengan target yang

12 ditentukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta yaitu 95%, namun Insidens Rate DBD terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur dan web site Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Data tersebut diolah dengan MS Excell dan dianalisis dengan SPSS 13.0 for Windows untuk menguji ada tidaknya hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2005-2007.