BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

Yerni Pareang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Yudea Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Sukirno yang dimaksud investasi adalah :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah. Otonomi daerah ditunjukkan dengan delegasi kewenangan pengambilan keputusan dan administrasi pembangunan serta delegasi pembiayaan pembangunan daerah. Sumodiningrat (Yuliati, 2000) menyatakan bahwa, kemampuan suatu daerah dalam membiayai pembangunan sangat tergantung pada kemampuan daerah yang bersangkutan di dalam memanfaatkan potensi alam dan ekonomi serta manajemen keuangan daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai pengertian otonomi daerah dan daerah otonom adalah sebagai berikut : Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah 16

17 satu tujuan negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Sedangkan pengertian desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yaitu : Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebenarnya pembentukan otonomi daerah berawal dari adanya krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Krisis multidimensional ini telah memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi perekonomian dan politik Indonesia. Krisis ini mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Salah satu penyebab krisis ini yaitu sistem manajemen negara dan pemerintahan yang sentralistik, dimana kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sehingga daerah tidak memiliki kewenangan unuk mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Oleh sebab itu, untuk melakukan pemulihan kembali keadaan perekonomian dan politik Indonesia, maka pemerintah pusat mencanangkan suatu kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan yaitu berupa otonomi daerah, yang memberikan wewenang kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntuntan pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan, dan

18 pembangunan kehidupan berpolitik yang jujur, sehingga tujuan negara untuk menyejahterakan rakyat dapat terwujud. Indonesia sebagai Negara Republik dan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi di dalam penyelenggaraan pemerintahannya, memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada setiap daerahnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional tersebut diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Disamping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah (TAP MPR No.XV/MPR/1998). 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Menurut Kuznets (Todaro, 2008), pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan tahun

19 sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan menurut Soekirno (1985), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dihitung melalui indikator PDRB-nya dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan baik apabila tingkat kegiatan ekonomi masa sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu (Todaro, 2008) : 1. Akumulasi Modal, terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. 2. Pertumbuhan Penduduk dan Angkatan Kerja, secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi, karena beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. 3. Kemajuan Teknologi, merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting bagi kebanyakan ekonom terutama teknokrat, karena dapat menemukan cara baru untuk memperbaiki cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional. Dalam mempercepat pembangunan, kebutuhan akan modal bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, jika digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang

20 langsung berhubungan dengan masyarakat dalam menggerakkan perekonomian pada sektor-sektor produktif. Seperti teori pertumbuhan ekonomi dari Adam Smith, melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari 3 (tiga) unsur pokok yaitu sumber-sumber alam yang tersedia, sumber-sumber manusiawi dan stok barang kapital. Ketiga unsur tersebut merupakan modal dasar dalam pembangunan ekonomi, karena sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi masyarakat, dan penduduk harus berperan dalam menggunakan sumber-sumber alam yang tersedia dan harus didukung oleh stok kapital yang ada (Boediono, 1999). Untuk meningkatkan output dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas, melalui penambahan investasi guna memperbaharui teknologi yang digunakan dan/atau investasi guna meningkatkan kemampuan SDM (human capital). Dengan demikian akan meningkat rasio kapital - tenaga kerjanya, sehingga secara konsisten diharapkan akan meningkatkan PDRB (Pancawati, 2000). Dalam era desentralisasi fiskal, adanya kompetisi antar pemerintah dalam memfasilitasi berbagai sektor guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah wajar terjadi. Sebagai contoh adalah dibukanya peluang berinvestasi dengan berbagai kemudahan. Tingginya aktivitas investasi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat (Lin dan Liu, 2000; Saragih, 2003; Bappenas, 2003 ).

21 Salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan investasi adalah dengan mengusahakan keadaan yang kondusif dan menarik bagi berkembangnya industri dalam negeri dan masuknya investasi asing. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 1966 memberikan persyaratan menarik dan telah membuka kemungkinan bagi pertumbuhan sektor industri dengan landasan yang luas (Mc Cawley, 1982). Sejalan dengan semakin meningkatnya investasi baik investasi yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri, diharapkan dapat mampu meningkatkan PDRB suatu daerah dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. 2.2.1 Struktur Ekonomi Struktur ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Pengelolaan SDA dan SDM yang dilakukan melalui pembangunan pada dasarnya adalah suatu upaya perbaikan kondisi perekonomian untuk meningkatkan kekayaan dan kesejahteraan manusia. Bagaimana cara pengelolaan potensi ini dan bagaimana masyarakat dilibatkan pada akhirnya berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Indikator yang seringkali digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi wilayah adalah distribusi persentase sektoral (lapangan usaha). Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor

22 semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Oleh karenanya dengan hanya melihat pertumbuhan suatu sektor akan kurang tepat tanpa memperhatikan peranan sektor tersebut dalam PDRB. Jadi persentase ini dapat dianggap sebagai penimbang apabila ingin melihat pertumbuhan sektoral dengan teliti, disamping untuk menilai sejauh mana tahap industrialisasi yang sudah dijalani oleh wilayah yang diteliti. Fenomena umum dari struktur perekonomian suatu wilayah yang dikemukakan A.G.B Fisher dapat dilihat dengan mengelompokkan struktur perekonomian menjadi 3 (tiga) kelompok. Menurut Clark bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita suatu wilayah maka peranan sektor primer semakin menurun, tetapi sebaliknya peranan sektor sekunder dan tersier semakin meningkat (BPS Kota Bandung, 2010). Pengelompokkan 9 (Sembilan) sektor (lapangan usaha) menjadi tiga kelompok sektor yaitu : 1. Sektor primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam, seperti tanah dan deposit di dalamnya, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian (sektor 1 dan 2). 2. Sektor Sekunder, yaitu yang mengolah bahan baku baik yang berasal dari sektor primer maupun sektor sekunder sendiri, menjadi barang yang lain yang lebih tinggi nilainya. Sektor ini mancakup sektor indusri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, serta sektor konstruksi (sektor 3, 4 dan 5). 3. Sektor Tersier, atau dikenal juga sebagai sektor jasa, yaitu sektor-sektor yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa, yaitu

23 sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasajasa (sektor 6,7,8 dan 9). 2.2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Badan Pusat Statistik (2010), PDRB atau yang lebih dikenal dengan istilah Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Poduk Domestik Reginal Bruto dapat diartikan ke dalam 3 (tiga) pengertian, yaitu : a. Pendekatan Produksi (Production Approach) PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam suatu wilayah atau regional pada suatu waktu tertentu, biasanya 1 (satu) tahun. b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah atau regional pada jangka waktu tertentu (1 tahun). c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) PDRB adalah jumlah semua pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga termasuk lembaga non profit yang melayani rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok (inventori) dan ekspor neto di suatu wilayah.

24 2.2.2.1 Cara Penyajian PDRB PDRB dapat dihitung dalam 2 (dua) cara yaitu atas dasar harga berlaku dan atas harga konstan. a. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB dinilai atas dasar harga berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB. b. PDRB Atas Dasar Harga Konstan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung dengan menggunakan harga pada suatu tahun tertentu (tahun dasar). Karena setiap tahun dinilai dengan harga yang sama, maka perkembangan PDRB dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan disebabkan kenaikan harga. 2.2.2.2 Angka Laju Pertumbuhan PDRB Angka laju pertumbuhan PDRB atau yang disebut juga dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) merupakan besarnya persentase kenaikan PDRB tahun berjalan terhadap PDRB pada tahun sebelumnya. = %

25 Sedangkan PDRB per kapita dapat dihitung dengan cara : = 2.2.2.3 Manfaat Statistik Pendapatan Regional (PDRB) PDRB sebagai indikator ekonomi dapat dimanfaatkan untuk memberikan gambaran situasi ekonomi suatu wilayah, diantaranya : 1. PDRB atas dasar harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar. 2. PDRB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah. 3. PDRB atas dasar harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun. 4. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran yang besar menunjukkan basis perekonomian yang mendominasi wilayah tersebut. 5. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk 6. PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita.

26 2.3 Pendapatan Asli Daerah 2.3.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang dimaksud Pendapatan Daerah dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkuatan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber Pendapatan Daerah adalah sebagai berikut : a. Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah b. Dana Perimbangan c. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Peningkatan pendapatan daerah dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Intensifikasi Intensifikasi merupakan kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek yang tercatat atau terdaftar dalam administrasi

27 DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak. Intensifikasi tersebut dapat dilakukan melalui upaya : Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek oajak dan retribusi daerah. Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna mencari kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi. Mengintensifikasi penerimaan retribusi daerah yang ada. Memperbaiki prasarana dan sarana pemungutan yang belum memadai. b. Ekstensifikasi Ekstensifikasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak (DJP). Ekstensifikasi juga dapat diartikan penggalian sumbersumber penerimaan baru. Penggalian sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Sebab, pada dasarnya tujuan meningkatkan pendapatan daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, upaya ekstensifikasi lebih diarahkan kepada upaya untuk mempertahankan potensi daerah, sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini merupakan unsur yang penting bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah bahwa pembayaran pajak dan retribusi sudah merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara, untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud

28 layanan yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. 2.3.2 Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud dengan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai sumber pendapatan daerah, setiap pajak harus memenuhi asas pemungutan pajak, seperti yang dikemukakan oleh Smith (1981) yaitu : 1. Asas Keadilan (equity), yaitu pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. 2. Asas Kepastian Hukum (certainty), yaitu semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. 3. Asas Kesenangan (convenience of payment), yaitu pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik). 4. Asas Ekonomi (economy), yaitu biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

29 Jenis pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu : 1. Jenis pajak provinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

30 Tabel 2.1 Jenis dan Tarif Pajak Daerah No Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%) 1. Pajak Hotel 10 2. Pajak Restoran 10 3. Pajak Hiburan 35 4. Pajak Reklame 25 5. Pajak Penerangan Jalan 10 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 25 7. Pajak Parkir 30 8. Pajak Air Tanah 20 9. Pajak Sarang Burung Walet 10 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 0,3 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5 Sumber : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Disamping jenis dan objek pajak seperti yang disebutkan diatas, daerah juga diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah (Suparmoko, 2002) : a. Pungutan itu harus bersifat pajak, artinya dapat dipaksakan dan balas jasanya tidak dapat langsung ditunjuk. b. Objek pajak dan besar pajak yang baru tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut

31 dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman dan kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan. Contohnya : pajak atas seluruh komoditi, pajak atas minuman beralkohol. c. Potensi pajak tersebut memadai artinya biaya pemungutannya tidak akan lebih besar daripada penerimaan pajak. d. Pajak baru itu tidak berdampak ekonomi negatif, artinya tidak menyebabkan alokasi faktor produksi yang salah dan menghambat pembangunan. Pajak tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor. e. Pajak dikenakan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan membayar si wajib pajak. f. Pajak yang dikenakan akan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. g. Objek pajak terletak di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Yang dimaksud mobilitas rendah adalah objek pajak sulit dipindahkan, misalnya pajak hotel, pajak restoran. Yang dimaksud dengan melayani masyarakat di wilayah tertentu adalah bahwa beban pajaknya ditanggung oleh masyarakat lokal, misalnya pajak penerangan jalan.

32 2.3.3 Retribusi Daerah Selain pajak daerah, sumber Pendapatan Asli Daerah yang cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya Pendapatan Asli Daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Yang menjadi objek retribusi menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 ialah : 1. Retribusi Jasa Umum, yaitu : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penguburan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus

33 k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang m. Retribusi Pelayanan Pendidikan n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi 2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan d. Retribusi Terminal e. Reribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggarahan/Villa g. Retribusi Rumah Potong Hewan h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyebrangan di Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu : a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c. Retribusi Izin Gangguan d. Retribusi Izin Trayek e. Retribusi Izin Usaha Perikanan

34 Tabel 2.2 Kriteria dalam Penetapan Retribusi No Jenis Retribusi Kriteria 1. Jasa Umum Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yang membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik 2. Jasa Usaha Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu Jasa yang bersangkuatan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah 3. Retribusi Perizinan tersebut termasuk kewenangan

35 Perizinan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam tertentu rangka asas desentralisasi Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan Sumber : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Dalam tata cara penghitungan retribusi, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi. Tingkat penggunaan jasa merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila tingkat penggunaan jasa sulit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat diukur berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus tersebut harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Sedangkan tarif retribusi merupakan nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terhitung. Tarif retribusi dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi.

36 2.3.4 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Menurut Halim (2004), Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah : a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD). b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN). c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta. 2.3.5 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Menurut Halim (2004), Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan yang termasuk kedalam lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah : a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. b. Hasil pemanfaatan atas pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. c. Jasa Giro d. Pendapatan Bunga e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

37 g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. h. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. i. Pendapatan denda pajak dan retribusi. j. Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum. k. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. l. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 2.4 Hipotesis Bertitik tolak pada kajian pustaka diatas, penulis mengambil hipotesis sebagai berikut : Pertumbuhan Ekonomi Daerah mempunyai pengaruh positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).