BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diberi berbagai kelebihan dari mahkluk lainnya, sehingga mereka

ANALISIS PENDAPAT SITI MUSDAH MULIA TENTANG PERNIKAHAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Perkawinan Beda Agama Menurut Agama Islam. Berdasarkan ajaran Islam, deskripsi kehidupan suami-istri yang tentram

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

BAB I PENDAHULUAN. memaparkan bahwa dalam Al-Qur an, perkawinan itu disebut mitsaq

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang sejak dahulu sampai sekarang tetap menjadi

BAB III ANALISIS. Pada dasarnya hukum islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV ANALISIS FATWA MUI NOMOR: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 DAN PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PNDAHULUAN. Perpustakaan 2013), h Line) tersedia di blogspot. com/2012/12/pengertianimplementasi-menurut-para.

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berlainan jenis antara laki-laki dan perempuan serta menjadikan hidup

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain yang bergantung hidup kepadanya. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap batal. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14), rukun

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. 1 Pernikahan adalah

PERNYATAAN KEASLIAN. Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, saya:

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

SKRIPSI STUDI ANALISIS HUKUM PERKAWINAN ISLAM MENGENAI HUKUM AKAD NIKAH MELALUI TELEPON

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Adanya suatu perkawinan, dapat diartikan sebagai suatu lembaga, dan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. dari perkembangan dewasa muda (Hurlock, 1990). Mereka menginginkan agar

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB III PANDANGAN DAN METODE IJTIHAD HUKUM JILTERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA. A. Pandangan JIL terhadap Perkawinan Beda Agama

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

ZIAT NIM JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

BAB II TINJAUAN UMUM MAQASHID AL-SYARIAH DALAM HUKUM PERKAWINAN. Maqashid Syariah adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

UMMI> DALAM AL-QUR AN

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut. 33 Oleh karena itu,

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dalammenjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini, pergaulan manusia tidak dapat dibatasi hanya dalam suatu lingkungan masyarakat yang lingkupnya kecil dan sempit, seperti pembatasan golongan, suku, ras dan agama. Namun hubungan antar manusia telah berkembang begitu pesatnya, sehingga menembus dinding-dinding yang sebelumnya menjadi pemisah bagi kelangsungan hubungan mereka. Adakalanya apa yang terjadi di lingkungan masyarakat belum sepenuhnya diatur secara tegas oleh perangkat peraturanperaturan yang sudah ada. Semakin luas dan terbukanya hubungan antar manusia tersebut mempunyai dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, salah

satu dampak tersebut adalah masalah perkawinan, yakni sering terjadi perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, perkawinan antara pria yang beragama Islam dengan wanita yang beragama Kristen atau sebaliknya seorang pria yang beragama Kristen dengan wanita yang beragama Islam. Masalah perkawinan beda agama bukan merupakan masalah yang mudah untuk dipecahkan begitu saja, karena permasalahan agama dan permasalahan perkawinan adalah masalah yang tidak bisa dipisah-pisahkan begitu saja. Hal ini dikarenakan persoalan perkawinan telah diatur hukumnya oleh masing-masing agama, setiap agama mempunyai aturan yang berbeda mengenai persoalan perkawinan. Perkawinan beda agama di Indonesia dalam kenyataanya sudah sering terjadi, terutama pada masyarakat perkotaan yang heterogen. Permasalahan yang timbul dari perkawinan beda agama ini adalah belum diatur secara tegas mengenai dapat atau tidaknya perkawinan beda agama dilaksanakan. Hal ini akan menimbulkan keraguan bagi pasangan yang akan melaksanakan perkawinan beda agama. Disamping itu perkawinan beda agama memicu timbulnya permasalahan di bidang sosial maupun di bidang hukum. Di dalam Undang-undang perkawinan sendiri tidak diatur tentang perkawinan beda agama. Ketentuan secara tegas dilarang atau tidak dilarangnya perkawinan beda agama, tidak dapat ditemukan dalam Undang-undang

Perkawinan dan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksananya. Dengan tidak adanya ketegasan perkawinan beda agama dalam aturan-aturan perkawinan di Indonesia, di mana aturan-aturan perkawinan masih menyerahkan sepenuhnya persoalan perkawinan kepada agama, maka parkawinan mutlak dilakukan menurut agamanya masing-masing. Tidak adanya perkawinan yang dilangsungkan di luar hukum agama dan kepercayaannya, maka aturan-aturan perkawinan dari agama berlaku untuk setiap pelaksanaan perkawinan. Jadi bagi orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar hukum agamanya sendiri, demikian juga bagi orang Kristen, dan bagi orang Hindu atau Hindu-Budha seperti yang dijumpai di Indonesia. Apabila ditinjau dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang pada intinya memberi suatu pengertian bahwa tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, maka suatu perkawinan mutlak harus dilakukan menurut agama dan kepercayaan dari yang bersangkutan dan apabila tidak demikian maka perkawinan menjadi tidak sah. Tidak adanya perkawinan yang dilangsungkan diluar hukum agama dan kepercayaannya maka aturan-aturan perkawinan dari agama berlaku untuk setiap pelaksanaan perkawinan. Jadi bagi orang Islam tidak ada kemungkinan untuk kawin dengan melanggar hukum agamanya sendiri, demikian juga bagi orang Kristen, dan bagi orang Hindu atau Hindu-Budha seperti yang dijumpai di Indonesia. Mengingat perkawinan beda agama, para ulama berbeda pendapat dalam menetapi hukumnya. Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia yang dikeluarkan

pada tahun 2005 tentang masalah perkawinan beda agama, bentuk-bentuk perkawinan di atas adalah haram. Fatwa yang dikeluarkan ini mempunyai kesimpulan hukum bahwa wanita muslim diharamkan menikah dengan laki-laki non muslim atau laki-laki muslim diharamkan menikah dengan wanita ahlul kitab. Dengan fatwa ini maka perlu diadakan kajian lebih mendalam mengenai Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tersebut. Tetapi hal tersebut berbeda dengan M Quraish Shihab membolehkan perkawinan antara pria muslim dengan wanita non muslim (Ahl al-kitab). Kebolehan ini menurutnya adalah sebagai jalan keluar kebutuhan mendesak ketika itu, dimana kaum muslim sering bepergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, dan sekaligus juga untuk tujuan dakwah. Selain itu, kebolehan itu adalah bentuk toleransi Islam kepada agama dalam bentuk perkawinan, karena pria muslim mengakui kenabian Isa yang dituhankan oleh Ahl al-kitab. 1 Walaupun membolehkan, tetapi tetap ada kekhawatiran dalam dirinya terhadap keberlangsungan dari perkawinan ini. Quraish Shihab menyebutkan bahwa jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya dan bahkan tingkat pendidikan pun tidak jarang menimbulkan kesalah pahaman, ketidak harmonisan dan kegagalan perkawinan. 2 Kalau ini kemudian terjadi, tentunya tidak sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, yaitu menciptakan keluarga yang sakinah. 1 Pria muslim dibolehkan kawin dengan wanita Ahl al-kitab adalah karena pria muslim mengakui kenabian 'Uzair as dan Isa as, oleh sebab itu toleransinya besar terhadap agama istrinya yang Ahl al-kitab. Sebaliknya, wanita muslim tidak boleh kawin dengan pria Ahl al-kitab maupun musyrik karena mereka (orang-orang musyrik dan Ahl al-kitab) tidak mengakui kenabian Muhammad saw. Oleh karena mereka tidak mengakui kenabian Muhammad saw, maka toleransi mereka terhadap Islam kurang atau bahkan tidak ada sama sekali. 2 Quraish Shihab, Tafsir al-mishbah Pesan, Kesan dan Keselarasan al Qur'an (Jakarta: Lentera Hati 2002).

Mengingat kondisi yang demikian, maka terasa masih relevan membicarakan perkawinan antar agama, karena perkawinan merupakan sesuatu yang penting. Selain itu, masih banyak orang yang belum memahaminya secara tepat, terutama di kalangan generasi muda. Di sinilah letak pentingnya mengkaji Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 dan pendapat M Quraish tentang perkawinan beda agama. Oleh karena itu dalam skripsi ini diberikan suatu analisa penting tentang integritas hukum Islam dan hukum positif Indonesia, yang menurut sebagian orang masih dianggap suatu hal yang berbeda. Dengan sebuah teori ushul fiqh. Penulis mencoba menganalisa dengan mencari persamaan dan perbedaan antara fatwa MUI dan pemikiran Quraish Shihab. Dan dalam skripsi ini pula dijelaskan secara lugas tentang urgensitas konsep dan teori ushul fiqh dalam rangka mengembangkan dan menciptakan hukum Islam yang pluralis, selektif dan akomodatif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa persamaan dan perbedaan fatwa mui nomor: 4/munas vii/mui/8/2005 dan pemikiran M. Quraish Shihab tentang perkawinan beda agama? 2. Bagaimana metode istinbath hukum fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 dan M Quraish Shihab tentang perkawinan beda agama? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan fatwa mui nomor: 4/munas vii/mui/8/2005 dan pemikiran M. Quraish Shihab tentang perkawinan beda agama. 2. Untuk menjelaskan metode istinbath hukum yang digunakan oleh fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 dan pemikiran M. Quraish Shihab dalam menanggapi perkawinan beda agama. D. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian tentang perkawinan beda agama, penulis menemukan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian yang dimaksud antara lain : 1. Skripsi yang disusun oleh Arifin (Nim. 2199096 IAIN Jurusan Ahwal Syahsiyah Fakultas Syari ah Iain Wali Songo Semarang) berjudul: Studi Analisis Pendapat Al-Syafi'i Tentang Perkawinan Antar Agama. Dengan rumusan masalah Bagaimana pendapat Al-Syafi'i tentang perkawinan antar agama? Dan Bagaimana metode istinbath hukum Al-Syafi'i tentang perkawinan antar agama? Sedangkan metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang tidak menggunakan angka-angka statistik, melainkan dalam bentuk kata-kata. Di samping itu penelitian ini hanya menggunakan penelitian kepustakaan (Library research). Yang dimaksud dengan penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menggunakan data-data dari buku sebagai sumber kajian. Dalam skripsinya dijelaskan bahwa pada intinya Imam Al-syafi'i Laki-Laki muslim tidak boleh menikah dengan

wanita non muslim kecuali dengan wanita non muslim yang berasal dari ahli kitab. Menurut al-syafi'i yang dimaksud dengan ahli kitab tersebut adalah keturunan Bani Israil atau orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Taurat pada masa Nabi Musa dan orang-orang yang berpegang teguh pada kitab Injil pada masa Nabi Isa. 2. Skripsi yang disusun oleh Zakiyah Alatas (Nim 005255 Universitas Diponegoro Semarang) berjudul Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Kabupaten Semarang. Dengan rumusan masalah Bagaimana sahnya perkawinan beda agama ditinjau dari Undang- UndangNo. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?, Bagaimanakah prosedur perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang?, dan Upaya hukum apa yang bisa dilakukan oleh calon pasangan perkawinan beda agama, apabila kantor catatan sipil menolak pencatatannya?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu data yang diperoleh dengan berpedoman pada segi yuridis dan berpedoman pada segi empiris yang dipergunakan sebagai alat bantu. Dalam skripsinya mempunyai kesimpulan bahwa Pelaksanaan perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang, dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang, untuk melangsungkan penikahan beda agama dan pencatatannya, mengenai proses perijinan dan pencatatan perkawinan beda agama, disertai dengan

penetapan pengadilan mengenai dapat dilangsungkannya perkawinan beda agama. Dengan demikian maka, pelaksanaan perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang, dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang, untuk melangsungkan penikahan beda agama dan pencatatannya. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis dalam rangka memperluas pengetahuan pendidikan dimasyakarat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang tepat terhadap pemikiran Quraish shihab dan fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama dan kemudian pendapatpendapatnya tentang perkawinan beda agama, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan. 2. Dapat dijadikan bahan untuk studi dalam bidang hukum Islam terutama yang menyangkut perkawinan beda agama. F. Metode Penelitian Peneltian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha penelitian dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah 3. 3 Sutrisno Hadi, dan Andi Offset Metode Research I, (Yogyakarta: 1989), 4.

1. Jenis penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka atau literature yaitu suatu data yang diperoleh dari buku-buku atau bahan pustaka yang ada hubungan dengan permasalahan yang dipilih serta menghindari terjadinya duplikasi yang tidak diinginkan dengan mengarahkan pada konsep dan data yang ada. 4 2. Sumber Data Penelitian ini adalah peneliti normatif, maka bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder maka bahan pustaka berdiri dari : 1. Bahan atau sumber data primer yakni bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru atau muktahir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide). 5 Dalam hal ini sumber data primer yang penulis gunakan adalah dokumen-dokumen fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 dan pemikiran Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah tentang perkawinan beda agama. 2. Bahan sekunder yakni bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer, yaitu buku-buku lain yang berisi tentang perkawinan beda agama dalam hukum Islam misalnya usul fikih, buku masail fiqhiyyah dan lain-lain. 4 Moh, Nazir, Metode Penelitian (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1998), 111. 5 Soerjono soekanto dan sri mamunji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta : PT. Raja Granfindo Parsada, 2004), 23-24.

3. Metode Dan Pengumpulan Analisis Data Analisis data dapat didefenisikan sebagai penalaah, pengurutan dan pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja dan mengangkatnya menjadi kesimpulan atau teori sebagai temuan penelitian. 6 Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data mentah yang telah dikumpulkan perlu dipecah-pecah dalam kelompok, diadakan katagori untuk dilakukan menipulasi serta dikemas sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah. 7 Metode yang dipakai untuk menganalisis data adalah metode Diskriptif Komparatif. Dalam penelitian ini diskriptif komparatif digunakan untuk membandingkan satu objek dengan objek-variabel lain yang setatusnya sama yakni mengkaji perkawinan beda agama antara fatwa MUI dan pemikiran Quraish Shihab, sehingga terdapat kesimpulan yang jelas mengenai persamaan dan perbedaan objek-variabel dari kedua hukum tersebut. G. Sistematika Pembahasan Agar penulisan penelitian ini lebih terarah dan mudah ditelaah, maka sistematika pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Adapun bab-bab tersebut adalah sebagai berikut: 6 Muhammad Thaleh Hasan, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Malang,: Visipres, 2002), 174. 7 Moh Nazir, Op Cit, 405.

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu, mamfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini menjadi penting karena merupakan gerbang untuk memahami bab-bab selanjutnya. Bab kedua membahas tentang sekilas tentang perkawinan beda agama yang meliputi kajian tentang pengertian nikah beda agama dan dasar hukumnya, pendapat para ulama, undang-undang, serta KHI tentang perkawinan beda agama Bab ketiga menjelaskan dan memaparkan tentang fatwa MUI dan pemikiran M Quraish Shihab yang meliputi: Perbedaan Ahl al-kitab dan musyrik, Biografi, pendidikan dan gambaran umum MUI dan M Quraish Shihab, fatwa yang dipakai oleh keduanya. Serta pandangan keduanya tersebut tentang status perkawinan beda agama, beserta dalil-dalil yang digunakan oleh keduanya. Bab Keempat merupakan jawaban dari rumusan masalah, yang berisi analisis penulis terhadap. Analisis terhadap fatwa MUI dan pemikiran M Quraish Shihab terhadap status perkawinan beda agama serta persamaan dan perbedaan keduanya dalam menentukan status perkawinan beda agama. Bab kelima yakni penutup yang meliputi kesimpulan, saran, dan lampiranlampiran.