KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL MENGGUNAKAN MASALAH OPEN ENDED Mukhammad Nastahwid 1), Edy Bambang Irawan 2), Hery Susanto 3) 1,2,3) Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Malang 1) SMP Ar Rohmah Dau Malang, Provinsi Jawa Timur E-mail: nastahwidm@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah tingkat menengah melalui pemberian masalah open ended. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalaman bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah tingkat menegah masih rendah. Oleh sebab itu, perlu pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, salah satunya adalah pembelajaran dengan menggunakan masalah open ended. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data yang dikumpulkan berupa data verbal, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini adalah dua orang siswa kelas VIII yang mampu berkomunikasi dengan baik, dan telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui pembelajaran matematika berbasis masalah open ended, dapat mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa, sehingga akan terlihat bagaimana siswa berkomunikasi dengan baik dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Kata kunci: komunikasi matematis, masalah open ended PENDAHULUAN Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk memberitahu baik langsung, maupun tak langsung. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (Permen Nomor 23 Tahun 2006). Standar isi pada Kurikulum 13 (K13) menyebutkan bahwa, materi yang dijarkan ditekankan pada kompetensi berbahasa sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan dan pengetahuan, sehingga siswa dapat memiliki kemampuanmengomunikasikan gagasanmatematika dengan jelas. Menurut Brenner (1998) dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain, baik oleh teman ataupun guru. Forrest (2008) menyatakan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis, sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Terkait dengan komunikasi matematis, NCTM (2000: 60) menyebutkan bahwa standar kemampuan komunikasi yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut. 1. Mengorganisasi dan menggabungkan pemikiran matematis dan mengomunikasikan kepada siswa lain (kode CM1). Siswa harus dapat menyusun dan menggabungkan pemikiran matematis dan mengomunikasikannya kepada orang lain. Dalam hal ini siswa dapat berkelompok secara berpasangan untuk dapat memahami dan isi dan makna serta apa saja yang diketahui dari soal yang ada. 614
2. Mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada teman, guru, dan orang lain (kode CM2). Siswa mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas sehingga dapat memilih strategi pemecahannya, misal mengubah soal cerita tersebut ke dalam kalimat matematika. 3. Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategi yang dipakai orang lain (kode CM3). Siswa membandingkan serta menganalisis strategi yang digunakan oleh orang lain supaya dapat mengetahuicara lain untuk mendapatkansolusi permasalahan tersebut. 4. Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar (kode CM4). Siswa menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Komunikasi menjadi bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika.sehingga siswa harus dapat berpikir secara matematis dalam belajar matematika. Hal ini didukung oleh pernyataan Stacey (2007) serta Isoda dan Katagiri (2012) bahwa berpikir matematis merupakan tujuan penting dari pendidikan dan sebagai aspek penting dalam belajar matematika. Pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian rupa sehingga lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi mereka dalam menggunakan ekspresi matematis (Takahashi, 2006). Rendahnya kemampuan komunikasi matematis ditunjukkan dalam penelitian Rohaeti (dalam Fachrurazi 2011) yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang. Demikian juga Purniati (dalam Fachrurazi 2011) menyebutkan bahwa respons siswa terhadap soal-soal komunikasi matematis umumnya kurang. Hal ini dikarenakan soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematis masih merupakan hal-hal yang baru, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Siswa akan menjadi lebih kompeten dalam memahami konsep-konsep matematika dengan menggunakan masalah open ended. Hal ini didukung oleh Takahashi (2006), yang menyatakan bahwa masalah open ended adalah masalah atau soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. Sedangkan menurut Nohda (2008), salah satu tujuan pemberian masalah open ended dalam pembelajaran matematika adalah mendorong aktivitas kreatif siswa dalam berpikir untuk dapat memecahkan suatu masalah. Dari kajian yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa komunikasi matematis merupakan kompetensi penting yang harus dikembangkan pada siswa. Pembelajaran selama ini belum memberikan perhatian terhadap pengembangan kompentensi ini. Untuk itu, perlu dipikirkan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa, dan memberikan ruang bagi siswa untuk berlatih mengomunikasikan matematika dan berkomunikasi secara matematis dengan baik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan komunikasi siswa dalam menyelesaikan masalah open ended. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara teoritis tentang komunikasi matematis dan memuat kajian tentang pendekatan pembelajaran matematika dengan memberikan masalah open ended pada siswa sebagai pendekatan pembelajaran yang diduga kuat dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan kemampuan komunikasi matematis. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini lebih menekankan kepada proses daripada hasil, yaitu dengan menekankan pada kegiatan mengumpulkan informasi dan mendeskripsikan proses berpikir subjek penelitian dalam menyelesaikan permasalahan pada materi Sitem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas VIII SMP. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data verbal, maka jenis penelitian yang paling sesuai adalah penelitian kualitatif deskriptif (Castellan, 2010). Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah analisis data (membuat soal sebanyak 2 615
butir soal yang merupakan masalah open ended, melakukan tes tulis, dan menganalisis lembar jawaban siswa) dan wawancara (digunakan jika dalam menyelesaikan tes uraian peneliti kurang mendapatkan informasi dari hasil jawaban siswa, wawancara dilakukan secara terbuka tidak terstruktur dan merekam hasil tanya jawab antar peneliti dengan subyek kemudian mencatat hal-hal yang penting). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Ar Rohmah Dau Malang kelas VIII pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Pemilihan subjek penelitian ini menggunakan teknik pemilihan sampel bertujuan (purposive sample) serta didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: (1) siswa kelas VIII yang mampu berkomunikasi dengan baik, (2) telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, dan (3) berdasarkan rekomendasi guru bidang studi matematika. Jumlah subjek penelitian adalah dua orang siswa. Kemampuan komunikasi dalam berpikir matematis siswa dalam penelitian ini dapat diketahui melalui: a) Menganalisis dan menginterpretasikan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah, b) Melakukan wawancara setelah sebelumnya diminta untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Siswa tersebut akan diminta menjelaskan atau memberikan klasifikasi mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang telah diberikan sebelumnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Komunikasi Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Salah satu masalah yang dapat dideskripsikan komunikasinya pada materi persamaan linear dua variabel ini adalah mencari nilai variabel persamaan linear dua variabel dalam konteks nyata/kehidupan sehari-hari. Kemudian membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah nyata yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel. Sesuai dengan penjelasan di atas, masalah persamaan linear dua variabel yang bisa diberikan kepada siswa yang terkait dengan komunikasi adalah sebagai berikut. Masalah 1 Suatu konser music menyediakan dua macam tiket untuk penonton. Harga satu tiket kelas VIP Rp. 400.000,- dan harga satu tiket kelas regular Rp. 200.000,-. Jika jumlah penonton 1000 orang, dan hasil penjualan tiket seluruhnya Rp. 280.000.000,-. Dapatkah kalian menghitung banyaknya masing-masing jenis tiket yang terjual? (Diadopsi dari Cholik &Sugijono, 2013:1) Berdasarkan standar komunikasi dari NCTM (2000), masalah satu apabila dikaji maka masalah tersebut sudah memuat keempat standar. (CM1): Siswa harus dapat menyusun dan menggabungkan pemikiran matematis dan mengomunikasikannya kepada orang lain. Dalam hal ini siswa dapat berkelompok secara berpasangan untuk dapat memahami dan isi dan makna serta apa saja yang diketahui dari soal yang ada. (CM2): Siswa mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas sehingga dapat memilih strategi pemecahannya, misal mengubah soal cerita tersebut ke dalam kalimat matematika. (CM3): Kemudian siswa menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategi yang dipakai orang lain, yaitu siswa membandingkan analisis serta strategi yang digunakan supaya dapat menemukan solusi permasalahan tersebut. (CM4): Selanjutnya siswa menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Berikut uraian yang dari masing-masing standar. a. CM1 Siswa mengenali bahwa untuk menemukan banyaknya tiket yang terjual, maka siswa menyusun data-data yang di ketahui dari soal. 616
Gambar 1. Menunjukkan salah satu penulisan data soal (S1) b. CM2 Siswa menuliskan data-data yang diketahui tersebut, dan membentuknya menjadi kalimat matematika. Sehingga nantinya bisa diselesaikan menggunakan strategi-strategi yang sudah dimiliki siswa. Dari masalah tersebut akan mudah diselesaikan jika siswa mengumpulkan beberapa data untuk menyederhanakan permasalahan tersebut, seperti memisalkan tiket reguler sebagai x, dan memisalkan tiket VIP sebagai y. Sehingga siswa dapat membentuk persamaan sebagai berikut: Gambar 2. Menunjukkan salah satu penulisan strategi siswa (S1) Dari dua persamaan siswa akan dapat memilih strategi penyelesaiannya, yaitu grafik, substitusi, atau eliminasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mahmudi (2009), yang menyatakan bahwa beragam strategi dapat menstimulasikemampuan berpikir fleksibel siswa dalam mengkomunikasikan ideide matematika. Sedangkan kemampuan berpikir fleksibel merupakan salah satu aspek berpikir kreatif. a. CM3 Untuk memudahkan menentukan banyaknya masing-masing tiket yang terjual, maka siswa dapat menentukan nilai dari x dan y masing-masing. Salah satu hasil pekerjaan siswa antara lain: Siswa menggunakan strategi eliminasi dan substitusi, sehingga persamaannya dapat ditulis menjadi: Gambar 3. Menunjukkan salah satu penulisan strategi siswa (S1) 617
Siswa harus menganalisis jawaban tersebut untuk memastikan bahwa jawaban yang diperoleh adalah jawaban yang benar. Analisis tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 4. Menunjukkan salah satu penulisan strategi siswa (S1) Karena siswa sudah mendapatkan jawaban yang benar, maka siswa dapat menyimpulkan banyaknya masing-masing jenis tiket yang terjual. Untuk tiket VIP terjual 400 tiket, dan untuk tiket regular terjual 600 tiket. b. CM4 Sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa siswa sudah menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar, yaitu membuat pemisalan dari masing-masing data yang telah diketahui pada soal seperti memisalkan tiket reguler sebagai x, dan memisalkan tiket VIP sebagai y. Hal ini didukung dengan pendapat Walk, Congress,& Bansho (2010), bahwa salah satu ciri komunikasi dalam matematika adalah siswa dapat mengekspresikan ide matematikanya melalui lisan dan tulisan, sehingga dapat membantu siswa untuk membangun ide matematika mereka secara tepat dan sesuai. Masalah selanjutnya lebih kompleks dari pada masalah sebelumnya. Masalah 2 Terdapat Tiga ekor ayam (Besar, Sedang, dan Kecil) ditimbang. Jika ayam yang Besar dan ayam yang Kecil ditimbang, beratnya 2,6 kg. Jika ayam yang Besar dan ayam yang yang Sedang ditimbang beratnya 3 kg. sedangkan jika ayam yang Sedang dan ayam yang Kecil ditimbang beratnya adalah 2 kg. Tentukan berat ketiga ayam seluruhnya? (Diadopsi dari Susanto, 2006:27) Sama halnya dengan masalah 1, dalam masalah dua apabila dikaji berdasarkan standar komunikasi dari NCTM (2000), maka masalah tersebut sudah memuat keempat standar. Berikut uraian yang lebih detail dari masing-masing standar. c. CM1 Siswa mengenali bahwa untuk menemukan berat ketiga ayam, maka siswa menyusun data-data yang di ketahui dari soal. Gambar 4. menunjukkan salah satu penulisan data soal (S1) 618
d. CM2 Untuk mengetahui siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematikanya, siswa dapat menuliskan data-data yang diketahui dari soal, sehingga siswa dapat menentukan strategi penyelesaiannya. Sebagai contoh penulisan data yang dilakukan siswa adalah seperti berikut ini. Gambar 5. Menunjukkan salah satu penulisan strategi siswa (S2) Apabila siswa sudah dapat menuliskan data dari masalah tersebut seperti pada gambar 1.a dan 1.b maka artinya siswa memahami maksud dari masalah tersebut. Siswa akan lebih memahami maksud dari masalah tersebut ketika siswa menentukan strategi yang akan digunakan. Siswa akan memikirkan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan untuk menentukan berat dari ketiga ayam tersebut. Sebagaimana pada gambar-gambar berikut ini. Gambar 6. Salah satu strategi yang dilakukan siswa (S1) Gambar 7. Salah satu strategi yang dilakukan siswa (S2) Apabila siswa telah menentukan stretegi yang digunakan dan menuliskannya menjadi kalimat matematika, maka siswa telah mampu memahami maksud dari suatu permasalahan. e. CM3 Apabila siswa mampu menemukan berat ketiga ayam tersebut, maka langkah selanjutnya 619
adalah siswa harus dapat menganalisis dan mengevaluasi strategi dan hasil jawaban yang diperoleh siswa. Sebagai ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 8. Analisis dan evaluasi yang dilakukan siswa (S1) Karena siswa sudah mampu menganalisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya. Sehingga siswa dapat menyimpulkan jawaban yang benar, yaitu berat ayam keseluruhan adalah 3,8 kg. f. CM4 Pada CM4 ini, sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa siswa sudah menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar, yaitu membuat pemisalan dari masing-masing data yang telah diketahui pada soal seperti memisalkan ayam besar sebagai b, ayam sedang sebagai s, dan ayam kecil sebagai k. Pada pelaksanaan tes soal open-ended, hal yang dianalisis peneliti yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa. Dari jawaban siswa terlihat siswa telah memenuhi standar komunikasi dari NCTM (2000). Seperti jawaban yang ditunjukkan oleh S1 dan S2, hal ini terlihat pada masalah 1 bahwa siswa sudah menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar, yaitu membuat pemisalan dari masingmasing data yang telah diketahui pada soal seperti memisalkan tiket reguler sebagai x, dan memisalkan tiket VIP sebagai y. Begitu juga pada masalah 2, siswa sudah menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar, yaitu membuat pemisalan dari masingmasing data yang telah diketahui pada soal seperti memisalkan ayam besar sebagai b, ayam sedang sebagai s, dan ayam kecil sebagai k. Langkah awal yang S1 dan S2 lakukan adalah mengekspresikan ide-ide matematika mereka, siswa menuliskan data-data yang diketahui dari soal, sehingga siswa dapat menentukan strategi penyelesaiannya. Selanjutnya setelah dilakukan penghitungan dan diperoleh hasil yang benar. Terlihat komunikasi yang timbul, mereka dapat menuangkan ide-ide untuk menjawab soal. Hal ini disebabkan karena peneliti tidak menuntut harus menggunakan cara tertentu dalam menyelesaikan masalaha. S1 dan S2 diberi kebebasan dalam menentukan cara yang mereka pergunakan sesuai dengan konsep yang sudah mereka miliki. Meskipun diberi kebebasan dalam menjawab soal tetapi siswa bisa menjawab secara terstruktur dan nampak sekali aktifitas yang dilakukan siswa untuk mendapatkan jawabannya. Terlihat jelas bahwa siswa sangat tertarik dan tertantang untuk menjawab soal-soal yang sebelumnya belum pernah mereka kerjakan. Dari jawaban-jawaban siswa terlihat ide-ide kreatif yang timbul sehingga membuat mereka dapat menunjukkan komunikasi matematisnya dan tertantang untuk menjawab soal-soal dengan tidak hanya terpaku hanya dengan satu cara saja dan tidak hanya terpaku dengan rumus pada kompetensi dasar yang sedang dipelajari saat itu. Pembelajaran matematika perlu dirancang sedemikian sehingga dapat menstimulasi siswa untuk berkomunikasi dengan baik. Fachrurazi (2011) menyatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah (open-ended) dibandingkan dengan pembelajaran biasa, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. 620
Proses komunikasi yang baik ini diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk meningkatkan proses berpikir siswa dalam mengembangkan berbagai ide-ide matematika atau membangun pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan pendapatwalk, Congress, & Bansho (2010), bahwa melalui komunikasi dalam matematika siswa dapat mengekspresikan ide matematikanya melalui lisan dan tulisan, sehingga dapat membantu siswa untuk membangun ide matematika mereka secara tepat dan sesuai untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Penggunaan masalah open-ended menjadi sangat relevan dalam pembelajaran matematika, dengan maksud untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, sekaligus menstimulasi siswa untuk meningkatkan kreatifitas proses berpikirnya sehingga dapat mengembangkan ide-ide matematikanya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Stein, Smith, Henningsen, & Silver (2000) bahwa pemberian masalah Open-ended dapat membangun pengetahuan siswa untuk berpikir secara kolaboratif dan dapat membangun ide matematika dengan siswa yang lain. Fachrurazi (2011) juga menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan komunikasi matematis siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui pemberian masalah open ended dapat menstimulasi siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya, sekaligus merangsang siswa untuk meningkatkan kreatifitas proses berpikirnya sehingga dapat mengembangkan ide-ide matematikanya. Proses komunikasi yang baik berpotensi dalam memicu siswa untuk mengembangkan ide-ide dan membangun pengetahuan matematikanya. Hal demikian akan terjadi dalam pembelajaran matematika yang memanfaatkan masalah open ended. Secara singkat dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang memanfaatkan masalahopen ended dan dirancang dengan baik dapat mendorong siswa memahami materi matematika dengan baik. Siswa masih belum sepenuhnya mengeksplorasi pengetahuan dan terlibat dengan masalah open ended, terdapat siswa yang belum dapat mengaitkan pengalaman mereka dengan beberapa materi sebelumnya dalam menyelesaikan masalah. DAFTAR RUJUKAN Brenner, M. E. 1998. Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups By Language Minority Students. Santa Barbara: University of California. Cholik, A & Sugijono. 2013. Matematika untuk SMP/MTs Kelas VIII Semester 2. Jakarta: Erlangga. Castellan, C. M. 2010. Quantitative and Qualitative Research: A View for Clarity. International Journal of Education. Vol. 2, No. 2, 1-14. Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikaasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar. No.1, 76-89. Forrest, D. B. 2008. Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers Talk.The Mathematics Educator. Vol. 18, No. 2, 23 32. Isoda, M., & Katagiri, S. 2012. Mathematical Thinking: How To Develop It In The Classroom. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 15, No. 1, 89-95. Mahmudi, A. 2009. Mengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pembelajaran Topik Pecahan. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan 621
Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, Jogyakarta, 31 Januari 2009. NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va.: National Council of Teachers of Mathematics. Nohda, N. 2008. A Study of Open-Approach Method in School Mathematics Teaching Focusing On Mathematical Problem Solving Activities. (Online), (http://www.nku.edu/~sheffield/nohda.html), diakses 27 Mei 2015. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Stacey, K. 2007. What is Mathematical Thinking and Why is It Important? Journal of Mathematical Behavior. Vol. 24, No. 48, 341-350. Stein, M. K., Smith, M. S., Henningsen, M. A., & Silver, E. A. 2000. Implementing Standards-based Mathematics Instruction. New Yor k: Teachers College Press. Susanto, H. 2006. Napak Tilas OSN Matematika SMP. Malang: UM PRESS. Takahashi, A. 2006. Communication as A Process to for Students to Learn Mathematical. (Online), (http://www.criced.tsukuba.ac.), diakses 27 Mei 2015. Walk, G., Congress, M., & Bansho. 2010.TheCapacity Building Series:Communication in the Mathematics Classroom. Ontario: The Literacy and Numeracy Secretariat. 622