BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Pengertian Mioma Uteri Menurut Achadiat (2004), mioma ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos, sedangkan untuk otot-otot rahim disebut dengan mioma uteri. Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. Oleh karena itu, dalam pustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, ataupun fibroid (Prawirohardjo, 2009). Mioma uteri adalah bungkus otot rahim yang berubah menjadi tumor jinak. Istilah sederhananya adalah daging tumbuh dirahim. Mioma uteri penyakit yang berbentuk tumor berbeda dengan kanker, mioma uteri tidak mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh konsistensinya padat dan sering mengalami degenerasi dalam kehamilan dan sering kali ditemukan pada wanita berumur 35-45 tahun (Setiati, 2012). 2. Etiologi Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui. Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk 8
9 terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada menopause. Ichimura mengatakan bahwa hormone ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarche (Prawirohardjo, 2009). 3. Klasifikasi mioma uteri Menurut Prawirohardjo (2007), sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai: a. Mioma submukosum: berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myom gaburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligament latum menjadi mioma uteri intraligamenter (Prawirohardjo, 2009). b. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Mioma intramural, tumbuh dan berkembang. Mioma intramural, tumbuh dan berkembang di antara otot rahim, dapat menjadi besar (sebesar kepala bayi) dan menimbulkan gejala desakan organ lain serta mengganggu kontraksi otot rahim (Manuaba, 2009).
10 c. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma ini meluas hingga kedalam ligammentum latum uterus atau dapat menyebabkan hidrouterus (Sinclair, 2010). Sarang miom dapat mengalami nikrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darahnya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang di sebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2009). Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder padamioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma (Prawirohardjo, 2007). 4. Faktor Resiko Timbulnya Mioma Uteri Menurut Setiati (2012), ada beberapa faktor resiko yang diduga kuat merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu: a. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 50 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis pada usia reproduksi tua antara 35-45 tahun.
11 b. Paritas Lebih sering terjadi pada multipara atau pada wanita yang tidak subur. Tetapi pada saat ini belum di ketahui apakah wanita yang tidak sebur menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya. Atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi c. Faktor ras dan genetik Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma uteri d. Fungsi ovum Diperkirakan ada kolerasi antara hormone estrogen dengan pertumbuhan mioma uteri. Dimana mioma uteri muncul setelah menarce, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. 5. Tanda dan gejala Kebanyakan mioma uteri tumbuh tanpa menimbulkan keluhan atau gejala. Pada perempuan lain mungkin mengeluh perdarahan menstruasi lebih banyak dari biasa, atau nyeri sewaktu menstruasi, perasaan penuh dan ada tekanan pada rongga perut, atau keluhan anemi karena kurang darah atau nyeri pada waktu bekerja. Perempuan lain yang mengidap miom mengeluh susah hamil atau mudah keguguran (Yatim, 2008).
12 Menurut Manuaba (2010), gejala klinis mioma uteri adalah perdarahan tidak normal berupa hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi karena meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi, gangguan kontraksi otot rahim, perdarahan berkepanjangan. Akibat perdarahan pasien dapat mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi. Selain itu terdapat penekanan rahim yang membesar karena pembesaran mioma uteri dapat dirasakan beratdi abdomen bagian bawah, sukar berkemih atau defeksi, dan terasa nyeri karena tertekannya urat saraf. Menurut Prawirahardja (2007), gejala mioma uteri dapat di golongkan sebagai berikut: a. Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah: 1) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai endenokarsinoma endometrium. 2) Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa. 3) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
13 4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. b. Rasa nyeri Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali apabila kemudian terjadi gangguan vaskular. Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya infeksi atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum (seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rectum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persyarafan yang berjalan diatas permukaan tulang pelvis (Prawirohardjo, 2011). c. Gejala dan tanda penekanan Gangguan ini tergantung pada besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
14 pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirahardja (2007). 6. Diagnosa Myom seringkali ditemukan secara kebetulan. Berarti diagnose ditegakkan bukan karena berdasarkan gejala klinis, bahkan sering kali berdasarkan temuan pada rahim yang sudah diangkat. Diagnose bisa saja ditegakkan berdasarkan keluhan klinik, dengan cara: a. Histerosalpingogram, dimana foto rontgen uterus di ambil setelah rahim diisi dengan zat medium Kontras. b. MRI (Magnetik Resonan Imaging), dilakukan bersama dengan penyuntikan kontras Gadolinium (Yatim, 2008). Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan, mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri, mioma intramular harus dibedakan dengan suatu adenomiosis, khorikarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarcoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dengan klinis (Prawirohardjo, 2007).
15 7. Komplikasi Mioma Uteri Menurut Yatim (2008), mioma uteri bila tidak ditangani akan menyebabkan komplikasi antara lain: a. Perdarahan pervagina yang berat juga menimbulkan kondisi kurang darah (anemia). b. Gejala penekanan tumor fibroid bisa menimbulkan keluhan sulit buang air besar (kostipasi) atau hemorroid. c. Torsi (putaran tangkai), sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nikrosis (Prawirohardjo, 2007). d. Infeksi atau degerasi (kistik maupun merah (Achadiat, 2004). 8. Cara Penanganan Mioma Uteri a. Tanpa Pengobatan Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan tindakan segera (Prawirohardjo, 2007).
16 b. Dengan Obat-obatan Menurut Yatim (2008), obat-obatan yang bisa diberikan kepada penderita myom yang mengalami perdarahan melalui vagina yang tidak normal, antara lain: 1) Obat anti_inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Anti Inflamation = NSAID) 2) Vitamin Vitamin A 25.000 IU (stimulan sistem imun, perbaikan jaringan). Dikonsumsi terpisah dari zat besi, yang menghambat absorpsi (Sinclair, 2010). Vitamin C 3000-10.000 mg setiap hari dalam dosis terpisah (imun, anti oksidan) (Sinclair, 2010). 3) Obat-obat hormonal (misalnya, pil KB) 4) Pemberian hormon steroid sintetik seperti progestin, malah kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri daerah panggul yang bertambah. Hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) bisa mengurangi besar ukuran myom. Akan tetapi, miom kembali membesar setelah 6 bulan oleh GnRH di hentikan.
17 c. Dengan pembedahan /operasi 1) Histerektomi Histerrektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alas an mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus keseluruhan (Prawirohardjo, 2007). 2) Histereskopi Operasi pengangkatan rahim (Histerectomy) pada umumnya dilakukan atas indikasi myom. Teknik operasinya masih dengan pendekatan menyayat kulit perut (laparatomi). Operasi untuk pengobatan endometriosis biasanya banyak dilakukan dengan teknik LAVH (Laparoscopy Vaginal Histerectomy), sedangkan operasi untuk pengangkatan myom dilakukan dengan teknik TAH (Trans Abdominal Histerectomy) yaitu operasi dengan penyayatan dinding perut (Yatim, 2008).
18 3) Laparaskopi Pengangkatan secara laparaskopi adalah dengan pembiusan secara umum (general anastesi). Luka sayatan pada dinding perut sekitar 1 cm. Dengan video laparaskopi bisa terlihat baik bagian-bagian rongga perut dan bagian depan rongga panggul. Dengan kombinasi penggunaan alat pembuka (koagulator), electro surgery, dan ultrasonic, dan ultrasonic surgery atau sinar laser dilakukan pengangkatan miom dan perbaikan dinding uterus kaya dengan pembuluh darah, hingga perlu teknik-teknik tertentu untuk mengatasi komplikasi perdarahan (Yatim, 2008). 4) Miomektomi Bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknis memungkinkan untuk dilakukan tindakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa bertangkai, tindakan ini telah cukup memadai (Achadiat, 2004). B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Menutut Zulvadi (2010), Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
19 penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logik untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Hidayat, 2008). 2. Proses manajemen kebidanan Menurut Mufdillah (2009), proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkahlangkah manajemen kebidanan Varney sebagai berikut : Mengumpulkan data Mengevaluasi keefektivan asuhan Interpretasi data: Diagnosis kebidanan, masalah, kebutuhan. Melaksanakan asuhan Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera Bagan 2.1 Penatalaksanaan kebidanan (Sumber: Mufdillah, 2009)
20 Langkah I : Pengumpulan data dasar Pada langkah ini di lakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: a. Riwayat kesehatan b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya. c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. d. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Pada langkah pertama, dikumpulkan semua informasi yang akurat dan semua sumber yang berkaitan dengan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertentu dapat bisa langkah pertama akan overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkahlangkah tersebut), karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostic yang lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter (Asrinah, 2010).
21 Langkah II : Interpretasi data dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan sehingga menemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat di selesaikan seperti diagnosis, namun sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.masalah sering berkaitan dengan pengalaman perempuan yang diidentifikasi oleh bidan. Masalah ini sering menyertai diagnosis (Asrinah, 2010). Menurut Mufdillah (2009), Standar nomenklatur diagnosis kebidanan: 1. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi. 2. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan. 3. Memiliki ciri khas kebidanan. 4. Didukung oleh clinical judgenment dalam praktik kebidanan.dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
22 Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap bila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Contoh: seorang wanita dengan pemuaian uterus yang berlebihan, bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut. Kemudian ia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pemuaian uterus yang berlebihan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnose potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional atau logis. Kaji ulang apakah diagnose atau masalah potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
23 Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodic atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak. Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tandatanda awal dari pre eklampsia, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medic yang serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
24 Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja social, ahli gizi atau seorang ahli perawatan klinis BBL. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen askeb. Pada penjelasan di atas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnose atau masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat rujukan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
25 Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. Rasional berarti tidak berdasarkan asumsi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai atau berdasarkan suatu
26 data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan usaha klien yang lengkap dan tidak berbahaya. Langkah VI : Melakukan pelaksanaan perencanaan Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanannya, misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efesien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis.
27 Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektik dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian terhadap rencana asuhan tersebut. Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung didalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja. 3. Data Perkembangan SOAP Menurut Mufdillah (2009), berdasarkan evaluasi, selanjutnya rencana asuhan kebidanan dituliskan dalam catatan perkembangan yang menggunakan SOAP yang meliputi: S = Subjektif Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
28 keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. O = Objektif Data objektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini sebagai data penunjang. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. A = Analysis/Assessment Analysis/Assessment, merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif atau objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Analisis data adalah melakukan interpretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup: diagnosis/ masalah kebidanan, diagnosis/ masalah potensial serta perlunya antisipasi diagnosis/ masalah potensial dan tindakan segera. P = Penatalaksanaan Penatalaksananaan asuhan sesuai rencana yang telah disusun sesuai dengan keadaan dan dalam rangka mengatasi masalah pasien. Penatalaksanaan tindakan harus disetujui pasien,
29 kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan pasien. C. Teori Hukum Kewenangan Bidan Dalam menjalankan asuhan pada pasien dengan gangguan reproduksi mioma uteri, bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan dalam memberikan asuhan asuhan kebidanan pada pasien ibu dengan gangguan reproduksi mioma uteri yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang penyelenggaraan praktek bidan,yang disebut dalam BAB III praktik bidan antara lain: 1. Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak dan c. Pelayanan reproduksi perempuan dan keluarga berancana 2. Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, berwenang untuk: a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dan
30 b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan reproduksi antara lain: 1. Pasal 71 a. Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan social secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. b. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 1) Saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan 2) Pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi dan kesehatan seksual dan 3) Kesehatan sistem reproduksi. c. Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. 2. Pasal 74 a. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitative, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan
31 memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan. b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, di atur dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diatur dengan pereturan pemerintah. Analisa: Dari uraian di atas sesuai dengan Kepmenkes 1464/ Menkes/ PER/ X/ 2010 dan Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009. Bidan mempunyai kewenangan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi kepada perempuan, keluarga serta masyarakat yang bersifat promotif (proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Contoh: memberikan penyuluhan mengenai mioma uteri), preventif (sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Contoh: tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen), rehabilitative (Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita mioma uteri. Contoh: makanmakanan yang bergizi), dan kuratif (suatu kegiatan pengobatan yang di tujukan untuk penyembuhan mioma uteri. Contoh: kolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan atau
32 dengan obat-obatan) mengenai mioma uteri. Bidan juga berwenang dalam memberikan pendidikan kesehatan dan konseling kepada perempuan, keluarga dan masyarakat mengenai pengertian, klasifikasi, penyebab, tanda dan gejala, faktor resiko pada perempuan yang bisa terkena mioma uteri, komplikasi dan penanganan pada mioma uteri.
33 Mekanisme Mioma Uteri Etioligi Hormon estrogen Faktor resiko 1. Umur 2. Paritas 3. Faktor ras dan genetic 4. Fungsi ovum Diagnosa 3. Histerosalpingogram 4. MRI(Magnetik Resonan Imaging) MIOMA UTERI Bagan 2.2. Mekanisme Mioma Uteri Sumber: Sumber. Setiati (2012), Prawirohardjo(2008).
34 Pathway Mioma Uteri Mioma Uteri 1. Mioma Submukosum 2. Mioma Intramural 3. Mioma Subserosum Diagnosa 1. Histerosalpingogram 2. MRI(Magnetik Resonan Imaging) Penatalaksanaan Dengan obat-obatan: 1. Obat anti inflamasi yang no steroid 2. Vitamin 3. Obat hormonal Dengan pembedahan: 1. Histerektomi 2. Laparaskopi 3. miomektomi Komplikasi 1. Perdarahan pervaginam 2. Gejala penekanan tumor fibroid 3. Torsi (putaran tangkai) 4. Infeksi Bagan 2.3. Pathway Mioma Uteri Sumber: Sumber. Prawirohardjo(2008), Yatim (2005).