I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memunculkan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. matematis siswa perlu adanya suatu bentuk latihan-latihan matematis yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif mengungkapkan gagasan dan ide-ide secara individual maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

JURNAL DAYA MATEMATIS, Volume 3 No. 3 November 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan, suatu negara yang telah. Hal ini dikarenakan orang yang cerdas atau orang yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Hanif,2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. rendah hingga makhluk hidup tingkat tinggi. Biologi tidak hanya terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. syarat untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 1 BALONG TAHUN AJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sangat

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan salah satu Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah salah satu rumpun sains yang mempelajari tentang zat, meliputi

Ibnu Hadjar Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Tadulako

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan matematika. Pendidikan matematika harus mampu menghasilkan manusia yang bermutu, yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang dinyatakan Sudradjat (2008: 1) bahwa perkembangan IPTEK yang pesat adalah berkat dukungan matematika. Matematika merupakan bidang studi yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga SMA dan bahkan sampai perguruan tinggi. Adapun tujuan diberikannya matematika di sekolah menurut Standar Isi Mata Pelajaran Matematika (Depdiknas, 2006) diantaranya adalah memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol atau media lain untuk memperjelas keadaan, memiliki sikap menghargai, kegunaan matematika dalam kehidupan. Oleh karena itu, matematika sangat penting untuk dikuasai siswa sebagai generasi penerus bangsa sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

2 Kenyataannya, kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah, sebagaimana menurut Iwan Pranoto, pakar matematika dari Institut Teknologi Bandung (dalam Latief, 2011) bahwa berdasarkan data hasil The Program for International Student Assessment 2010, posisi Indonesia hanya ketiga dari bawah, Indonesia hanya lebih baik daripada Kirgistan dan Panama. Selain itu, diperoleh fakta bahwa persentase siswa Indonesia yang di bawah level kedua sangat besar, yaitu 76,6 persen dari populasi dan persentase siswa yang di level 5 dan 6 secara statistika tidak ada. Padahal, ada penelitian yang menyimpulkan bahwa anak yang penguasaan matematika di bawah level 2 akan sulit hidup di abad 21 ini dan orang yang memiliki pemahaman di level 5 dan 6 secara statistik akan menjadi pemimpin di dunia dan aktif pada posisi pengambilan keputusan. Menurut Iwan Pranoto, penyebab utama hasil terburuk tersebut adalah ketidaksesuaian ekspektasi kebermatematikaan di program pendidikan matematika di Indonesia dan dunia pada abad ke-21, kegiatan bermatematika yang dituntut dunia adalah bermatematika utuh, sedangkan yang dilakukan siswa Indonesia hanyalah parsial. Selain itu, proses belajar matematika masih berpusat pada penyerapan pengetahuan tanpa pemaknaan. Padahal, yang dituntut di dunia global justru berpusat pada pemanfaatan hasil belajar matematika dalam kehidupan, yaitu pemahaman, keterampilan, dan karakter. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan dan wawancara dengan guru matematika di SMP Negeri 5 Bandar Lampung, diketahui bahwa kemampuan matematika siswa masih rendah, yang dapat diketahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika yang belum optimal, terutama pada kelas VIII. Hal ini dapat diketahui dari hasil ujian semester ganjil Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas VIII, rata-rata

3 nilai ujian kelas VIII adalah 52,5 dan hanya 27% siswa tuntas belajar, yaitu memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 64. Hasil ini juga menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai dengan efektif, pembelajaran dikatakan efektif apabila 75% siswa tuntas belajar. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung dan observasi kelas, diperoleh informasi bahwa rendahnya hasil belajar siswa disebabkan pemahaman siswa terhadap konsep yang masih kurang. Padahal, pemahaman konsep matematis sangat dibutuhkan siswa dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemecahan masalah, menurut Wardhani (2008: 21), agar siswa dapat memecahkan suatu masalah maka perlu paham dengan baik konsep-konsep matematika terlebih dahulu. Pemahaman suatu konsep juga diperlukan siswa untuk mempelajari matematika secara berkelanjutan dan utuh. Hal ini sebagaimana menurut Uno (2006) bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat hierarkis, yaitu suatu materi pelajaran merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Berdasarkan wawancara terhadap siswa, diketahui bahwa mereka kurang memahami konsep matematika karena matematika merupakan pelajaran yang sulit, meskipun sudah dijelaskan guru masih saja tidak mengerti dan cepat lupa, dan banyak hafalan rumus. Selain itu, saat belajar lebih sering menerima rumus jadi dan banyak latihan soal sehingga tidak paham darimana dan mengapa rumus tersebut digunakan. Akibatnya, sering terjadi kesalahan dan lupa penggunaan rumus untuk menyelesaikan soal.

4 Banyak faktor mempengaruhi tingkat pemahaman konsep matematis siswa, tetapi yang paling menentukan adalah proses pembelajaran yang dialami siswa itu sendiri, sebagaimana menurut Soedjadi (2005: 4) bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar yang ditangani langsung oleh guru. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMP Negeri 5 masih dilaksanakan secara konvensional, yaitu pembelajaran yang masih terpusat pada guru, guru menjelaskan materi di depan kelas, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, siswa mencatat hal-hal yang penting dari penjelasan guru, dan siswa diberi latihan soal atau mengerjakan LKS yang berisi materi dan soalsoal. Namun, siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran, sebagian siswa terlihat tidak memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan temannya. Sebenarnya siswa di sekolah tersebut bukanlah siswa yang pendiam, mereka merupakan siswa yang aktif di luar jam pelajaran, tetapi karena tidak begitu leluasa untuk memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki untuk mendapatkan pengetahuan yang baru, mereka hanya diam dan pasif dalam pembelajaran. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat pemahaman siswa terhadap materi ajar. Hal ini menunjukkan perlunya suatu pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami konsep matematika dengan baik. Pemahaman konsep dapat diusahakan agar lebih baik dengan berbagai cara, diantaranya dengan memilih metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif dan mengontruksi pengetahuannya sendiri sehingga ia memperoleh pengalaman yang banyak, sebagaimana dinyatakan

5 Markaban (2006: 3) bahwa tingkat pemahaman konsep matematika seorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Suryosubroto (2006: 149) mengemukakan bahwa semakin tepat metode yang digunakan, maka diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menjadi alternatif adalah metode penemuan (discovery). Suryosubroto (2006: 191) menyatakan bahwa metode penemuan merupakan cara belajar siswa aktif, dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dan tidak mudah dilupakan anak, suatu pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang benar-benar dikuasai dan mudah ditransfer dalam situasi lain. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan diharapkan dapat menjadikan siswa memahami konsep matematis yang dipelajari dengan baik. Namun, mengingat beberapa hal, sebagaimana menurut Widdiharto (2004: 4), yaitu lama pembelajaran di sekolah yang sudah ditentukan, siswa yang masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu, siswa yang cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan, dan tidak semua siswa dapat menemukan sesuatu sendiri, maka metode penemuan yang dipilih adalah metode penemuan terbimbing. Perbedaan metode penemuan terbimbing dengan discovery, yaitu pada pembelajaran dengan discovery siswa yang menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru, sedangkan pada

6 pembelajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang materi pelajaran. Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh guru. Selain itu, terdapat pula pembelajaran dengan inquiry yang mirip dengan penemuan. Moh. Amin (Sudirman N, 1992) menjelaskan bahwa inquiry dibentuk dan meliputi discovery dan lebih banyak lagi. Sebagai tambahan pada proses-proses discovery, inquiry mengandung prosesproses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema sendiri, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, dan sebagainya. Selain itu, hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan sesuatu yang baru bagi dirinya sendiri, tetapi sudah diketahui oleh guru, tetapi dalam metode inquiry, hal yang baru itu juga belum dapat diketahui oleh guru. Adapun perbedaan penemuan terbimbing dengan investigasi, yaitu dalam investigasi (Setiawan, 2006: 7) biasanya permasalahan dan penyelesaian relatif lebih luas dan lebih terbuka, juga tingkat kesukarannya biasanya lebih tinggi dan siswa mungkin membuat pertanyaan sendiri dan memikirkan arah yang dituju sendiri. Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objekobjek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Siswa melakukan discovery (penemuan), sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat atau benar. Bimbingan dimaksudkan agar penemuan yang dilakukan siswa terarah, memberi petunjuk siswa yang mengalami kesulitan untuk menemukan sesuatu konsep/prinsip, dan waktu

7 pembelajaran lebih efisien. Bimbingan diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau LKS, bimbingan yang diberikan guru tergantung pada kemampuan siswa dan materi yang sedang dipelajari. Peran guru dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing adalah sebagai fasilitator dan pembimbing agar siswa menggunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah dimiliki untuk menemukan pengetahuan yang baru. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Bandar Lampung). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?. Dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci, yaitu

8 1. Apakah rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? 2. Apakah rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? 3. Apakah 75% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing tuntas belajar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing terhadap pemahaman konsep matematis siswa. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, yaitu 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai metode pembelajaran yang efektif. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru, menjadi alternatif dalam memilih metode pembelajaran terbaik

9 untuk siswanya agar dapat memahami konsep matematika dengan baik. b. Bagi peneliti, mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing jika dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional dan dijadikan acuan/referensi untuk penelitian lain yang relevan dan sejenis. c. Bagi sekolah, menjadi masukan guna meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini: 1. Metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif untuk menemukan pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan bimbingan guru. 2. Efektivitas pembelajaran merupakan ukuran keberhasilan pembelajaran yang menyangkut sejauh mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dengan optimal. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu a. Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. b. Rata-rata nilai peningkatan (gain) pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih

10 tinggi daripada rata-rata nilai peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. c. Persentase ketuntasan belajar siswa kelas yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing minimal 75%. 3. Pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dapat dilihat dari nilai siswa setelah diadakan tes. Indikator pemahaman konsep, yaitu a. Menyatakan ulang suatu konsep. b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. e. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.