II. TINJAUAN PUSTAKA. salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

TINJAUAN PUSTAKA. Banyak orang belum mengetahui apa itu leaflet dan apa perbedaannya dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media merupakan sarana fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi atau

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pengajaran dimana para siswa bekerja

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. medium, yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan suatu pelajaran yang dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

TINJAUAN PUSTAKA. TPS adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran yaitu terlaksana tidaknya suatu perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001: 37) belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata belajar. Menurut Rusman (2011) belajar diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biologi berasal dari bahasa yunani, yaitu dari kata bios yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

BAB.II. KAJIAN PUSTAKA. seseorang, sehinga menyebabkan munculnya perubahan prilaku (Wina Sanjaya,

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Socratic diturunkan dari nama socrates, seorang filosofi yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN TATANIAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Sanjaya, 2009: ), pembelajaran kooperatif merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media sangat

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Rahayu Dwi Mastuti Widayati Guru IPS SMP Negeri 2 Merbau Mataram ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

BAB II KAJIAN TEORI. usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II KERANGKA TEORITIS. Perubahan tersebut mencakup aspek tingkah laku, keterampilan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Majid (2007:176) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dan saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan

Oleh Saryana PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah TSTS, di dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ratih Rahmawati Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya adalah metode diskusi. Hasibuan dan Moedjiono (2004:20) mengatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ahmadi dalam Ismawati (2007) mengatakan bahwa Inkuiri berasal dari kata

BAB II KAJIAN TEORI. teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Teknik NHT Dalam penerapannya pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT). Menurut Ibrahim (dalam Haisat, 2007: 17), pembelajaran kooperatif NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Trianto (2010:82) pembelajaran kooperatif NHT atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Model pembelajaran kooperatif NHT memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat serta mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka (Lie, 2008 :59). Teknik ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim (dalam Herdian, 2009:1) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

11 1. Hasil belajar akademik stuktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3. Pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT: 1. Fase 1: Penomoran Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. 2. Fase 2: Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. 3. Fase 3: Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. 4. Fase 4: Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas (Trianto, 2010: 82-83). Adapun kelebihan dan kekurangan model ini menurut Lundgren (dalam Haisat 2011:18) adalah :

12 1. Kelebihan 1) Kelas menjadi benar-benar hidup dan dinamis. 2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya. 3) Munculnya jiwa kompetisi yang sehat. 4) Waktu untuk mengoreksi hasil kerja siswa lebih efektif dan efisien. 2. kekurangan 1) Adanya alokasi waktu yang panjang. 2) Ketidakbiasaan siswa dalam melakukan pembelajaran kooperatif, sehingga siswa lebih cepat bosan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif teknik NHT siswa lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran ini tiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mempresentasikan hasil diskusi walaupun bekerja dalam satu kelompok. Oleh karena itu semua anggota kelompok dituntut untuk berdiskusi, dan berbagi informasi sehingga tiap anggota kelompok benar-benar memahami materi pembelajaran yang didiskusikan, tidak ada anggota kelompok yang mengandalkan teman satu kelompoknya yang memiliki kemampuan akademik tinggi. B. Berpikir Kritis Berpikir Kritis adalah kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri, Ide saya bagus karena berdasarkan alasan yang logis, atau ide anda bagus karena di dukung oleh bukti yang kuat. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran ditengah banjir kejadian informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti,

13 asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita seharihari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian. Sayangnya, banyak orang yang kelihatanya curiga pada pemikir kritis. Mungkin pemikir kritis memiliki reputasi yang buruk, sebagian karena mereka kritis, yeng berarti tepat dan tajam dalam berpikir, yang secara tersirat juga berarti keras. Mungkin berpikir kritis dicurigai sebagian orang karena orang-orang mempraktikannya wajib bertanya. Bahkan, ketika disusun sangat rapi pun, tentu saja, pertanyaan masih membuat orang takut (Johnson, 2002:185). Proses berpikir kritis mengharuskan keterbukaan pikiran, kerendahan hati, dan kesabaran. Kualitas-kualitas tersebut membantu seseorang mencapai pemahaman yang mendalam. Berpikir kritis adalah berpikir dengan baik, dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan baik. Pada awal abad yang lalu, dalam tulisannya, Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Ruggiero (1988:2) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. Berpikir kritis memungkinkan untuk menganalisis pemikiran sendiri untuk memastikan bahwa mereka telah menetukan pilihan dan menarik kesimpulan cerdas. Mereka yang tidak berpikir kritis tidak dapat memutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang harus dipikirkan, apa yang harus dipercaya atau bagaimana harus bertindak. Karena berpikir gagal mandiri, mereka meniru

14 orang lain, mengadopsi keyakinan dan menerima kesimpulan orang lain dengan pasif (Johnson, 2002:185). Senada dengan pendapat di atas, Gunawan (2004:177) menjelaskan bahwa keahlian berpikir tingkat tinggi (High Order Thingking) meliputi aspek berpikir kritis, berpikir kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis masalah yang bersifat terbuka (dengan banyak kemungkinan penyelesaian), menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan memperhitungkan data yang relevan. Keahlian berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan, dan kemampuan untuk membedakan antara fakta dan opini. Menurut Halpen (dalam Achmad, 2007: 1), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat

15 keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Beberapa kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis menurut Dressel (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 63) adalah kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi yang penting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi, merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik kesimpulan yang valid dan menentukan kevalidan dari kesimpulan-kesimpulan. Keduanya juga menambahkan bahwa dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Selain itu, Achmad (2007: 3) telah menuliskan delapan karakteristik berpikir kritis, yakni kegiatan merumuskan pertanyaan, membatasi permasalahan, menguji data-data, menganalisis berbagai pendapat dan bias, menghindari pertimbangan yang sangat emosional, menghindari penyederhanaan berlebihan, mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan mentoleransi ambiguitas. Tujuan berpikir kritis adalah untuk mengevaluasi tindakan yang dipercaya paling baik. Kerangka kerja yang menimbulkan proses berpikir ketika dilakukan penggalian informasi dan penerapan kriteria yang pantas untuk memutuskan cara bertindak atau melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda. Semangat berpikir kritis adalah harus selalu berusaha keras dan tetap terbuka terhadap informasi dan banyak sumber yang dapat dipercaya (Ennis, 1996:55).

16 Tabel 1. Keterampilan berpikir kritis dan indikatornya Keterampilan Berpikir Kritis 1.Memberikan penjelasan dasar 2.Membangun keterampilan dasar 3.Menyimpulkan Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1.Memfokuskan pertanyaan 2.Menganalisis Argumen 3.Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang. 4.Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? 5.Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 6.Mendeduksi dan mempertimbangkan deduksi 7.Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Aspek a. Mengidentifikasi atau memformulasikan suatu pertanyaan. b.mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin. c.menjaga pikiran terhadap situasi yang dihadapi a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan. c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan. d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidentifikasi dan menangani ketidak relevanan. f. Mencari struktur dari sebuah pendapat/argumen g. Meringkas a. Mengapa? b. Apa yang menjadi alasan utama? c. Apanyang kamu maksud dengan? d. Apa yang menjadi contoh? e. Apa yang bukan contoh? Bagaimana mengaplikasikan kasus tersebut? f. Apa yang menjadikan perbedaanya? g. Apa faktanya? h. Apakah ini yang kamu katakan? i. Apalagi yang akan kamu katakan tentang itu? a. Keahlian b. Mengurangi konflik interest c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko g. Keterampilan memberikan alasan h. Kebiasaan berhati-hati a. Mengurangi praduga/menyangka b. Mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan e. Penguatan f. Kemungkinan dalam penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Kompeten dalam menggunakan teknologi i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria a. Kelas logika b. Menkondisikan logika c. Menginterpretasikan pernyataan a. Menggeneralisasi b. Berhipotesis

17 4.Membuat penjelasan lebih lanjut 5.Strategi dan taktik 8.Membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil pertimbangan 9.Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi 10.Mengidentifikasi asumsi 11.Memutuskan suatu tindakan 12.Berinteraksi dengan orang lain Sumber: Ennis, (dalam Costa, 2011: 19) a. Latar belakang fakta b. Konsekuansi c. Mengaplikasikan konsep (prinsip-prinsip, hukum, asas) d. Mempertimbangkan alternatif e. Menyeimbangkan, menimbang dan memutuskan Ada 3 dimensi: a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama, operasional, contoh dan mencontoh b. Strategi definisi c. Konten (isi) a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Asumsi yang diperlukan : rekonstruksi argumen a. Mendefinisikan masalah b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai solusi permasalahan c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk solusi d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan e. Mereview f. Memonitor implementasi a. Memberi label b. Strategi logis c. Strategi retorik d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan atau tulisan C. Aktivitas Belajar Aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas sangat diperlukan dalam proses belajar agar kegiatan belajar mengajar menjadi efektif. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri (Hamalik, 2004:171). Melalui aktivitas, siswa dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Aktivitas siswa tidak cukup hanya dengan mendengarkan atau mencatat seperti yang lazim dilaksanakan

18 selama ini. Akan tetapi perlu adanya aktivitas-aktivitas positif lain yang dilakukan oleh siswa. Diedrich (dalam Sardiman, 2007: 100-101) membuat suatu data yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa

19 sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk berbeda. Atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari pelajaran yang disajikan oleh guru. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu/pengetahuan itu dengan baik (Slameto, 2003:36). Dalam suatu proses pembelajaran, penting bagi siswa untuk melakukan berbagai aktivitas yang relevan. Menurut Djamarah dan Zain (2006:40) menyatakan bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental, aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA. Jadi, tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya. Belajar bukanlah hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2009:170). Aktivitas fisik ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran (Rohani, 2004:6).