BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi, stabilitas dan keamanan pada negara-negara berkembang. HIV dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. saat ini terlihat betapa rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan epidemi HIV (Human Immunodefisiency virus) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

SKRIPSI PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERUBAHAN RESPONS SOSIAL-EMOSIONAL PASIEN HIV-AIDS PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

PENYESUAIAN DIRI PADA ORANG DENGAN HIV DAN AIDS (ODHA) DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN BIDAN TENTANG PENULARAN HIV/AIDS PADA PROSES PERSALINAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Tertularnya seseorang dengan HIV ini akan menyebabkan orang tersebut menderita Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). AIDS adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Murtiastutik, 2008). Akibat menurunnya kekebalan tubuh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menyebabkan orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal (Infodatin, Kemenkes RI, 2014). Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Keadaan ini telah menyebabkan berbagai krisis. Antaranya adalah krisis kesehatan, krisis ekonomi, krisis pendidikan maupun krisis pembangunan negara. Dengan kata lain, HIV/AIDS menyebabkan krisis multi dimensi (Sudoyo, dkk, 2009). Berdasarkan data United Nation Joint Program for HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2016 diketahui bahwa selama tahun 2015 sebanyak 1,1 juta penduduk di dunia meninggal karena AIDS dan diketahui bahwa sebanyak 35 juta penduduk dunia meninggal semenjak epidemi HIV/AIDS ditemukan hingga periode akhir tahun 2015. Hingga akhir tahun 2015 terdapat 36,7 juta penduduk di dunia mengidap penyakit HIV dan 2,1 juta dari jumlah tersebut merupakan kasus baru selama tahun 2015 (UNAIDS, 2016). Berdasarkan data statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia, jumlah penderita HIV/AIDS cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, dari pertama kali kasus HIV/AIDS ditemukan di Indonesia hingga akhir tahun 2016 diketahui bahwa jumlah penderita HIV di Indonesia sebanyak 232.323 orang dan AIDS sebanyak 86.780 orang (Kemenkes 2016). Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2014 jumlah kumulatif penderita HIV sebanyak 150.296 orang dan AIDS sebanyak 55.799 orang (Kemenkes 2016).

2 Di Sumatera Barat kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2016, diketahui bahwa hingga triwulan 1 tahun 2016 sebanyak 1.515 penduduk Sumatera Barat menderita HIV dengan prevalensi sebesar 31,26 per 100.000 penduduk dan 1.192 penduduk menderita AIDS dengan prevalensi sebesar 24,59 per 100.000 penduduk. Tingginya kasus ini menjadikan Sumatera Barat sebagai peringkat ke 18 dari 34 provinsi di Indonesia untuk kasus AIDS (Kemenkes RI, 2016). Sumatera Barat terdiri dari 19 kabupaten/kota. Kota Padang merupakan kota dengan jumlah kasus AIDS tertinggi dengan jumlah kumulatif kasus AIDS sampai tahun 2015 sebanyak 575 kasus dan diikuti kota Bukittinggi sebanyak 177 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2016). Penyakit HIV/AIDS telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi yakni meliputi masalah fisik, sosial dan emosional. Masalah fisik terjadi akibat dari penurunan daya tahan tubuh secara progresif yang mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai macam penyakit terutama penyakit infeksi (infeksi oportunistik) dan keganasan. Penyakit infeksi yang sering muncul pada penderita HIV/AIDS adalah tuberkulosis paru (TB paru), radang pada paru-paru (pneumonia), kelainan kulit berupa herpes simplex atau zoster, diare kronik dan infeksi pada hati (hepatitis). Penyakit ganas diantaranya adalah kanker lapisan pembuluh darah limfatik (sarcoma kaposi), kanker sistem kekebalan tubuh (limfoma) (Nursalam dan Kurniawati, 2011). Masalah sosial dan emosional pada ODHA muncul akibat stigma negatif dari masyarakat. Stigma tersebut akhirnya mengakibatkan perlakuan diskriminatif terhadap mereka. Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya anggapan bahwa penyakit HIV/AIDS selalu berujung pada kematian. Penyakit ini sering diasosiasikan dengan perilaku atau kebiasaan buruk yang dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan norma positif dalam masyarakat, persepsi masyarakat bahwa ODHA dengan sengaja menularkan penyakitnya, serta kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularannya (Kemenkes RI, 2012). Menjadi ODHA merupakan suatu yang berat dalam hidup, dimana permasalahan yang komplek selalu dihadapi setiap hari, bukan hanya berurusan

3 dengan kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial yang diskriminatif. Hal ini yang menyebabkan menurunnya semangat hidup ODHA yang kemudian membawa efek dominan menurunnya kualitas hidup ODHA (Rachmawati, 2013). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, sikap diskriminatif terhadap anggota keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS cukup tinggi. Sebanyak 21,7% masih merahasiakan apabila ada anggota keluarga yang terinfeksi HIV/AIDS dan 7,1% penduduk yang bersifat mengucilkan ODHA (Kemenkes, 2010). Masalah sosial bisa membuat depresi penderita HIV/AIDS, sehingga dapat mempengaruhi motivasi untuk melakukan self care secara adekuat. Hal tersebut dapat berkontribusi pada penurunan kesehatan fisik dan mental yang menyebabkan seseorang malas beraktivitas, nafsu makan yang berkurang, ketidakinginan untuk berolahraga dan kesulitan tidur. Bahkan hal ini dapat berpengaruh pada kepatuhan pasien terhadap regimen terapi Antiretroviral (ARV) dan obat-obatan profilaksis lainnya yang diperlukan untuk menjaga kesehatannya agar kondisi fisik tidak menurun sehingga akan memperberat penyakit (Holmes, et al. 2007). Menurut WHO (2002), kualitas hidup adalah persepsi individu tentang harkat dan martabatnya di dalam konteks budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan dan harapan hidup. Kualitas hidup ODHA merupakan berfungsinya keadaan fisik, psikologis, sosial dan spiritual sehingga dapat hidup produktif seperti orang sehat dalam menjalankan kehidupannya (Basavaraj, et al. 2010). Sebuah penelitian di Makasar mengenai kualitas hidup ODHA, menyatakan bahwa dari 21 orang dengan HIV/AIDS, yang memiliki kualitas hidup buruk sebesar 52,4% dan yang berkualitas hidup baik sebesar 47,6%. (Hardiansyah, dkk, 2014). Penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan menyebutkan bahwa dari 17 responden ODHA, diperoleh 70,58% memiliki kualitas hidup rendah dan 29,41% memiliki kualitas hidup baik (Maisarah, 2012). Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup ODHA. Penelitan oleh Liping, et al. (2015) diketahui bahwa dari beberapa karakteristik demografi yang diteliti secara signifikan berhubungan dengan

4 kualitas hidup yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah CD4 dan tahap klinis penyakit. Penelitian lain oleh Pohan (2006), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS yaitu infeksi, terapi antiretroviral, dukungan sosial, jumlah CD4, kepatuhan pengobatan, pekerjaan, gender, gejala, depresi dan dukungan keluarga. Studi yang dilakukan Basavaraj, et al (2010) tentang kualitas hidup pada HIV/AIDS menunjukkan penyakit psikiatris termasuk depresi merupakan hal umum yang terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV. Prevalensi depresi pada populasi klinik yang terinfeksi HIV mencapai 22% sampai dengan 38%. Pasien dengan HIV berusia diatas 35 tahun kemungkinan mengalami depresi, kecemasan, kebingungan dan keletihan. Insomnia, nyeri, emosi dan keterbatasan fisik juga dapat menyebabkan terjadinya depresi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abiodun, et al (2008) mengenai hubungan antara depresi dan kualitas hidup pada orang dengan infeksi HIV di Nigeria dengan infeksi HIV, ditemukan 27,8% pasien HIV mengalami depresi seluruhnya memiliki kualitas hidup yang buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara depresi dan kualitas hidup pada ODHA. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hapsari (2011) di RSCM Jakarta juga menunjukkan bahwa sebanyak 86,3% ODHA yang mengalami depresi mempunyai kualitas hidup buruk. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara depresi dengan kualitas hidup ODHA. Berdasarkan pendekatan psychoneuroimunology dapat dijelaskan bahwa keadaan stress atau depresi yang dialami pasien HIV/AIDS akan memodulasi sistem imun melalui jalur HPA (Hipothalamic-Pituarity-Adrenocortical) axis dan system limbic (yang mengatur emosi dan learning process). Kondisi stress tersebut akan menstimulasi hyphotalamus untuk melepaskan neuropeptida yang akan mengaktivasi ANS (Autonomic Nerve System) dan hypofise untuk mengeluarkan kortikosteroid dan katekolamin yang merupakan hormon-hormon yang bereaksi terhadap kondisi stress. Peningkatan kadar glukokortikoid akan mengganggu sistem imunitas, yang menyebabkan pasien akan rentan terhadap infeksi oportunistik (Gunawan dan Sumadiono, 2007). Selain itu perasaan depresi

5 juga dapat menyebabkan pasien HIV/AIDS sungkan untuk mencari bantuan pengobatan, perawatan dan informasi tentang penanganan terhadap penyakitnya yang pada akhirnya dapat memperparah kondisi kesehatan dan berujung pada penurunan kualitas hidup pasien HIV/AIDS itu sendiri (Li, et al. 2009). RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah rumah sakit rujukan dari berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Barat untuk kasus HIV/AIDS. Rumah Sakit ini merupakan pusat layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di Sumatera Barat. RSUP Dr. M. Djamil Padang juga merupakan Rumah Sakit Perawatan Dukungan Pengobatan HIV/AIDS yang ditunjuk oleh pemerintah. Jumlah kunjungan ODHA di RSUP Dr. M. Djamil Padang selalu meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan pelaporan dan pencatatan VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang, kunjungan pasien HIV/AIDS pada tahun 2014 yaitu sebanyak 1.819 orang, tahun 2015 meningkat menjadi 1.886 orang dan tahun 2016 meningkat menjadi 2.662 orang (Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2017). Berdasarkan penelitian tentang kejadian gangguan depresi pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang, menemukan ODHA yang mengalami depresi sebanyak 55,8% sedangkan yang tidak mengalami depresi sebanyak 44,2% (Yaunin, dkk, 2013). Kualitas hidup ODHA yang berkunjung di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan penelitian oleh Nengsih (2015), didapatkan bahwa 47,8% memiliki kualitas hidup buruk, 86,7% mengalami depresi dan 76,7% tidak mendapat dukungan keluarga (Nengsih, 2015). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar ODHA di RSUP Dr. M. Djamil Padang mengalami depresi dan tidak mendapat dukungan keluarga sehingga berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup. Berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada petugas di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang, diketahui bahwa sebagian besar pasien mengalami depresi terutama pada saat didiagnosis positif HIV. Hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan kepada 4 orang ODHA yang menjalani pengobatan di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang juga menunjukkan bahwa setelah didiagnosis positif HIV, ODHA mengalami kecemasan yang berlebihan, takut menghadapi masa depan dan merasa semua yang dilakukan akan menjadi sia-sia. Hal ini menunjukkan bahwa ODHA

6 menjadi negatif dalam menilai dirinya. Oleh karena itu, hal ini memerlukan perhatian khusus agar ODHA dapat melakukan penanganan terhadap depresi yang dialaminya. Mengingat pentingnya pengaruh aspek psikososial khususnya depresi terhadap kualitas hidup ODHA, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat depresi dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. Dengan hasil penelitian ini diharapkan ada usulan untuk pengembangan program kesehatan untuk penderita HIV/AIDS terkait dengan upaya peningkatan kualitas hidup khususnya yang menjalani perawatan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. Apakah ada hubungan antara depresi dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. b. Apakah ada hubungan usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, dukungan sosial, lama menderita penyakit, infeksi oportunistik (IO), jumlah CD4 dan kepemilikan askes dengan kualitas hidup penderita c. Apakah ada variabel yang memiliki interaksi dan menjadi konfounding antara depresi dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan depresi dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kulitas hidup, depresi, usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan serta dukungan sosial,

7 lama menderita penyakit, infeksi oportunistik, jumlah CD4 dan kepemilikan askes penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. b. Untuk mengetahui hubungan depresi, usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, dukungan sosial, lama menderita penyakit, infeksi oportunistik, jumlah CD4 dan kepemilikan askes dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP. Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. c. Untuk mengetahui variabel yang memiliki interaksi terhadap hubungan depresi dengan kualitas hidup pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. d. Untuk mengetahui variabel yang menjadi konfounding antara hubungan depresi dengan kualitas hidup pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. e. Untuk mengetahui persamaan model multivariat hubungan depresi dengan kualitas hidup pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. D. Hipotesis Adapun hipotesis yang dapat dirumuskan pada penelitian ini yaitu: a. Ada hubungan depresi dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di b. Ada hubungan usia dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di c. Ada hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di d. Ada hubungan pendidikan dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di e. Ada hubungan status pernikahan dengan kualitas hidup penderita f. Ada hubungan pekerjaan dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di

8 g. Ada hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup penderita h. Ada hubungan lama menderita penyakit dengan kualitas hidup penderita i. Ada hubungan infeksi oportunistik dengan kualitas hidup penderita j. Ada hubungan jumlah CD4 dengan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di k. Ada hubungan kepemilikan askes dengan kualitas hidup penderita l. Ada variabel yang memiliki interaksi terhadap hubungan depresi dengan kualitas pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. m. Ada variabel yang menjadi konfounding antara hubungan depresi dengan kualitas pada penderita HIV/AIDS di Poliklinik VCT RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Teoritis/Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya aspek psikososial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). 2. Praktis a. Bagi Instansi Kesehatan atau Lembaga Terkait Dapat dijadikan dasar dalam upaya pengembangan program promosi kesehatan terutama pada aspek psikososial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS. Serta bisa sebagai acuan pembelajaran dalam pemberian pelayanan terkait sehingga semakin berkualitas dan profesional.

9 b. Bagi ODHA Dari hasil penelitian ini diharapkan ODHA dapat mengetahui pentingnya penanganan depresi terhadap kualitas hidup, sehingga mereka tidak pesimis akan menatap masa depan dengan kualitas hidup yang baik. c. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.