BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini disiplin ilmu yang dipakai adalah ilmu Farmakologi,

Peranan KARS dalam mengatasi Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Dr Henry Boyke Sitompul,SpB Komisi Akreditasi Rumah Sakit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

KARYA TULIS ILMIAH RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Fransiska Yovita Dewi, M.Sc., Apt Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS DI INSTALASI BEDAH RSUD TUGUREJO SEMARANG PERIODE APRIL 2014

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

Pola Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Caesar (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center (PMC) Tahun 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SECARA BIJAK

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. 16. Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi 18,17 :

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

ANTIBIOTIKA RASIONAL DALAM ILMU BEDAH. Kata kunci: antibiotika rasional, infeksi, pembedahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I PENDAHULUAN. nosokomial diperkirakan 5% - 10% pasien yang dirawat di rumah sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBELUM DAN SETELAH PEMBUATAN PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

54 Pelayanan Medis RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 55 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 58 A. Kesimpulan. 58 B. Saran 59 DAFTAR PUSTAKA..

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian observasional.dan menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi. Oleh:

Kualitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Bedah Digestif di Salah Satu Rumah Sakit di Bandung

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan Januari sampai April 215 sebanyak 138. Berdasarkan jumlah tersebut, tidak ada rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu: 1. Pasien yang menjalani operasi dan mengalami ILO di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang tercatat dalam rekam medik. 2. Pasien ILO yang mendapatkan terapi antibiotik. 3. Pasien ILO mempunyai data indikasi, jenis antibiotik, dosis dan frekuensi pemberian, cara pemberian, dan lama pemberian antibiotik yang tercatat dalam rekam medik. Berdasarkan 138 rekam medik tersebut, didapatkan distribusi usia dan jenis kelamin yang tersaji dalam Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Distribusi penggunaan antibiotik berdasar usia pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Usia Frekuensi Presentase (%) Anak (1-11 tahun) 8 5,8 Remaja (12-25 tahun) 22 15,94 Dewasa (26-45 tahun) 48 34,78 Lansia (46-65 tahun) 44 31,88 Manula (>65 tahun) 16 11,6 Total 138 1 37

38 Tabel 6 menunjukkan kelompok usia responden dewasa merupakan proporsi jumlah sampel terbanyak, yaitu 34,78%. Kemudian diikuti oleh kelompok usia lansia, remaja, manula, dan anak yang masing-masing 31,88%, 15,94%, 11,6%, dan 5,8%. Tabel 7. Distribusi penggunaan antibiotik berdasar jenis kelamin pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%) Laki-laki 63 45,65 Perempuan 75 54,35 Total 138 1 Tabel 7 menunjukkan jumlah responden laki-laki dan perempuan masing-masing 45,65% dan 54,35%. Berdasarkan 138 rekam medik tersebut, didapatkan distribusi tindakan operasi pada semua bagian dan termasuk kedalam ILO atau bukan yang tersaji dalam Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tindakan operasi bagian Frekuensi Presentase (%) Kepala leher 19 13,77 Toraks 1,72 Abdomen 32 23,19 Urogenital 48 34,78 Ekstremitas 28 2,29 Lain-lain 1 7,25 Total 138 1 Tindakan operasi yang terbanyak adalah tindakan operasi pada bagian urogenital, yaitu sebesar 34,78%. Kemudian diikuti oleh tindakan operasi pada bagian abdomen dan ekstremitas yang masing-masing 23,19% dan 2,29%. Untuk tindakan operasi pada bagian kepala dan leher, lain-lain, dan thorax masing-masing 13,77%, 7,25%, dan,72%.

39 Tabel 9. ILO pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ILO/bukan ILO Frekuensi Presentase (%) ILO Bukan ILO 138 1 Total 138 1 Dari 138 sampel tersebut, tidak ditemukan kasus ILO. Tetapi dari 138 terdapat pasien tindakan operasi yang mendapat antibiotik, yaitu sebanyak 122. Selanjutnya 122 rekam medik inilah yang akan dianalisis penggunaan antibiotiknya. Kelengkapan Data Rekam Medik Kelengkapan data rekam medik dilihat berdasarkan ada tidaknya data indikasi pemberian antibiotik, jenis antibiotik, dosis dan frekuensi pemberian antibiotik, cara pemberian antibiotik, dan lama pemberian antibiotik sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Kelengkapan data rekam medik pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Kelengkapan Data Frekuensi Presentase (%) Data lengkap 2 16,39 Data tidak lengkap 12 83,61 Total 122 1 Dari 122 rekam medik, 16,39% rekam medik yang memiliki data lengkap. Sedangkan, 83,61% rekam medik tidak memiliki data lengkap. Ketepatan Indikasi Ketepatan indikasi pemberian antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis tercantum dalam Tabel 11.

4 Tabel 11. Ketepatan indikasi pemberian antibiotik pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Ketepatan Indikasi Frekuensi Presentase (%) Ada indikasi 86 7,49 Tidak ada indikasi 36 29,51 Total 122 1 Dari 138 rekam medik, terdapat 7,49% rekam medik yang sesuai indikasi pemberian antibiotik. Sedangkan, 29,51% rekam medik tidak sesuai indikasi. Ketepatan Jenis Antibiotik Jenis Antibiotik yang diberikan dan ketepatan jenis antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis tercantum dalam Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 12. Jenis antibiotik yang diberikan pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Jenis Antibiotik Frekuensi Presentase (%) Penicillin 1,82 Cefizox 2 1,64 Cefotaxime 12 9,84 Cefoxime 1,82 Ceftazidim 1,82 Ceftriaxone 14 85,24 Ampicillin-sulbactam 1,82 Total 122 1 Dari 138 rekam medik, terdapat pemberian ceftriaxone sebanyak 85,24%. Cefotaxime dan cefizox masing-masing sebanyak 9,84% dan 1,64%. Sedangkan, penicillin, cefoxime, ceftazidime, dan ampicillin-sulbactam sama besar, yaitu sebanyak,82%.

41 Tabel 13. Ketepatan jenis antibiotik pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Ketepatan Jenis Antibiotik Frekuensi Presentase (%) Tepat 1,82 Tidak Tepat 121 99,18 Total 122 1 Dari 138 rekam medik, 16 diantaranya tidak terdapat pemberian antibiotik. Jadi, hanya,82% yang tepat jenis antibiotik sedangkan 99,18% tidak tepat jenis antibiotik. Ketepatan Dosis dan Frekuensi Pemberian Antibiotik Ketepatan dosis dan frekuensi pemberian antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis tercantum dalam Tabel 14. Table 14. Ketepatan dosis dan frekuensi pemberian antibiotik pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Ketepatan Dosis dan Frekuensi Frekuensi Presentase (%) Tepat 37 3,33 Tidak Tepat 85 69,67 Total 122 1 Dari 122 rekam medik, sebanyak 3,33% tepat dosis dan frekuensi pemberian antibiotik. Sedangkan 69,67% tidak tepat dosis dan frekuensi pemberian antibiotik. Ketepatan Cara Pemberian Antibiotik Ketepatan cara pemberian antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis tercantum dalam Tabel 15. Tabel 15. Ketepatan cara pemberian antibiotik pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Ketepatan Cara Pemberian Frekuensi Presentase (%) Tepat 121 99,18 Tidak Tepat 1,82 Total 122 1

42 Dari 122 rekam medik, sebanyak 99,18% tepat cara pemberian antibiotik. Sedangkan,82% tidak tepat cara pemberian antibiotik. Ketepatan Lama Pemberian Antibiotik Ketepatan lama pemberian antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis tercantum dalam Tabel 16. Tabel 16. Ketepatan lama pemberian antibiotik pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Ketepatan Lama Pemberian Frekuensi Presentase (%) Tepat 15 12.3 Tidak Tepat 17 87.7 Total 122 1 Dari 122 rekam medik, hanya 12,3% yang tepat lama pemberian antibiotik. Sedangkan 87,7% tidak tepat lama pemberian antibiotik. Penilaian Rasionalitas Metode Gyssens Penilaian rasionalitas antibiotik berdasarkan pemberian antibiotik sebagai profilaksis dengan Metode Gyssens terbagi dalam 13 kategori.

Gambar 2. Distribusi Ketepatan Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Metode Gyssens pada Pasien Tindakan Operasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta 43

44 Tabel 17. Persentase penilaian rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien tindakan operasi di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Penilaian Metode Gyssens Frekuensi Presentase (%) Kategori VI Kategori V Kategori IVA Kategori IVB Kategori IVC Kategori IVD Kategori IIIA Kategori IIIB Kategori IIA Kategori IIB Kategori IIC Kategori I Kategori 12 4 16 83,61 3,28 13,11 Total 122 1 Berdasarkan penilaian dengan Metode Gyssens didapatkan penggunaan antibiotik termasuk yang memenuhi kategori VI sebanyak 83,61%, kategori V sebanyak 3,28%, dan kategori IVA sebanyak 13,11%. Pada penelitian ini tidak ditemukan penggunaan antibiotik yang memenuhi kategori, kategori I, kategori IIC, kategori IIB, kategori IIA, kategori IIIB, kategori IIIA, kategori IVD, kategori IVC, dan kategori IVB. B. Pembahasan Berdasarkan Tabel 8 tentang tindakan operasi yang dilakukan di semua bagian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan operasi yang terbanyak adalah operasi pada bagian urogenital (34,78%) dan bagian abdomen (23,19%). Operasi pada bagian urogenital dan abdomen kebanyakan termasuk dalam kelas operasi bersih-kontaminasi. Pemberian antibiotik profilaksis

45 direkomendasikan pada kelas operasi bersih-kontaminasi untuk menurunkan risiko ILO. Risiko infeksi dapat terjadi di seluruh kelas operasi mulai dari kurang dari 2% untuk operasi bersih (misalnya, biopsi payudara) sampai lebih dari 4% untuk operasi kotor (perforasi usus dengan kontaminasi tinja difus). Menurut Guidelines for Antibiotic Prophylaxis of Surgical Wounds, antibiotik profilaksis diperlukan pada semua tindakan operasi pada kelas operasi bersih-kontaminasi, terkontaminasi, atau kotor untuk mengurangi risiko ILO sehingga mengurangi biaya, morbiditas, dan mortalitas. Sedangkan, menurut Permenkes (211) antibiotik profilaksis hanya diberikan pada operasi tertentu pada kelas operasi bersih (mata, jantung, dan sendi) dan pada kelas operasi bersih-kontaminasi. Dalam menentukan rasionalitas penggunaan antibiotik, penelitian ini berpedoman pada Permenkes tahun 211. Penilaian kualitas penggunaan antibiotik dilakukan dengan menggunaan kategori Gyssens yang terbagi dalam kategori -VI dan dinyatakan dalam presentase. Didapatkan hasil 83,61% untuk kategori VI (data tidak lengkap), 3,28% untuk kategori V (tidak rasional karena penggunaan antibiotik tanpa ada indikasi), dan 13,11% untuk kategori IVD (tidak rasional karena ada antibiotik lain yang lebih spesifik). Sedangkan untuk kategori IVA (tidak rasional karena ada antibiotik lain yang lebih efektif), kategori IVB (tidak rasional karena ada antibiotik lain yang kurang toksik), kategori IVC (tidak rasional karena ada antibiotik lain yang lebih murah), IIIA (tidak rasional karena pemberian antibiotik terlalu lama), kategori IIIB (tidak rasiona karena

46 pemberian antibiotik terlalu singkat), kategori IIA (tidak rasional karena penggunaan antibiotik tidak tepat dosis), kategori IIB (tidak rasional karena penggunaan antibiotik tidak tepat frekuensi/interval), kategori IIC (tidak rasional karena penggunaan antibiotik tidak tepat cara pemberian), kategori I (tidak rasional karena waktu pemberian antibiotik tidak tepat), dan kategori (penggunaan antibiotik rasional) tidak ditemukan penggunaan antibiotik yang emenuhi kategori (%). 1. Kategori VI (data tidak lengkap) Pada penelitian ini rekam medik yang digunakan sebagai bahan penelitian diseleksi kelengkapan data melalui kriteria inklusi dan ekslusi. Sebanyak 12 rekam medik pasien tindakan operasi masuk dalam katerogi VI karena tidak memiliki data indikasi pemberian antibiotik, jenis antibiotik, dosis dan frekuensi pemberian antibiotik, cara pemberian antibiotik, dan lama pemberian antibiotik. 2. Kategori V (penggunaan antibiotik tanpa ada indikasi) Berdasarkan ketepatan indikasi pemberian antibiotik, sebanyak 4 dari 2 rekam medik pada pasien tindakan operasi masuk dalam kategori V. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai indikasi dapat mengakibatkan terjadinya resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik. Penelitian yang dilakukan oleh Sutradhar di Bangladesh pada tahun 213 yang melibatkan 58 dokter menyatakan bahwa kebanyakan dokter memberikan antibiotik kepada pasien yang diduga infeksi tanpa mengkonfirmasi infeksinya terlebih dahulu (61.%, OR: 2.82, CI: 2.22-3.58, P<.1). Oleh karena itu,

47 pemberian antibiotik profilaksis hanya diindikasikan untuk operasi tertentu, seperti pada operasi bersih (operasi mata, jantung, dan sendi) dan bersihkontaminasi (Permenkes, 211). 3. Kategori IVA (ada antibiotik lain yang lebih efektif). Pada penelitian ini, 16 rekam medik pada pasien tindakan operasi masuk dalam kategori IVA. Menurut FDA, antibiotik yang direkomendasikan sebagai profilaksis tindakan bedah adalah cefazolin, cefuroxime, cefoxitin, cefotetan, ertapenem, dan vancomycin (ASHP Therapeutic Guidelines, 213). Sedangkan, di Indonesia antibiotik profilaksis yang dianjurkan adalah ampisilin sulbaktam dan sefalosporin generasi I atau II (Permenkes, 211). Dari 16 rekam medik tersebut semuanya menggunakan ceftriaxone yang merupakan sefalosporin generasi III. Penggunaan sefalosporin generasi ketiga yang berlebihan untuk profilaksis tindakan operasi cukup mengkhawatirkan karena telah menyebabkan wabah methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Munculnya extended spectrum beta-lactamases (ESBL), vancomycinresistant enterococci (VRE), dan Clostridium difficile juga telah dilaporkan secara luas berhubungan dengan pemberian sefalosporin generasi ketiga yang tidak tepat (Oh, dkk). Berdasarkan metode Gyssens, penelitian ini berhenti di kategori IVA. Namun, jika 122 rekam medik pasien tindakan operasi dilakukan analisis lebih lanjut diluar metode Gyssens terdapat 1 rekam medik yang tepat jenis antibiotik, 37 rekam medik yang tepat dosis dan frekuensi

48 pemberian antibiotik, 121 rekam medik yang tepat cara pemberian antibiotik, dan 15 rekam medik yang tepat lama pemberian. 4. Kategori IVB (ada antibiotik lain yang kurang toksik) Ada tidaknya antibiotik lain yang kurang toksis dilihat dari keamanan antibiotik tersebut bagi pasien, seperti terdapat interaksi obat yang dapat meningkatkan efek toksik bagi pasien, atau penggunaan antibiotik yang kontraindikasi dengan kondisi pasien. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IVB. 5. Kategori IVC (ada antibiotik lain yang lebih murah) Pemilihan antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan harga obat. Antibiotik yang digunakan sebaiknya antibiotik dengan harga yang terjangkau atau murah (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IVC. 6. Kategori IVD (ada antibiotik dengan spektrum yang lebih sempit) Penggunaan antibiotik profilaksis harus sesuai dengan banyaknya bakteri penyebab infeksi. Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik dengan spektrum sempit (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IVD. 7. Kategori IIIA (pemberian antibiotik terlalu lama) Pemberian antibiotik profilaksis dengan durasi lama tidak menunjukkan hasil yang bermakna dalam mengurangi risiko ILO/ antibiotik profilaksis single dose terbukti dapat mengurangi risiko ILO (SIGN, 214).

49 Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IIIA. 8. Kategori IIIB (pemberian antibiotik terlalu singkat) Pemberian antibiotik yang terlalu singkat dapat meningkatkan risiko resistensi bakteri dan ILO. Dosis ulangan dapat diberikan jika terjadi perdarahan lebih dari 1.5 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IIIB. 9. Kategori IIA (penggunaan antibiotik tidak tepat dosis) Besaran dosis antibiotik yang digunakan untuk profilaksis adalah dosis yang cukup tinggi agar dapat menjamin kadar puncak antibiotik yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan dengan baik (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IIA. 1. Kategori IIB (penggunaan antibiotik tidak tepat frekuensi/interval) Antibiotik profilaksis pada tindakan operasi hanya diberikan dosis tunggal. Dosis ulangan dapat diberikan jika terjadi perdarahan lebih dari 1.5 ml atau operasi berlangsung lebih dari 3 jam. Selain itu, lamanya pemberian antibiotik juga bisa disebabkan karena kondisi penyakit atau infeksi tertentu yang diderita oleh pasien sehingga harus mendapatkan antibiotik untuk terapi empirik maupun terapi definitif (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IIB.

5 11. Kategori IIC (penggunaan antibiotik tidak tepat cara pemberian) Antibiotik yang diberikan pada pasien tindakan operasi diberikan secara injeksi melalui intravena. Hal ini sesuai dengan SIGN guideline yang menyatakan pemberian antibiotik profilaksis untuk tindakan operasi diberikan secara parenteral intravena telah terbukti efektif melawan ILO pada semua kelas operasi (SIGN, 214). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori IIC. 12. Kategori I (waktu pemberian antibiotik tidak tepat) Waktu pemberian antibiotik profilaksis merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi afektivitas antibiotik dalam mencegah ILO. Pemberian antibiotik yang terlalu lama atau terlalu cepat menyebabkan meningkatkan risiko ILO (SIGN, 214). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori I. 13. Kategori (penggunaan antibiotik rasional) Penggunaan antibiotik profilaksis rasional jika memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut meliputi ketepatan indikasi pemberian antibiotik, ketepatan jenis antibiotik, ketepatan dosis dan frekuensi pemberian antibiotik, ketepatan cara pemberian antibiotik, dan ketepatan lama pemberian antibiotik (Permenkes, 211). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan antibiotik yang masuk kategori.