II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Salah satu arahan. pembangunan jangka panjang nasional Tahun seperti yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran

I. PENDAHULUAN. Statistik Kabupaten Tulang Bawang, 2013), disamping harus memanfaatkan. seoptimal mungkin potensi daerahnya, dituntut juga untuk mampu

DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai kinerja implementasi program

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk. mewujudkan tujuan nasional. Tujuan nasional yang tercantum dalam alenia

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Gerakan Serentak Membangun Kampung GSMK

I. PENDAHULUAN. lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. berdasarkan pada pengalamannya terdahulu dan derajat persetujuannya terhadap

I. PENDAHULUAN. merupakan permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar negara-negara

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah. didalamnya menetapkan kebijakan tentang desa dimana penyelenggaraan

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

I. PENDAHULUAN. meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang sekaligus

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. negara yang sentralistik, dimana segala bentuk keputusan dan kebijakan yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dampak menurut Gorys Kerap dalam Otto Soemarwoto (1998:35), adalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran dan Klasifikasi. mendapatkan dan menganalisis data sesusai dengan tujuan.

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Administrasi dan Administrasi Publik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memang belum diketemukan. Tetapi penelitian-penelitian terdahulu yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

MENUJU TEBO SEJAHTERA (MTS): AMAN, HARMONIS DAN MERATA

BAB II KERANGKA TEORI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB I P E N D A H U L U A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Efektivitas

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I P E N D A H U L U A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 474 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOVEN DIGOEL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN PERKOTAAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PADAT KARYA INFRASTRUKTUR

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Efektivitas 1. Definisi Efektivitas Menurut Islami (1997: 7) e fektivitas implementasi kebijakan bisa berarti diperolehnya hasil ( output) sebagai bentuk dampak kebijakan terhadap sasaran kebijakan. Konsep efektivitas implementasi kebijakan di atas dapat diinterpretasikan kembali menjadi suatu proses pencapaian kebijakan terhadap sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Robins (1994 : 58) menyebutkan bahwa ada 4 (empat) pendekatan dalam mengukur efektivitas yaitu: (1) pendekatan pencapaian tujuan; (2) pendekatan sistem; (3) pendekatan konstituensi dan (4) pendekatan nilai -nilai bersaing. Oleh karena pendekatan pencapain tujuan merupakan kriteria yang paling banyak digunakan untuk menentukan keefektifan. Menurut Adisasmita (2011: 170) efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum

10 tentu efisien, karena hasil dapat tercapai tetapi mungkin dengan penghamburan pikiran, tenaga, waktu, uang atau benda. Menurut ahli manajemen Drucker dalam Handoko ( 2009: 7) efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar ( doing the things). Handoko (2007: 7), efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Robbins dan Caulter (2010: 8) mengatakan efektivitas sering kali disebut sebagai mengerjakan hal yang tepat yaitu, menjalankan aktivitas-aktivitas yang secara langsung membantu organisasi mencapai sasarannya. Menurut Andrian (2001: 12), efektivitas adalah pekerjaan yang dilaksanakan dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam pekerjaan tersebut, dengan memberdayakan seluruh potensi sumber daya manusia maupun sumber daya dana yang ada. Menurut Hasibuan (2002: 120), efektivitas adalah tercapainya sasaran atau tujuan-tujuan dari suatu instansi yang telah ditentukan sebelumnya. efektivitas terkandung makna berdaya tepat atau berhasil guna untuk menyebutkan bahwa sesuatu itu telah berhasil dilaksanakan secara sempurna, secara tepat dan target telah tercapai. Selain itu terkandung makna efisiensi, yaitu berdaya guna untuk menunjukkan bila suatu tindakan atau usaha sudah efektif dan ekonomis, baru dikatakan efisien. Steers menilai efektivitas sebagai ukuran seberapa jauh suatu tindakan yang dilakukan berhasil mencapai tujuan yang layak.

11 Berdasarkan pendapat di atas, menurut penulis apabila pencapaian tujuantujuan dari kebijakan semakin besar maka semakin besar pula efektivitasnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan adanya pencapaian yang besar daripada kebijakan maka semakin besar pula hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat efektivitasnya, yaitu sejauh mana pelaksanaan kebijakan itu mencapai tujuan atau dengan kata lain pelaksanaaan kebijakan itu mampu mendukung tercapainya tujuan dari diadakannya. Steers (1977: 44) mengungkapkan ada dua rancangan terhadap studi efektivitas yaitu ukuran efektivitas yang univariasi ( keseluruhan prestasi, produktivitas, kepuasan, laba dan keluarnya karyawan) dan ukuran efektivitas yang multivariasi (penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sarana maupun tujuan-tujuan organisasi). Steers, dengan mengutip pendapat Prince mengajukan variabel-variabel yang dapat dijadikan alat pengukur efektivitas dengan menggabungkan macammacam model tersebut, yaitu : a. Kemampuan Menyesuaikan Diri/Keluwesan Kemampuan sebuah organisasi untuk mengubah prosedur standar operasinya jika lingkungan berubah, untuk mencegah kelakuan terhadap rangsangan lingkungan,

12 b. Produktivitas Kuantitas atau volume atau produk atau jasa yang dihasilkan organisasi dapat diukur menurut tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok, dan keseluruhan organisasi; c. Kepuasan Kerja Tingkat kesenangan yang dirasakan seorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari macam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi dan tempat berada; d. Kemampuan Berlaba Penghasilan atas penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan organisasi. Jumlah sumber daya yang tersisa setelah biaya dan kewajiban dipenuhi; e. Pencarian Sumber Daya Kemampuan suatu organisasi untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan berbagai subsistem memiliki sumber daya yang diperlukan.

13 2. Pendekatan Efektivitas Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Starawaji (2009) mengatakan terdapat beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: a. Pendekatan sasaran, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memerhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif; b. Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memeroleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga memunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya; c. Pendekatan proses, pendekatan ini menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-

14 bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memerhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga. 3. Pengukuran Efektivitas Efektivitas akan menjadi lebih jelas apabila memiliki arah dan tujuan untuk mencapai sesuatu yang diharapkan. Penerapan makna efektivitas untuk organisasi berarti tercapainya tujuan-tujuan organisasi sesuai dengan yang telah diterapkan melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut Siagian (1985 : 33-35), mengemukakan bahwa ukuran untuk mengetahui efektivitas suatu organisasi mencakup tentang : a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, adanya tujuan yang jelas dan pasti yang telah ditetapkan dalam mencapai target dan tujuan yang ingin dicapai; b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, pemerintah kampung diharapkan memiliki strategi yang tepat dan jelas dalam melaksanakan pemerintahan; c. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, pemerintah pekon diharapkan mampu melakukan proses analisis yang tepat dalam melihat kondisi di masyarakatnya sehingga mampu merumuskan kebijakan yang matang dan sesuai dengan kondisi masyarakat; d. Perencanaan yang matang, perlu dibuat perencanaan yang benar-benar matang sesuai dengan kebutuhan dimasyarakat dan tidak merugikan kedua pihak, baik itu pihak masyarakat maupun pemerintah itu sendiri; e. Penyusunan program yang tepat, setelah adanya proses analisis yang tepat dan baik maka akan dibuatlah penyusunan program yang sesuai dengan keadaan di lapangan dan melalui proses perencanaan yang tepat maka akan menghasilkan penyusunan program yang tepat sesuai

15 dengan kebutuhan masyarakatnya sehingga pemerintah desa diharapkan mampu memberikan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakatnya; f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, selain mekanisme kerja yang matang dan tepat yang telah dijelaskan tadi perlu juga didukung dengan sarana dan pra sarana kerja yang baik guna menunjang kegiatan pemerintahan yang baik; g. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. Perlu adanya sistem pengawasan dan pengendalian dari pemerintahan kecamatan dan pemerintah sehingga mampu memberikan kritik, saran dan informasi yang berguna dalam rangka pengawasan dan pengendalian. 4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Efektivitas Kerangka kerja yang dipakai disini mengindentifikasi empat rangkaian variabel yang berhubungan dengan efektivitas: (1) ciri organisasi; (2) ciri lingkungan; (3) ciri peker ja; dan (4) kebijakan dan prakt ik manajemen. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis simpulkan efektivitas adalah tercapainya tujuan dari suatu kegiatan atau program yang telah dilakukan dan ditetapkan secara baik, optimal, dan tepat sasaran. Bila dikaitkan dengan tema penelitian ini tentang efektivitas program gerakan serentak membangun kampung terhadap mendukung pembangunan Kampung di Kecamatan Meraksa Aji, Kabupaten Tulang Bawang, maka efektivitas yang dimaksud ialah terlaksananya rencana dan tujuan dari program gerakan serentak membangun kampung ini secara tepat dan benar serta transparan.

16 B. Tinjauan Tentang Program 1. Definisi Program Menurut Jogianto (2002: 12), yang dimaksud dengan program adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Karakteristik program menurut Jogianto (2002: 14-16), beberapa karakteristik suatu program adalah sebagai berikut: a. Komponen program; b. Batas program; c. Lingkungan luar program; d. Penghubung program; e. Masukan program. 2. Program GSMK/K Program GSMK/K yakni program Gerakan Serentak Membangun Kampung/Kelurahan yang diluncurkan Bupati Tulang Bawang melalui Peraturan Bupati Tulang Bawang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Gerakan Serentak Membangun Kampung/Kelurahan (GSMK/K) di Kabupaten Tulang Bawang. Maksud dari program Gerakan Serentak Membangun Kampung/Kelurahan (GSMK/K) adalah suatu upaya pemerintah

17 kabupaten untuk mendorong adanya program pembangunan oleh, dari, dan untuk masyarakat. Memanfaatkan potensi dan pranata sosial khas yang ada di Kabupaten Tulang Bawang, dengan memberikan bantuan dana langsung sebagai stimulan kepada masyarakat kampung/kelurahan. Untuk pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat untuk masyarakat. Program Gerakan Serentak Membangun Kampung/Kelurahan (GSMK/K) di Kabupaten Tulang Bawang bertujuan: 1. Meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di Kampung/Kelurahan dalam pembangunan daerah; 2. Proses pembelajaran demokrasi dalam pembangunan; 3. Meningkatkan swadaya masyarakat dalam pelaksanaan dan pelestarian pembangunan; 4. Meningkatkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam melaksanakan proses pembangunan; 5. Memercepat pembangunan sarana dan prasarana di kampung/kelurahan; 6. Menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap hasil pembangunan yang dilakukan.

18 Prinsip kebijakan program GSMK/K yakni inisiatif, bahwa kegiatankegiatan yang akan dilaksanakan harus berasal dari usulan yang direncanakan oleh masyarakat kampung/kelurahan. Partisipasi dalam proses pelaksanaan program atau kegiatan yang direncanakan mengedepankan partisipasi dan ketertiban masyarakat secara aktif baik dalam bentuk pembiayaan, tenaga kerja, bahan material, maupun ide dan pemikiran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan. Demokratis dalam penentuan kegiatan yang akan direncanakan ditentukan dan diputuskan secara bersama baik di tingkat kampung/kelurahan maupun di tingkat kecamatan. Manfaat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Gotong royong, pelaksanaan kegiatan direncanakan mampu mengedepankan rasa gotong royong dan kebersamaan dari seluruh lapisan masyarakat, berkelanjutan, kegiatan yang dilaksanakan dapat terpelihara dan dilestarikan oleh masyarakat sendiri. Sasaran lokasi kegiatan program GSMK/K adalah wilayah kampung/kelurahan se-kabupaten Tulang Bawang sesuai keputusan Bupati Tulang Bawang berdasarkan usulan tingkat kecamatan serta rekomendasi tim pembina dan koordinasi kabupaten. Ruang lingkup kegiatan yang dapat dilakukan melalui program GSMK/K ini adalah kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat seperti:

19 1. Pembangunan jalan onderlagh; 2. Pembangunan jembatan; 3. Pembangunan saluran irigasi tersier; 4. Dan/lainnya dengan persetujuan bupati. C. Tinjauan tentang Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Menurut Sulistiyani (2004: 77) mengatakan pemberdayaan mengandung dua makna yaitu : (1) To give power or authority yaitu memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. (2) To give ability to or enable yaitu memberikan kemampuan atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu. Suharto (2009: 59) pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memerkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. 2. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat Menurut Kieffer dalam Suharto (2009: 63), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Sedangkan Parsons juga mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada:

20 a) Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar. b) Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain. c) Pembebasan yang dihasillkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memeroleh kekuasaan dengan mengubah strukturstruktur yang masih menekan. Suharto (2009: 63) mengembangkan de lapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index (indeks pemberdayaan), antara lain: a). kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas, medis, bioskop, rumah ibadah, dan ke rumah tetangga; b).kemampuan membeli komoditas kecil: kemapuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari dan kebutuhan dirinya; c).kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier;

21 d). terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami atau istri mengenai keputusan-keputusan keluarga; e). kebebasan relative dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang yang mengambil uang, melarang memunyai anak, melarang berkerja di luar rumah dan lain-lain; (f). kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa atau kelurahan; (g). keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes; (h). jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, tabungan dan lain-lain. D. Tinjauan Tentang Model Pembangunan Partisipatif Menurut Sumodiningrat (1999: 225) mengatakan model pembangunan partisipatif mengutamakan pembangunan yang dilakukan dan dikelola langsung oleh masyarakat lokal dalam wadah pembangunan yang dimiliki, dengan menekankan upaya pengembangan kapasitas masyarakat untuk memberdayakan masyarakat. Pembangunan partisipatif merupakan sebuah konsep yang sudah dipakai sejak awal dekade 1980 an, pemerintah mengadopsi skema pembangunan dari bawah ( bottom-up planning) yang berangkat dari partisipasi masyarakat tingkat kelurahan, kemudian dibawa

22 tingkatan kecamatan dan akhirnya bermuara pada sistem pembangunan nasional. Pembangunan partisipatif adalah suatu model perencanaan pembangunan yang mengikutsertakan masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Masyarakat aktif melibatkan diri dalam melakukan identifikasi masalah, perumusan masalah, pencarian alternatif pemecahan masalah, penyusunan agenda pemecahan, terlibat proses penggodokkan (konversi), ikut memantau implementasi, dan aktif melakukan evaluasi. Pelibatan masyarakat tersebut diwakili oleh kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri atas kelompok politik, kelompok penekan. E. Tinjauan Tentang Peningkatan Partisipasi Anggota Masyarakat (PPAM) Rencana pembangunan daerah harus disusun mendasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi modal, sumber daya alam, sumber daya manusia, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya. Karena dana/anggaran pembangunan yang tersedia terbatas, sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan relatif banyak, maka perlu dilakukan: (a) penentuan prioritas pro gram pembangunan yang diusulkan itu yang disusun berdasarkan kriteria yang terukur, (b) peningkatan partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi program pembangunan tersebut.

23 Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk mekanisme perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau bottom-up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat ( social empowering) secara nyata dan terarah. F. Kerangka Pikir Program GSMK/K yang telah digulirkan pemerintah menjadi sangat penting untuk mampu mengakomodir masyarakat Kabupaten Tulang Bawang yang mampu meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi program GSMK/K. Proses pelaksanaan program GSMK/K di Kabupaten Tulang Bawang yang dalam hal ini dikaitkan sebagai kinerja implementasi menjadi indikator yang sangat penting untuk dilihat apakah dapat mewujudkan hasil yang baik dari program ini agar mampu menyentuh sasaran program. Keberhasilan atau kegagalan program ini sangat ditentukan oleh pelaksana program, apabila pelaksanaan program sudah mampu melaksanakannya dengan baik, diharapkan sasaran dari program ini akan dapat terakomodir, karena sebuah program dapat dikatakan baik bukan hanya dilihat dari bentuk program yang telah digulirkan, tetapi apakah program itu sudah mampu menjawab sesuai kebutuhan yang diperlukan, pelaksana program yang baik dan mampu mengakomodir target sasaran yang dalam hal ini masyarakat untuk dapat menikmati program yang telah dijalankan agar

24 program ini dapat menjawab kebutuhan dan mewujudkan hasil yang ingin dicapai. Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian terkait dengan efektivitas program gerakan serentak membangun kampung dalam mendukung pemberdayaan masyarakat di Kampung Bangun Rejo, Kecamatan Meraksa Aji, Kabupaten Tulang Bawang dengan melihat pelaksanaan program tersebut apakah sudah berjalan dengan efektif. Penulis menggunakan teori menurut Siagian (1985 : 33-35), mengemukakan bahwa ukuran untuk mengetahui efektivitas suatu organisasi mencakup tentang: a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, adanya tujuan yang jelas dan pasti yang telah ditetapkan dalam mencapai target dan tujuan yang ingin dicapai; b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, pemerintah desa diharapkan memiliki strategi yang tepat dan jelas dalam melaksanakan pemerintahan; c. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, pemerintah kampung diharapkan mampu melakukan proses analisa yang tepat dalam melihat kondisi di masyarakatnya sehingga mampu merumuskan kebijakan yang matang dan sesuai dengan kondisi masyarakat; d. Perencanaan yang matang, perlu dibuat perencanaan yang benar-benar matang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat dan tidak merugikan kedua pihak, baik itu pihak masyarakat maupun pemerintah itu sendiri; e. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, selain mekanisme kerja yang matang dan tepat yang telah dijelaskan tadi perlu juga didukung dengan sarana dan prasarana kerja yang baik guna menunjang kegiatan pemerintahan yang baik. f. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik. Perlu adanya sistem pengawasan dan pengendalian dari pemerintahan kecamatan dan pemerintah sehingga mampu memberikan kritik, saran

25 dan informasi yang berguna dalam rangka pengawasan dan pengendalian. untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka penulis membuat kerangka pikir sebagai berikut: Efektivitas Program Gerakan Serentak Membangun Kampung/Kelurahan (GSMK/K) 1. Pembangunan jalan onderlagh 2. Pembangunan jembatan 3. Pembangunan saluran irigasi tersier 4. Dan/lainnya dengan persetujuan bupati Indikator efektivitas Kejelasan tujuan Kejelasan strategi Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan Perencanaan yang matang Tersedianya sarana dan prasarana kerja Sistem pengawasan efektif Tidak Efektif Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir