ANALISIS EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (IPAL) RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

ANALISIS KUALITAS LIMBAH CAIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (IPLC) RUMAH SAKIT UMUM LIUN KENDAGE TAHUNA TAHUN 2010

ANALISIS KANDUNGAN AMONIAK DAN BAKTERI COLIFORM TOTAL PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA BITUNG PADA TAHUN

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014

STUDI EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA RUMAH SAKIT UMUM JAYAPURA JURNAL TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

MEMPELAJARI PENGENDALIAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

EFEKTIVITAS SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DAN KELUHAN KESEHATAN PADA PETUGAS IPAL DI RSUD DR. M SOEWANDHIE SURABAYA

SPO INSTALASI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DENGAN SISTEM TANGKI SEPTIK MODIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

Kata Kunci: IPAL Komunal Gerbang, Parameter Kimia, Bakteri Total Coliform

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN LIMBAH MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT STUDI KASUS: CUT MEUTIA DI KOTA LHOKSEUMAWE

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELOLAAN LIMBAH CAIR RSUD WANGAYA DENPASAR

CAIR DI RSUD RAA SOEWONDO PATI

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

STUDI KUALITAS LIMBAH CAIR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TULEHU PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

Efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah Dalam Menurunkan Kadar BOD Di IPAL Rumah Sakit Dokter Raden Soetijono Blora Tahun 2013

) PADA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA BITUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa

EFEKTIFITAS SISTEM RBC PADA IPAL PEKAPURAN RAYA PD.PAL BANJARMASIN TERHADAP PENURUNAN KADAR BOD

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

PENGARUH SISTEM ATTACHED GROWTH BERGANDA ANAEROB AEROB UP FLOW TERHADAP PENYISIHAN KADAR BOD,COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR HOTEL

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

METODE PENELITIAN. penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 12. dengan bulan Juli 2016, dapat dilihat Lampiran 6 Tabel 5.

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai tempat

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

BAB I PENDAHULUAN. kota besar di Indonesia, setelah menunjukkan gajala yang cukup serius,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif )

EVALUASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN SISTIM BIO NATURAL (STUDI KASUS DI RSUD KELET JEPARA)

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga

EFISIENSI IPAL UNTUK MENURUNKAN KADAR COD (Chemical Oxygen Demand) DI RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA PURWOKERTO TAHUN 2016

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB IV HASIL PENELITIAN. Sanggrahan Kecamatan Karanggan Kabupaten Temanggung dengan. 1. Kondisi dan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Kualitas Air Sungai Walannae di Dusun Kampiri Desa Pallawarukka Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal

Kata Kunci : Waktu Aerasi, Limbah Cair, Industri Kecap dan Saos

Y. Heryanto, A. Muda, A. Bestari, I. Hermawan/MITL Vol. 1 No. 1 Tahun 2016:

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN RUMPUT LAUT MENGGUNAKAN PROSES FITOREMEDIASI

EFEKTIFITAS PENGELOLAAN LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI KAYU LAPIS DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI TEKNOLOGI FILTRASI UNTUK MENGHASILKAN AIR BERSIH DARI AIR HASIL OLAHAN IPAL DI RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN PROSES ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC)

Teknik Lingkungan KULIAH 9. Sumber-sumber Air Limbah

Transkripsi:

ANALISIS EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (IPAL) RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO Ellys D. Siagian*, Bobby Polli*, Veronica Kumurur* *Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Setiap hari rumah sakit menggunakan sejumlah besar volume air, dan menghasilkan air yang tercemar dengan sejumlah besar bahan infeksious dan berbahaya yang dibuang ke saluran pembuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas pengolahan air limbah (IPAL) di Robert Rumah Sakit Monginsidi Wolter, Manado. Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium dan observasi mendalam. Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah limbah cair yang terdapat pada bagian inlet (sebelum air limbah diolah di IPAL) dan outlet (sesudah air limbah di olah di IPAL). Sampel diambil secara berturut-turut setiap pagi dan siang hari dengan menggunakan botol sampling selama 5 (Lima) hari. Sampel dianalisis di laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Manado untuk pemeriksaan kadar BOD, COD,TSS dan Bakteri Coliform total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BOD, COD, TSS dan bakteri coliform total pada limbah Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sebelum pengolahan (inlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 125,2 mg/l, 196,2 mg/l, 53 mg/l dan 24.200 MPN dan sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 5 mg/l, 15 mg/l, 1 mg/l dan 18.300 MPN; Efektivitas IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair sebesar95,82%, kadar COD pada limbah cair sebesar 92,37%, kadar TSS pada limbah cair sebesar 97,19% dan bakteri coliform total pada limbah cair sebesar 24,37%. Sebagai kesimpulan, kandungan BOD, COD, TSS sesudah pengolahan (outlet) masih memenuhi syarat baku mutu namun kandungan bakteri coliform total sesudah pengolahan (outlet) sudah berada diatas syarat baku mutu. Kata Kunci: Instalasi Pengolahan Limbah Cair ABSTRACT Hospitals consume an important volume of water a day, and generate multiple amounts of infectious and hazardous polluted discharge water to the drain. The aim of the study is to analyse the effectiveness of waste water treatment plant (WWTP) in Robert WolterMonginsidi Hospital, Manado. This research is a research laboratory and in-depth observation. In this study, samples taken are contained in the liquid waste inlet section (before the waste water is treated in WWTP) and outlet (after wastewater processed in the WWTP). Samples were taken successively every morning and afternoon with a bottle sampling for 5 (five) days. Water samples are analyzed atnusantara Water Laboratory (WLN) Manado for examination BOD, COD, TSS and total coliform bacteria. The results showed that the content of BOD, COD, TSS and total coliform bacteria in the waste Robert Wolter Monginsidi Hospital, Manado.before processing (inlet) has an average value of 125.2 mg/l, 196.2 mg/l, 53 mg/l and 24,200 MPN and after processing (outlet) has an average value which is 5 mg/l, 15 mg/l, 1 mg/l and 18,300 MPN; Effectiveness WWTP Hospital Level III R.W. Monginsidi Manado in lowering levels in the effluent BOD amounted to 95.82%, COD levels in wastewater amounted to 92.37%, levels of TSS in wastewater amounted to 97.19% and total coliform bacteria in wastewater amounted to 24.37%. In conclusion, the content of BOD, COD, TSS after treatment (outlet) still qualify but the content quality standards total coliforms bacterial after treatment (outlet) still above the quality standard requirements. Keyword: Waste Water Treatment Plant 78

PENDAHULUAN Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit (Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Rumah Sakit, 2010). Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan dimana di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) dan kegiatan pelayanan kesehatan, selain dapat menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien dan memberikan keuntungan retribusi bagi pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri, rumah sakit juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk kepada manusia, seperti sampah dan limbah rumah sakit yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses penyembuhan serta pemulihan penderita. Sumber pencemaran rumah sakit yang perlu mendapat perhatian adalah adanya pencemaran air (air limbah). Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, juga mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat sekitarnya. Kadar Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) adalah sebagian parameter yang dijadikan patokan untuk menilai pencemaran terhadap air. Kadar yang sangat tinggi berpotensi mencemari air buangan, dan selanjutnya berdampak terhadap kesehatan masyarakat (Anonimus, 2006). Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku (Soedjarwo, 2003). Suatu pengolahan limbah cair yang baik melalui pengoperasian IPAL sangat dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang 79

ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah sampai standar/baku mutu yang diijinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan (Widayat, 2005). Air limbah rumah sakit yang tidak diolah dengan baik akan menimbulkan pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup adalah dimasukannya makhluk hidup, Zar, Energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup (UU 32 Tahun 2009). Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado merupakan Rumah Sakit TNI-AD di wilayah Sulawesi Utara. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini tersedia 190 tempat tidur inap. Jumlah dokter yang tersedia ada 85 orang. Limbah cair yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado berasal dari WC, wastafel, kamar mandi, laundry, dapur dan laboratorium. Limbah cair dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk mengalami pengolahan. Sistem pengoperasian IPAL yaitu limbah cair yang dihasilkan dari ruangan ditampung di bak kontrol dialirkan ke bak inlet dan dari bak inlet masuk ke dalam bak pengolahan yang menggunakan mesin biodetox. Hasil pengolahan limbah cair dialirkan ke bak outlet dan dari bak outlet dibuang/dialirkan ke lingkungan. Limbah cair yand dihasilkan oleh Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado harus diperhatikan kualitasnya, karena Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado merupakan rumah sakit yang besar dan terletak ditengah pemukiman. IPAL rumah sakit ini harus dijalankan secara optimal dan baik sehingga menghasilkan limbah cair yang sesuai dengan baku mutu dan tidak mencemari lingkungan. Hasil penelitian Sudarmaji (2013) tentang efektivitas sistem pengolahan limbah cair dan keluhan kesehatan pada petugas IPAL di RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya, menyimpulkan bahwa sistem pengolahan air limbah yang selama ini di jalankan di RSUD Dr. M Soewandhie masih belum berjalan secara optimal dan baik dilihat dari kandungan BOD,COD dan bakteri coliform total pada limbah 80

cair yang belum memenuhi syarat walaupun sudah mengalami proses pengolahan pada IPAL. Pada penelitian Kerubun (2014) tentang kualitas limbah cair di rumah sakit umum daerah Tulehu menyimpulkan bahwa hasil pengolahan air limbah rumah sakit belum efektif dalam menurunkan kadar bakteri coliform total. Berdasarkan pemaparan diatas, maka mendorong penulis untuk meneliti tentang efektivitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado. Ada beberapa parameter yang digunakan untuk melihat apakah limbah yang dihasilkan menimbulkan pencemaran lingkungan, yaitu secara fisik,kimia, mikrobiologi dan radioaktiv. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada pengukuran parameter secara kimia khususnya parameter Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) dan Bakteri Coliform Total. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium dan observasi mendalam di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado Sulawesi Utara pada bulan Oktober sampai Desember 2016 dan sampel yang diambil adalah limbah cair yang terdapat pada bagian inlet (sebelum air limbah diolah di IPAL) dan outlet (sesudah air limbah di olah di IPAL) di Rumah Sakit Tingkat III R. W. Mongisidi Manado. Sampel diambil secara berturut-turut setiap pagi dan siang hari dengan menggunakan botol sampling selama 5 (Lima) hari. Analisis Data menggunakan analisis data inlet dan outlet dievaluasi, dan analisis untuk efektifitas IPAL rumah sakit. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Parameter BOD Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Pengamatan Inlet Outlet Efektivitas (%) Hari ke- (mg/l) (mg/l) 1 104 3 97,11 2 133 2 98,49 3 127 8 93,70 4 175 8 95,42 5 87 4 94,40 Rata-rata 125,2 5 95,82 Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016 81

Dari data pada tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter BOD mempunyai nilai rata-rata 125,2 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL nilai rata-rata 5 mg/l. Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk konversi mikroba atau mengoksidasi senyawa organic dalam limbah cair oleh mikroba pada suhu 24 0 C selama waktu inkubasi 5 hari. Nilai BOD digunakan untuk memonitor kualitas air dan biodegrasi senyawa organic dalam limbah cair (Suharto, 2011). Pengambilan sampel untuk parameter BOD pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturutturut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses. Hasil pengukuran parameter BOD pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 104 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 3 mg/l. Hari kedua di bak inlet IPAL memiliki nilai 133 mg/l nilai 2 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 127 mg/l nilai 8 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 175 mg/l nilai 8 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 87 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 4 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan BOD pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai BOD tertinggi terdapat pada hari keempat. Hasil pengukuran parameter BOD pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 125,2 mg/l dan pada bak outlet IPAL 5 mg/l. Penurunan BOD dikarenakan adanya perlakuanperlakuan yang dilakukan pada limbah cair, seperti praperlakuan, perlakuan primer dan perlakuan sekunder pada limbah cair. Praperlakuan pada limbah cair terdapat proses ekualisasi yang salah satu tujuan dari proses ekualisasi adalah menurunkan nilai BOD. Proses sedimentasi untuk memisahkan padatan terlarut dalam klarifikasi primer sehingga mampu menurunkan nilai BOD 30-75%. Perlakuan primer pada limbah cair terdapat metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben berupa karbon aktif. Karbon aktif digunakan untuk menghilangkan pencemar organik 82

sintetik terlarut dalam limbah cair. Karbon aktif mampu mengadsorpsi pencemar organik dalam limbah cair melalui lubang-lubang porous di permukaan karbon aktif. Perlakuan sekunder pada limbah cair bertujuan untuk melakukan kontak perlakuan limbah cair dengan mikroba agar terjadi biodegrasi senyawa organik dalam li,bah cair menjadi produk tanpa pencemar. Pada perlakuan sekunder terdapat proses limbah cair dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor terdapat bakteri dalam jumlah besar. Bakteri ini digunakan untuk mengonversi limbah cair yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun (Suharto, 2011). Kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet IPAL memiliki nilai rata-rata 5 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 50 mg/l. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2007) di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Pada penelitian ini, kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 2,74 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang memenuhi syarat baku mutu menurut SK Gubernur Kaltim No 26 Tahun 2002, yaitu kadar yang ditetapkan 50 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2009) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 30 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSUD dr. Moewardi Surakarta memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah no. 10 Tahun 2004, yaitu 30 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon. Kadar BOD pada limbah cair sudah memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawan dan Hartini (2012) di RSUD Kelet Jepara. Kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai rata-rata 11,7 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSUD kelet Jepara sudah memiliki syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004 yaitu 30 mg/l. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Purnama (2014) di RSU Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kadar 83

BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 9 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSU Propinsi Nusa Tenggara Barat sudah memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. 2. Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Parameter COD Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Pengamatan Inlet Outlet Efektivitas (%) Hari ke- (mg/l) (mg/l) 1 146 15 87,72 2 347 10 97,11 3 142 13 90,84 4 229 12 94,75 5 117 10 91,45 Rata-rata 196,2 15 92,37 Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016 Dari data pada tabel 6, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter COD mempunyai nilai rata-rata 196,2 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL nilai rata-rata 15 mg/l. Total Suspended Solid (TSS) adalah sejumlah padatan tersuspensi (mg) dalam 1 liter air. Chemical Ovygen Demand (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (nonbiodegradable)(chandra,2012). Pengambilan sampel untuk parameter COD pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturutturut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses. Hasil pengukuran parameter COD pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 146 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 15 mg/l. Hari kedua di bak inlet IPAL memiliki nilai 347 mg/l 84

nilai 10 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 142 mg/l nilai 13 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 229 mg/l nilai 12 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 117 mg/l nilai 10 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan COD pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai COD tertinggi terdapat pada hari keempat. Hasil pengukuran parameter COD pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 196,2 mg/l dan pada bak outlet IPAL 15 mg/l. Penurunan COD dikarenakan proses aerasi yang mempengaruhi penurunan COD, karena proses aerasi mengurangi rasa dan bau tak sedap yang disebabkan oleh senyawa organik dan juga untuk memindahkan komponen mudah menguap antara lain senyawa organik mudah menguap bersifat toksik. Proses sedimentasi juga mempengaruhi penurunan kandungan COD pada limbah cair. Endapan yang terjadi pada dasar tangki sedimentasi terdiri atas lumpur sehingga kandungan senyawa organik menurun dalam limbah cair. Adapun proses limbah cair dalam bioreaktor yang mempengaruhi penurunan COD karena adanya lumpur aktif. Lumpur aktif adalah kumpulan mikroba yang masih aktif berupa gumpalan lumpur atau menyerupai lumpur. Dalam bioreaktor, lumpur aktif mengadsorpsi senyawa organik pada tersuspensi selama waktu 20 sampai 40 menit (Suharto,2011). Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 15 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sudah memenuhi syarat baku mutu meurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2007) di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Pada penelitian ini, kadar COD limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 20,31 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang memenuhi syarat baku mutu menurut SK Gubernur Kaltim No.26 Tahun 2002, yaitu kadar yang ditetapkan 100 mg/l. sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2009) di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan 85

memiliki nilai 80 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSUD dr. Moewardi Surakarta memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004, yaitu 80 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawan dan Hartini (2012) di RSUD Kelet Jepara. Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai rat-rata 48,7 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSUD Kelet Jepara sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004 yaitu 80 mg/l. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Purnama (2014) di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 29 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. 3. Kandungan Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Parameter TSS Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Pengamatan Inlet Outlet Efektivitas (%) Hari ke- (mg/l) (mg/l) 1 40 1 97,50 2 37 1 97,29 3 61 1 98,36 4 111 1 99.09 5 16 1 93,75 Rata-rata 53 1 97,19 Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016 Dari data pada tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter TSS mempunyai nilai rata-rata 53 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL nilai rata-rata 1 mg/l. Total Suspended Solid (TSS) adalah sejumlah padatan tersuspensi (mg) dalam 1 liter air. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang 86

bobot dan ukurannya lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan tidak dapat langsung mengendap. Padatan tersuspensi merupakan penyebab terjadinya kekeruhan air (Manik, 2003). Pengambilan sampel untuk parameter TSS pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturutturut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses. Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 40 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kedua di bak inlet IPAL memiliki nilai 37 mg/l nilai 1 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 61 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 111 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 16 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan TSS pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan endapan pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai TSS tertinggi terdapat pada hari keempat. Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 53 mg/l dan pada bak outlet IPAL 1 mg/l. Kadar TSS pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 1 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar TSS pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon kadar TSS limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 4,9 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Pada penelitian ini, sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priska (2015) di Rumah Sakit Umum Jayapura Papua. Hasil kadar parameter TSS sesudah pengolahan memiliki nilai 15 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar 87

yang ditetapkan 80 mg/l. Berbeda dengan hasil penelitian Akbar dan Sudarmadji (2013) terdapat penurunan terhadap kadar TSS dan didapatkan hasil sebesar 79 mg/l. Namun berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit angka keluaran limbah cair masih melebihi baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu melebihi 30 mg/l untuk kadar maksimum TSS pada limbah cair. Oleh sebab itu beban limbah cair yang dihasilkan oleh RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya, masih belum memenuhi standar baku mutu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit dan terbilang masih belum aman. Penyebab tingginya kandungan TSS pada air limbah adalah masih banyaknya padatan yang masih belum terendapkan pada saat proses pengolahan, hal ini dikarenakan pada saat keluar dari proses aerasi, laju aliran air limbah masih terlalu tinggi, sehingga masih ada padatan yang belum sempat terendapkan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan bak penampung sementara agar padatan yang belum terendapkan tersebut dapat mengendap. 4. Kandungan Bakteri Coliform Total Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Tabel 4. Hasil Uji Laboratorium Parameter Bakteri Coliform Total Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado Pengamatan Hari ke- Inlet (MPN) Outlet (MPN) Efektivitas (%) 1 24.200 12.000 50,41 2 24.200 19.900 17,76 3 24.200 15.500 35,95 4 24.200 24.200 0 5 24.200 19.900 17,76 Rata-rata 24.200 18.300 24,37 Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016 Dari data pada tabel 4, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter Bakteri Coliform Total mempunyai nilai rata-rata 24.200 MPN sedangkan di bak outlet IPAL nilai ratarata 18.300 MPN. Total Suspended Solid (TSS) adalah sejumlah padatan tersuspensi (mg) dalam 1 liter air. Padatan tersuspensi terdiri dari 88

partikel-partikel yang bobot dan ukurannya lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan tidak dapat langsung mengendap. Padatan tersuspensi merupakan penyebab terjadinya kekeruhan air (Manik, 2003). Pengambilan sampel untuk parameter TSS pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturutturut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses. Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 40 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kedua di bak inlet IPAL memiliki nilai 37 mg/l nilai 1 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 61 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 111 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 16 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan TSS pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan endapan pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai TSS tertinggi terdapat pada hari keempat. Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 53 mg/l dan pada bak outlet IPAL 1 mg/l. Kadar TSS pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 1 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar TSS pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon kadar TSS limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 4,9 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Pada penelitian ini, sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priska (2015) di Rumah Sakit Umum Jayapura Papua. Hasil kadar parameter TSS sesudah pengolahan memiliki nilai 15 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut 89

memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Berbeda dengan hasil penelitian Akbar dan Sudarmadji (2013) terdapat penurunan terhadap kadar TSS dan didapatkan hasil sebesar 79 mg/l. Namun berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit angka keluaran limbah cair masih melebihi baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu melebihi 30 mg/l untuk kadar maksimum TSS pada limbah cair. Oleh sebab itu beban limbah cair yang dihasilkan oleh RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya, masih belum memenuhi standar baku mutu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit dan terbilang masih belum aman. Penyebab tingginya kandungan TSS pada air limbah adalah masih banyaknya padatan yang masih belum terendapkan pada saat proses pengolahan, hal ini dikarenakan pada saat keluar dari proses aerasi, laju aliran air limbah masih terlalu tinggi, sehingga masih ada padatan yang belum sempat terendapkan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan bak penampung sementara agar padatan yang belum terendapkan tersebut dapat mengendap. KESIMPULAN 1. Kandungan BOD,COD,TSS dan bakteri coliform total pada limbah Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sebelum pengolahan (inlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 125,2 mg/l, 196,2 mg/l, 53 mg/l dan 24.200 MPN dan sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 5 mg/l, 15 mg/l, 1 mg/l dan 18.300 MPN. 2. Efektivitas IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair 95,82%, kadar COD pada limbah cair 92,37%, kadar TSS pada limbah cair 97,19% dan bakteri coliform total pada limbah cair 24,37%. 3. Kandungan BOD sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 5 mg/l, masih memenuhi syarat baku mutu (50 mg/l). Kandungan COD pada limbah cair sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 15 mg/l, masih memenuhi syarat baku mutu (80 mg/l). Kandungan TSS pada limbah cair sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 1 mg/l, masih memenuhi syarat baku mutu (30 mg/l). Kandungan bakkteri coliform total sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 18.300 MPN, sudah berada diatas 90

syarat baku mutu (5000 MPN/100 ml). SARAN 1. Melakukan penanganan yang lebih baik lagi pada proses sedimentasi, filtrasi dan klorinisasi agar supaya kandungan bakteri patogen yang ada pada limbah cair akan lebih baik lagi dan memenuhi syarat sesuai baku mutu yang ditetapkan. 2. Melakukan pemantauan pada limbah cair sesudah pengolahan sebelum dibuang/dialirkan ke lingkungan terlebih dahulu khusus pada indikator pencemar mikrobiologi (bakteri coliform total). DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, B. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang Untuk Memenuhi Baku Mutu,Program Pasca Sarjana Undip, Semarang. Anggraeni P,I. 2013. Ramah Lingkungan Dengan Green Hospital. http // www.google.com Juni 2013 Anonimus, 2006. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Sistim Biofilter Anaerob-aerob, Jakarta. ------------, 2001. Sanitasi Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta. Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Astuti, A., Purnama, S, G, 2014. Kajian Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Community Health, Vol. II, No.1, Januari 20014. Hal. 12-20. -------------, 2003. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. -------------, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1204/Menkes/SK/X2004, Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, Jakarta. Ayuningtyas. R. D. 2010. Proses Pengolahan Limbah Cair Di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, FK Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Chandra, B. 2012. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kerubun, A. 2014. Kualitas Limbah Cair di Rumah Sakit Umum Daerah Talehu. Jurnal MKMI, Vol.10, No.3, September 2014. Hal. 180-185. 91

Kolibu,F., Tewal, F. 2011. Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit GMIM Bethesda Tomohon. Jurnal KESMAS, Vol.1, No.2, Juli 2012, hal. 6-10. Manik, dan K. E. Sontang. 2003, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Djambatan, Jakarta. Suharto, I. 2011. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Widayat W, Said N,I. 2005. Rancang Bangun Paket IPAL Rumah Sakit Dengan Proses Biofilter Anaerob-aerob, Kapasitas 20-30 M 3 per Hari. JAI Vol.1, no.1. 92