BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Yuli Astuti, 2014 Pengembangan Program Intervensi Dini Bersumberdaya Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang sejak masa konsepsi didalam rahim ibu sampai dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN KULIAH PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KE 5 PPS-PLB. Dr.Mumpuniarti, M Pd

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurfitri Amelia Rahman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak adalah dunia bermain, di mana masa ini secara naluriah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nera Insan Nurfadillah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak luar biasa yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gambar 4.1 Perkembangan Fisik Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lakukan sendiri dan bagaimana mereka dapat melakukannya. Perpindahan

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK MELALUI KEGIATAN MELIPAT KERTAS

BAB I PENDAHULUAN. pengoptimalan tumbuh kembang bayi, motor control, motor learning, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan pada

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak ditemukan anak-anak yang mengalami masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia

oleh: Eka Yuli Astuti & Ranti Novianti Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nusantara, Bandung

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK MELALUI PEMBELAJARAN TARI KREASI BALI

2015 PENGGUNAAN MEDIA PLAYDOUGH TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU YANG DISERTAI CEREBRAL PALSY KELAS VII DI SLB-B YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, motorik, kognitif, sosial emosi serta perkembangan bahasa.

I. PENDAHULUAN. dalam memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk stimulasi potensi-potensi anak, sehingga secara nature dan nurture anak

2015 HUBUNGAN ANTARA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIKLAT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

MODEL PENGENALAN AKTIVITAS JASMANI BAGI SISWA TAMAN KANAK-KANAK

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lastarina Andanawari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkomunikasi secara simbolik baik visual maupun auditorik. 1 Pola

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

RUMAH ROBOTIK DAN KREATIVITAS

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. Mendapatkan pendidikan yang layak di Indonesia telah tercantum dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia, 2015). Seperti artinya membopong atau memanggul,

BAB I PENDAHULUAN. Masa perkembangan anak usia dini yaitu antara usia 4-6 tahun merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Momi Mahdaniar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, setiap manusia akan melalui tahap perkembangan yang sama.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MENULIS PERMULAAN SISWA CEREBRAL PALSY SEDANG (Single Subject Research di Kelas V SLB Amal Bhakti Sicincin)

ASESMEN PENDIDIKAN ASESMEN MEDIS ASESMEN SOSIOKULTURAL ASESMEN PSIKOLOGIS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAB I PENDAHULUAN. pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat

KESULITAN BELAJAR SPESIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR MELALUI PERMAINAN BOLA BOCCE PADA ANAK AUTIS DI SLB INSAN MANDIRI DLINGO JURNAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

PENGARUH AKTIVITAS KOLASE TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS PADA SISWA CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Perkembangan anak terjadi melalui beberapa tahapan dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Meningkatkan Kemampuan Berjalan Melalui Latihan Menendang Bola Bagi Anak Cerebral Palsy Kelas Dasar IV di SLB Hikmah Miftahul Jannah Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan adalah suatu hal yang harus dikuasai oleh manusia berkaitan dengan

WISNU NUGROHO, 2016 PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN DAN MOTOR EDUCABILITY TERHADAP PENGUASAAN KETERAMPILAN DASAR TENIS LAPANGAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi seorang anak bermain sambil belajar adalah suatu kegiatan di mana

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu/quasy eksperimental dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat di zaman modren saat. Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa :

MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS

DRA. SRI WIDATI, M.Pd. NIP JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FIP UPI BANDUNG 2009

BAB III METODE PENELITIAN. dini bagi keluarga. Berdasarkan permasalahan yang diteliti maka peneliti

I. KONSEP DASAR GERAK 1. PENGERTIAN GERAK MANUSIA

EFEKTIVITAS METODE LATIHAN SENSORIS MOTOR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS HURUF (VOKAL) BAGI ANAK TUNARUNGU SEDANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini semakin banyak ditemukan anak-anak yang mengalami hambatan dalam pelaksanaan proses belajar, populasi ini meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Adapun faktor penyebab dari terjadinya hambatan belajar ini tidak lagi hanya karena masalah IQ saja namun juga dikarenakan oleh banyak faktor. Kenyataan di lapangan menunjukkan semakin banyak anak yang memiliki IQ normal bahkan di atas rata-rata mengalami prestasi belajar yang buruk (under achiever). Lebih lanjut diketahui bahwa diantara sekian banyak faktor yang menyebabkan terjadinya problematik belajar pada anak, masalah motorik merupakan salah satu faktor yang memiliki prevalensi tinggi, yaitu sekitar 70% anak dengan problematik belajar dipastikan mengalami hambatan motorik. (Dokumen klinik Tanaya, 2015). Hambatan yang dialami oleh anak dengan hambatan motorik pada umumnya meliputi keterlambatan dalam hal berguling, duduk, merangkak, berdiri, berjalan dan gerakan-gerakan motorik lainnya yang lebih kompleks. Hambatan ini dapat disebabkan oleh faktor yang bervariasi, Lewis (2003, hlm 153), menyatakan hambatan motorik diantaranya adalah children with spina bifida, children with cerebral palsy, and children with developmental coordination disorder (DCD). Smith (1975, hlm 383-386) menyebutkan hambatan motorik dapat disebabkan selain dari penyebab diatas, yaitu Epilepsy, muscullar dystrophy, poliomyelities and other motor disorder (crippling conditions of joints, muscles or bones). Selain faktor-faktor faktor diatas, masih terdapat banyak sebab lain yang menyebabkan seorang anak mengalami hambatan motorik. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, di salah satu Sekolah Dasar Negeri kota Cimahi, diperoleh informasi dari guru bahwa terdapat sekitar 5 hingga 8 anak per kelas (+ 40 siswa dalam satu kelas) mengalami hambatan motorik, artinya sekitar 12-20% siswa di dalam satu kelas mengalami hambatan motorik. Diantara anak-anak dengan hambatan motorik yang ada di sekolah

2 tersebut, terdapat sekelompok anak yang mengalami hambatan motorik atau gerak tanpa adanya tanda-tanda masalah yang jelas, artinya anak tersebut tidak mengalami kekakuan pada anggota geraknya, tidak kehilangan anggota geraknya, namun anak-anak tersebut jelas mengalami hambatan dalam melakukan koordinasi gerak, sehingga dalam aktivitas sehari-hari mengalami hambatan yang tentu saja berdampak pada aktivitas yang berhubungan dengan akademik di kelas. Temuan di atas sejalan dengan hasil penelitian Stordy dan Nicholl (2000), mereka menemukan anak-anak yang mengalami hambatan motorik atau gerak tanpa adanya tanda-tanda masalah yang jelas. Dalam kehidupan sehari-hari termasuk di sekolah, sekilas mereka terlihat seperti anak-anak yang tidak bermasalah, namun saat mengikuti kegiatan belajar di kelas, mereka menunjukkan tingkah laku yang membingungkan, membuat marah, jengkel dan frustasi bagi orang tua, guru, atau orang-orang yang berada disekitarnya maupun bagi anak itu sendiri. Stansell (2007) menyatakan with no obvious physical indications, it has been referred to as the hidden disability. Anak-anak dengan hambatan gerak ini seringkali tidak terperhatikan karena memang tanpa adanya ciri fisik yang jelas dikarenakan hambatannya yang tersembunyi. Prevalensi anak-anak dengan hidden disability ini dapat dikatakan tinggi, yaitu 5-6% dari semua anak usia sekolah (Missiuna, Rivard, & Pollock, 2011). Berdasarkan beberapa temuan tersebut, kelompok medis menciptakan suatu diagnosa untuk mendeskripsikan anak-anak yang terkesan ceroboh atau mengalami masalah dalam eksekusi gerakan lainnya yang spesifik, yaitu anak dengan DCD (Development Coordination Disorder) (Kurtz, 2008: hlm. 24). DCD seringkali dianggap sebagai developmental disorder dan pada beberapa kasus kadang kala tidak disadari secara klinis (Kirby, dkk., 2007). DCD merupakan hambatan gerak, yang bukan dikarenakan masalah neurologis spesifik atau hambatan kognitif dan dampak jangka panjang akan berpengaruh pada pencapaian akademik mereka (American Psychiatric Association (APA), 2000). Tugas fungsional sehari-hari seperti berpakaian, menggunting, menyalin dari papan tulis dan keterampilan bermain bola

3 merupakan problematik bagi anak-anak ini dan menyebabkan frustasi rutin (Cermak, Gubbay, & Larkin, 2002; May Benson, Ingolia, & Koomar, 2002; Missiuna, 2003). Kesulitan ini disadari sebagai tampilan kunci dari suatu hambatan gerak yang dikenal sebagai Developmental Coordination Disorder (DCD). Klasifikasi umum dari kategori keterampilan motorik yang biasanya digambarkan meliputi: koordinasi gerak, motorik halus, visual-motorik, dan motorik kasar (Bobbio & Gabbard, 2009). Anak-anak dengan DCD biasanya mengalami hambatan pada seluruh klasifikasi umum kategori motorik. Macnab, dkk (2001), mengidentifikasi masalah yang dialami oleh anak-anak dengan DCD, yang dikenali dengan proporsi bermacam-macam dari mulai hambatan dalam fungsi motorik halus dan motorik kasar, sulitnya memproses informasi gerak dan koordinasi gerak, rendahnya memori visual-spasial, hingga masalah pada ketajaman sensori. Intervensi dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan semenjak dini bagi anak-anak dengan DCD, karena akan dapat meminimalisir hambatan dan tingkat frustasi pada anak. Intervensi dan penanganan yang tepat juga dapat menggali dan mengoptimalkan potensi besar yang sebenarnya dimiliki oleh anak. Penelitian Hillier (2007), mencatatkan bahwa pemberian intervensi bagi anak-anak dengan DCD menunjukkan perkembangan yang baik jika dibandingkan dengan tidak ada pemberian intervensi, namun penelitian ini tidak menjelaskan intervensi seperti apa yang efektif dan tepat bagi anak dengan DCD. Temuan lainnya yang diperoleh dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di SDN Cibabat Mandiri II Kota Cimahi ini sudah dilaksanakan, namun belum adanya layanan intervensi yang didasarkan pada analisis kebutuhan dari anak DCD itu sendiri dan belum adanya acuan ataupun panduan pelaksanaan program intervensi gerak, khususnya bagi anak dengan DCD. Penanganan bagi anak dengan DCD di sekolah tersebut, baru sebatas pada layanan umum dan program penunjang lainnya, seperti ekstrakurikuler dan layanan kesehatan rutin yang diselenggarakan oleh sekolah.

4 Berdasarkan kerangka teoretis dan analisis kontekstual permasalahan yang dihadapi oleh anak dengan DCD di sekolah dasar negeri Cibabat Mandiri II sebagaimana dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan menghasilkan rumusan program intervensi gerak dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerak bagi anak dengan DCD. Pengembangan rumusan program intervensi gerak ini menekankan pada pengembangan koordinasi gerak, yang meliputi koordinasi bilateral dan koordinasi tangan-kaki. Hal ini dipilih dengan merujuk pada hasil penelitian Bobbio & Gabbard (2009) yang menyatakan bahwa most fundamental motor skills require some level of interlimb coordination. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan koordinasi gerak (interlimb koordinasi) sangat diperlukan sebagai hal yang paling mendasar untuk menguasai keterampilan motorik. Keterampilan koordinasi gerak melibatkan gabungan secara simultan (koordinasi) pada bagian atas, yaitu lengan dan bagian bawah, yaitu tungkai. Selain itu penelitian ini juga akan melihat hasil keterlaksanaan dari penerapan program intervensi gerak, yang mana diharapkan akan bermanfaat pula kelak pada pencapaian prestasi akademik di sekolah. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah Keberadaan anak-anak yang mengalami hambatan gerak, khususnya koordinasi gerak atau anak dengan Developmental Coordination Disorder seringkali tidak dapat teramati oleh para pendidik. Hambatannya yang tidak terlihat secara kasat mata membuat anak-anak ini semakin terabaikan. Masalah biasanya mulai terasa ketika anak sudah berada di kelas tinggi, seperti terlambat menulis dibandingkan teman sebayanya, tidak menyukai pelajaran keterampilan, merasa frustasi ketika tiba pelajaran olah raga, dan seterusnya. Upaya untuk mengembangkan keterampilan koordinasi gerak pada anak DCD memerlukan kecermatan dari guru untuk dapat mendesain jenis layanan seperti apa yang relevan dengan hambatan yang dialami oleh anak dengan DCD dan target yang hendak dicapai dari tujuan layanan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan peningkatan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan

5 DCD ini, guru harus mempunyai panduan dalam melaksanakan program intervensi gerak, sehingga pada akhirnya keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan DCD dapat ditingkatkan. Kenyataan ini memberikan landasan empirik akan pentingnya merumuskan dan melaksanakan penerapan intervensi gerak dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerak bagi anak dengan DCD. Program intervensi dalam penelitian ini berbasis pada hambatan dan potensi yang dimiliki anak berdasarkan hasil identifikasi dan asesmen. Berangkat dari kondisi dan permasalah yang muncul di lapangan sebagaimana dipaparkan di atas, fokus penelitian ini adalah untuk merumuskan dan mengimplementasikan program intervensi gerak untuk meningkatkan koordinasi gerak bagi anak dengan DCD di Sekolah Dasar Kota Cimahi, dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah program intervensi gerak yang dapat meningkatkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder? C. Pertanyaan Penelitian Sebagaimana dinyatakan dalam rumusan masalah, bahwa penelitian ini akan merumuskan program intervensi gerak yang dapat meningkatkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder di sekolah dasar Kota Cimahi. Operasionalisasi dari rumusan penelitian dimaksud, dilaksanakan dalam tiga tahapan penelitian, yakni penelitian tahap kesatu dengan fokus untuk merumuskan program intervensi gerak yang telah divalidasi, penelitian tahap dua dengan fokus untuk mendapatkan program intervensi gerak yang siap diterapkan pada anak, dan penelitian tahap ketiga dengan fokus untuk melihat keterlaksanaan dan efektivitas penerapan program intervensi gerak bagi anak dengan DCD. Terkait dengan rumusan masalah dan fokus dalam penelitian, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

6 1. Bagaimana kondisi objektif keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder? a. Hambatan dan kemampuan apa saja yang dialami oleh anak dengan Develomental Coordination Disorder dalam keterampilan koordinasi gerak? b. Upaya apa sajakah yang diberikan guru dalam mengembangkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder? 2. Bagaimanakah rumusan program intervensi gerak yang dapat meningkatkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder? 3. Bagaimanakah pelaksanaan program intervensi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder? a. Bagaimanakah program intervensi gerak bagi anak dengan Developmental Coordination Disorder ini dimplementasikan oleh guru di sekolah? b. Bagaimanakah hasil implementasi program intervensi gerak bagi anak dengan Developmental Coordination Disorder ditinjau dari sisi pengguna (guru), proses pelaksanaan intervensi, dan dampak terhadap kemampuan anak? D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan program intervensi gerak dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder (DCD) di Sekolah Dasar Cibabat Mandiri II Kota Cimahi.

7 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat dan menambah pengetahuan, khususnya bagi peneliti mengenai program intervensi yang efektif terhadap keterampilan koordinasi gerak anak dengan Developmental Coordination Disorder (DCD) serta permasalahan yang ada di dalamnya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, manfaat penelitian ini: a. Bagi guru dan orang tua Menjadi alternatif program penanganan yang dapat memacu peningkatan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder. b. Bagi anak dengan DCD Meningkatkan keterampilan koordinasi gerak pada anak dengan Developmental Coordination Disorder. c. Bagi peneliti selanjutnya Menjadi bahan kajian untuk mendalami variabel atau lingkup penelitian lebih lanjut terkait pembelajaran bagi anak dengan Developmental Coordination Disorder.