BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC K4M AMILUM KULIT PISANG AGUNG DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI FLOATING AGENT

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

Khasiatnya diketahui dari penuturan orang-orang tua atau dari pengalaman (Anonim, 2009). Salah satu tanaman yang telah terbukti berkhasiat sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING METFORMIN HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN POLIMER HPMC K4M

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atau gabungan antara ketiganya (Mangan, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan obat

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa banyak kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan solida. Sediaan solida memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sediaan bentuk cair, antara lain: takaran dosis yang lebih tepat, dapat menghilangkan atau mengurangi rasa tidak enak dari bahan obat, dan sediaan obat lebih stabil dalam bentuk padat sehingga waktu kadaluwarsa dapat lebih lama (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Sedangkan tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.

Penghantaran obat secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan dibandingkan beberapa rute penghantaran lainnya. Pemberian oral juga dapat digunakan untuk pengobatan sistemik dengan berbagai bentuk sediaan farmasi. Sediaan oral merupakan rute yang paling banyak digunakan karena memberikan kemudahan dalam penggunaannya. Namun, kelarutan bahan obat dalam saluran cerna merupakan suatu karakteristik fisika kimia yang perlu diperhatikan dalam memformulasi suatu sediaan dengan rute pemberian secara oral karena akan mempengaruhi ketersediaan hayati, sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut dilakukan beberapa pendekatan untuk meningkatkan waktu tinggal dari penghantaran obat pada bagian atas saluran pencernaan (Baru et al., 2012). Floating drug delivery systems (FDDS) merupakan suatu mekanisme penghantaran obat yang memiliki densitas lebih kecil dari cairan lambung sehingga tetap mengapung untuk jangka waktu lama dan tidak dipengaruhi waktu pengosongan lambung. Bentuk penghantaran obat dengan sistem mengapung merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dalam memperbaiki dan meningkatkan waktu tinggal dari penghantaran obat pada bagian lambung (gastric residence time) dan dapat mengontrol fluktuasi kadar obat dalam plasma. Obat akan terlepas secara perlahan sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Sistem tersebut dibagi menjadi dua bentuk yaitu sistem eferfesen dan non-eferfesen (Sharma et.al, 2011). Sistem eferfesen menggunakan matriks seperti metilselulosa dan kitosan serta berbagai macam senyawa eferfesen, misalnya natrium bikarbonat, asam tartrat dan asam sitrat. Ketika kontak dengan cairan lambung akan menghasilkan gas CO 2 dan selanjutnya akan membantu penetrasi cairan ke dalam tablet kemudian tablet akan mengembang. Sedangkan pada sistem non-eferfesen mampu membentuk gel dan mudah mengembang setelah kontak dengan cairan lambung ketika udara

terperangkap dalam matriks sehingga obat mengapung dan mencapai kepadatan massa kurang dari 1. Matriks yang digunakan berupa golongan selulosa hidrokoloid (misalnya hidroksil etil selulosa, hidroksil propil selulosa, hidroksipropil metil selulosa [HPMC] dan natrium karboksi metil selulosa), polisakarida atau matriks pembentuk polimer (misalnya, polikarbopil, poliacrilates, dan polistirene) (Narang, 2010). Ibuprofen merupakan turunan sederhana dari asam fenilpropionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis 400-800 mg tiga sampai empat kali sehari. Kurang lebih 99% ibuprofen akan terikat protein plasma dan 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit/konjugatnya. Efek antiinflamasinya melalui mekanisme penghambatan aktifitas enzim siklooksigenase sehingga mengurangi sintesis dan pelepasan prostaglandin. Prostaglandin merupakan mediator nyeri yang dihasilkan pada saat nyeri, inflamasi, dan demam (Katzung, 2010; Kee dan Hayes, 1996). Ibuprofen mempunyai sifat kohesif yang lebih besar daripada sifat adhesif, sehingga sulit kontak dengan zat lain terutama air. Ibuprofen diserap dengan mudah dalam saluran pencernaan. Kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh eliminasi selama kurang lebih dua jam (Katzung, 2010; Kee dan Hayes, 1996). Ibuprofen merupakan suatu asam lemah yang memiliki kelarutan rendah dalam suasana asam, namun dalam suasana tersebut ibuprofen akan berada dalam bentuk molekul yang dapat meningkatkan absorbsi dalam cairan lambung. Pengembangan sediaan tablet floating ibuprofen diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas ibuprofen menjadi lebih dari 80% oleh karena waktu tinggal tablet di lambung yang lebih lama.

Sediaan tablet dalam formulanya terdiri atas bahan aktif dan bahan tambahan. Beberapa bahan tambahan antara lain bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, bahan pelicin, dan bahan pelincir. Salah satu tujuan penambahan bahan tambahan dalam formulasi sediaan tablet adalah untuk melindungi, mendukung, dan meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas bahan aktif (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Kemajuan teknologi dan pengembangan bentuk sediaan obat dalam bidang farmasi telah banyak mendorong dilakukannya modifikasi terhadap sediaan tablet, diantaranya adalah penambahan suatu bahan tambahan yang berfungsi sebagai kontrol pelepasan dalam formulasi sediaan tablet floating. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai kontrol pelepasan dalam sediaan tablet floating adalah HPMC yang dalam penggunaanya dikombinasi dengan amilum kulit pisang agung. Tanaman Pisang (Musa paradisiaca, Linn) banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Terdapat berbagai jenis pisang diantaranya pisang kepok, pisang raja, pisang agung, pisang susu, pisang ambon, dan masih banyak yang lain. Buah pisang banyak disukai untuk dikonsumsi sebagai buah atau diolah menjadi produk lain seperti kripik pisang, selai pisang, dan lain sebagainya. Namun sampai saat ini pengolahan limbah dari pisang yaitu kulit pisang belum begitu banyak dilakukan dan hanya dijadikan sebagai makanan ternak seperti kambing dan sapi. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kulit pisang mengandung air sebesar 68,9% dan karbohidrat sebesar 18,5% (Munadjim, 1984). Berdasarkan kandungan karbohidrat tersebut maka kulit pisang yang awalnya hanya digunakan sebagai makanan ternak dapat diolah menjadi amilum yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pembuatan sediaan farmasi yang berfungsi sebagai kontrol pelepasan dalam sediaan tablet floating. Sifat amilum yang hidrofilik dapat mempercepat pembasahan

sediaan tablet ketika kontak dengan cairan lambung. Selain berfungsi sebagai bahan kontrol pelepasan sediaan tablet floating, amilum kulit pisang juga memiliki fungsi sebagai pengikat bahan ko-proses tablet ODT, tablet ibuprofen, dan tablet metformin HCl yang telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya (Amelia, 2015; Christian, 2015; Janus, 2015). Amilum tersusun atas amilosa dan amilopektin dimana amilosa memiliki sifat yang mudah menyerap air dengan daya kembangnya yang baik sehingga digunakan sebagai penghancur sedangkan amilopektin bersifat lebih lekat dan cenderung membentuk gel apabila kontak dengan air maka cocok digunakan sebagai bahan pengikat (Gunawan dan Mulyani, 2004). Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian sebelumnya (Kinanti, 2015), dengan meningkatnya konsentrasi amilum kulit pisang agung yang digunakan sebagai pengikat tidak selalu menurunkan waktu hancur. Terlihat bahwa pada keadaan tertentu dimana ketika konsentrasi semakin ditingkatkan waktu hancur yang diperoleh justru menurun, hal tersebut menunjukan bahwa kecenderungan amilum untuk menyerap air sangat tinggi sehingga tablet menjadi lebih cepat hancur. Pada penelitian ini digunakan kulit pisang agung dari kupasan pisang yang belum matang dan masih berwarna hijau sebagai bahan dasar pembuatan amilum dikarenakan jenis pisang agung memiliki ukuran yang relatif besar dengan kulitnya yang juga relatif tebal, sehingga diharapkan amilum yang diperoleh menjadi lebih besar. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) telah banyak digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. HPMC K4M memiliki sifat hidrasi yang tinggi ketika kontak dengan air dan akan menghasilkan gel dengan kekuatan mekanik yang besar, namun memiliki laju pembentukan gel yang lebih lambat, sehingga pelepasan bahan obat dari sediaan akan meningkat pada waktu awal kontak dengan medium dan hal tesebut tidak diinginkan dalam

formulasi sediaan lepas lambat (Dabbagh and Beitmashal, 2004). Dalam penelitian ini digunakan kombinasi HPMC K4M dengan amilum kulit pisang agung sebagai bahan pengontrol pelepasan tablet. Amilum kulit pisang agung merupakan bahan yang bersifat hidrofilik sehingga dalam penggunaanya yang dikombinasikan dengan HPMC K4M akan mempercepat pembentukan gel sehingga dapat menahan gas CO 2 yang terbentuk ketika natrium bikarbonat kontak dengan cairan lambung yang bersifat asam sehingga tablet akan naik dan mengapung secara konstan. Agar menghasilkan suatu sediaan tablet yang memenuhi persyaratan, konsentrasi dari bahan aktif maupun bahan tambahan yang digunakan harus diperhitungkan, termasuk bahan pengontrol pelepasan tablet dan bahan eferfesen dalam sediaan tablet floating. Apabila perbandingan konsentrasi HPMC K4M dan amilum yang digunakan sebagai pengontrol pelepasan terlalu tinggi akan mempengaruhi pelepasan bahan aktif dari sistem floating dan mempercepat waktu hancur dari tablet. Demikian pula dengan konsentrasi bahan eferfesen yang tidak sesuai akan mempengaruhi waktu floating lag time ketika kontak dengan cairan lambung. Bahan eferfesen yang digunakan adalah natrium bikarbonat. Pertimbangan pemilihan natrium bikarbonat yang digunakan sebagai sumber basa karena efek stabilitas dan sifatnya sebagai sumber karbondioksida (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Natrium bikarbonat merupakan suatu bahan bersifat basa yang akan menghasilkan gas CO 2 ketika kontak dengan asam yang berasal dari asam lambung sehingga dalam penelitian ini hanya digunakan natrium bikarbonat tanpa adanya kombinasi dengan bahan yang bersifat asam (Nanda et al., 2010). Permasalahan yang sering dihadapi dalam formulasi sediaan tablet floating adalah tablet harus cepat mengembang dan mengapung ketika kontak dengan cairan lambung dan dapat bertahan pada saluran cerna dalam

jangka waktu tertentu. Untuk itu diperlukan matriks yang mampu mempercepat pembentukan gel ketika tablet kontak dengan cairan lambung serta juga mampu mempertahankan bentuk tablet selama berada dalam saluran cerna sehingga memiliki waktu pelepasan yang sesuai, dan tablet tidak mudah hancur. Selain itu diperlukan suatu komponen eferfesen yang membantu proses pelepasan zat aktif dari tablet. Penggunaan bahan tambahan tersebut dalam formulasi sediaan tablet dengan konsentrasi yang kurang sesuai dapat mempengaruhi waktu pelepasan tablet sehingga untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan penelitian tentang optimasi tablet floating ibuprofen menggunakan kombinasi HPMC K4M dan amilum kulit pisang agung sebagai pengontrol pelepasan serta natrium bikarbonat sebagai bahan eferfesen. Tujuan dilakukannya optimasi adalah untuk mendapatkan komposisi formula optimum yang tepat sehingga menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan. Pencarian formula optimum dilakukan menggunakan metode factorial design. Metode factorial design merupakan salah satu metode untuk mengetahui formula optimum dari sebuah formula, mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh dominan, dan signifikan tidaknya maupun efek interaksinya (Bolton, 1990). Dalam penelitian ini, dilakukan penentuan formula optimum dari tablet floating ibuprofen dengan menggunakan metode factorial design 2 n dimana 2 adalah jumlah tingkat (tingkat tinggi dan tingkat rendah) dan n adalah jumlah faktor. Penelitian ini menggunakan 2 faktor (perbandingan komposisi HPMC K4M amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat) dan 2 tingkat (tingkat tinggi dan tingkat rendah) dan terdapat 3 macam variabel meliputi variabel bebas (perbandingan komposisi HPMC K4M amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat), variabel terkendali (konsentrasi Avicel PH 102, konsentrasi Mg Stearat, konsentrasi talkum), dan variabel tergantung

(kekerasan, kerapuhan, floating lag time, floating time,dan persen obat terlepas). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: - Bagaimana pengaruh rasio HPMC K4M- amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat sebagai floating agent terhadap mutu fisik tablet (kekerasan, kerapuhan), floating lag time, floating time, dan pelepasan obat dari tablet floating ibuprofen. - Bagaimana rancangan formula optimum tablet floating ibuprofen yang menggunakan HPMC K4M amilum kulit pisang agung dan natrium bikarbonat sebagai floating agent yang memiliki mutu fisik tablet (kekerasan dan kerapuhan), floating lag time, floating time, dan pelepasan obat yang memenuhi persyaratan. 1.3. Tujuan Penelitian - Mengetahui pengaruh rasio HPMC K4M - amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat sebagai floating agent terhadap mutu fisik tablet (kekerasan, kerapuhan), floating lag time, floating time, dan pelepasan obat dari tablet floating ibuprofen. - Memperoleh rancangan formula optimum tablet floating ibuprofen yang menggunakan HPMC K4M - amilum kulit pisang agung dan natrium bikarbonat sebagai floating agent yang memiliki mutu fisik tablet (kekerasan, kerapuhan), floating lag time, floating time, dan pelepasan obat yang memenuhi persyaratan.

1.4. Hipotesis Penelitian - Rasio HPMC K4M amilum kulit pisang agung dan natrium bikarbonat sebagai floating agent memiliki pengaruh terhadap mutu fisik tablet (kekerasan, kerapuhan), floating lag time dan floating time, dan pelepasan obat dari tablet floating ibuprofen. - Dapat diperoleh formula optimum tablet floating ibuprofen menggunakan HPMC K4M- amilum kulit pisang agung pada perbandingan tertentu dan natrium bikarbonat pada konsentrasi tertentu sebagai floating agent untuk menghasilkan tablet floating yang memenuhi persyaratan mutu fisik tablet (kekerasan, kerapuhan), floating lag time, floating time, dan pelepasan obat. 1.5. Manfaat Penelitian - Meningkatkan pemanfaatan amilum yang berasal dari kulit pisang agung sebagai floating agent pada sediaan tablet floating ibuprofen. - Mengembangkan dan menemukan formula tablet floating ibuprofen menggunakan amilum kulit pisang yang dikombinasi dengan HPMC K4M dan natrium bikarbonat sebagai floating agent.